STUDI KOMPARASI
AKHLAK SISWA KELAS III YANG TINGGAL
DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA
YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA
DI MTs NU 07 KECAMATAN PATEBON
KABUPATEN KENDAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
LUTFI HAKIM
NIM. 3101411
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
Drs. Ruswan, M.A.
Jalan Dieng X No. 19 Pondok Brangsong Baru Kendal
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdra. Lutfi Hakim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama
ini saya kirim naskah skripsi saudari :
Nama : Lutfi Hakim
Nomor Induk : 3101411
Judul : Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang
Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07
Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera
dimunaqasahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb..
Semarang, 25 Februari 2006
Pembimbing
DEPARTEMEN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Alamat : Jl. Raya Ngaliyan Telp. (024) 7601295 semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi saudara : Lutfi Hakim
Nomor Induk : 3101411
Judul : Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal
di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal
Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal.
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan
predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata
1 tahun akademik 2005 / 2006
Semarang, 9 Maret 2006
Ketua Sidang/Dekan Sekretaris Sidang
Drs. Darmuin, M.Ag. Drs. Abdul Rohman, M.Ag.
NIP. 150263168 NIP. 150268211
Penguji I Penguji II
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd Drs. Wahyudi, M.Pd.
NIP. 150170474 NIP. 150274611
Pembimbing
Drs. Ruswan
MOTTO
لﺎﻗ
ﺎ ﻬﻨ
ﻰ
ﺎ ﺗ
ﷲا
ﻰﺿر
ﺮ
ﻦ
ﷲاﺪ
ﻦ
.
ﻰ ﺻ
ﷲا
لﻮ ر
لﺎﻗ
و
ﻪ
ﷲا
:
ﻦ ﺮ ا
ﻬ ﺮ
نﻮ اﺮ ا
,
ضرﻻا
ﻰﻓ
ﻦ
اﻮ را
ءﺎ ا
ﻰﻓ
ﻦ
ﻜ ﺮ
)
ﺚ ﺪ ا
(
1
Dari Abdullah bin Umar R.A. berkata. Rasulullah SAW telah bersabda: Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Allah SWT, maka kasihilah manusia di muka bumi niscaya kamu akan mendapat kasih dari langit. (al-Hadits)
1
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Ayah, Ibu, serta nenekku tercinta yang telah banyak memberi doa, motivasi
dan pembiayaan dalam studi saya hingga sampai pada penyusunan skripsi ini.
2. Adikku yang manis sebagai semangat hidupku
3. Adindaku tersayang yang telah mengisi hari-hariku dan memberi semangat
dalam penyelesaian skripsi ini
4. Semua teman yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tangung jawab , penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 9 Maret 2006
Deklarator,
Lutfi Hakim
ABSTRAKSI
Lutfi Hakim (NIM : 101411). Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal Berasama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 2). Akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 3). Apakah ada pebedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersma orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Dalam penelitian ini difokuskan pada studi komparasi akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Sedangkan rumusan masalah yang diajukan yaitu : bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Patebon, bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon, dan apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon.
Penelitian ini bersifat komparatif, artinya bahwa penelitian ini merupakan perbandingan di antara dua sistem, konsep, , ataupun dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan semakin murni.
Adapun metodologi penelitiannya yaitu yang menjadi variabel adalah akhlak siswa dengan indikator akhlak mahmuudah dengan sampel berjumlah 32 responden. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode angket, dokumentasi, obsevasi dan interiew. Dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : analisis pendahuluan, analisis uji hipotesa dengan menggunakan rumus t Score serta analisis lanjutan untuk menentukan apakah eksperimen teresebut signifikan ataupun non signifikan.
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
dengan rahmat dan pertolongan-Nya semata skripsi ini dapat terselesaikan sebelum
batas studi penulis berakhir. Demikian pula shalawat serta salam semoga tetap
terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW.
Peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsi ini
dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis, maka peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar
skripsi ini benar-benar menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi semua
pihak.
Kemudian peneliti sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberi semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai,
terutama kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Mustaqim, M.Ed., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang
2. Bapak Drs. Ruswan, MA., selaku pembimbing skripsi ini.
3. Bapak Drs. Muchlis, S.Ag selaku Kepala Madrasah Tsanawiyan Nahdlatul Ulama’
07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal beserta dewa guru dan karyawan yang
telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini.
4. Ayah, Ibu, Nenek, Adik, dindaku dan semua teman-teman tercinta yang telah
memberi doa dan dorongan sehingga penulis memiliki kekuatan menyelesaikan
studi sampai penyelesaian skripsi ini
Akhirnya penulis berdoa semoga amal dan jasa baik semua pihak diterima di
sisi Allah SWT.
Bagaimanapun dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi perbaikan skripsi berikutnya dan semoga bermanfaat, amin.
Semarang, 2 Januari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Halaman Nota Pembimbing ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Motto ... iii
Halaman Persembahan ... iv
Halaman Pernyataan ... v
Halaman Abstrak ... vi
Halaman Kata Pengantar ... viii
Halaman Daftar Isi ... ix
Halaman Daftar Tabel ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 4
C. Perumusan Masalah ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESA A. Akhlak ... 8
1. Pengertian Akhlak ... 8
2. Dasar Akhlak ... 10
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ... 11
4. Akhlak Mahmuudah ... 14
B. Pondok Pesantren ... 40
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 40
C. Orang Tua ... 47
1. Pengertian Orang Tua ... 47
2. Peran Orang Tua dalam Pembinaan Akhlak pada Anak. 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 53
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 53
C. Metodologi Penelitin ... 53
1. Variabel Penelitian ... 53
2. Populasi dan Sampel ... 54
3. Metode Pengumpulan Data ... 55
4. Metode Analisis Data ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 58
B. Pengujian Hipotesa ... 76
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77
D. Keterbatasan Penelitian ... 79
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan ... 80
B. Saran-Saran ... 81
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel. 01 Keadaan Guru dan karyawan
MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 ... 59
2. Tabel. 02 Keadaan Siswa MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 .... 61
3. Tabel. 03 Keadaan Siswa Kelas III yang Tinggal Di Pondok
Pesantren ... 62
4. Tabel. 04 Latar Belakang Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa
Kelas III MTs NU 07 Patebon 2005 ... 62
5. Tabel. 05 Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon 2005 ... 63
6. Tabel. 06 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa
Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07
Patebon 2005 ... 66
7. Tabel. 07 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa
Kelas III yang Tinggal Bersama orang Tua di MTs NU 07
Patebon 2005 ... 67
8. Tabel. 08 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 68
9. Tabel.09 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 69
10. Tabel.10 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 71
11. Tabel.11 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang
Tinggal di Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 73
12. Tabel.12 Kelebihan dan Kekurangan Pembinaan Akhlak di
BAB I
PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting sekali, baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat dan
bangsa. Sebab jatuh dan bangunnya, jaya dan hancurnya, serta sejahtera dan
rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlak
bangsa itu. Apabila akhlaknya baik, akan sejahteralah suatu bangsa. Namun
jika akhlaknya buruk, maka rusaklah bangsa tersebut.
Kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya
yang baik. Dan jatuhnya nasib seseorang, masyarakat dan bangsa adalah
karena hilangnya akhlak yang baik. Akhlak bukan hanya sekedar sopan
santun, tata krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain,
melainkan lebih dari itu.2
Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu
keprihatinan bangsa. Hal ini juga menjadi keprihatinan para pemerhati
pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam. Globalisasi
kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan akhlak
tersebut. Memang kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan
kebudayaan yang semakin maju pula, proses itu disebut globalisasi
kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin mengglobal itu ternyata
sangat berdampak terhadap aspek akhlak manusia.
Kemerosotan akhlak itu agaknya terjadi pada semua lapisan
masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak
itu lebih nyata terlihat. Kemerosotan akhlak di kalangan para remaja itu
dikenal sebagai kenakalan remaja. Sebagai akibatnya, seperti yang dapat
2
disaksikan, banyak sekali keluarga yang kehilangan ketentaraman dan
keharmonisan pada rumah tangga mereka.3
Pendidikan yang dibutuhkan dunia modern sekarang ini adalah
pendidikan yang didasarkan pada konsepsi manusia sebagaimana yang telah
diajarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Konsep manusia yang mempunyai
daya fikir yang disebut akal dan daya rasa yang disebut qalbu. Akal yang
dikembangkan melalui pendidikan sains dan daya rasa melalui pendidikan
agama.4 Pendidikan sains ditambah teknologi memerlukan prespektif etis dan
panduan moral atau akhlak. Seperti yang dirasakan selama ini bahwa begitu
majunya sains dan teknologi menyebabkan kemudahan-kemudahan yang
dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi dengan
meremehkan prespektif etis dan pembinaan akhlak ternyata akan
menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat.
Pendidikan yang pertama pada anak berlangsung dalam keluarga.
Keluarga merupakan persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah
terdiri dari suami dan istri yang juga selaku orang tua dari anak-anak yang
dilahirkannya. Dalam pembinaan keluarga sejahtera, prinsip-prinsip akhlak
perlu ditegakkan dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban moral yang
menjadi kemestian baginya. Dalam hubungannya ini antara lain meliputi
kewajiban orang tua terhadap anaknya, salah satunya adalah penanaman
akhlak pada anak sejak dini.5
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman
keimanan dan akhlak bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar
sekali pengaruhnya pada anak. Disebut pendidik pertama, karena merekalah
yang pertama mendidik anaknya. Sekolah, pesantren dan guru agama adalah
institusi pendidikan dan seseorang yang membantu peran orang tua.
3
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 1
4
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 42
5
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pesantren merupakan mitra
dari orang tua dalam membantu program pendidikan dan pembinaan akhlak
pada anak. Sistem pendidikan pondok pesantren yang telah dilembagakan oleh
masyarakat masih dapat dipertahankan terhadap gerakan-gerakan modern
pendidikan.
Sistem pondok pesantren selalu diselenggarakan dalam bentuk asrama
atau kompleks asrama di mana santri mendapatkan pendidikan dalam suatu
situasi lingkungan sosial keagamaan yang kuat dengan ilmu pengetahuan
agama yang dilengkapi dengan atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Ilmu
pengetahuan agama yang diajarkan itu sangat bergantung pada kegemaran
atau keahlian kyai yang bersangkutan.6 Pada umumnya para santri dalam
pondok pesantren sangat hormat dan tawadhu’ pada guru. Mereka terbiasa
dengan hidup mandiri seperti mencuci dan memasak makanan sendiri.7 Para
santri juga didisiplinkan dalam mengamalkan ibadah sehari-hari, sehingga
dalam segi practical religion nampak lebih menonjol, sedang dalam segi
theoretical kurang mendapat motivasi yang semestinya, terutama dalam soal
kedisiplinan belajar.8
Penanaman pendidikan akhlak pada anak baik dalam lingkungan
keluarga maupun pada pondok pesantren sama-sama sangat penting. Dan
mengenai hasil akhir dari pembentukan akhlak tersebut sangat bergantung
dengan bagaimana peran orang tua dalam metode penanaman akhlak kepada
anaknya. Sedangkan dalam lingkungan pesantren peran seorang kyai dengan
segala metode pembentukan akhlak pada para santrinya sangat membantu
peran orang tua dalam membentuk akhlak anaknya ke arah yang lebih baik.
6
Arifin, Kapita Selekte Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta : Radar Jaya Offset, 1993), Cet. II, hlm 242
7
Imam Banawi, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), hlm. 94
8
B. PEMBATASAN MASALAH
1. Studi Komparasi
Studi artinya kajian; telaah; penelitian; penyelidikan ilmiah.9 Dalam
hal ini kata studi identik dengan sebuah penelitian yang bertujuan untuk
memperoleh hasil penelitian yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Komparasi berasal dari bahasa Asing comparative yang berarti
membandingkan sesuatu dengan yang lain. Komparasi juga merupakan
perbandingan di antara dua sistem, konsep, tokoh maupun naskah, ataupun
dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan
tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta
kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan
semakin murni.10
Jadi yang dimaksud dengan studi komparasi adalah penelitian yang
bertujuan untuk membandingkan dua sistem atau lebih guna mengetahui
persaman dan perbedaan serta kelabihan dan kelemahan dari objek
peneliti. Dalam skripsi ini peneliti akan membandingkan antara akhlak
siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang
tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal.
2. Akhlak
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa akhlak secara bahasa
berarti tabiat, perangai atau adat istiadat. Sedangkan secara istilah bahwa
yang dimaksud dengan akhlak adalah hal-hal yang berkaitan dengan sikap,
perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan
makhluk lain dan dengan Tuhannya.11
Dalam penelitian ini akhlak yang peneliti maksud adalah akhlak
siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang
9
Jhon M. Echols Dan Hasan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia, Cet. IV,(Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 860
10
Anton Bakker Dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), hlm. 51
11
tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal.
3. Siswa
Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan siswa atau
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha untuk
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.12
Siswa yang peneliti maksud adalah siswa kelas III MTs NU 07
Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
4. Tinggal di pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajarnya
para santri.13 Dan merupakan lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran dengan cara non klasikal di mana Kyai
mengajar santri-santri berdasarkan pada kitab-kitab yang ditulis dalam
bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang
santri tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.14
Jadi yang dimaksud tinggal di pondok pesantren adalah siswa kelas
III MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal yang juga tinggal
dan belajar di sebuah pondok pesantren tertentu.
5. Tinggal bersama Orang Tua
Kata “tinggal” berarti masih tetap (ditempatnya), sedangkan kata
“bersama” mempunyai kata dasar sama berati tidak berlainan, mendapat
awalan ber- menjadi bersama sehingga mempunyai arti tidak berlainan
(bersama-sama). Maka tinggal bersama adalah menetap bersama-sama.15
12
U.U R.I. No. 2 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Cemerlang, 2003), hlm. 3
13
Hasbullah, Kapita Selekte Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 40
14
Ibid, hlm. 45
15
Orang tua adalah ayah ibu kandung.16 Diartikan setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga, rumah tangga, kehidupan
sehari-hari yang dikenal dengan sebutan ibu dan bapak.17
Jadi tinggal bersama orang tua yang peneliti maksud adalah siswa
MTs NU 07 patebon yang menetap bersama orang tuanya dalam suatu
keluarga.
6. Madrasah Tsanawiyah Nahdlotul Ulama 07 Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal
MTs NU 07 Patebon Adalah lembaga pendidikan formal yang
bernaung pada lembaga pendidikan Ma’arif Kabupaten Kendal.
D. PERUMUSANMASALAH
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di
MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?
2. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di
MTs NU 07 Kecamatan Patebon kabupaten Kendal ?
3. Apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di
pondok pesantren dengan akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama
orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat diantaranya :
1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan akhlak siswa kelas III yang
tinggal di pondok pesantren dan akhlak siswa yang tinggal bersama orang
tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
2. Menambah wacana bagi para guru-guru, khususnya guru agama dalam
melihat fenomena-fenomena akhlak anak didik.
16
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka : 1991), Edisi ke 2, hlm. 473
17
3. Memberikan masukan penting kepada seluruh pihak sekolah bahwa
pendidikan akhlak tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kerja
sama yang baik dengan semua pihak.
4. Menambah wawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam
BAB II
LANDASAN TEORIA. DESKRIPSI TEORI
1. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Menurut Rahmat Djatnika seperti yang dikutip oleh Daud Ali
dalam buku Pendidikan Agama Islam, perkataan akhlak dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu akhlak. Bentuk jamak dari
kata khuluq atau al-khuluq, yang secara etimologis antara lain berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.18
Dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang dikutip oleh
Quraish Shihab pada buku Wawasan al-Qur’an menyatakan bahwa
kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Jadi dari sudut pandang kebahasaan, definisi akhlak dalam
pengertian sehari-hari disamakan dengan budi pekerti, sopan santun,
kesusilaan, atau tata krama.
Secara terminolgi akhlak mempunyai beberapa pengertian, antara
lain dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din juz 3, Imam Al-Ghazali
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah :
ِ ﹾ
ﹶ
ﹲ
ِ
ِ ﹾ
ِ
ﰱ
ﺳ
ﹶ
ﹲِ
ﹸ ﹾ
ﹶ
ﺳ
ﺳ
ﹾ
ِ
ﹶ
ِ
ﺳ
ِﹶ
ِ
ﺳ
ﺳ
ﹶ
ِ
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.19
Menurut Rahmat Djatnika bahwa akhlak (adat kebiasaan) adalah
perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa
18
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Cet. III, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 346
19
dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu :a). Adanya kecenderungan hati
kepadanya dan b). Adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga
mudah mengerjakan tanpa memerlukan pemikiran lagi.20
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada
yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan
yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial
tampak saling melengkapi, dan darinya dapat dilihat lima ciri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan
yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah. 21
Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral,
akhlak, dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama,
namun dari segi terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu
sebagai berikut :
a) Moral
Istalah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan.22
20
Rahmat Djatnika, Op. cit., hlm. 27
21
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. III, hlm. 5-7
22
Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak
memiliki makna yang sama, hanya saja, karena akhlak berasal dari
bahsa Arab, istilah ini akhirnya seperti menjadi ciri khas Islam.
Secara substantif, memang tidak terdapat perbedaan yang berarti di
antara keduanya. Sebab, keduanya memiliki wacana yang sama,
yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Boleh saja
jika kemudian disebut bahwa akhlak merupakan konsep moral
dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Hal ini berarti bahwa akhlak identik
dengan moral, dengan substansi wacana pada nilai-nilai
kemanusiaan. 23
b) Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani kuno,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.24 Menurut Ahmad
Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat.25
b. Dasar Akhlak
Pendidikan akhlak sebagai usaha yang dilakukan oleh manusia
harus mempunyai rujukan yang menjadi dasar dalam merealiasikan
tujuannya. Dasar ini tidak dapat dipisahkan dari dasar kehidupan
manusia yang hakiki.
Islam mempunyai dua pedoman yang bersumber dari al-Quran
dan al-Hadits. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, di
23
Tafsir, et. al., Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta : Gama Media, 2002), hlm. 13
24
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), Cet. II, hlm. 13
25
dalamnya memuat berbagai masalah kehidupan manusia, diantaranya
adalah bagaimana mendidik, membina dan membimbing manusia
supaya berakhlak mulia.
Sebagimana firman Allah :
ﺳِ
ﻈ
ﺳ
ﹸ
ﹶ
ﹶ
ِ
) .
:
5
(
Dan sesungguhnya kamu (Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti agung (QS. Al-Qalam : 5).26
Sedangkan hadits sebagai sumber pedoman setelah al-Qur’an,
membahas tentang anjuran membina akhlak, membina rumah tangga
dan lain sebaginya. Hal ini dapat diketahui dari risalah-risalah yang
telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya terdahulu.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak
berbeda antara satu dengan lainnya, pada dasarnya merupakan akibat
adanya pengaruh dari dalam diri manusia dan motivasi yang disuplai
dari luar darinya seperti mileu, pendidikan dan aspek warotsah. Untuk
itu berikut akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak yaitu
sebagai berikut :
1. Insting (Naluri)
Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai
motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara
lain: 27
a) Naluri makan (nutritive instinct), begitu manusia lahir telah
membawa suatu hasrat makan tanpa dorongan oleh orang lain
26
Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), Edisi Revisi, hlm. 960
27
b) Naluri berjodoh (seksual instinct), yaitu laki-laki menginginkan
wanita dan wanita menginginkan ingin berjodoh dengan
laki-laki.
c) Naluri keibubapakan (peternal instinct), tabiat kecintaan orang
tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada
orang tuanya.
d) Naluri berjuang (combative instinct), yaitu tabiat manusia yang
cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
e) Naluri ber-Tuhan, adalah tabiat manusia mencari dan
merindukan penciptannya yang mengatur dan memberikan
rahmat kepadanya.
2. Adat Kebiasaan
Suatu perbuatan bila dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi mudah dikerjakan disebut adat kebiasaan. Segala
perbuatan, baik atau buruk, menjadi adat kebiasaan karena dua
faktor yaitu : kesukaan hati pada suatu pekerjaan, dan menerima
kesukaan itu dengan melahirkan suatu perbuatan.28
3. Wirotsah (Keturunan)
Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi
orang tuanya. Kadang-kadang anak tersebut mewarisi sebagian
besar dari salah satu orang tuanya. Ilmu pengetahuan belum
menemukan secara pasti, tentang ukuran warisan dari campuran
atau prosentase warisan orang tua terhadap anaknya. Adapun
sifat-sifat yang diturunkan orang tua terhadap anaknya pada garis
besarnya ada dua macam : 29
1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot
atau urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada
anak-anaknya.
28
Ahmad Amin, Op. cit., hlm. 21
29
2) Sifat-sifat rohaniah, yaitu lemah atau kuatnya suatu naluri dapat
diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi
tingkah laku anak cucunya.
4. Milieu (Lingkungan)
Salah satu aspek yang turut berpengaruh dalam terbentuknya
corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah lingkungan di mana
seseorang berada.
Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup,
meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia, ialah apa
yang mengelilingi, seperti negeri, lautan, udara dan masyarakat.30
Milieu terbagi atas dua macam antra lain : 31
1) Milieu alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
Lingkungan ini dapat mematahkan dan mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi
alamnya jelek, maka seseorang hanya mampu berbuat menurut
kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik,
seseorang dapat berbuat lebih mudah dalam melakukan suatu
perbuatan.
2) Milieu sosial atau rohani
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia
lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena
itu dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran,
sifat, dan tingkah laku.
Lingkungan pergaulan dapat dibagi dalam beberapa kategori
yaitui : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
pekerjaan, lingkungan organisasai jamaah, lingkungan kehidupan
30
Ahmad Amin, Loc. cit., hlm 41
31
ekonomi, dan lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan
bebas.
Menurut Skinner seperti yang dikutip oleh H.S. Pennypacker
menyebutkan bahwa :
“Human behavior is joint product of (i) the contingencies of survival responsible for the natural selection of the species and (ii) the contingencies of reinforcement responsible for the repertoires acquired by its members, including (iii) the species contingencies maintained by the social environment”.32
Tingkah laku (akhlak) pada manusia juga merupakan hasil
perpaduan : Tanggung jawab kehidupan yang diseleksi oleh
penghuni masyarakatnya, kekuatan tanggung jawab dari perbuatan
yang telah didapatkan oleh pelakunya, dan dipelihara oleh
masyarakat sekelilingnya.
d. Akhlak Mahmudah
Dalam kehidupan manusia selalu ada yang baik dan yang buruk.
Kebaikan adalah suatu perbuatan yang berjalan sesuai dengan tuntunan
atau ajaran agama. Kebaikan akan melahirkan sifat-sifat yang diterima
oleh umum dan kemudian sifat itulah yang digunakan oleh manusia
dalam berinteraksi secara horisontal yaitu dengan sesaman manusia,
juga secara vertikal yaitu tanggung jawab manusia kepada Tuhannya.
Sedangkan keburukan akan melahirkan kesesatan dalam
kehidupan manusia. Keburukan tidak mungkin disepakati oleh umum
sebab keburukan akan menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri
maupun orang lain. Sehingga dalam Islam sendiri sikap mausia bisa
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, sifat baik atau akhlak
mahmudah, dan sifat buruk atau disebut akhlak mazmumah.
32
Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah ialah segala tingkah
laku yang terpuji (baik) yang biasa juga dinamakan “fadhilah”.
Sedangkan akhlak mazmumah adalah tingkah laku yang tercela atau
akhlak yang jahat.
Dalam pembahasan skripsi ini peneliti hanya membahas tentang
akhlak mahmuudah dan menititik beratkan pada pembahasan sifat-sifat
yang terpendam dalam jiwa manusia yang membentuk
perbuatan-perbuatan lahiriyah. Tingah laku lahiriyah merupakan hasil dari
tingkah laku batiniyah, yaitu berupa sifat dan kelakuan batin yang
masih labil yang mengakibatkan labilnya perbuatan jasmaniah
manusia.33
Adapun yang termasuk dalam kategori akhlak mahmuudah
diantarnya adalah sebagai berikut :
1) Al-Amanah
Menurut bahasa Arab “amanah” berarti kejujuran, kesetiaan
dan ketulusan hati. Hamzah Ya’qub mengemukakan bahwa
amanah ialah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan
jujur dalam melaksankan sesuatu yang dipercayakan kepadanya,
berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban.
Jujur juga mengandung arti apa yang dikatakan sesuai
dengan apa yang ada di hati. Kejujuran merupakan pilar keimanan,
kesempurnaan kemuliaan, saudara keadilan, lisan kebenaran,
sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan dan kebaikannya segala
sesuatu. Pada sebuah kejujuran terdapat kelezatan rohani yang
tidak akan dirasakan seorang pendusta.
Sebagai contoh perbuatan ini yaitu seseorang kawan dititipi
sejumlah rahasia pribadi yang tidak boleh disiarkan kepada
siapapun. Jika dia seorang yang memiliki sifat amanah, maka
33
rahasia itu dipegang teguh dan disimpannya dengan baik. Jika
rahasia itu disiarkan maka khianatlah dia.34
Kewajiban memiliki sifat dan sikap amanah ini dianjurkan
oleh Allah sebagaimana dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58
yang berbunyi :
ِﹶ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﺆ
ﹾ
ﹶ
ﹸ
ﹾ
ﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
) .
ﺀ
:
58
(
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah
kepada yang berhak (QS. An-Nisa’ : 58).35
2) Al-Alyfah
Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak
mudah, sebab anggota masyarakat terdiri dari berbagai macam
sifat, watak, kebiasaan dan kegemaran yang yang berbeda-beda.
Orang yang bijaksana adalah orang yang dapat menyelami
segala analisir yang hidup di tengah masyarakat, menaruh
perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa mengikuti setiap
fakta dan keadaan yang penuh dengan aneka perubahan.
Orang yang selalu pandai mendudukkan sesuatu pada
proporsi yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkatan dan
perbuatan, niscaya akan disenangi (al-aliefah) oleh anggota
masyarakat, kawan dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.36
Sebagimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 28 :
ﹶ
ﹾ
ﺴ
ِ
ﹶ
ِ
ِ
ﺳِ ِ
ﹶ
ﹶ
ِ
ﹶ
ـ ﹾ
ـ ِ
ﹶ
ِ
ﹾ
ِ
ﹶ
ﺝ
ِ
ﹶﹾ
ﺴ
ﷲ
ﹶ
ّ
ِ
ﱏ ِ
) .
:
28
. (
34
Ibid., hlm. 98-99
35
Depag. RI, Op. cit., hlm. 128
36
Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tangannanu kepadaku
untuk membunuhku, aku selaki-kali tidak akan menggerakkan
tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Seseungguhnya aku
takut kepada Allah. Tuhan sekalian alam.(QS. al-Maidah : 28).37
3) Al-‘Afwu
Manusia di dunia ini pasti mempunyai kesalahan dan
kekhilafan. Kesalahan dan kehilafan tersebut adakalanya dengan
kesengajaan ataupun secara tidak sengaja. Sebagai seorang muslim
yang baik hendaknya sebuah kesalahan yang dilakukan oleh
seseorang dapat dimaafkan tanpa adanya rasa dendam. Lebih baik
lagi supaya berdo’a kepada Allah SWT orang tadi dapat segera
dibukakan hatinya agar tidak mengulangi kesalahan untuk kedua
kalinya.
Orang lain yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan.
Pemaaf ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang
memaafkan berpotensi pula untuk melakukan kesalahan. Al-Afwu’
ialah memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa
benci atau sakit hati terhadap orang yang bersalah, meskipun ada
keinginan dan kemampuan untuk membalasnya.38
Sebagaimana firman Allah SWT :
ﹶ
ِ
ِ
ﷲ
ِ
ﺳ
ِ
ﹶ
ﺝ
ﹶ
ﹶ
ِﹾ
ﹶ
ﹾ
ﹶ
ﻆ ِ
ﹶ
ﹰ
ﹼ
ﻈﹶ
ﹸ ﹶ
ِ
ِ
ﺹ
ِﹶ
ﹾ
ِ
ِﺷ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﺝ
ِ
ﷲ
ﹶ
ﹾ
ﱠ
ﹶ
ﹶ
ﹶ
ِ
ﹶ
ِ
ّ
ِ ﹸ
ﹾ
ِﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
) .
:
159
.(
37
Depag. RI, Loc. cit., hlm. 163
38
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah,.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. (QS. ali-Imron : 159).39
4) Anysatun
Tidak selamanya pergaulan dalam lingkungan sosial selalu
menyenangkan. Dalam suatu pergaulan bisa saja seseorang
bertemu kepada hal-hal yang tidak menyenangkan. Menghadapi
orang yang menjemukan, mendengar berita-berita yang memfitnah,
menjelek-jelekan nama diri seseorang hendaknya disambut dengan
manis muka yaitu tetap tersenyum.
Betapa banyak orang-orang pandai dan bijak menggunakan
sikap ini dan banyak sekali di dunia diplomasi orang mencapai
sukses dan mencapai kemenangan, hanya dengan keep smilling
diplomat. Dengan muka yang manis, dengan senyum menghiasi
bibir, orang-orang akan lebih senang dan selalu digemari di
manapun. Sikap inilah yang dalam Islam disebut aniesatun atau
manis muka.40
Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat Yunus ayat
26 :
39
Depag. RI, Op. cit., hlm. 103
40
ﹲِ
ﹸﹾ
ﹶ
ِ
ﱠ
ِ
ﹲ
ﱠِ
ﹶ
ﹶ
ﹶ
ﹶ ِ
ِ
ِ
ﹶ
ﹾ
ﹶ
ِ
ـ ﹶ
ﹸ
) .
:
26
.(
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik
(surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi
debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah
penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Yunus :
26).41
5) Al-khairu
Betapa banyak ayat al-Qur’an yang menyebutkan apa yang
dinamakan al-khairu (baik), cukuplah itu sebagai pedoman,
ditambah lagi dengan penjelasan dari Rasulullah SAW. Berbuat
baik tidak hanya kepada sesama manusia saja, tetapi Allah
memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada semua
makhluk ciptaan Allah di dunia ini.
6) Al-Hus.u’u
Khusyu’ dalam perkataan adalah membaca bacaan ibadah
dengan khusyu dengan menundukkan diri kepada Allah SWT.
Ibadah dengan menundukkan hati, tetap dan tekun, senantiasa
bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil harus dengan sikap yang
khusyu’ dan benar.42
Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an surat al-A’raf
ayat 205 yang berbunyi :
41
Depag. RI, Op. cit., hl. 310
42
ّ
ِ
ﹾ
ِ
ِ ﹶ
ﹾ
ِ
ِﹶ
ﹾ
ﹶ
ﹰ
ﹶ
ِ
ِﹾ
ِ
ﰱ
ﹸﹾ
ِ
ِ ﹾ
ِ
ﹸ ﹶ
ِ
ﹶ
ﹾ
) .
:
205
.(
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf : 205).43
7) Al-Haya’u
Menurut bahasa al-haya’u berarti malu. Sedangkan menurut
etika Islam sifat malu mempunyai dua sudut pandang yaitu secara
horisontal dan secara vertikal. Secara horisontal sifat malu
dipahami sebagai perasaan malu kepada diri sendiri dalam
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya, sedang secara
vertikal sifat malu lebih condong kepada malu terhadap Allah di
kala melanggar larangan-larangan-Nya. 44
Malu ialah Perasaan di dalam hati di kala seseorang
melanggar agama, malu kepada Allah berarti tidak mengerjakan
sesuatu yang dilarangNya, kemudian bersegera menjalankan apa
yang telah diperintahkan oleh Allah. Perasaan ini menjadi
pembimbing jalan menuju keselamatan hidup, perintis mencapai
kebenaran dan alat yang menghalaingi terlaksananya
perbuatan-perbuatan yang keji.
Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 108 :
43
Depag. RI, Op. cit., hlm.256
44
ﹶّ
ِ
ـ
ﹾ
ِ
ِ
ﷲ
ِ
ﹶ
ﹸ
ﹶ
ِ
ِ
ﹶ
ﹸ
ِ ﹶ
ﹾ
ِ
ﹰ
ِ
ﹶ
ﹸ
ِ
ﺴ
ﷲ
ﹶ
ﹶ
) .
ﺀ
:
108
.(
Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak
bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika
pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia
yang Allah tidak ridloi. Dan Allah maha meliputi (ilmunya
terhadap yang mereka kerjakan. (QS. an-Nisa’ : 108).45
8) Al-‘Adlu
Menegakkan keadilan dalam diri pribadi sangatlah perlu,
apalagi dalam hubungannya dengan masyarakat, keadilan
merupakan sikap yang menimbulkan kerukunan antara satu pihak
dengan pihak lain. Dalam keadilan ada faktor yang perlu
diperhatikan yaitu sebagai berikut:46
1) Tenang dalam mengambil keputusan, tidak berat sebelah dalam
tindakan karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun
karena kecintaan kepada seseorang.
2) Memperluas pandangan dan melihat soalnya secara objektif,
mengumpulkan data dan fakta sehingga dalam suatu keputusan
ada hasil yang seadil mungkin.
Rasa keadilan itu hendaknya tumbuh dan bersemi dalam jiwa
setiap orang, apalagi bagi pemegang kekuasaan dan penegak
hukum. Keadilan tidak boleh disertai dengan hawa nafsu, perasaan
45
Depag. RI, Loc. cit., hlm. 139
46
benci dan sayang, kepentingan pribadi dan juga golongan. Dengan
demikian keadilan akan bisa dirasakan oleh semua pihak.47
9) Al-Ikha’u
Persaudaraan dalam Islam tidak terikat oleh batas kebagsaan,
tetapi lebih luas lagi, yaitu keseluruhan bumi. Siapa saja yang
beriman adalah saudara bagi yang lain, Waupun berlainan suku,
bangsa ataupun ras sekalipun. Bukankah perlainan golongan dari
setiap manusia merupakan jalan agar manusia itu saling kenal dan
mendapatkan saudara. Maka dalam diri setiap muslim tidak ada
yang lebih tinggi juga yang lebih rendah.
Itulah sebabnya dalam diri seorang muslim penuh solidaritas
terhadap yang lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka satu
Tuhan, satu Rasul, satu qiblat dan satu kitab. Jadi tidak ada alasan
yang membedakan mereka kecuali taqwa kepada Allah SWT.
Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan
serta menjauhkan diri dari perpecahan, merupakan realisasi
pengakuan bahwa hakekat kedudukan manusia adalah sama di
hadapan Allah. Sama kedudukannya sebagai hamba dan khalifah
Allah yang mengemban amanat sesuai dengan bidang dan tugas
masing-masing.
Allah mengembalikan ke dasar keturunan manusia kepada
dua orang nenek moyang, yaitu adam dan hawa, karena Allah
hendak menjadikan tempat bertemu yang kokoh dari keakraban
hubungan ukhuwah atau persaudaraan seluruh anak manusia. Tidak
ada pembeda di antara hamba Allah, tiadalah seseorang lebih mulia
dari yang lain kecuali ketaqwaan mereka kepada Allah.48
Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10 Allah
berfirman :
47
Fachruddin HS, Membentuk Moral Bimbingan al-Qur’an, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 98-99
48
ﹶ
ﹸﱠ ﹶ
ﺴ
ﷲ ﹸ
ﹸ
ﹶ
ِ ﹶ
ﹶ
ﹲ ِ
ﹶِ
ﺆﹸ
ﹾِ
.
)
:
10
.(
Sesungguhnya orang-orang beriman itu saling bersaudara,
sebab itu perbaikilah hubungan antara kedua saudara kalian,
dan taqwalah kepada Allah, supaya kalian mendapat rahmat.
(QS. al-Hujurat : 10)49
10) Al-Ihsanu
Ikhsan adalah berbuat baik dalam ketaatan kepada Allah
SWT, baik dari segi jumlah perbuatan, seperti mengerjakan yang
sunnah misalnya memperbanyak sembahyang sunnah, puasa
sunnah, atau dari segi kaifiat perbuatan seperti menyembah Allah
dengan sebenar-benarnya.50
Kesempatan berbuat kebajikan terbuka luas, seluas bumi ini.
Semua langkah yang manusia ayunkan di jalan Allah dan semua
amal yang dikerjakan hanya semata-mata untuk mencari keridloan
Allah merupakan kebajikan yang akan mendapatkan balasan dari
Allah SWT.
Dalam perintahNya, Allah selalu menyuruh manusia untuk
selalu berbuat kebajikan sebagimana Allah berbuat baik kepada
manusia, juga jangan sekali-kali manusia meremehkan kebajikan
walaupun itu sangan kecil dan hendaklah semua manusia
berkhidmat kepada orang lain.
Dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 Allah berfirman :
49
Depag. RI, Op. cit., hlm. 846
50
ِ
ِ
ﻹ
ِ
ِ
ﹾ
ﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
) .
:
90
. (
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan
berbuat kebajikan. (QS. An-Nahl : 90).51
11) Al-Ifafah
Kunci dari menjaga diri (ifaafah) adalah senantiasa selalu
sederhana dalam kesenangan dan menundukkan nafsu kepada akal,
sebab sebagian besar keburukan-keburukan itu disebabkan karena
manusia tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya. Dan yang
terpenting adalah jangan sampai manusia menjadi tawanan nafsu
atau hambanya syahwat.52
Sebagai kebalikan dari sifat al-ifaafah adalah sikap
memperturutkan panggilan hawa nafsu. Orang yang demikian itu
telah menjadi budak dan tawanan hawa nafsunya, sehingga
hilanglah kesucian dirinya dan jatuhlah martabat kemuliaannya dan
akhirnya akan memperoleh kesesatan yang nyata.
Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nur
ayat 30 yaitu sebagai berikut:
ُ
ﹶ
ﹸ
ﻈﹶ
ِ
ِ
ﹶ
ِ
ِ
ِ
ﺆ ْ
ِ
ﹾ
ﹸ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﹶ
ِ ِ
ﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
) .
:
30
.(
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya ; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
51
Depag. RI, Op. cit., hlm. 415
52
mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang
mereka perbuat. (QS. an-Nur : 30).53
12) Al-Muru’ah
Sifat muru’ah artinya berbudi tinggi, kesatria dalam membela
kebenaran, malu dan tidak puas bila yang dimaksudkan belum
tercapai padahal perbuatan dan tujuan itu benar dan mulia sebagai
suatu kewajiban dari Allah SWT. Berbudi tinggi adalah sikap yang
senantiasa kurang sempurna apabila belum melakukan sesuatu
yang berguna untuk kemaslahatan juga merasa hina jika tanggung
jawab yang dibebankan belum terlaksana dengan baik. Sifat ini
merupakan keluhuran bagi kemanusiaan dan dapat memberantas
kekotoran jiwa manusia.54
Dalam al-Qur’an surat ali-Imron ayat 188 Allah telah
berfirman:
ﹸ ﹾ
ﹶ
ِ
ﹾ
ﹶ
ﹶِ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﹾ
ِ
ﱠ
ِ ﹶ
ِ
ﺳ ﹶ
ِ
ﹶ
ﹶ
ﺝ
ِ
ﹶ
ﹶ
ﹶ
) .
:
188
(
Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang
yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan
mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum
mereka kerjakan. Janganlah kamu menyangka bahwa mereka
53
Depag. RI, Loc. cit., hlm. 548
54
terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (QS.
ali-Imron : 188).55
13) Al-Naz.afah
Kesehatan, keindahan dan kesegaran, baik rohani maupun
jasmani ialah rahmat Allah yang setinggi-tingginya, yang
dianugerahkan kepada hamba-Nya. Harta benda dan jabatan tidak
ada gunanya, apabila jasmani dan rohaninya tidak sehat. Badan dan
rohani yang sehat ialah segala pangkal kebahagiaan dan
kesenangan.
Menurut ilmu kesehatan, untuk menjaga diri dan menolak
sesuatu penyakit terlebih dahulu harus diikhtiarkan kebersihan
dalam segala hal. Bukan hanya kebersihan badan atau lebih tegas
kebersihan kulit saja yang diajarkan Islam, tetapi Islam
menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam lima bagian yaitu: 56
a) Kebersihan dan kesucian rumah dan pekarangan.
b) Kebersihan dan kesucian badan
c) Kebersihan dan kesucian pakaian
d) Kebersihan dan kesucian makanan
e) Kebersihan dan kesucian ruh dan hati.
Sebagimana firman Allah SWT dl surat At Taubat ayat 108
yang berbunyi:
ِ
ّ
ِ
ﹶ
ﹸ
ِ
ُ
ﷲ
) .
:
108
(
Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri (QS.
at-Taubat : 108).57
55
Depag. RI, Op. cit., hlm. 109
56
Muhammad Al-Ghazali, hlm. 300-302
57
14) Al-Rahmah
Pada dasarnya sifat kasih sayang adalah fitrah yang
dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia. Pada hewan
misalnya dapat dilihat bahwa begitu kasihnya induk kepada
anaknya, sehingga rela berkorban jika anaknya diganggu. Naluri
ini pun ada pada manusia, dimulai dari kasih sayang orang tua
kepada anaknya sampai dalam lingkungan yang lebih luas yaitu
kasih sayang antar sesama manusia.
Islam menganjurkan agar kasih sayang dan sifat belas kasih
dikembangkan secara wajar, sejak kasih sayang dalam lingkungan
keluarga sampai kasih sayang yang lebih luas dalam bentuk
kemanusiaan. Juga lebih luas lagi yaitu kasih sayang kepada
binatang.
Jika diperinci maka ruang lingkup ar-Rahmah ini dapat
diutarakan dalam beberapa tingkatan yaitu :58
a) Kasih sayang dalam lingkungan keluarga : kasihnya orang tua
kepada anak, kasihnya suami istri, kasihnya antara saudara baik
yang besar maupun yang kecil.
b) Kasih sayang dalam lingkungan tetangga dan masyarakat :
suatu pertalian kasih sayang yang timbul dan tumbuh karena
hidup bersama dalam satu lingkungan.
c) Kasih sayang dalam lingkungan bangsa : perasaan kasih dan
simpati yang timbul akibat persamaan rumpun, suku bangsa,
rasa senasib dan seperjuangan yang menyangkut kenegaraan.
d) Kasih sayang dalam lingkungan keagamaan : mencintai dan
mengasihi sesama orang yang seagama, karena memandang
saudara dalam akidah dan keyakinan.
58
e) Kasih sayang dalam bentuk perikemanusiaan : mencintai
manusia atas dasar pengertian bahwa manusia adalah
sama-sama berasal dari satu keturunan.
f) Kasih sayang kepada sesama makhluk : misalya mengasihi
hewan dan tumbuh-tumbuhan.
15) Al-Sakha’u
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat
kebajikan yang tidak ada putus-putusnya kepada sesama, dalam
bentuk harta benda, berderma dan bershadaqah kepada siapapun.
Islam ditegakkan dan dikembangkan bukan atas dasar kikir dan
menahan harta benda. Oleh karena itu Islam menasehatkan kepada
setiap muslim agar menyambut dorongan berderma, baik dilakukan
secara terang-terangan maupun yang tersembunyi.59
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 274 yang berbunyi :
ﹶ
ﹶ
ﹶ
ﹰ
ِ
ِ
ِ
ِﱠِ
ﹶ ﹶ
ﹶ
ﹸ
ِ
ـ
ِ
ﱠﹶ
ﹶ
ﹶ
ِﹶ
ﹶ
ِ
ّ
ِ
ِ
) .
:
274
.(
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di
siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (QS. al-Baqarah : 274).60
16) Al-Salam
Kesentosaan ialah dapat dikatakan jika seseorang mempunyai
jiwa tenang, tentram dan damai dan ini hanya dapat diperoleh
59
Muhammad al-Ghazali, Op. cit., hlm. 231
60
apabila seseorang menunaikan segala sesuatu dengan baik dan
mengambil sikap secara tepat dalam problema yang dihadapi.
Segala hak yang ada pada diri pribadi, seperti mata berhak
untuk tidur, badan berhak untuk beristirahat, perut berhak untuk
makan dan minum, kesemuannya itu dapat terpenuhi dengan
cukup.
Kemudian hak yang ada pada orang lain seperti hak orang
tua, anak, istri, keluarga, tetangga, masyarakat, semua mempunyai
hak masing-masing dan kesemuannya itu diberikan tanpa
menunggu diminta oleh mereka.
Dan yang terpenting adalah hak yang ada pada sang pencipta
seperti menyembah dan beribadah dengan baik dan benar,
semuanya dapat dijalankan oleh seseorang dengan kesadaran dan
keyakinan dari hatinya.
Stabilitas jasmani dan rohani dengan menunaikan hak segala
sesuatu, itulah kesentosaan hidup di dunia dan akherat, sebab di
dunia ia berjiwa tenang, tentram dan damai karena telah memenuhi
haknya sebagai makhluk sosial dan pribadi muslim yang taat, juga
kelak akan mendapatkan ridlo dan pahala dari Allah SWT : 61
Dalam al-Qur’an surat al-Ra’du ayat 24 Allah telah
berfirman:
ِ
ﱮ ﹾ
ِ
ﹶ
ِ
ﹸ ﹶ
ﹶ
) .
:
24
. (
(sambil mengucap) : “salamun ‘alaikum bima shabartum’,
maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. ar-Ra’du
: 24).62
61
Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 51
62
17) Al-S.alihah
Allah SWT telah menganugerahkan kepada setiap manusia
kehidupan dengan segala nikmat-nikmat-Nya, antara lain : nikmat
kesehatan supaya manusia bisa bekerja dan beribadah kepada-Nya,
nikmat Islam, iman dan ikhsan. Semuanya itu telah ada pada diri
manusia agar mereka senantiasa selalu ingat bahwa kenikmatan
tersebut semata-mata dipinjamkan oleh Allah dan kapan nikmat itu
akan ditarik, semuanya tidak ada yang tahu.
Manusia harus selalu ingat akan mati, karena dengan
demikian mereka akan mengerti bahwa di kehidupan kelak hanya
ada dua pilihan, yaitu surga atau neraka. Dari hal inilah kemudian
timbul pada diri manusia amal-amal shalih yang dikerjakan dengan
sekuat daya, misalnya membantu saudara sesama muslim, belas
kasihan terhadap fakir miskin, dan saling mengasihi antar sesama
manusia.63
Amal-amal shalih akan membuahkan kebahagiaan di dunia
dan di akherat dan dijanjikan oleh Allah akan mendapatkan pahala
sesuai dengan amalnya tersebut. Orang yang beramal shalih akan
dihormati karena akhlaknya yang terpuji, dan akan mendapat
kebahagiaan karena kelak akan memperoleh kemenangan yang
abadi.
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 44 yang berbunyi :
ِ
ﹾ
ﹶ
ﹸ
ﹶ
ﹸ
ﹸﹶ
ﹶ
ِ
ّ
ِ
ﹾ
ِ
ﹶ
ﹾ
ﹶ
ﹶ
ﹸ
ِ
ﹶ
) .
:
44
.(
63
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal
kamu membaca al-kitab (Taurat0. maka tidakkah kamu
berfikir?. (Al-Baqarah : 44).64
18) Al-S.abru
Sabar adalah suatu bagian dari akhlak utama yang
dibutuhkan seorang muslim dalam masalah dunia dan agama.
Sebagai seorang muslim wajib meneguhkan hatinya dalam
menaggung segala ujian dan penderitaan dengan tenang. Demikin
juga dalam menunggu hasil pekerjaan, bagaimana jauhnya,
memikul beban hidup harus dengan hati yang yakin tidak ragu
sedikitpun dihdapi dengan ketabahan dan sabar serta ingat akan
kekuasaan Allah dan kehendak-Nya yang tidak ada seorang pun
dan apapun yang menghalangi-Nya.65
Kesabaran yang terdapat dalam al-Qur’an antara lain :
a) Sabar melaksanakan kewajiban karena Allah
b) Sabar dalam membela agama dan tanah air serta dalam
mencari rizki, mencari ilmu harus sungguh-sungguh dan
mengokohkan niatnya semata-mata karena Allah.
c) Sabar menghadapi rintangan dan pembicaraan yang
menyakitkan, dalam menjalankan dakwah kepada yang benar
dan berani memberantas yang sesat dan memberi penerangan
kepada masyarakat tentang kebaikan.
Sebagaimana do’a setiap orang mulim yang sering
diucapkan:
ِ
ِ
ﱠ
ﹶ
ﹶ
ﹾ
ِ
ﹾ
ﹶ
) .
ﻷ
:
126
(
64
Depag. RI, Op. cit., hlm. 16
65
Ya Allah Tuhan kami, limpahkan kepada kami kesabaran dan
wafatkanlah kami tetap dalam Islam (berserah diri
kepada-Mu). (QS. al-A’raf : 126).66
19) Al-S.idqu
Salah satu sifat dan sikap yang termasuk fadhilah ialah
ash-Shidqu yang berarti benar, jujur. Yang dimaksud di sini adalah
berlaku benar dan jujur baik dalam perkataan maupun dalam
perbuatan.
Sikap benar adalah salah satu fadhilah yang menentukan
status dan kemajuan perseorangan dan masyarkat. Menegakkan
prinsip kebenaran adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam
hubungan antar manusia dengan manusia dan antar satu golongan
dengan golongan lain.
Dalam peribahasa sering disebutkan : “Berani karena benar
dan takut karena salah”. Betapa kebenaran itu menimbulkan
ketenangan yang dapat melahirkan keberanian. Kecurangan dan
keculasan dalam segala bidang pergaulan termasuk dalam bidang
administrasi hanya akan mempercepat kehancuran masyarakat itu
sendiri. Satu-satunya jalan untuk mencegahnya ialah dengan
mengembalikan keadaan itu kepada prinsip-prinsip kebenaran
Demikianlah Allah dalam berbagai keterangan dalam
al-Qur’an memperingatkan bahaya dan dosa kecurangan dan
keculasan. Allah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang aman,
berkah dan tentram yakni kejujuran dan kebenaran baik perktaan
maupun dalam perbuatan.67
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat At Taubah
ayat 119 telah disebutkan :
66
Depag. RI, Op. cit., hlm. 240
67
ِ
ِ
ﹸ
ﺴ
ﷲ ﹸ
ِ
ﱠ
ﹶ
) .
:
119
(
Hai sekalian orang yang beriman, berbaktilah kepada Allah
dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang benar. (QS.
at-Taubat : 119).68
20) Al-Syaja’ah
Yang dinamakan berani adalah keteguhan hati dalam
membela dan mempertahankan yang benar, tidak mundur karena
dicela, tidak maju karena dipuji, dan jika salah maka akan merasa
malu dan mengakui kesalahannya.
Berani berarti sanggup menghadapi penderitaan atau bahaya
dengan segala ketenangan dan di kala mengalami kesulitan atau
mala petaka, maka tidak akan kehilangan akal tetapi akan
dihadapinya dengan penuh kesungguhan dan ketetapan hati serta
berusaha melepaskan diri dengan tekad yang bulat.69
Keberanian bukan semata-mata keberanian berkelahi,
melainkan sutu sikap mental di mana seseorang dapat menguasai
jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Dengan demikian rahasia
kebenaran ialah terletak pada kesanggupan mengendalikan diri dan
mental tetapi stabil dalam cuaca bagaimanapun dan tetap tenang
menghadapi segala sesuatu dalam keadaan darurat.70
Menurut ahli etika bahwa keberanian dibagi atas dua macam
yaitu :
a) Keberanian jasmani : seperti keberanian pahlawan dalam
medan pertempuran.
68
Depag. RI, Op.cit., hlm. 301
69
Barnawy umary, Op. cit., hlm. 53
70
b) Keberanian peradaban (rohaniah) : suatu keberanian yang titik
beratnya pada pikiran dan melahirkan pendapat yang
diyakininya benar sekalipun menghadapi celaan dan amarah
penguasa serta tidak takut menanggung malapetaka akibat
membela pendiriannya yang diyakini benar. 71
Keberanian bukan berarti keberanian yang membabi buta,
melainkan keberanian yang didukung oleh pertimbangan dan
pikiran yang sehat. Ada peribahasa mengatakan : “Pemberani mati
satu kali tetapi pengecut mati seribu kali”. Hal ini menunjukkan
bahwa keberanian itu membuahkan hikmah besar dalam kehidupan
manusia.
21) Al-Ta’awun
Bertolong-tolongan adalah ciri kehalisan budi, kesucian jiwa,
ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh
solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan. Maka
orang yang menerima pertolongan akan senantiasa terlepas dari
penderitaan, kesengsaraan dan sudah tentu sangat berterima kasih
kepada yang memberikan pertolongan itu dan akan selalu ingat
pada pertolongan yang pernah diterimanya.
Orang yang memberiakan pertolongan, segala langkahnya
akan mudah, pintu kebahagiaan terbuka baginya dan biasanya
orang lain pun akan senang pula memberikan pertolongan kepada
dirinya.
Bertolong-tolongan bukan berarti segalanya diperbolehkan,
melainkan dalam batas mengerjakan yang baik, mencari kebajikan
dan hendaknya tidak memberikan pertolongnan kepada pembuat
dosa. Dan yang terpenting adalah perbuatanm ini harus dilandasi
dengan ikhlas tanpa menghapkan balasan.72
71Ibid, hlm. 114
72
Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah
ayat 2 yang berbunyi :
ﹾ
ّ
ِ
ِ
ِ
ﹾ
ِ
ﹾ
ﺛ
ﺈ
ِ
ﹾ
ﹶ
ﺴ
ﷲ ﹸ
ِ ﹶ
ِ
ﹾ
ِ
ﺷ
ﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
) .
:
2
.(
Dan bertolong-tolonglah kamu sekalian dalam hal kebajikan
dan taqwa, dan janganlah bertolong-tolongan dalam dusta
dan keburukan (QS. al-Maidah : 2).73
22) Al-Taz.aru’
Sikap manusia yang merendahkan diri terhadap Allah SWT
adalah sifat tadharu’ dan semestinya bukan sikap yang salah. Sebab
semua makhluk, semua peraturan, kekayaan dan kekuasaan adalah
milik-Nya sendiri. Demikian juga nasib manusia merupakan
barang titipan dan kapan sja dat diambil oleh yang memiliki-Nya,
tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi Allah SWT.
Apabila hamba-hamba Allah dalam keadaan paling suci,
mereka tunduk kepada Tuhan dengan menyadari kerendahan
dirinya, tetapi juga memahami dan mengetahui batas-batas
kemuliaan nya, sehingga mereka tidak ragu dan tidak bimbang
menyerahkan hak kepada penciptanya itu. Akan tetapi hamba yang
menghinakan kepada sesama manusia tidak dibenarkan dan sikap
yang demikian adalah salah atau bathil.74
Allah juga mensyari’atkan membela diri dari aniaya untuk
memuliakan bagi pihak yang teraniaya dan merendahkan bagi
pihak yang menganiaya. Oleh karena itu Allah memberikan hak
73
Depag. RI, Op.cit., hlm. 157
74
penuh kepada tangan seorang muslim untuk melawan
mempertahankan hak bela dirinya. Dan dalam menghadapi aniaya
itu seorang muslim hendaknya jangan mundur sedikitpun, jika
tidak secara terhormat atau karena toleransi yang melipatgandakan
kehormatan dan kemuliaannya.75
23) Al-Tawaz.u’
Tawadhu’ ialah memelihara pergaulan dan hubungan sesama
manusia tanpa perasaan kelebihan diri diri orang lain serta tidak
merendahkan orang lain. Tawadhu’ adalah memberikan setiap hak
pada yang mempunyai dan tidak meninggikan diri dari derajat yang
sewajarnya.76
Sikap tawadhu’ bisa saja diartikan sebagai sikap
menghormati antara sesama manusia dan biasanya penghormatan
ini dilakukan untuk memuliakan manusia yang memang dianggap
bijaksana. Misalkan tawadhu’ seorang anak kepada orang tuanya,
tawadhu’ murid kepada gurunya dan sebagainya.
Apabila kaum muslimin mengucapkan salam penghormatan
dalam setiap bertemu, berpisah, dan setiap berkunjung, serta
menjawabnya dengan yang lebih baik, berarti seseorang telah
mendoakan antara satu dengan lainnya, menegakkan identitas
muslim, juga menambah teguhnya hubungan antar sesama kaum
muslim.
Dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 86 Allah SWT telah
berfirman :
ﹶ
ِ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﺳ
ِـ ِ
ﹶ
ِ
ﹶ
ﹶ
ﺴ
ﷲ
ﱠ ِ
ﺳﺷ
ّ
ِ
ﹸ
) .
ﺀ
:
86
.(
75
Ibid., hlm. 415
76
Gambar
Dokumen terkait
Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul 'Implementasi Kurikulum Pondok Pesantren dalam Membentuk Akhlak Siswa di MAN Rejoso Peterongan
PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA BANJARMASIN (STUDI MULTI KASUS DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAMIYAH, PONDOK PESANTREN AL-ISTIQAMAH,DAN PONDOK PESANTREN
dan hasil belajar mata pelajaran Akidah Akhlak nya lebih baik dari pada siswa yang. non santri pondok pesantren, tetapi tidak menutup kemungkinan siswa-non
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan rata-rata nilai hasil belajar mata pelajaran akidah akhlakantara siswa yang tinggal di luar pondok
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh hukuman fisik terhadap pembentukan disiplin siswa di MTs Pondok Pesantren Darul Quran
3 hubungan antara penyesuaian diri dengan kemandirian belajar pada siswa kelas X SMA Excellent Al-Yasini yang tinggal di pondok pesantren.. Penelitian ini menggunakan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen waktu pondok pesantren tidak berdampak terhadap hasil belajar siswa di MTs DDI Siapo, semua kegiatan siswa dalam kurun
Pendidikan karakter siswa pondok pesantren di era revolusi industri