TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH
PUTRA SAMUEL JESE 070200428
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH
PUTRA SAMUEL JESE 070200428
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
(Muhammad Hamdan, SH., M.Hum) NIP. 195703261986011011
PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,
(Liza Erwina, SH.,M.Hum) (Dr.Marlina, SH., M.Hum) NIP. 196110241989032002 NIP. 197503072002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Putra Samuel Jese* Liza Erwina, S. H., M. Hum.** Dr. Marlina, S. H., M. Hum.***
*
Mahasiswa Hukum Pidana Faktultas Hukum USU Medan
**
Pembimbing I (satu) dan staf pengajar Hukum USU Medan
*** Pembimbing II (dua) dan staf pengajar Hukum USU Medan
Anak merupakan masa depan bangsa yang harus diperjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Di zaman sekarang ini kejahatan-kejahatan terhadap anak sering terjadi dikalangan hidup masyarakat yang banyak. Seharusnya di Indonesia pengawasan terhadap kesejahteraan anak perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi dampak yang besar dikemudian hari. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi, seperti pemanfaatan anak dalam pengambilan keuntungan (ekonomi/materi) terhadap anak, dan yang satu lagi seperti dalam putusan PN Medan adalah eksploitasi seksual oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Persetubuhan terhadap anak kerap terjadi akibat adanya nafsu seksual yang tak terkendali, sehingga meninggalkan dampak bagi si anak.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelititan hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian dan skripsi ini dilakukan dengan menginventariskan ketentuan hukum pidana dalam berbagai hukum positif yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual berupa perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur dan menganalisis keputusan pengadilan negeri medan untuk melihat bagaimana ketentuan hukum pidana dalam memutuskan kejahatan terhadap anak ini.
Pengaturan terhadap tindak pidana perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur diatur dalam KUHP dalam Pasal 287 dan 294 KUHP dan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak diatur dalam pasal 81 dan 82.
Faktor penyebab perkosaan maupun pencabulan terhadap anak tiri dibawah umur menurut literatur ada 2 faktor, yaitu yang pertama faktor Intern yang terdiri dari faktor keluarga, faktor ekonomi dan status sosial, faktor religi, faktor psikis. Yang kedua faktor ekstern yang terdiri dari faktor lingkungan,faktor pendidikan, faktor minum-minuman dan obat-obatan keras,Pengaruh komunikasi (Community Influence).
KATA PENGANTAR
Tiada kegembiraan yang lebih besar selain mengucapkan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan penyelamat hidupku Yesus Kristus karena kasih dan
karunia serta pertolongannya yang senantiasa menyertai saya sehingga saya diberi
kemampuan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Tanpa bantuan
yang dianugrahkanya kepada saya, saya pasti tidak akan mampu mengatasi setiap
rintangan serta permasalahan yang kerap timbul selama proses penyusunan skripsi
ini.
Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam
menyelesaikan perkuliahannya, untuk itulah dalam penulisan skripsi ini penulis
memilih judul: “TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN)
OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI
PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)”.
Penulis banyak mendapatkan bimbingan, nasehat dari berbagai pihak.
Maka dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih serta
penghormatan yang sedalam-dalamnnya kepada:
1. Kepada Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku pembantu
3. Kepada Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH, DFM selaku pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Kepada Muhammad Husni, SH., MH, selaku pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Kepada Dr. M. Hamdan, SH., MH, selaku Ketua Departemen Hukum
Pidana Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Kepada Liza Erwina, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum
Pidana, Dosen Pembimbing I, dan Staf Pengajar Universitas Sumatera
Utara
7. Kepada Dr. Marlina, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dan Staf
Pengajar Universitas Sumatera Utara Medan.
8. Kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
9. Kepada Orang tua saya Effendi P. Sidabutar, SH., dan Pretty Sianipar,
SE., yang telah membimbing saya dari kecil hingga saya dewasa dan telah
sampai kepada penulisan skripsi ini.
10.Kepada adik saya Putri Lidia Priskila yang telah mendukung saya dan
serta keluarga besar Sidabutar yang telah mendukung saya.
11.Kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam berbagai
berterima kasih kepada: Agustinus Ginting, Ricky S. Siallagan, Rico Igan
Naldi, Chandra T.D. Manurung, Berlin Situmorang, Obbie Afri Gultom,
Alboin F. Pasaribu, Torkis Sutanto Matondang, Andika Permana, Ivan
Budisantosa Trihertanto, Bardixon Tamba, Alparius Polintino Siagian,
Ivan Stevanus, Andhar Panjaitan, Serhard Zebua, Berry Orlando, Rezky
Syahputra, Prananta Pelawi, Bang Hamdani, S.H., Kak Tere, S.H., serta
teman-teman stambuk 2007 lainnya yang tidak bias saya sebutkan satu
persatu.
12.Kepada senior-senior dan junior saya yang berada dalam ruang lingkup
Fakultas Hukum USU dan PERMAHI yang tidak bisa saya sebutkan
satu-persatu terima kasih atas dukungannya.
13.Terima kasih juga kepada bagian pendidikan yang senantiasa membantu
proses pendidikan.
14.Terima kasih juga pada OB yang ada Fakukltas Hukum USU yang telah
membersihkan ruangan tempat mahasiswa menuntut ilmu.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
COVER………. i
ABSTRAK……… ii
KATA PENGANTAR……….. iii
DAFTAR ISI………. 5
BAB I: PENDAHULUAN………... 8
A. Latar belakang masalah………..8
B. Perumusan masalah……… 13
C. Tujuan penulisan……… 14
D. Manfaat penulisan………. 14
E. Keaslian penulisan………. 15
F. Metode penulisan……….. 15
G. Analisis data……….. 17
H. Tinjauan kepustakaan……….18
I. Sistematika penulisan……….27
BAB II: PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) DI BAWAH UMUR OLEH ORANG TUA……….. 29
A. Pengaturan dalam KUHP:……….. 29
a. Pasal 287 KUHP………. 29
b. Pasal 294 KUHP………. 34
B. Pengaturan luar KUHP (undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak:………. 39
a. Pasal 81 Ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2002 ……… 39
BAB III: PENYEBAB TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP
ANAK TIRI ………. 41
A. Etiologi Kriminal Secara Umum………. 41
faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum (Etiologi Kriminil), antara lain: 1. Pendapat Mazhab Antropologi……….. 42
2. Pendapat Mazhab Lingkungan……….. 43
3. Pendapat Mazhab Biososiologi………. 44
B. Faktor Pendorong Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Pemerkosaan) Terhadap Anak Tiri, Antara lain:………... 45
1. Faktor Intern Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan)Terhadap Anak Tiri Dibawah Umur………... 46
a. Faktor Keluarga………... 46
b. Faktor Ekonomi dan status sosial……… 47
c. Faktor Religi……… 49
d. Faktor Psikis ………... 50
2. Faktor Ekstern Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan)Terhadap Anak Tiri Dibawah Umur………... 51
a. Faktor Lingkungan………... 51
b. Faktor Pendidikan……… 52
c. Faktor Minum-minuman dan obat-obatan keras……….. 54
d. Pengaruh komunikasi (Community Influence)……… 54
BAB IV PENERAPAN SANKSI PIDANA PERKOSAAN OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NOMOR: 1599/PID. B/2007/PN Mdn)……….. 60
A. Kasus……….. 60
1. Kronoligi……….. 60
3. Pleedoi (pembelaan) Terdakwa………61
4. Replik Jaksa Penuntut Umum……….. 63
5. Fakta-fakta hukum………... 63
6. Putusan Hakim………. 70
B. Analisa kasus………. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 76
A. Kesimpulan……… 76
B. Saran……….. 77
ABSTRAK
Putra Samuel Jese* Liza Erwina, S. H., M. Hum.** Dr. Marlina, S. H., M. Hum.***
*
Mahasiswa Hukum Pidana Faktultas Hukum USU Medan
**
Pembimbing I (satu) dan staf pengajar Hukum USU Medan
*** Pembimbing II (dua) dan staf pengajar Hukum USU Medan
Anak merupakan masa depan bangsa yang harus diperjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Di zaman sekarang ini kejahatan-kejahatan terhadap anak sering terjadi dikalangan hidup masyarakat yang banyak. Seharusnya di Indonesia pengawasan terhadap kesejahteraan anak perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi dampak yang besar dikemudian hari. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi, seperti pemanfaatan anak dalam pengambilan keuntungan (ekonomi/materi) terhadap anak, dan yang satu lagi seperti dalam putusan PN Medan adalah eksploitasi seksual oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Persetubuhan terhadap anak kerap terjadi akibat adanya nafsu seksual yang tak terkendali, sehingga meninggalkan dampak bagi si anak.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelititan hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian dan skripsi ini dilakukan dengan menginventariskan ketentuan hukum pidana dalam berbagai hukum positif yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual berupa perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur dan menganalisis keputusan pengadilan negeri medan untuk melihat bagaimana ketentuan hukum pidana dalam memutuskan kejahatan terhadap anak ini.
Pengaturan terhadap tindak pidana perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur diatur dalam KUHP dalam Pasal 287 dan 294 KUHP dan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak diatur dalam pasal 81 dan 82.
Faktor penyebab perkosaan maupun pencabulan terhadap anak tiri dibawah umur menurut literatur ada 2 faktor, yaitu yang pertama faktor Intern yang terdiri dari faktor keluarga, faktor ekonomi dan status sosial, faktor religi, faktor psikis. Yang kedua faktor ekstern yang terdiri dari faktor lingkungan,faktor pendidikan, faktor minum-minuman dan obat-obatan keras,Pengaruh komunikasi (Community Influence).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah masa depan maupun generasi penerus bangsa yang memiliki
keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem
yang ada1
Sesuai dengan perkembangan Zaman, anak bukan lagi penerus yang baik,
akibat dari pada pemanfaatan/eksploitasi orang tua terhadap anak yang kurang
memahami kehidupan dunia si anak yang berdasarkan kehidupan yang keras
sehingga mengganggu kejiwaan atau psikology si anak. Anak-anak di zaman
sekarang kurang perhatian orang tuanya sehingga berdampak buruk bagi masa
depannya, seperti: memanfaatkan si anak di jalanan untuk meminta-minta yang
seharusnya ia berada di sekolah untuk mengecam pendidikan yang sebagaimana . Di negara Indonesia sudah cukup memahami apa pentingnya dan arti
anak itu sendiri sebagai suatu amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia.
1
mestinya bukan untuk meminta-minta di jalan. Pemanfaatan anak ini juga
merambah ke dunia keartisan, yang dimana banyak anak yang menjadi artis
sebagai pemanfaatan orang tua untuk memberi kehidupan materi yang lebih bagi
orang tua maupun keluarganya. Hal yang berikutnya adalah, pemanfaatan anak
sebagai pemuas nafsu yang dilakukan orang tua, dalam skripsi ini adalah orang
tua tiri yang mana, bahwa orang tua seharusnya sebagai pemberi teladan maupun
pembimbing masa depan anak malahan menghancurkan masa depan si anak.
Namun tindakan ini bisa disebut dengan pemerkosaan.
Di zaman sekarang ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan
yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau
majalah maupun saluran berita televisi diberitakan terjadi tindak pidana
perkosaan. Sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti
perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan
berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan
sebelumnya.
Kejahatan seperti ini mungkin tidak asing bagi kita semua di kalangan
masyarakat Indonesia. Kejahatan tindak pidana perkosaan ini ada berbagai banyak
macam yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP.
Seperti kita ketahui salah satu kejahatan tindak pidana perkosaan antara lain yang
akan dibahas di skripsi ini adalah perkosaan yang victimnya adalah anak di bawah
umur. Kerap terjadi di zaman sekarang ini perkosaan terhadap anak di bawah
kasus yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah tindak pidana perkosaan yang
dilakukan oleh orang tua tiri kepada anak di bawah umur.
Permasalahan yang sangat penting kiranya untuk membahas tentang Hak
Asasi manusia (HAM) pada segala aspek kehidupan, khususnya adalah
perlindungan terhadap anak di Indonesia. Masalahnya perlindungan anak baru
menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada kurun waktu tahun 1990an, setelah
secara intensif berbagai bentuk kekerasan terhadap anak di Indonesia diangkat
kepermukaan oleh berbagai kalangan. Fenomena serupa muncul pula diberbagai
kawasan Asia lainnya, seperti di Thailand, Vietnam dan Philipina, sehingga
dengan cepat isu ini menjadi regional bahkan global yang memberikan inspirasi
kepada masyarakat dunia tentang pentingnya permasalahan ini2
Masalah ekonomi dan sosial yang melanda Indonesia berdampak pada
peningkatan skala dan kompleksitas yang di hadapi anak Indonesia yang ditandai
dengan makin banyaknya anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi,
tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, disamping anak-anak
yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana serta anak yang berhadapan
dengan hukum dan lain-lainnya. Dampak nyata yang berkaitan dengan
memburuknya kondisi perekonomian dan krisis moneter adalah meningkatnya
jumlah anak di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) milik masyarakat lebih
diperberat lagi dengan menurunnya pendapatan masyarakat yang merupakan salah
satu sumber dana
.
3
2
.
tanggal 12 Mei 2011
Dampak negatif dari kemajuan revolusi media elektronik mengakibatkan
melemahnya jaringan kekerabatan keluarga besar dan masyarakat yang
dimanisfestasikan dalam bentuk-bentuk fenomena baru seperti timbulnya
kelompok-kelompok rawan atau marjinal. Misalnya eksploitasi anak di bawah
umur 18 tahun sebagai pekerja seks di Indonesia, dimana menurut data
DUSPATIN 2002 jumlah anak yang bekerja sebagai pekerja seks komersil di
bawah umur 18 tahun adalah 70.000 anak di seluruh Indonesia. Anak-anak yang
terjerat pada oknum yang memanfaatkan eksploitasi anak sebagai pekerja seks
komersil terus meningkat. Keadaan ini membuat anak beresiko tinggi tertular
penyakit yang disebabkan hubungan seksual khususnya HIV/AIDS. Laporan dari
UNICEF mengenai upaya perlindungan khusus kepada anak-anak, tercatat bahwa
dewasa ini banyak anak-anak di Indonesia mendapat perlakuan yang sangat tidak
layak, mulai dari masalah anak jalanan yang berjumlah lebih dari 50.000 orang,
pekerja anak yang dieksploitasikan mencapai sekitar 1,8 juta anak, sehingga
kepada permasalahan perkawinan dini, serta anak-anak yang terjerat
penyalahgunaan seksual (eksploitasi seksual komersil) yang menempatkan
anak-anak itu beresiko tinggi terkena penyakit AIDS. Dalam analisis situasi yang telah
disiapkan untuk UNICEF, diperkirakan bahwa setidaknya ada sekitar 30% dari
total eksploitasi anak sebagai pekerja seks di Indonesia dilacurkan ke luar negeri4
Berbagai informasi yang valid atau akurat menyangkut perdagangan anak
untuk tujuan seksual komersil, dimana selain diperdagangkan dari daerah satu ke
daerah lain dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Begitu pula terdapat .
berbagai macam indikator mengenai penggunaan anak untuk produksi
bahan-bahan pornografi, dan para korban dari eksploitasi seksual komersil itu pada
umumnya rata-rata berusia 16 tahun dimana bukan hanya anak-anak perempuan
yang menjadi korban eksploitasi tetapi juga anak laki-laki yang menjadi korban
eksploitasi seksual tersebut5
Kembali ke pembahasan skripsi, dalam kasus yang telah penulis dapatkan
dalam kasus putusan Negeri Medan, terjadi eksploitasi seksual berupa perkosaan
yang dilakukan seorang ayah tiri terhadap anak dibawah umur yang menyebabkan
terjadinya suatu pergeseran, yang dimana seharusnya bahwa orang tua seharusnya
melindungi, menjaga serta membimbing anaknya berubah menjadi perkosaan
yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri , hal yang paling menyalahi dalam
kasus ini adalah perkosaan tersebut dilakukan oleh orang tua itu sendiri, dimana
bahwa seharusnya orang tua menjadi teladan untuk anak tersebut agar menjadi
bekal maupun mental dalam menjalani kehidupan yang keras, malah sebaliknya.
Bahwa anak adalah masa depan bangsa yang patut untuk di perjuangkan
kehidupan dan cita-citanya. Sudah sepatutnya anak dijadikan masa depan bangsa,
bukan untuk dihancurkan masa depannya. Banyak orang tua kurang memahami .
Masih berkaitan dengan persoalan ini adalah bahwa anak-anak yang obyek
eksploitasi seksual komersil menjadi seperti muara atau sebab dari segala
persoalan yang ada. Pekerjaan dan anak-anak jalanan dengan amat mudah sekali
terjebak ke dalam jaringan perdagangan seks komersil ini. Diperkirakan 30% dari
seluruh pekerja seks komersil saat ini adalah anak-anak di bawah umur.
apa arti orang tua itu sendiri, orang tua merupakan contoh konkrit bagi anak kita
agar dapat memberikan inspirasi bagi anak agar mau dapat berprestasi, bukan
menghancurkan masa depannya.
Menurut KUHP bahwa tindak pidana perkosaan termasuk dalam kejahatan
terhadap kesopanan bab XIV yang dimulai dari pasal 281-303KUHP. Tindak
pidana kesopanan dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang)
terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa kesusilaan di dalamnya). Norma-norma
kesopanan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal rasa
kesopanan bagi setiap manusia dalam pergaulan hidup masyarakat6
B. Perumusan Masalah
.
Tindak pidana kesopanan merupakan salah satu hal dari sekian kejahatan
dalam KUHP. Dalam pengaturannya itu sendiri perkosaan terhadap anak di bawah
umur dalam hal hubungan keluarga atau ayah dengan anak di atur secara khusus
dalam undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang
merupakan pembaharuan dari sekian banyak pasal kejahatan terhadap kesopanan
telah di atur dalam undang-undang no.23 tahun 2002.
Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana eksploitasi seksual
(perkosaan) terhadap anak di bawah umur oleh orang tua tiri?
2. Faktor penyebab yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual
(perkosaan) terhadap anak tiri?
6
3. Bagaimana penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana
eksploitasi seksual (pemerkosaan) dalam putusan no. 1599/Pid.
B/2007/PN MDN?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui, pengaturan hukum terhadap tindak pidana
eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak di bawak umur oleh
orang tua tiri.
2. Untuk mengetahui faktor utama dari penyebab terjadinya tindak pidana
eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak tiri berdasarkan dari
sumber-sumber yang telah ada.
3. Agar dapat mengetahui penerapan hukum pidana dalam tindak pidana
eksploitasi seksual (perkosaan) oleh orang tua tiri terhadap anak di
bawah umur berdasarkan putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN.
D. Manfaat Penulisan
Dapat kita ketahui bahwa manfaat tulisan terbagi atas 2 bagian:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, dari hasil pembahasan ini penulis mengharapkan agar
dapat memperoleh penjelasan faktor penyebab dari tindak pidana
perkosaan anak di bawah umur oleh orang tua tiri, berdasarkan
sumber-sumber yang akurat dan telah ada. Selain itu penulis berharap
pembahasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, kegunaan dari pembahasan ini adalah sebagai tambahan
bahan kajian bagi mahasiswa lain sehingga dapat memperluas ilmu
pengetahuan, khususnya dalam tindak pidana perkosaan oleh orang tua
tiri terhadap anak di bawah umur, dalam rangka untuk mengetahui
pengaturan hukum apa yang sesuai bagi orang tua tiri yang melakukan
perkosaan terhadap anak di bawah umur. Selain itu juga bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui dan
mendalami masalah-masalah tindak pidana perkosaan oleh orang tua
tiri terhadap anak di bawah umur.
E. Keaslian Penulisan
Judul yang penulis pilih adalah “TINDAK PIDANA EKSPLOITASI
SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK
DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)”
yang diajukan penulis dalam rangka memenuhi tugas dan syarat untuk
memperoleh gelar “Sarjana Hukum”. Judul ini belum pernah ditulis di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara beserta permasalahan yang berbeda dari
sebelumnya mengenai perkosaan. Penulisan skripsi ini berdasarkan referensi
buku-buku, media cetak dan elektronik. Penulisan skripsi ini merupakan sebuah
karya asli yang berasal dari penulis dan dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya.
F. Metode Penulisan
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian
hukum normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai
penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan
sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau
norma dan kaidah.
b. Data dan Sumber Data
Ada dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder,
dengan uraiannya sebagai berikut:
1) Data Primer
Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung pada nara
sumber atau responden yang bersangkutan.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data lain yang berhubungan dengan peneliti,
berupa bahan-bahan pustaka. Fungsi data sekunder untuk mendukung
data primer. Data sekunder yang berkaitan dengan penelitian meliputi:
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002
3. Buku-buku yang berkaitan dengan penulisan
4. Karya ilmiah yang berkaitan dengan penulisan
c. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik
pengumpulan data, yaitu:
Library research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan
cara membaca, menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari
buku-buku, makalah-makalah seminar, peraturan-peraturan dan bahan
perkuliahan penulis memiliki keterkaitan untuk ,mendukung
terlaksananya penulisan skripsi ini.
b) Field Research (Penelitian Lapangan)
Field research adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat
langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui wawancara
kepada orang yang bersangkutan dalam hal penanganan kasus
perkosaan beserta korban, pelaku, dan mengambil bahan-bahan
tulisan yang berupa data-data yang dapat digunakan untuk
mendukung penulisan skripsi ini
G. Analisis Data
Setelah diperolehnya data secara lengkap maka tahap berikutnya adalah
mengelola dan menganalisis data. Data dianalisis dengan metode pendekatan yang
bersifat analisis deskriptif dan metode induksi dan deduksi tergantung data yang
dianalisis dengan pendekatan yuridis sosilogis.
Analisis deskriptif maksudnya bahwa penulis semaksimal mungkin
berupaya untuk memaparkan data-data yang sebelumnya terjadi dilapangan.
Metode deduktif artinya metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
yang khusus7
Metode induktif artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang
diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti
analisis didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia tentang undang-undang perlindungan anak nomor. 23 tahun
2002 yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat
khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
8
H. Tinjauan Pustaka
. Maksudnya
fenomena tersebut berdasarkan norma-norma hukum di bidang perlindungan anak
yang akan menjadi pembahasan yang dikaitkan dengan hukum atau
undang-undang yang akan mengupas tuntas pembahasan, dimana diatur tentang
pengaturan ayah tiri yang memperkosa anak di bawah umur beserta alasan
ataupun penyebab, mengapa si ayah tiri melakukan perbuatan yang berhubungan
dengan kejahatan terhadap kesopanan tersebut.
1. Eksploitasi Seksual
Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh
seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan
keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan
pelacuran dan percabulan.
Jadi dengan kata lain dalam hal ini perkosaan juga termasuk dalam
eksploitasi seksual yang dilakukan sebagai salah satu pemuas
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
kemikmatan untuk dirinya sendiri seperti dalam kasus perkosaan yang
dilakukan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur9 2. Pengertian Perkosaan
.
A. Perkosaan (Rapping) adalah penetrasi alat kelamin dengan
paksaan, perkosaan dibagi tiga yaitu:
a. Common Law Rape adalah perkosaan dengan wanita yang
cukup umur.
b. Statutory rape adalah perkosaan yang dilakukan di bawah
umur, yang berarti memiliki unsur-unsur phedofilia.
c. True rape adalah ketika pemerkosaan melakukan kegiatannya
secara berulang kali untuk menyalurkan nafsu seksualnya
bersama-sama dengan agresifitas10 B. Perkosaan menurut KUHP
.
Sedangkan menurut KUHP sendiri perkosaan terdapat dalam pasal
285 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.
Menurut KUHP itu sendiri perkosaan di bawah umur terdapat
dalam pasal 287 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP )
9
terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
yang berbunyi11:
“(1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, b11
Barangsiapa, Atas pengaduan, Umurnya masih dibawah umur
ahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294”.
Unsur-unsur Pasal 287:
Unsur subjektif:
Perbuatan perzinahan, Perbuatan pencabulan, Penuntutan, Diancam
dengan pidana penjara
Unsur objektif:
12
Delik yang dikualifikasi (dikhususkan) : Kecuali jika umur wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan
pasal 294. Alasan : Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan-aturan pidana
dan apabila ada perbuatan yang memberatkan misalnya ada penganiyaan
didalamnya maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksinya yang lebih berat Sesuai dalam pasal ini bahwa pasal 287 termasuk delik biasa : Pasal 287
pencabulan, perzinahan
13
11
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1983, Pasal 285, 287, 294 KUHP.
12
Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/127, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
13 ibid
Sedangkan dalam pasal 294 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
( KUHP ):
(1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamannya tujuh tahun.
(2). Dengan hukuman yang serupa dihukum:
1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu.14
Dalam pasal 294 ayat 1 diatas terdapat unsur-unsur subjektif dan objektif.
Unsur-unsur subjektifnya adalah:
Melakukan perbuatan cabul, yaitu perbuatan asusila dan termasuk tindak pidana
yang dengan niat seseorang melakukan terhadap orang lain dalam hal ini
merampas kebebasan seseorang dan menimbulkan kerugian bagi orang tersebut.
Dengan orang yang belum dewasa, yaitu melakukan perbuatan asusila terhadap
orang yang belum dewasa atau terhadap anak dibawah umur yang seharusnya
dipelihara dan dijaga.
unsur objektifnya adalah:
Anak dibawah umur yang di cabuli, yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang
dilakukan oleh seseorang terhadap anak dibawah umur dengan cara mencabuli
sehingga anak tersebut merasa haknya dirampas15
Inses biasanya terjadi antara saudara laki-laki dengan adik kandung atau tiri,
ayah dengan anak kandung atau anak tiri, ayah dengan anak angkat atau anak
adopsi, kakek dengan cucu, paman dengan keponakan kandung atau tiri dan
laki-laki lain yang sudah seperti keluarga, yang posisinya dipercaya. Pengertian yang
luas dari inses juga mencakup hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang
diberikan kepercayaan untuk mengasuh seseorang misalnya guru terhadap murid
atau, pendeta/ulama terhadap anak asuh nya dan lain-lain. Namun, pada dasarnya
hubungan inses yang paling umum terjadi yaitu antara anggota keluarga antara
anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun antar anak dengan ibu kandung atau
tiri, dan antara saudara kandung. Inses dilakukan dengan berbagai pola, misalnya
disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak
berdaya sebelum, saat atau sesudah kejadian. Adakalanya inses terjadi tanpa
menggunakan unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tetapi berdasarkan rasa
saling suka meskipun ini jarang terjadi.
.
16
3. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal
dalam hukum pidana Belanda yaitu: “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini
terdapat dalam WVS Hindia-Belanda (KUHP), tetapi tidak ada
penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.
15
Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/238, , terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011
Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari
istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat17
Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf, baar, Feit dari istilah
yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafbaar feit itu, ternyata
straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar
diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit
diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan .
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam
perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai
terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: Tindak pidana, peristiwa
pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum,
perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini
setidak-tidaknya dikenal dengan istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan
dari istilah strafbaar feit.
18
17
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Halaman 67
18
Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 1986, Halaman 11.
.
Menurut wujud dan atas sifatnya, tindak pidana ini adalah
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga
merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat
akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik
dan adil, dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah
Wirdjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Tindak Pidana adalah
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.
Untuk istilah “Tindak” memang telah lazim dalam peraturan
perundang-undangan kita, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi
dalam perundang-undangan kita, seperti dalam KUHP dan
peraturan-peraturan tindak pidana khusus.
4. Pengertian Anak Di Bawah Umur
Pengertian anak di bawah umur di sini mencakup batas usia anak.
Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk
dapat disebut sebagai anak di bawah umur. Yang dimaksud dengan batas
usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud
kemampuan anak dalam status hukum.
Mengenai tentang anak ini dalam perumusannya tidak ada
keseragaman, tingkat usia seseorang dapat dikategorisasikan sebagai
anak di bawah umur antara suatu negara dengan negara lain cukup
beraneka ragam. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan anak
di bawah umur antara 8-18tahun, sementara 6 negara bagian menentukan
anak di bawah umur antara 8-17tahun.
Di Inggris ditentukan anak dibawah umur antara 12-16tahun,
Belanda menentukan anak di bawah umur antara 12-18tahun,
negara-negara Asia, antara lain Sri Lanka menentukan anak dibawah umur
antara 8-16 tahun, di Korea dan Jepang menentukan anak dibawah umur
1-16 tahun. Sementara di Indonesia mengenai pengertian anak dibawah
umur berbeda jika dilihat menurut Hukum Adat, Hukum Perdata, Hukum
Pidana dan menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak.
a. Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat tidak ada batasan umur yang pasti bilamana
dikatakan seseorang itu masih dibawah umur atau tidak, hal ini dapat
dilihat dari ciri-ciri Ter Haar dalam bukunya “BEGINSELLEN EN
STELSEL VAN HET ADATRECHT”
Mengatakan:
“seseorang sudah dewasa menurut hukum adat di dalam persekutuan
hukum yang kecil adalah pada seseorang baik perempuan maupun
laki-laki apabila dia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan orang
tuanya ataupun rumah mertua dan pergi pindah mendirikan kehidupan
rumah keluarganya sendiri”19
b. Menurut Hukum Perdata
.
Mengenai pengertian anak di bawah umur (belum dewasa) tercantum
dalam pasal 330 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di
19
bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ke-tiga, ke-empat, ke-lima, ke-enam,bab ini20
a. Belum penuh berumur 21 tahun
.
Jadi yang dimaksud belum dewasa(di bawah umur) berdasarkan pasal 330
KUHPerdata adalah:
b. Belum pernah kawin
c. Menurut Hukum Pidana
Berdasarkan KUHPidana bahwa mengeai anak di bawah umur (belum
dewasa) adalah mereka yang berusia di bawah 16 tahun.
Dalam pasal 45 KUHP menyebutkan:
“Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan sitersalah itu dikembalikan kepada orang tunya, wali, atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang bersalah itu21
d. Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
.
Yang dimaksud dari Anak di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002
perlindungan anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan22
20
R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, halaman 98.
21
R. Soesilo, Op. Cit halaman 61
5. Pengertian Orang Tua Tiri
Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak, masuk ke dalam kategori orang tua. Dapat dilihat dalam bab I
ketentuan umum pasal 1 nomor 4, orang tua adalah Ayah dan/atau Ibu
kandung, atau Ayah dan/atau Ibu tiri, atau Ayah dan/atau Ibu angkat23
I. Sistematika Penulisan Skripsi
.
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran
secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan
yang lainnya. Adapun sistematika skripsi ini adalah:
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini digambarkan secara umum tentang
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan,
tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam skripsi ini.
BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Tindak Pidana Eksploitasi
seksual (Perkosaan) Dibawah Umur Oleh Orang Tua tiri . Pada bab ini akan
dibahas mengenai pengaturan hukum tindak pidana perkosaan anak di bawah
umur oleh ayah tiri, yaitu : dimanakah pengaturan hal ini dapat kita lihat yang
berkenaan dengan kasus seperti ini, apakah termasuk Kitab Undang-undang
Hukum Pidana atau malah mengenyampingkan KUHP malahan memakai
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
BAB III Faktor Penyebab Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak
Tiri. Pada bab ini pula akan dibahas secara lebih fokus yang menyebabkan,
mengapa orang tua tiri dapat melakukan hal yang tidak terpuji tersebut yang
berhubungan dengan tindak pidana mengenai kesopanan. Perkosaan yang
dilakukan orang tua tiri terhadap anak di bawah umur ini, merupakan hal
yang memberatkannya dalam pertanggungjawaban pidananya.
BAB IV Penerapan Sanksi Pidana Perkosaan Oleh Orang Tua Tiri
Terhadap Anak Dibawah Umur (Putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN).
Pada bab ini yang akan dibahas mengenai sampai sebatas mana penerapan
hukum pidana terhadap kasus ini, serta menganalisis “Putusan no. 1599/Pid.
B/2007/PN MDN” ini berdasarkan putusannya yang menurut Undang-undang
nomor 23 tahun 2002.
BAB V Kesimpulan dan saran, di dalam sesuatu penulisan haruslah
berisi kesimpulan dan saran yang akan berdayaguna sebagai suatu jawaban
dari suatu permasalahan yang diangkat serta memberikan saran yang
BAB II
PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) DI BAWAH UMUR OLEH ORANG TUA TIRI
A. Peraturan Menurut KUHP
Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang termasuk
pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan. Kejahatan yang
dimaksudkan ini dimuat dalam lima pasal, yakni: 284 (perzinahan), 285
(perkosaan bersetubuh), 286 (bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya
yang dalam keadaan pingsan), 287 (bersetubuh dengan perempuan yang belum
berumur lima belas tahun yang bukan isterinya), dan pasal 288 (bersetubuh dalam
perkawinan dengan perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan
luka atau kematian. Dibentuknya kejahatan di bidang ini, ditujukan untuk
melindungi kepentingan hukum kaum perempuan di bidang kesusilaan dalam hal
persetubuhan24
a. Tindak pidana mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun
atau yang belum dapat dinikahi oleh pembentuk undang-undang telah
diatur dalam pasal 287 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa
Belanda berbunyi sebagai berikut: .
Pada bab ini membahas tentang pengaturan-pengaturan yang berkenaan
dalam kasus perkosaan atau persetubuhan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah
umur. Dapat kita telaah sebagai berikut:
(1). Hij die buiten echt vleselijk gemeenschap heft met ene vrouw van wie hij weet of redelijkerwijs moet vermoeden dat zij den leeftijd van vijftien jaren nog niet heft bereikt of dat zij indien van haar leeftijd niet blijkt, nog niet huwbaar is, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hogste negen jaren.
(2). Veruolging heft niet plaats dan op klachte, tenzij de vrouw den leeftijd van twaalf jaren nog niet heft bereikt, of een der van de art. 291 en 294 aanwezig is25
hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 291 dan pasal 294 .
Artinya:
(1). Barang siapa mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan
dengan seorang wanita, yang ia ketahui atau sepantasnya harus ia duag
bahwa wanita itu belum mencapai usia lima belas tahun ataupun jika tidak
dapat diketahui dari usianya, wanita itu merupakan seorang wanita yang
belum dapat dinikahi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
Sembilan tahun.
(2). Penuntut tidak akan dilakukan apabila tidak ada pengaduan, kecuali
jika wanita tersebut belum mencapai usia dua belas tahun atau jika terjadi
26
(b). unsur-unsur objektif : 1. Barang siapa
.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP terdiri atas
unsur-unsur:
(a). unsur-unsur subjektif : 1. Yang ia ketahui
2. yang sepantasnya harus ia duga
25
Mr. Engelbrecht. M. L., De Wetboeken, Wetten en Verordeningen benevens de Grondwet van 1945 van de Republiek Indonesia, A. W. Sijthoffs Uitgeversmaatschappij N. V., Leiden, 1960, Pasal 287
26
2. mengadakan hubungan kelamin diluar pernikahan
3. wanita yang belum mencapai usia lima belas
tahun atau yang belum dapat dinikahi.
Diisyaratkan dua unsur subjektif secara bersama-sama yakni unsur yang ia
ketahui dan unsur pidana yang sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak
pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP, orang dapat mengetahui
bahwa tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP itu mempunyai
unsur subjektif yang proparte dolus dan proparte culpa.
Kedua unsur subjektif tersebut meliputi unsur objektif ketiga dari tindak
pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP yakni unsur wanita yang
belum dapat dinikahi.
Pelaku dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur-unsur subjektif
tersebut, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan bahwa
pelaku memang mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga bahwa wanita
yang mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan dirinya belum
mencapai usia lima belas tahun atau belum dapat dinikahi.
Pengetahuan atau dugaan pelaku tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan
di siding pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku, maka hakim
akan memberikan putusan bebas bagi pelaku.27
Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287
ayat (1) KUHP ialah unsur barang siapa.
Kata barang siapa menunjukkan pria, yang apabila pria tersebut memenuhi
semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP, maka
ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.
Unsur subjektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat
(1) KUHP ialah unsur mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan.
Terpenuhinya unsur ini oleh pelaku, tidaklah cukup jika hanya terjadi
persinggungan di luar antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin korban,
melainkan harus terjadi persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin
korban, tetapi tidak diisyaratkan keharusan terjadinya ejaculatio seminis.
Terjadinya persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin
korban itu saja, belum cukup bagi orang untuk menyatakan pelaku terbukti telah
memenuhi unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287
ayat (1) KUHP, karena disamping itu, undang-undang juga mensyaratkan bahwa
persatuan antara alat-alat kelamin itu harus terjadi di luar pernikahan atau buiten
echt28
28 Ibid. Halaman. 115 .
Sesuai yang dimaksud dengan pernikahan di dalam rumusan tindak pidana
yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP ialah pernikahan yang sah menurut
undang-undang nomor 1 tahun 1974.
(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku29
Diisyaratkan unsur culpa yang oleh undang-undang telah dinyatakan
dengan kata-kata van wie hij redelijkerwijs moet vermoeden atau yang
sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam
pasal 287 ayat (1) KUHP memang tepat, karena jarang terjadi seorang pelaku
dapat mengetahui dengan tepat mengenai usia wanita yang mengadakan hubungan .
Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. Van Hattum, ketentuan pidana
diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP telah dibentuk untuk mencegah
disalahgunakannya ketidakpengalaman anak-anak atau het misbruik maken van
jeugdige onervarenheid oleh orang dewasa.
Itulah sebabnya, pembentuk undang-undang telah melarang dilakukannya
perbuatan mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan anak-anak
yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi.
Secara kebetulan penentuan tentang usia wanita tersebut ternyata sesuai
dengan penentuan tentang usia wanita yang belum didizinkan untuk menikah
menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, karena menurut ketentuan yang
diatur dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974, perkawinan itu
hanya diizinkan jika pria telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah
mencapai usia 16 tahun.
kelamin dengan dirinya, kecuali jika wanita tersebut dapat menunjukkan akta
identitasnya, misalnya dengan menunjukkan akta kelahirannya atau kartu tanda
kependudukannya.
Pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (2) KUHP, undang-undang telah
menentukan bahwa pelaku dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1)
KUHP itu tidak akan dituntut kecuali jika ada pengaduan.
Tentang unsur objektif ketiga, bahwa pengaduan seperti yang
dimaksudkan di atas tidak perlu ada, jika korban ternyata merupakan seorang
wanita yang belum mencapai usia dua belas tahun30
b. Tindak pidana melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anaknya sendiri, dengan anak tirinya, dengan anak angkatnya atau
dengan seseorang anak dibawah umur yang pengawasannya,
pendidikannya atau pengurusannya dipercayakan kepada pelaku itu,
oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 294 KUHP
yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai
berikut:
.
(1). Hij, die ontucht pleegt met zijn minderjaring kind, stiefkind of pleegkind, zijn pupil, een aan zijne zorg, opleiding of waakzaamheid teovertrouwden minderjarige, of zijn minderjaringen bediende of ondergeschikte, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste zeven jaren31
2. de bestuurder, geneeskundige, onderwijzer, beambte opzichter of bediende in ene gevangenis, lands-werkinrichting, opvoedingsgesticht,
.
(2). Met dezelfde straf wordt gestraft:
1. de ambtenaar, die ontucht pleegt met een person, die ambtelijk aan hem ondergeschikt is of aan zijne waakzaamheid is toevertrouwd of aanbevolen;
30
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Halaman 119
weeshuis, ziekenhuis, krankzinningengesticht of instelling van weldadigheid, die ontucht pleegt met een person daarin opgenomen32
2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara,
rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang
melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu
.
Artinya:
(1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum
dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan
seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk
ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang
sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamannya tujuh
tahun.
(2). Dengan hukuman yang serupa dihukum:
1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau
diserahkan padanya untuk dijaga.
33
1. Barangsiapa;
.
Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 294 ayat (1) KUHP hanya terdiri atas unsur-unsur objektif,
masing-masing yakni:
2. Melakukan tindakan-tindakan melanggar cabul/kesusilaan;
32
Ibid.
3. Anak sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa
ataupun anak belum dewasa yang pengurusan, pendidikan, atau
penjagaannya dipercayakan pada pelaku;
4. Seorang pembantu atau seorang bawahan yang belum dewasa.
Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidanan yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP, yakni unsur barangsiapa
menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur
dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidanan yang diatur
pasal 294 ayat (1) KUHP, maka ia dapat disebut pelaku dari tindak pidana
tersebut34
34 P.A.F. Lamintang, S. H. dan Theo Lamintang,Op.cit, Halaman 175 .
Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur melakukan
tindakan-tindakan cabul.
Menurut Prof. Simons, kata ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana
yang diatur dalam pasal 294 ayat (1) KUHP harus diartikan sama dengan kata
ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pasal-pasal 289 dan 290
KUHP yakni Handelingen, welke het geslachtelijk leven betreffende met
wellustige bedoelingen geschieden en het agemene zedelijkheidsgevoel krenken
atau tindakan-tindakan yang berkenaan dengan kehidupan seksual, yang
dilakukan dengan maksud-maksud untuk mendapatkan kenikmatan secara
Adapun menurut memorie van toelichting, harus pula dimasukkan
kedalam pengertian ontuchtige handelingen, yakni perbuatan mengadakan suatu
vleselijke gemeenschap atau mengadakan suatu hubungan kelamin atau
senggama.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur-unsur anak
sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa ataupun anak
belum dewasa yang pengurusannya, pendidikannya atau penjagaannya telah
dipercayakan pada pelaku.
Menurut hemat penulis pengertian dari anak-anak seperti yang
dimaksudkan di atas sudah cukup jelas, sehingga tidak akan dibicarakan lebih
lanjut.
Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur pembantu atau
seorang bawahannya yang belum dewasa35
35 Ibid, halaman 176
.
Kata pembantu berasal dari kata bediende, yang artinya pelayan atau
pesuruh, sehingga termasuk pula ke dalam pengertiannya yakni pembantu rumah
tangga, pelayan tangga, pelayan toko, pesuruh kantor, dan lain-lain.
Kata bawahan itu berasal dari kata ondergeschikte yang artinya orang yang
membawah, sehingga dapat dimasukkan ke dalam pengertiannya antara lain
Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur
di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP, hanya terdiri atas
unsur-unsur objektif, masing-masing yakni:
1. Pegawai negeri;
2. Melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan;
3. Orang yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau
orang yang penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada
pelaku.
Unsur objektif pertama dari pihak tindak pidana yang dimaksud di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) KUHP ialah ambtenaar atau
pegawai negeri.
Menurut arrest-arrest hogeraad masing-masing tanggal 30 Januari 1991,
W. 9149, 25 Oktober 1915, NJ 1915 halaman 1205, W. 9861 dan tanggal 26 Mei
1919, NJ 1919 halaman 653, W. 10426, yang dimaksudkan dengan pegawai
negeri ialah mereka yang diangkat oleh pemerinta untuk melakukan tugas atau
sebagian dari tugas Negara atau tugas alat-alat perlengkapannya, dan yang
diberikan pekerjaan yang bersifat umum36
Tentang yang dimaksudkan dengan ontucht di dalam ketentuan pidana
yang diatur pasal 294 KUHP, dan hubungannya dengan ketentuan pidana yang .
Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksud di dalam
ketentuam pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) KUHP ialah unsur ontuch plegen
atau unsur-unsur melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan.
36
melarang dilakukannya hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang
anak yang belum mencapai usia lima belas tahun seperti yang dimaksudkan dalam
pasal 287 KUHP.
Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP ialah unsur orang
yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau orang yang
penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada pelaku.
Perlu diperhatikan bahwa undang-undabg telah mensyaratkan sebagai
unsur objektif ketiga antara lain bahwa orang dengan siapa pegawai negeri itu
melakukan tindakan melanggar kesusilaan haruslah merupakan orang yang
menurut jabatan harus bawahan pelaku, dan bukan orang yang menurut
kepangkatan merupakan bawahan dari pelaku.
Sesuai dalam pasal 294 ayat (2) angka 2 KUHP jelas dituliskan bahwa
pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat
melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit,
rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang
yang ditempatkan disitu dapat dihukum.
B. Peraturan di luar KUHP
Di atas telah dituliskan pengaturan tentang perkosaan orang tua tiri
terhadap anak dibawah umur sesuai KUHP, namun di luar KUHP juga terdapat 2
pasal diantaranya, yaitu:
a. Pasal 81 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002, yaitu:
lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2). Ketentuan pidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
b. Pasal 82 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002, yaitu:
Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukukan perbuatan cabul, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahundan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)37.
BAB III
FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK TIRI
C. Etiologi Kriminal Secara Umum
Sebelumnya penulis disini akan menjelaskan alasan apa pria memaksakan
kehendaknya kepada anak-anak? Kenikmatan seksual dan pelampiasan jelas
merupakan alasan yang pasti, tetapi masih ada sebab yang lain. Mungkin
kekerasan seksual berupa pemerkosaan terhadap anak di bawah umur salah satu
pria atau orang tua untuk menunjukkan dominasi sosial atas kemarahannya pada
wanita yang dibencinya sehingga melampiaskannya kepada anak-anak. Dalam
menguraikan faktor-faktor timbulnya kejahatan, telah banyak para sarjana yang
menguraikannya sesuai dengan bidang keahliannya, tetapi tidak seorang pun dapat
memberikan batasan yang mutlak tentang faktor utama timbul tindak pidana.
Sebab timbulnya kejahatan ini sangat kompleks, dan di dalam faktor yang
satu saling mempengaruhi dengan faktor yang lain.
Edwin H. Sutherland mengatakan bahwa:
“ Kejahatan adalah hasil dari faktor-faktor yang beraneka ragam dan
bermacam-macam. Dan bahwa faktor-faktor itu dewasa ini dan untuk selanjutnya
tidak bias disusun menurut suatu ketentuan yang berlaku umum tanpa ada
pengecualian atau dengan kata lain; untuk menerangkan kelakuan kriminil
memang tidak ada teori ilmiah”38
Sebelum kita membahas faktor penyebab terjadinya tindak pidana
pemerkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur, terlebih dahulu .
dapat kita lihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum (Etiologi
Kriminil) yaitu antara lain39
1. Pendapat Mazhab Antropologi :
Disebut juga Mazhab Italia, antara lain tokohnya yang terkenal kita sebut:
C. Lombroso (1835-1909), dengan buah pekerjaannya yang paling penting
ialah “L’uomo delinqunte” (1876).
Menurut Lambroso, manusia yang pertama adalah penjahat dari semenjak
lahirnya.
Antropologi Penjahat:
Penjahat umumnya dipandangdari segi antropologi merupakan suatu jenis
manusia tersendiri (gemus home delinguente nato) mereka tidak mempunyai
predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan tidak ada pengaruh
lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir dapat dikenal dari
adanya stigmate-stigmate, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal. Hypothese
atavisme:
Soalnya ialah bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang
abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lambroso dalam memecahkan hal tersebut,
memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana
peradabannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat
memperoleh sifat-sifat susila (moral), maka orang penjahat merupakan suatu
gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat kembali menerima
sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tapi dimiliki
39
nenek moyangnya yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh
kembali).
Hypothese pathologi:
Selama beberapa waktu Lombroso dengan penganut-penganutnya
menyatakan bahwa penjahat adalah seorang penderita penyakit epilepsy.
Tipe Penjahat:
Ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lombroso terlihat pada penjahat,
sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat
dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi
tengkorak (pencuri) kurang bila dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat
kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam otaknya terdapat keganjilan yang
seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat
ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya
juga lain daripada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi
melengkung ke belakang (apa yang disebut front fuyan) dll. Juga kurang
perasaanya dan suka akan tatouage seperti halnya pada orang yang masih
sederhana peradabannya
2. Pendapat Mazhab Lingkungan
Disebut juga Mazhab Prancis, mengatakan : Mazhab ini menentang
mazhab Italia. “Die Welt ist mehr schuld an mir, als ish”, yakni dunia
adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya,
daripada diri saya sendiri.
a. A. Lacassagne (1843-1924)
Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut : “L’ important
eas le melieu social. Permettez-, oi une coparaison empruntee a’la
theorie modern. Ie milieu social est lebouillon de culture de la
criminalite : le microbe, c’ est le criminal un element quin’a
d’importance que le jour on iltrouve le bouillon le fait fermenter”
artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial disekeliling kita
adalah suatu pembenihan untuk kejahatan kuman adalah si penjahat,
suatu unsure barun mempunyai arti apabila menemukan pembenihan
yang membuatnya berkembang”.40
b. G. Tardo (1843-1904) menurut pandangannya kejahatan buikan suatu
gejala yang antropologis tapi sosiologis, ysng seperti
kejahatan-kejahatan masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan. Tous les
importans de la vie sociale sent excutes sous L’empire de L’exemple,
yakni semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial dilakukan
dibawah kekuasaan 41 3. Pendapat Mazhab Biososiologi
.
Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap
kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada
suatu waktu unsure individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi
bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis yang
anti sosial (organis dan psychis). Di antara semua penganut dari lombroso,
40
ibid
Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang
ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lombroso
dalam bentuk aslinbya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah
intinya Ferri mengubah bentuknya, sehingga tidak lagi begitu berat
sebelah, dengan mengakui pengaruh lingkungan.
Kita lihat dari uraian di atas aliran bio-sosiologis ini bersynthese
kepada aliran antropologi yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab
kejahatan, dan ini berasal dari Ferri. Rumusnya berbunyi:
“ Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur ang terdapat dalam
individu yaitu seperti unsur-unsur yang diterngakan oleh Lombroso”.
Penyebab penyimpangan seksual boisa terjadin karena faktor genetik dan bias
juga karena faktor non genetik sebagai salah satu penyebab penyimpangan
seksual (biseks, orgy, gay/lesbi, pedofilia, dsb). Adapun yang termasuk faktor
non genetik antara lain adalah lingkungan dan kejiwaan/mental dari orang
yang bersnagkutan termasuk konsepsinya dalam menyikapi dan
memperlakukan seks42
D. Faktor Pendorong Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Pemerkosaan) Terhadap Anak Tiri
.
Setelah kita ketahui etiologi kriminal secara umum , selanjutnya penulis akan
menguraikan faktor-faktor pendorong terjadinya tindak pidana permerkosaan
terhadap anak tiri di bawah umur, yaitu:
42
Heman Elia, Psikolog
1. Faktor Intern
e. Faktor Keluarga
f. Faktor Ekonomi dan status sosial
g. Faktor Religi
h. Faktor Psikis
2. Faktor Ekstern
e. Faktor Lingkungan
f. Faktor Pendidikan
g. Faktor Minum-minuman dan obat-obatan keras
h. Pengaruh komunikasi (Community Influence)
1. Faktor Intern terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan) terhadap anak tiri dibawah umur
a. Faktor keluarga
Lingkungan/ melieu keluarga dan masyarakat (homo dan community
influencies) dapat memberikan dampak kejahatan. Dalam kehidupan keluarga
merupakan organisasi yang terkecil namun mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan. Karena dari keluargalah kehidupan seseorang akan
dapat terlihat penuh kebahagiaan seperti adanya kasih sayang, saling
pengertian diantara sesame anggota keluarga. Sehingga dalam hal ini
seseorang akan cenderung berkembang dengan baik dalam berperilaku
maupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Dan sebaliknya bila dalam
dengan gaya kehidupan yang keras, karena dari kecil seseorang itu tidak
pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Seseorang dalam
masa pertumbuhannya ataupun dalam masa perkembangan hidupnya akan
selalu terbawa sifat-sifat jahatnya yang dianggap sebagai suatu kebiasaan
dalam hidupnya sehingga mendorong seseorang itu menjadi pemarah, cepat
emosi dan pendendam ataupun dapat mengarah pada penyimpangan/kelainan
perkembangan psikoseksual43
Menurut Ruth Shonle Cavan “Family background of crime”, seseorang
dapat saja berpeluang menjadi pelaku kejahatan misalnya44 a. Broken Homes (perpecahan dalam Rumah Tangga).
:
b. The emosionally Unedeuquaete family (kurangnya perasaan
kekeluargaan/perasaan kekeluargaan yang tidak mencukupi)
c. Family failure in supervision (keluarga yang kurang dalam
pengawasan)
d. Hubungan keluarga yang kurang baik terhadap masyarakat
e. Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilannya
kecil, dan ibu bekerja di luar/sering meninggalkan rumah.
b. Faktor ekonomi dan status sosial (Economic factors and crime causation)
Salah satu teori yang tertua diketahui orang ialah bahwa kejahatan
timbul karena kemiskinan “divergent theories”45
43
Ibid.
44
ibid, halaman 21
45 Ibid, halaman 25
. Bila seseorang hidup serba
kekurangan maka akan menyebabkan mereka ingin melakukan apa saja yang
menyebabkan mereka untuk melakukan perbuatan jahat yang melanggar
hukum dengan tujuan untuk memenuhi kekurangannya dan juga untuk
meringankan penderitaannya yangdialaminya. Keluarga yang ekonominya
tertekan, menganggur, penghasilan kecil dapat mempengaruhi orang untuk
berbuat jahat. Misalnya, seseorang ingin melampiaskan nafsu birahinya
tersebut pada wanita dewasa, merasa impote