• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA (1)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARASI

AKHLAK SISWA KELAS III YANG TINGGAL

DI PONDOK PESANTREN DENGAN SISWA

YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA

DI MTs NU 07 KECAMATAN PATEBON

KABUPATEN KENDAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

dalam Ilmu Tarbiyah

LUTFI HAKIM

NIM. 3101411

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

Drs. Ruswan, M.A.

Jalan Dieng X No. 19 Pondok Brangsong Baru Kendal

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eks.

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdra. Lutfi Hakim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama

ini saya kirim naskah skripsi saudari :

Nama : Lutfi Hakim

Nomor Induk : 3101411

Judul : Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang

Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang

Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07

Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera

dimunaqasahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wasalamu’alaikum Wr. Wb..

Semarang, 25 Februari 2006

Pembimbing

(3)

DEPARTEMEN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH

Alamat : Jl. Raya Ngaliyan Telp. (024) 7601295 semarang 50185

PENGESAHAN

Skripsi saudara : Lutfi Hakim

Nomor Induk : 3101411

Judul : Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal

di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal

Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan

Patebon Kabupaten Kendal.

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan

predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata

1 tahun akademik 2005 / 2006

Semarang, 9 Maret 2006

Ketua Sidang/Dekan Sekretaris Sidang

Drs. Darmuin, M.Ag. Drs. Abdul Rohman, M.Ag.

NIP. 150263168 NIP. 150268211

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd Drs. Wahyudi, M.Pd.

NIP. 150170474 NIP. 150274611

Pembimbing

Drs. Ruswan

(4)

MOTTO

لﺎﻗ

ﺎ ﻬﻨ

ﺎ ﺗ

ﷲا

ﻰﺿر

ﷲاﺪ

.

ﻰ ﺻ

ﷲا

لﻮ ر

لﺎﻗ

و

ﷲا

:

ﻦ ﺮ ا

ﻬ ﺮ

نﻮ اﺮ ا

,

ضرﻻا

ﻰﻓ

اﻮ را

ءﺎ ا

ﻰﻓ

ﻜ ﺮ

)

ﺚ ﺪ ا

(

1

Dari Abdullah bin Umar R.A. berkata. Rasulullah SAW telah bersabda: Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Allah SWT, maka kasihilah manusia di muka bumi niscaya kamu akan mendapat kasih dari langit. (al-Hadits)

1

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Ayah, Ibu, serta nenekku tercinta yang telah banyak memberi doa, motivasi

dan pembiayaan dalam studi saya hingga sampai pada penyusunan skripsi ini.

2. Adikku yang manis sebagai semangat hidupku

3. Adindaku tersayang yang telah mengisi hari-hariku dan memberi semangat

dalam penyelesaian skripsi ini

4. Semua teman yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian

(6)

PERNYATAAN

Dengan penuh kejujuran dan tangung jawab , penulis menyatakan bahwa skripsi

ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 9 Maret 2006

Deklarator,

Lutfi Hakim

(7)

ABSTRAKSI

Lutfi Hakim (NIM : 101411). Studi Komparasi Akhlak Siswa Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren dengan Siswa yang Tinggal Berasama Orang Tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 2). Akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. 3). Apakah ada pebedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersma orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

Dalam penelitian ini difokuskan pada studi komparasi akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Sedangkan rumusan masalah yang diajukan yaitu : bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di MTs NU 07 Patebon, bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon, dan apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Patebon.

Penelitian ini bersifat komparatif, artinya bahwa penelitian ini merupakan perbandingan di antara dua sistem, konsep, , ataupun dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan semakin murni.

Adapun metodologi penelitiannya yaitu yang menjadi variabel adalah akhlak siswa dengan indikator akhlak mahmuudah dengan sampel berjumlah 32 responden. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan metode angket, dokumentasi, obsevasi dan interiew. Dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : analisis pendahuluan, analisis uji hipotesa dengan menggunakan rumus t Score serta analisis lanjutan untuk menentukan apakah eksperimen teresebut signifikan ataupun non signifikan.

(8)

KATA

PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya

dengan rahmat dan pertolongan-Nya semata skripsi ini dapat terselesaikan sebelum

batas studi penulis berakhir. Demikian pula shalawat serta salam semoga tetap

terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW.

Peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun skripsi ini

dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan

penulis, maka peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar

skripsi ini benar-benar menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi semua

pihak.

Kemudian peneliti sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan memberi semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai,

terutama kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. H. Mustaqim, M.Ed., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang

2. Bapak Drs. Ruswan, MA., selaku pembimbing skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muchlis, S.Ag selaku Kepala Madrasah Tsanawiyan Nahdlatul Ulama’

07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal beserta dewa guru dan karyawan yang

telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini.

4. Ayah, Ibu, Nenek, Adik, dindaku dan semua teman-teman tercinta yang telah

memberi doa dan dorongan sehingga penulis memiliki kekuatan menyelesaikan

studi sampai penyelesaian skripsi ini

Akhirnya penulis berdoa semoga amal dan jasa baik semua pihak diterima di

sisi Allah SWT.

Bagaimanapun dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat

diharapkan demi perbaikan skripsi berikutnya dan semoga bermanfaat, amin.

Semarang, 2 Januari 2006

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Halaman Nota Pembimbing ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Motto ... iii

Halaman Persembahan ... iv

Halaman Pernyataan ... v

Halaman Abstrak ... vi

Halaman Kata Pengantar ... viii

Halaman Daftar Isi ... ix

Halaman Daftar Tabel ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 4

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESA A. Akhlak ... 8

1. Pengertian Akhlak ... 8

2. Dasar Akhlak ... 10

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ... 11

4. Akhlak Mahmuudah ... 14

B. Pondok Pesantren ... 40

1. Pengertian Pondok Pesantren ... 40

(10)

C. Orang Tua ... 47

1. Pengertian Orang Tua ... 47

2. Peran Orang Tua dalam Pembinaan Akhlak pada Anak. 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian ... 53

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

C. Metodologi Penelitin ... 53

1. Variabel Penelitian ... 53

2. Populasi dan Sampel ... 54

3. Metode Pengumpulan Data ... 55

4. Metode Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 58

B. Pengujian Hipotesa ... 76

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

D. Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran-Saran ... 81

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel. 01 Keadaan Guru dan karyawan

MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 ... 59

2. Tabel. 02 Keadaan Siswa MTs NU 07 Patebon Tahun 2005 .... 61

3. Tabel. 03 Keadaan Siswa Kelas III yang Tinggal Di Pondok

Pesantren ... 62

4. Tabel. 04 Latar Belakang Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa

Kelas III MTs NU 07 Patebon 2005 ... 62

5. Tabel. 05 Sarana dan Prasarana MTs NU 07 Patebon 2005 ... 63

6. Tabel. 06 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa

Kelas III yang Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07

Patebon 2005 ... 66

7. Tabel. 07 Data Mentah Hasil Angket Tentang Akhlak Siswa

Kelas III yang Tinggal Bersama orang Tua di MTs NU 07

Patebon 2005 ... 67

8. Tabel. 08 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang

Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 68

9. Tabel.09 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang

Tinggal di Pondok Pesantren di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 69

10. Tabel.10 Hasil Angket tentang Akhlak Siswa Kelas III yang

Tinggal Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 71

11. Tabel.11 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa Kelas III yang

Tinggal di Bersama Orang Tua di MTs NU 07 Patebon 2005 ... 73

12. Tabel.12 Kelebihan dan Kekurangan Pembinaan Akhlak di

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang

penting sekali, baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat dan

bangsa. Sebab jatuh dan bangunnya, jaya dan hancurnya, serta sejahtera dan

rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlak

bangsa itu. Apabila akhlaknya baik, akan sejahteralah suatu bangsa. Namun

jika akhlaknya buruk, maka rusaklah bangsa tersebut.

Kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa disebabkan akhlaknya

yang baik. Dan jatuhnya nasib seseorang, masyarakat dan bangsa adalah

karena hilangnya akhlak yang baik. Akhlak bukan hanya sekedar sopan

santun, tata krama yang bersifat lahiriyah dari seseorang terhadap orang lain,

melainkan lebih dari itu.2

Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu

keprihatinan bangsa. Hal ini juga menjadi keprihatinan para pemerhati

pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam. Globalisasi

kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan akhlak

tersebut. Memang kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan

kebudayaan yang semakin maju pula, proses itu disebut globalisasi

kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin mengglobal itu ternyata

sangat berdampak terhadap aspek akhlak manusia.

Kemerosotan akhlak itu agaknya terjadi pada semua lapisan

masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak

itu lebih nyata terlihat. Kemerosotan akhlak di kalangan para remaja itu

dikenal sebagai kenakalan remaja. Sebagai akibatnya, seperti yang dapat

2

(13)

disaksikan, banyak sekali keluarga yang kehilangan ketentaraman dan

keharmonisan pada rumah tangga mereka.3

Pendidikan yang dibutuhkan dunia modern sekarang ini adalah

pendidikan yang didasarkan pada konsepsi manusia sebagaimana yang telah

diajarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Konsep manusia yang mempunyai

daya fikir yang disebut akal dan daya rasa yang disebut qalbu. Akal yang

dikembangkan melalui pendidikan sains dan daya rasa melalui pendidikan

agama.4 Pendidikan sains ditambah teknologi memerlukan prespektif etis dan

panduan moral atau akhlak. Seperti yang dirasakan selama ini bahwa begitu

majunya sains dan teknologi menyebabkan kemudahan-kemudahan yang

dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi dengan

meremehkan prespektif etis dan pembinaan akhlak ternyata akan

menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat.

Pendidikan yang pertama pada anak berlangsung dalam keluarga.

Keluarga merupakan persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah

terdiri dari suami dan istri yang juga selaku orang tua dari anak-anak yang

dilahirkannya. Dalam pembinaan keluarga sejahtera, prinsip-prinsip akhlak

perlu ditegakkan dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban moral yang

menjadi kemestian baginya. Dalam hubungannya ini antara lain meliputi

kewajiban orang tua terhadap anaknya, salah satunya adalah penanaman

akhlak pada anak sejak dini.5

Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman

keimanan dan akhlak bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar

sekali pengaruhnya pada anak. Disebut pendidik pertama, karena merekalah

yang pertama mendidik anaknya. Sekolah, pesantren dan guru agama adalah

institusi pendidikan dan seseorang yang membantu peran orang tua.

3

Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 1

4

Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 42

5

(14)

Sebagai salah satu lembaga pendidikan, pesantren merupakan mitra

dari orang tua dalam membantu program pendidikan dan pembinaan akhlak

pada anak. Sistem pendidikan pondok pesantren yang telah dilembagakan oleh

masyarakat masih dapat dipertahankan terhadap gerakan-gerakan modern

pendidikan.

Sistem pondok pesantren selalu diselenggarakan dalam bentuk asrama

atau kompleks asrama di mana santri mendapatkan pendidikan dalam suatu

situasi lingkungan sosial keagamaan yang kuat dengan ilmu pengetahuan

agama yang dilengkapi dengan atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Ilmu

pengetahuan agama yang diajarkan itu sangat bergantung pada kegemaran

atau keahlian kyai yang bersangkutan.6 Pada umumnya para santri dalam

pondok pesantren sangat hormat dan tawadhu’ pada guru. Mereka terbiasa

dengan hidup mandiri seperti mencuci dan memasak makanan sendiri.7 Para

santri juga didisiplinkan dalam mengamalkan ibadah sehari-hari, sehingga

dalam segi practical religion nampak lebih menonjol, sedang dalam segi

theoretical kurang mendapat motivasi yang semestinya, terutama dalam soal

kedisiplinan belajar.8

Penanaman pendidikan akhlak pada anak baik dalam lingkungan

keluarga maupun pada pondok pesantren sama-sama sangat penting. Dan

mengenai hasil akhir dari pembentukan akhlak tersebut sangat bergantung

dengan bagaimana peran orang tua dalam metode penanaman akhlak kepada

anaknya. Sedangkan dalam lingkungan pesantren peran seorang kyai dengan

segala metode pembentukan akhlak pada para santrinya sangat membantu

peran orang tua dalam membentuk akhlak anaknya ke arah yang lebih baik.

6

Arifin, Kapita Selekte Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta : Radar Jaya Offset, 1993), Cet. II, hlm 242

7

Imam Banawi, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), hlm. 94

8

(15)

B. PEMBATASAN MASALAH

1. Studi Komparasi

Studi artinya kajian; telaah; penelitian; penyelidikan ilmiah.9 Dalam

hal ini kata studi identik dengan sebuah penelitian yang bertujuan untuk

memperoleh hasil penelitian yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Komparasi berasal dari bahasa Asing comparative yang berarti

membandingkan sesuatu dengan yang lain. Komparasi juga merupakan

perbandingan di antara dua sistem, konsep, tokoh maupun naskah, ataupun

dilakukan diantara yang lebih banyak dari dua, dimana perbandingan

tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan serta

kelebihan dan kelemahan, sehingga hakekat objek dipahami dengan

semakin murni.10

Jadi yang dimaksud dengan studi komparasi adalah penelitian yang

bertujuan untuk membandingkan dua sistem atau lebih guna mengetahui

persaman dan perbedaan serta kelabihan dan kelemahan dari objek

peneliti. Dalam skripsi ini peneliti akan membandingkan antara akhlak

siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang

tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten

Kendal.

2. Akhlak

Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa akhlak secara bahasa

berarti tabiat, perangai atau adat istiadat. Sedangkan secara istilah bahwa

yang dimaksud dengan akhlak adalah hal-hal yang berkaitan dengan sikap,

perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan

makhluk lain dan dengan Tuhannya.11

Dalam penelitian ini akhlak yang peneliti maksud adalah akhlak

siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren dengan siswa yang

9

Jhon M. Echols Dan Hasan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia, Cet. IV,(Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hlm. 860

10

Anton Bakker Dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), hlm. 51

11

(16)

tinggal bersama orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten

Kendal.

3. Siswa

Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan siswa atau

peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha untuk

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia

pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.12

Siswa yang peneliti maksud adalah siswa kelas III MTs NU 07

Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

4. Tinggal di pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajarnya

para santri.13 Dan merupakan lembaga pendidikan yang memberikan

pendidikan dan pengajaran dengan cara non klasikal di mana Kyai

mengajar santri-santri berdasarkan pada kitab-kitab yang ditulis dalam

bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang

santri tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.14

Jadi yang dimaksud tinggal di pondok pesantren adalah siswa kelas

III MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal yang juga tinggal

dan belajar di sebuah pondok pesantren tertentu.

5. Tinggal bersama Orang Tua

Kata “tinggal” berarti masih tetap (ditempatnya), sedangkan kata

“bersama” mempunyai kata dasar sama berati tidak berlainan, mendapat

awalan ber- menjadi bersama sehingga mempunyai arti tidak berlainan

(bersama-sama). Maka tinggal bersama adalah menetap bersama-sama.15

12

U.U R.I. No. 2 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : Cemerlang, 2003), hlm. 3

13

Hasbullah, Kapita Selekte Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 40

14

Ibid, hlm. 45

15

(17)

Orang tua adalah ayah ibu kandung.16 Diartikan setiap orang yang

bertanggung jawab dalam suatu keluarga, rumah tangga, kehidupan

sehari-hari yang dikenal dengan sebutan ibu dan bapak.17

Jadi tinggal bersama orang tua yang peneliti maksud adalah siswa

MTs NU 07 patebon yang menetap bersama orang tuanya dalam suatu

keluarga.

6. Madrasah Tsanawiyah Nahdlotul Ulama 07 Kecamatan Patebon Kabupaten

Kendal

MTs NU 07 Patebon Adalah lembaga pendidikan formal yang

bernaung pada lembaga pendidikan Ma’arif Kabupaten Kendal.

D. PERUMUSANMASALAH

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal di pondok pesantren di

MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?

2. Bagaimanakah akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama orang tua di

MTs NU 07 Kecamatan Patebon kabupaten Kendal ?

3. Apakah ada perbedaan antara akhlak siswa kelas III yang tinggal di

pondok pesantren dengan akhlak siswa kelas III yang tinggal bersama

orang tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal ?

E. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat diantaranya :

1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan akhlak siswa kelas III yang

tinggal di pondok pesantren dan akhlak siswa yang tinggal bersama orang

tua di MTs NU 07 Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

2. Menambah wacana bagi para guru-guru, khususnya guru agama dalam

melihat fenomena-fenomena akhlak anak didik.

16

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka : 1991), Edisi ke 2, hlm. 473

17

(18)

3. Memberikan masukan penting kepada seluruh pihak sekolah bahwa

pendidikan akhlak tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada kerja

sama yang baik dengan semua pihak.

4. Menambah wawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DESKRIPSI TEORI

1. Akhlak

a. Pengertian Akhlak

Menurut Rahmat Djatnika seperti yang dikutip oleh Daud Ali

dalam buku Pendidikan Agama Islam, perkataan akhlak dalam bahasa

Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu akhlak. Bentuk jamak dari

kata khuluq atau al-khuluq, yang secara etimologis antara lain berarti

budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.18

Dalam kamus besar bahasa Indonesia seperti yang dikutip oleh

Quraish Shihab pada buku Wawasan al-Qur’an menyatakan bahwa

kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.

Jadi dari sudut pandang kebahasaan, definisi akhlak dalam

pengertian sehari-hari disamakan dengan budi pekerti, sopan santun,

kesusilaan, atau tata krama.

Secara terminolgi akhlak mempunyai beberapa pengertian, antara

lain dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din juz 3, Imam Al-Ghazali

berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akhlak adalah :

ِ ﹾ

ِ

ِ ﹾ

ِ

ﹲِ

ﹸ ﹾ

ِ

ِ

ِﹶ

ِ

ِ

“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.19

Menurut Rahmat Djatnika bahwa akhlak (adat kebiasaan) adalah

perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa

18

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Cet. III, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 346

19

(20)

dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu :a). Adanya kecenderungan hati

kepadanya dan b). Adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga

mudah mengerjakan tanpa memerlukan pemikiran lagi.20

Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada

yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan

yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial

tampak saling melengkapi, dan darinya dapat dilihat lima ciri yang

terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu :

1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam

jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah

dan tanpa pemikiran.

3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri

orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari

luar.

4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan

sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

5. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan

yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah. 21

Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral,

akhlak, dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama,

namun dari segi terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu

sebagai berikut :

a) Moral

Istalah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh

Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari

kata mos yang berarti adat kebiasaan.22

20

Rahmat Djatnika, Op. cit., hlm. 27

21

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. III, hlm. 5-7

22

(21)

Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak

memiliki makna yang sama, hanya saja, karena akhlak berasal dari

bahsa Arab, istilah ini akhirnya seperti menjadi ciri khas Islam.

Secara substantif, memang tidak terdapat perbedaan yang berarti di

antara keduanya. Sebab, keduanya memiliki wacana yang sama,

yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Boleh saja

jika kemudian disebut bahwa akhlak merupakan konsep moral

dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk

menyempurnakan akhlak. Hal ini berarti bahwa akhlak identik

dengan moral, dengan substansi wacana pada nilai-nilai

kemanusiaan. 23

b) Etika

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani kuno,

ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.24 Menurut Ahmad

Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan

buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,

menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam

perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa

yang seharusnya diperbuat.25

b. Dasar Akhlak

Pendidikan akhlak sebagai usaha yang dilakukan oleh manusia

harus mempunyai rujukan yang menjadi dasar dalam merealiasikan

tujuannya. Dasar ini tidak dapat dipisahkan dari dasar kehidupan

manusia yang hakiki.

Islam mempunyai dua pedoman yang bersumber dari al-Quran

dan al-Hadits. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, di

23

Tafsir, et. al., Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta : Gama Media, 2002), hlm. 13

24

Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), Cet. II, hlm. 13

25

(22)

dalamnya memuat berbagai masalah kehidupan manusia, diantaranya

adalah bagaimana mendidik, membina dan membimbing manusia

supaya berakhlak mulia.

Sebagimana firman Allah :

ﺳِ

ِ

) .

:

5

(

Dan sesungguhnya kamu (Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti agung (QS. Al-Qalam : 5).26

Sedangkan hadits sebagai sumber pedoman setelah al-Qur’an,

membahas tentang anjuran membina akhlak, membina rumah tangga

dan lain sebaginya. Hal ini dapat diketahui dari risalah-risalah yang

telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya terdahulu.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak

Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak

berbeda antara satu dengan lainnya, pada dasarnya merupakan akibat

adanya pengaruh dari dalam diri manusia dan motivasi yang disuplai

dari luar darinya seperti mileu, pendidikan dan aspek warotsah. Untuk

itu berikut akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak yaitu

sebagai berikut :

1. Insting (Naluri)

Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai

motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara

lain: 27

a) Naluri makan (nutritive instinct), begitu manusia lahir telah

membawa suatu hasrat makan tanpa dorongan oleh orang lain

26

Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), Edisi Revisi, hlm. 960

27

(23)

b) Naluri berjodoh (seksual instinct), yaitu laki-laki menginginkan

wanita dan wanita menginginkan ingin berjodoh dengan

laki-laki.

c) Naluri keibubapakan (peternal instinct), tabiat kecintaan orang

tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada

orang tuanya.

d) Naluri berjuang (combative instinct), yaitu tabiat manusia yang

cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.

e) Naluri ber-Tuhan, adalah tabiat manusia mencari dan

merindukan penciptannya yang mengatur dan memberikan

rahmat kepadanya.

2. Adat Kebiasaan

Suatu perbuatan bila dilakukan berulang-ulang sehingga

menjadi mudah dikerjakan disebut adat kebiasaan. Segala

perbuatan, baik atau buruk, menjadi adat kebiasaan karena dua

faktor yaitu : kesukaan hati pada suatu pekerjaan, dan menerima

kesukaan itu dengan melahirkan suatu perbuatan.28

3. Wirotsah (Keturunan)

Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi

orang tuanya. Kadang-kadang anak tersebut mewarisi sebagian

besar dari salah satu orang tuanya. Ilmu pengetahuan belum

menemukan secara pasti, tentang ukuran warisan dari campuran

atau prosentase warisan orang tua terhadap anaknya. Adapun

sifat-sifat yang diturunkan orang tua terhadap anaknya pada garis

besarnya ada dua macam : 29

1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot

atau urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada

anak-anaknya.

28

Ahmad Amin, Op. cit., hlm. 21

29

(24)

2) Sifat-sifat rohaniah, yaitu lemah atau kuatnya suatu naluri dapat

diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi

tingkah laku anak cucunya.

4. Milieu (Lingkungan)

Salah satu aspek yang turut berpengaruh dalam terbentuknya

corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah lingkungan di mana

seseorang berada.

Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup,

meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia, ialah apa

yang mengelilingi, seperti negeri, lautan, udara dan masyarakat.30

Milieu terbagi atas dua macam antra lain : 31

1) Milieu alam

Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang

mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.

Lingkungan ini dapat mematahkan dan mematangkan

pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi

alamnya jelek, maka seseorang hanya mampu berbuat menurut

kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik,

seseorang dapat berbuat lebih mudah dalam melakukan suatu

perbuatan.

2) Milieu sosial atau rohani

Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia

lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena

itu dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran,

sifat, dan tingkah laku.

Lingkungan pergaulan dapat dibagi dalam beberapa kategori

yaitui : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan

pekerjaan, lingkungan organisasai jamaah, lingkungan kehidupan

30

Ahmad Amin, Loc. cit., hlm 41

31

(25)

ekonomi, dan lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan

bebas.

Menurut Skinner seperti yang dikutip oleh H.S. Pennypacker

menyebutkan bahwa :

“Human behavior is joint product of (i) the contingencies of survival responsible for the natural selection of the species and (ii) the contingencies of reinforcement responsible for the repertoires acquired by its members, including (iii) the species contingencies maintained by the social environment”.32

Tingkah laku (akhlak) pada manusia juga merupakan hasil

perpaduan : Tanggung jawab kehidupan yang diseleksi oleh

penghuni masyarakatnya, kekuatan tanggung jawab dari perbuatan

yang telah didapatkan oleh pelakunya, dan dipelihara oleh

masyarakat sekelilingnya.

d. Akhlak Mahmudah

Dalam kehidupan manusia selalu ada yang baik dan yang buruk.

Kebaikan adalah suatu perbuatan yang berjalan sesuai dengan tuntunan

atau ajaran agama. Kebaikan akan melahirkan sifat-sifat yang diterima

oleh umum dan kemudian sifat itulah yang digunakan oleh manusia

dalam berinteraksi secara horisontal yaitu dengan sesaman manusia,

juga secara vertikal yaitu tanggung jawab manusia kepada Tuhannya.

Sedangkan keburukan akan melahirkan kesesatan dalam

kehidupan manusia. Keburukan tidak mungkin disepakati oleh umum

sebab keburukan akan menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri

maupun orang lain. Sehingga dalam Islam sendiri sikap mausia bisa

dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, sifat baik atau akhlak

mahmudah, dan sifat buruk atau disebut akhlak mazmumah.

32

(26)

Yang dimaksud dengan akhlak mahmudah ialah segala tingkah

laku yang terpuji (baik) yang biasa juga dinamakan “fadhilah”.

Sedangkan akhlak mazmumah adalah tingkah laku yang tercela atau

akhlak yang jahat.

Dalam pembahasan skripsi ini peneliti hanya membahas tentang

akhlak mahmuudah dan menititik beratkan pada pembahasan sifat-sifat

yang terpendam dalam jiwa manusia yang membentuk

perbuatan-perbuatan lahiriyah. Tingah laku lahiriyah merupakan hasil dari

tingkah laku batiniyah, yaitu berupa sifat dan kelakuan batin yang

masih labil yang mengakibatkan labilnya perbuatan jasmaniah

manusia.33

Adapun yang termasuk dalam kategori akhlak mahmuudah

diantarnya adalah sebagai berikut :

1) Al-Amanah

Menurut bahasa Arab “amanah” berarti kejujuran, kesetiaan

dan ketulusan hati. Hamzah Ya’qub mengemukakan bahwa

amanah ialah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan

jujur dalam melaksankan sesuatu yang dipercayakan kepadanya,

berupa harta benda, rahasia maupun tugas kewajiban.

Jujur juga mengandung arti apa yang dikatakan sesuai

dengan apa yang ada di hati. Kejujuran merupakan pilar keimanan,

kesempurnaan kemuliaan, saudara keadilan, lisan kebenaran,

sebaik-baiknya ucapan, hiasan perkataan dan kebaikannya segala

sesuatu. Pada sebuah kejujuran terdapat kelezatan rohani yang

tidak akan dirasakan seorang pendusta.

Sebagai contoh perbuatan ini yaitu seseorang kawan dititipi

sejumlah rahasia pribadi yang tidak boleh disiarkan kepada

siapapun. Jika dia seorang yang memiliki sifat amanah, maka

33

(27)

rahasia itu dipegang teguh dan disimpannya dengan baik. Jika

rahasia itu disiarkan maka khianatlah dia.34

Kewajiban memiliki sifat dan sikap amanah ini dianjurkan

oleh Allah sebagaimana dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58

yang berbunyi :

ِﹶ

ِ

ﱠ ِ

) .

:

58

(

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah

kepada yang berhak (QS. An-Nisa’ : 58).35

2) Al-Alyfah

Hidup dalam masyarakat yang heterogen memang tidak

mudah, sebab anggota masyarakat terdiri dari berbagai macam

sifat, watak, kebiasaan dan kegemaran yang yang berbeda-beda.

Orang yang bijaksana adalah orang yang dapat menyelami

segala analisir yang hidup di tengah masyarakat, menaruh

perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa mengikuti setiap

fakta dan keadaan yang penuh dengan aneka perubahan.

Orang yang selalu pandai mendudukkan sesuatu pada

proporsi yang sebenarnya, bijaksana dalam sikap, perkatan dan

perbuatan, niscaya akan disenangi (al-aliefah) oleh anggota

masyarakat, kawan dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.36

Sebagimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 28 :

ِ

ِ

ِ

ﺳِ ِ

ِ

ـ ﹾ

ـ ِ

ِ

ِ

ِ

ﹶﹾ

ّ

ِ

ﱏ ِ

) .

:

28

. (

34

Ibid., hlm. 98-99

35

Depag. RI, Op. cit., hlm. 128

36

(28)

Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tangannanu kepadaku

untuk membunuhku, aku selaki-kali tidak akan menggerakkan

tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Seseungguhnya aku

takut kepada Allah. Tuhan sekalian alam.(QS. al-Maidah : 28).37

3) Al-‘Afwu

Manusia di dunia ini pasti mempunyai kesalahan dan

kekhilafan. Kesalahan dan kehilafan tersebut adakalanya dengan

kesengajaan ataupun secara tidak sengaja. Sebagai seorang muslim

yang baik hendaknya sebuah kesalahan yang dilakukan oleh

seseorang dapat dimaafkan tanpa adanya rasa dendam. Lebih baik

lagi supaya berdo’a kepada Allah SWT orang tadi dapat segera

dibukakan hatinya agar tidak mengulangi kesalahan untuk kedua

kalinya.

Orang lain yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan.

Pemaaf ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang

memaafkan berpotensi pula untuk melakukan kesalahan. Al-Afwu’

ialah memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa

benci atau sakit hati terhadap orang yang bersalah, meskipun ada

keinginan dan kemampuan untuk membalasnya.38

Sebagaimana firman Allah SWT :

ِ

ِ

ِ

ِ

ِﹾ

ﻆ ِ

ﻈﹶ

ﹸ ﹶ

ِ

ِ

ِﹶ

ِ

ِﺷ

ِ

ِ

ِ

ِ

ّ

ِ ﹸ

ِﺴ

ﱠ ِ

) .

:

159

.(

37

Depag. RI, Loc. cit., hlm. 163

38

(29)

Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah

lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari

sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah

ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka

dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah

membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah,.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

bertawakkal kepada-Nya. (QS. ali-Imron : 159).39

4) Anysatun

Tidak selamanya pergaulan dalam lingkungan sosial selalu

menyenangkan. Dalam suatu pergaulan bisa saja seseorang

bertemu kepada hal-hal yang tidak menyenangkan. Menghadapi

orang yang menjemukan, mendengar berita-berita yang memfitnah,

menjelek-jelekan nama diri seseorang hendaknya disambut dengan

manis muka yaitu tetap tersenyum.

Betapa banyak orang-orang pandai dan bijak menggunakan

sikap ini dan banyak sekali di dunia diplomasi orang mencapai

sukses dan mencapai kemenangan, hanya dengan keep smilling

diplomat. Dengan muka yang manis, dengan senyum menghiasi

bibir, orang-orang akan lebih senang dan selalu digemari di

manapun. Sikap inilah yang dalam Islam disebut aniesatun atau

manis muka.40

Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat Yunus ayat

26 :

39

Depag. RI, Op. cit., hlm. 103

40

(30)

ﹲِ

ﹸﹾ

ِ

ِ

ﱠِ

ﹶ ِ

ِ

ِ

ِ

ـ ﹶ

) .

:

26

.(

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik

(surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi

debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah

penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Yunus :

26).41

5) Al-khairu

Betapa banyak ayat al-Qur’an yang menyebutkan apa yang

dinamakan al-khairu (baik), cukuplah itu sebagai pedoman,

ditambah lagi dengan penjelasan dari Rasulullah SAW. Berbuat

baik tidak hanya kepada sesama manusia saja, tetapi Allah

memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada semua

makhluk ciptaan Allah di dunia ini.

6) Al-Hus.u’u

Khusyu’ dalam perkataan adalah membaca bacaan ibadah

dengan khusyu dengan menundukkan diri kepada Allah SWT.

Ibadah dengan menundukkan hati, tetap dan tekun, senantiasa

bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahlil harus dengan sikap yang

khusyu’ dan benar.42

Sebagaimana firman Allah dalam al-qur’an surat al-A’raf

ayat 205 yang berbunyi :

41

Depag. RI, Op. cit., hl. 310

42

(31)

ّ

ِ

ِ

ِ ﹶ

ِ

ِﹶ

ِ

ِﹾ

ِ

ﹸﹾ

ِ

ِ ﹾ

ِ

ﹸ ﹶ

ِ

) .

:

205

.(

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan

merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak

mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah

kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf : 205).43

7) Al-Haya’u

Menurut bahasa al-haya’u berarti malu. Sedangkan menurut

etika Islam sifat malu mempunyai dua sudut pandang yaitu secara

horisontal dan secara vertikal. Secara horisontal sifat malu

dipahami sebagai perasaan malu kepada diri sendiri dalam

kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya, sedang secara

vertikal sifat malu lebih condong kepada malu terhadap Allah di

kala melanggar larangan-larangan-Nya. 44

Malu ialah Perasaan di dalam hati di kala seseorang

melanggar agama, malu kepada Allah berarti tidak mengerjakan

sesuatu yang dilarangNya, kemudian bersegera menjalankan apa

yang telah diperintahkan oleh Allah. Perasaan ini menjadi

pembimbing jalan menuju keselamatan hidup, perintis mencapai

kebenaran dan alat yang menghalaingi terlaksananya

perbuatan-perbuatan yang keji.

Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 108 :

43

Depag. RI, Op. cit., hlm.256

44

(32)

ﹶّ

ِ

ـ

ِ

ِ

ِ

ِ

ِ

ِ ﹶ

ِ

ِ

ِ

) .

:

108

.(

Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak

bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika

pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia

yang Allah tidak ridloi. Dan Allah maha meliputi (ilmunya

terhadap yang mereka kerjakan. (QS. an-Nisa’ : 108).45

8) Al-‘Adlu

Menegakkan keadilan dalam diri pribadi sangatlah perlu,

apalagi dalam hubungannya dengan masyarakat, keadilan

merupakan sikap yang menimbulkan kerukunan antara satu pihak

dengan pihak lain. Dalam keadilan ada faktor yang perlu

diperhatikan yaitu sebagai berikut:46

1) Tenang dalam mengambil keputusan, tidak berat sebelah dalam

tindakan karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun

karena kecintaan kepada seseorang.

2) Memperluas pandangan dan melihat soalnya secara objektif,

mengumpulkan data dan fakta sehingga dalam suatu keputusan

ada hasil yang seadil mungkin.

Rasa keadilan itu hendaknya tumbuh dan bersemi dalam jiwa

setiap orang, apalagi bagi pemegang kekuasaan dan penegak

hukum. Keadilan tidak boleh disertai dengan hawa nafsu, perasaan

45

Depag. RI, Loc. cit., hlm. 139

46

(33)

benci dan sayang, kepentingan pribadi dan juga golongan. Dengan

demikian keadilan akan bisa dirasakan oleh semua pihak.47

9) Al-Ikha’u

Persaudaraan dalam Islam tidak terikat oleh batas kebagsaan,

tetapi lebih luas lagi, yaitu keseluruhan bumi. Siapa saja yang

beriman adalah saudara bagi yang lain, Waupun berlainan suku,

bangsa ataupun ras sekalipun. Bukankah perlainan golongan dari

setiap manusia merupakan jalan agar manusia itu saling kenal dan

mendapatkan saudara. Maka dalam diri setiap muslim tidak ada

yang lebih tinggi juga yang lebih rendah.

Itulah sebabnya dalam diri seorang muslim penuh solidaritas

terhadap yang lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka satu

Tuhan, satu Rasul, satu qiblat dan satu kitab. Jadi tidak ada alasan

yang membedakan mereka kecuali taqwa kepada Allah SWT.

Menumbuhkan kesadaran untuk memelihara persaudaraan

serta menjauhkan diri dari perpecahan, merupakan realisasi

pengakuan bahwa hakekat kedudukan manusia adalah sama di

hadapan Allah. Sama kedudukannya sebagai hamba dan khalifah

Allah yang mengemban amanat sesuai dengan bidang dan tugas

masing-masing.

Allah mengembalikan ke dasar keturunan manusia kepada

dua orang nenek moyang, yaitu adam dan hawa, karena Allah

hendak menjadikan tempat bertemu yang kokoh dari keakraban

hubungan ukhuwah atau persaudaraan seluruh anak manusia. Tidak

ada pembeda di antara hamba Allah, tiadalah seseorang lebih mulia

dari yang lain kecuali ketaqwaan mereka kepada Allah.48

Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10 Allah

berfirman :

47

Fachruddin HS, Membentuk Moral Bimbingan al-Qur’an, (Jakarta : Bina Aksara, 1985), hlm. 98-99

48

(34)

ﹸﱠ ﹶ

ﷲ ﹸ

ِ ﹶ

ﹲ ِ

ﹶِ

ﺆﹸ

ﹾِ

.

)

:

10

.(

Sesungguhnya orang-orang beriman itu saling bersaudara,

sebab itu perbaikilah hubungan antara kedua saudara kalian,

dan taqwalah kepada Allah, supaya kalian mendapat rahmat.

(QS. al-Hujurat : 10)49

10) Al-Ihsanu

Ikhsan adalah berbuat baik dalam ketaatan kepada Allah

SWT, baik dari segi jumlah perbuatan, seperti mengerjakan yang

sunnah misalnya memperbanyak sembahyang sunnah, puasa

sunnah, atau dari segi kaifiat perbuatan seperti menyembah Allah

dengan sebenar-benarnya.50

Kesempatan berbuat kebajikan terbuka luas, seluas bumi ini.

Semua langkah yang manusia ayunkan di jalan Allah dan semua

amal yang dikerjakan hanya semata-mata untuk mencari keridloan

Allah merupakan kebajikan yang akan mendapatkan balasan dari

Allah SWT.

Dalam perintahNya, Allah selalu menyuruh manusia untuk

selalu berbuat kebajikan sebagimana Allah berbuat baik kepada

manusia, juga jangan sekali-kali manusia meremehkan kebajikan

walaupun itu sangan kecil dan hendaklah semua manusia

berkhidmat kepada orang lain.

Dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 90 Allah berfirman :

49

Depag. RI, Op. cit., hlm. 846

50

(35)

ِ

ِ

ِ

ِ

ﱠ ِ

) .

:

90

. (

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan

berbuat kebajikan. (QS. An-Nahl : 90).51

11) Al-Ifafah

Kunci dari menjaga diri (ifaafah) adalah senantiasa selalu

sederhana dalam kesenangan dan menundukkan nafsu kepada akal,

sebab sebagian besar keburukan-keburukan itu disebabkan karena

manusia tidak sanggup mengendalikan hawa nafsunya. Dan yang

terpenting adalah jangan sampai manusia menjadi tawanan nafsu

atau hambanya syahwat.52

Sebagai kebalikan dari sifat al-ifaafah adalah sikap

memperturutkan panggilan hawa nafsu. Orang yang demikian itu

telah menjadi budak dan tawanan hawa nafsunya, sehingga

hilanglah kesucian dirinya dan jatuhlah martabat kemuliaannya dan

akhirnya akan memperoleh kesesatan yang nyata.

Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nur

ayat 30 yaitu sebagai berikut:

ُ

ﻈﹶ

ِ

ِ

ِ

ِ

ِ

ﺆ ْ

ِ

ِ

ِ ِ

ﱠ ِ

) .

:

30

.(

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : hendaklah

mereka menahan pandangannya, dan memelihara

kemaluannya ; yang demikian itu adalah lebih suci bagi

51

Depag. RI, Op. cit., hlm. 415

52

(36)

mereka. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang

mereka perbuat. (QS. an-Nur : 30).53

12) Al-Muru’ah

Sifat muru’ah artinya berbudi tinggi, kesatria dalam membela

kebenaran, malu dan tidak puas bila yang dimaksudkan belum

tercapai padahal perbuatan dan tujuan itu benar dan mulia sebagai

suatu kewajiban dari Allah SWT. Berbudi tinggi adalah sikap yang

senantiasa kurang sempurna apabila belum melakukan sesuatu

yang berguna untuk kemaslahatan juga merasa hina jika tanggung

jawab yang dibebankan belum terlaksana dengan baik. Sifat ini

merupakan keluhuran bagi kemanusiaan dan dapat memberantas

kekotoran jiwa manusia.54

Dalam al-Qur’an surat ali-Imron ayat 188 Allah telah

berfirman:

ﹸ ﹾ

ِ

ﹶِ

ِ

ِ

ِ ﹶ

ِ

ﺳ ﹶ

ِ

ِ

) .

:

188

(

Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang

yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan

mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum

mereka kerjakan. Janganlah kamu menyangka bahwa mereka

53

Depag. RI, Loc. cit., hlm. 548

54

(37)

terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. (QS.

ali-Imron : 188).55

13) Al-Naz.afah

Kesehatan, keindahan dan kesegaran, baik rohani maupun

jasmani ialah rahmat Allah yang setinggi-tingginya, yang

dianugerahkan kepada hamba-Nya. Harta benda dan jabatan tidak

ada gunanya, apabila jasmani dan rohaninya tidak sehat. Badan dan

rohani yang sehat ialah segala pangkal kebahagiaan dan

kesenangan.

Menurut ilmu kesehatan, untuk menjaga diri dan menolak

sesuatu penyakit terlebih dahulu harus diikhtiarkan kebersihan

dalam segala hal. Bukan hanya kebersihan badan atau lebih tegas

kebersihan kulit saja yang diajarkan Islam, tetapi Islam

menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam lima bagian yaitu: 56

a) Kebersihan dan kesucian rumah dan pekarangan.

b) Kebersihan dan kesucian badan

c) Kebersihan dan kesucian pakaian

d) Kebersihan dan kesucian makanan

e) Kebersihan dan kesucian ruh dan hati.

Sebagimana firman Allah SWT dl surat At Taubat ayat 108

yang berbunyi:

ِ

ّ

ِ

ِ

ُ

) .

:

108

(

Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri (QS.

at-Taubat : 108).57

55

Depag. RI, Op. cit., hlm. 109

56

Muhammad Al-Ghazali, hlm. 300-302

57

(38)

14) Al-Rahmah

Pada dasarnya sifat kasih sayang adalah fitrah yang

dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia. Pada hewan

misalnya dapat dilihat bahwa begitu kasihnya induk kepada

anaknya, sehingga rela berkorban jika anaknya diganggu. Naluri

ini pun ada pada manusia, dimulai dari kasih sayang orang tua

kepada anaknya sampai dalam lingkungan yang lebih luas yaitu

kasih sayang antar sesama manusia.

Islam menganjurkan agar kasih sayang dan sifat belas kasih

dikembangkan secara wajar, sejak kasih sayang dalam lingkungan

keluarga sampai kasih sayang yang lebih luas dalam bentuk

kemanusiaan. Juga lebih luas lagi yaitu kasih sayang kepada

binatang.

Jika diperinci maka ruang lingkup ar-Rahmah ini dapat

diutarakan dalam beberapa tingkatan yaitu :58

a) Kasih sayang dalam lingkungan keluarga : kasihnya orang tua

kepada anak, kasihnya suami istri, kasihnya antara saudara baik

yang besar maupun yang kecil.

b) Kasih sayang dalam lingkungan tetangga dan masyarakat :

suatu pertalian kasih sayang yang timbul dan tumbuh karena

hidup bersama dalam satu lingkungan.

c) Kasih sayang dalam lingkungan bangsa : perasaan kasih dan

simpati yang timbul akibat persamaan rumpun, suku bangsa,

rasa senasib dan seperjuangan yang menyangkut kenegaraan.

d) Kasih sayang dalam lingkungan keagamaan : mencintai dan

mengasihi sesama orang yang seagama, karena memandang

saudara dalam akidah dan keyakinan.

58

(39)

e) Kasih sayang dalam bentuk perikemanusiaan : mencintai

manusia atas dasar pengertian bahwa manusia adalah

sama-sama berasal dari satu keturunan.

f) Kasih sayang kepada sesama makhluk : misalya mengasihi

hewan dan tumbuh-tumbuhan.

15) Al-Sakha’u

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat

kebajikan yang tidak ada putus-putusnya kepada sesama, dalam

bentuk harta benda, berderma dan bershadaqah kepada siapapun.

Islam ditegakkan dan dikembangkan bukan atas dasar kikir dan

menahan harta benda. Oleh karena itu Islam menasehatkan kepada

setiap muslim agar menyambut dorongan berderma, baik dilakukan

secara terang-terangan maupun yang tersembunyi.59

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah

ayat 274 yang berbunyi :

ِ

ِ

ِ

ِﱠِ

ﹶ ﹶ

ِ

ـ

ِ

ﱠﹶ

ِﹶ

ِ

ّ

ِ

ِ

) .

:

274

.(

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di

siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka

mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada

kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka

bersedih hati” (QS. al-Baqarah : 274).60

16) Al-Salam

Kesentosaan ialah dapat dikatakan jika seseorang mempunyai

jiwa tenang, tentram dan damai dan ini hanya dapat diperoleh

59

Muhammad al-Ghazali, Op. cit., hlm. 231

60

(40)

apabila seseorang menunaikan segala sesuatu dengan baik dan

mengambil sikap secara tepat dalam problema yang dihadapi.

Segala hak yang ada pada diri pribadi, seperti mata berhak

untuk tidur, badan berhak untuk beristirahat, perut berhak untuk

makan dan minum, kesemuannya itu dapat terpenuhi dengan

cukup.

Kemudian hak yang ada pada orang lain seperti hak orang

tua, anak, istri, keluarga, tetangga, masyarakat, semua mempunyai

hak masing-masing dan kesemuannya itu diberikan tanpa

menunggu diminta oleh mereka.

Dan yang terpenting adalah hak yang ada pada sang pencipta

seperti menyembah dan beribadah dengan baik dan benar,

semuanya dapat dijalankan oleh seseorang dengan kesadaran dan

keyakinan dari hatinya.

Stabilitas jasmani dan rohani dengan menunaikan hak segala

sesuatu, itulah kesentosaan hidup di dunia dan akherat, sebab di

dunia ia berjiwa tenang, tentram dan damai karena telah memenuhi

haknya sebagai makhluk sosial dan pribadi muslim yang taat, juga

kelak akan mendapatkan ridlo dan pahala dari Allah SWT : 61

Dalam al-Qur’an surat al-Ra’du ayat 24 Allah telah

berfirman:

ِ

ﱮ ﹾ

ِ

ِ

ﹸ ﹶ

) .

:

24

. (

(sambil mengucap) : “salamun ‘alaikum bima shabartum’,

maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. ar-Ra’du

: 24).62

61

Barnawy Umary, Op. cit., hlm. 51

62

(41)

17) Al-S.alihah

Allah SWT telah menganugerahkan kepada setiap manusia

kehidupan dengan segala nikmat-nikmat-Nya, antara lain : nikmat

kesehatan supaya manusia bisa bekerja dan beribadah kepada-Nya,

nikmat Islam, iman dan ikhsan. Semuanya itu telah ada pada diri

manusia agar mereka senantiasa selalu ingat bahwa kenikmatan

tersebut semata-mata dipinjamkan oleh Allah dan kapan nikmat itu

akan ditarik, semuanya tidak ada yang tahu.

Manusia harus selalu ingat akan mati, karena dengan

demikian mereka akan mengerti bahwa di kehidupan kelak hanya

ada dua pilihan, yaitu surga atau neraka. Dari hal inilah kemudian

timbul pada diri manusia amal-amal shalih yang dikerjakan dengan

sekuat daya, misalnya membantu saudara sesama muslim, belas

kasihan terhadap fakir miskin, dan saling mengasihi antar sesama

manusia.63

Amal-amal shalih akan membuahkan kebahagiaan di dunia

dan di akherat dan dijanjikan oleh Allah akan mendapatkan pahala

sesuai dengan amalnya tersebut. Orang yang beramal shalih akan

dihormati karena akhlaknya yang terpuji, dan akan mendapat

kebahagiaan karena kelak akan memperoleh kemenangan yang

abadi.

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah

ayat 44 yang berbunyi :

ِ

ﹸﹶ

ِ

ّ

ِ

ِ

ِ

) .

:

44

.(

63

(42)

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan,

sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal

kamu membaca al-kitab (Taurat0. maka tidakkah kamu

berfikir?. (Al-Baqarah : 44).64

18) Al-S.abru

Sabar adalah suatu bagian dari akhlak utama yang

dibutuhkan seorang muslim dalam masalah dunia dan agama.

Sebagai seorang muslim wajib meneguhkan hatinya dalam

menaggung segala ujian dan penderitaan dengan tenang. Demikin

juga dalam menunggu hasil pekerjaan, bagaimana jauhnya,

memikul beban hidup harus dengan hati yang yakin tidak ragu

sedikitpun dihdapi dengan ketabahan dan sabar serta ingat akan

kekuasaan Allah dan kehendak-Nya yang tidak ada seorang pun

dan apapun yang menghalangi-Nya.65

Kesabaran yang terdapat dalam al-Qur’an antara lain :

a) Sabar melaksanakan kewajiban karena Allah

b) Sabar dalam membela agama dan tanah air serta dalam

mencari rizki, mencari ilmu harus sungguh-sungguh dan

mengokohkan niatnya semata-mata karena Allah.

c) Sabar menghadapi rintangan dan pembicaraan yang

menyakitkan, dalam menjalankan dakwah kepada yang benar

dan berani memberantas yang sesat dan memberi penerangan

kepada masyarakat tentang kebaikan.

Sebagaimana do’a setiap orang mulim yang sering

diucapkan:

ِ

ِ

ِ

) .

:

126

(

64

Depag. RI, Op. cit., hlm. 16

65

(43)

Ya Allah Tuhan kami, limpahkan kepada kami kesabaran dan

wafatkanlah kami tetap dalam Islam (berserah diri

kepada-Mu). (QS. al-A’raf : 126).66

19) Al-S.idqu

Salah satu sifat dan sikap yang termasuk fadhilah ialah

ash-Shidqu yang berarti benar, jujur. Yang dimaksud di sini adalah

berlaku benar dan jujur baik dalam perkataan maupun dalam

perbuatan.

Sikap benar adalah salah satu fadhilah yang menentukan

status dan kemajuan perseorangan dan masyarkat. Menegakkan

prinsip kebenaran adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam

hubungan antar manusia dengan manusia dan antar satu golongan

dengan golongan lain.

Dalam peribahasa sering disebutkan : “Berani karena benar

dan takut karena salah”. Betapa kebenaran itu menimbulkan

ketenangan yang dapat melahirkan keberanian. Kecurangan dan

keculasan dalam segala bidang pergaulan termasuk dalam bidang

administrasi hanya akan mempercepat kehancuran masyarakat itu

sendiri. Satu-satunya jalan untuk mencegahnya ialah dengan

mengembalikan keadaan itu kepada prinsip-prinsip kebenaran

Demikianlah Allah dalam berbagai keterangan dalam

al-Qur’an memperingatkan bahaya dan dosa kecurangan dan

keculasan. Allah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang aman,

berkah dan tentram yakni kejujuran dan kebenaran baik perktaan

maupun dalam perbuatan.67

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat At Taubah

ayat 119 telah disebutkan :

66

Depag. RI, Op. cit., hlm. 240

67

(44)

ِ

ِ

ﷲ ﹸ

ِ

) .

:

119

(

Hai sekalian orang yang beriman, berbaktilah kepada Allah

dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang benar. (QS.

at-Taubat : 119).68

20) Al-Syaja’ah

Yang dinamakan berani adalah keteguhan hati dalam

membela dan mempertahankan yang benar, tidak mundur karena

dicela, tidak maju karena dipuji, dan jika salah maka akan merasa

malu dan mengakui kesalahannya.

Berani berarti sanggup menghadapi penderitaan atau bahaya

dengan segala ketenangan dan di kala mengalami kesulitan atau

mala petaka, maka tidak akan kehilangan akal tetapi akan

dihadapinya dengan penuh kesungguhan dan ketetapan hati serta

berusaha melepaskan diri dengan tekad yang bulat.69

Keberanian bukan semata-mata keberanian berkelahi,

melainkan sutu sikap mental di mana seseorang dapat menguasai

jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Dengan demikian rahasia

kebenaran ialah terletak pada kesanggupan mengendalikan diri dan

mental tetapi stabil dalam cuaca bagaimanapun dan tetap tenang

menghadapi segala sesuatu dalam keadaan darurat.70

Menurut ahli etika bahwa keberanian dibagi atas dua macam

yaitu :

a) Keberanian jasmani : seperti keberanian pahlawan dalam

medan pertempuran.

68

Depag. RI, Op.cit., hlm. 301

69

Barnawy umary, Op. cit., hlm. 53

70

(45)

b) Keberanian peradaban (rohaniah) : suatu keberanian yang titik

beratnya pada pikiran dan melahirkan pendapat yang

diyakininya benar sekalipun menghadapi celaan dan amarah

penguasa serta tidak takut menanggung malapetaka akibat

membela pendiriannya yang diyakini benar. 71

Keberanian bukan berarti keberanian yang membabi buta,

melainkan keberanian yang didukung oleh pertimbangan dan

pikiran yang sehat. Ada peribahasa mengatakan : “Pemberani mati

satu kali tetapi pengecut mati seribu kali”. Hal ini menunjukkan

bahwa keberanian itu membuahkan hikmah besar dalam kehidupan

manusia.

21) Al-Ta’awun

Bertolong-tolongan adalah ciri kehalisan budi, kesucian jiwa,

ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman, penuh

solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan. Maka

orang yang menerima pertolongan akan senantiasa terlepas dari

penderitaan, kesengsaraan dan sudah tentu sangat berterima kasih

kepada yang memberikan pertolongan itu dan akan selalu ingat

pada pertolongan yang pernah diterimanya.

Orang yang memberiakan pertolongan, segala langkahnya

akan mudah, pintu kebahagiaan terbuka baginya dan biasanya

orang lain pun akan senang pula memberikan pertolongan kepada

dirinya.

Bertolong-tolongan bukan berarti segalanya diperbolehkan,

melainkan dalam batas mengerjakan yang baik, mencari kebajikan

dan hendaknya tidak memberikan pertolongnan kepada pembuat

dosa. Dan yang terpenting adalah perbuatanm ini harus dilandasi

dengan ikhlas tanpa menghapkan balasan.72

71Ibid, hlm. 114

72

(46)

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah

ayat 2 yang berbunyi :

ّ

ِ

ِ

ِ

ِ

ِ

ﷲ ﹸ

ِ ﹶ

ِ

ِ

ﱠ ِ

) .

:

2

.(

Dan bertolong-tolonglah kamu sekalian dalam hal kebajikan

dan taqwa, dan janganlah bertolong-tolongan dalam dusta

dan keburukan (QS. al-Maidah : 2).73

22) Al-Taz.aru’

Sikap manusia yang merendahkan diri terhadap Allah SWT

adalah sifat tadharu’ dan semestinya bukan sikap yang salah. Sebab

semua makhluk, semua peraturan, kekayaan dan kekuasaan adalah

milik-Nya sendiri. Demikian juga nasib manusia merupakan

barang titipan dan kapan sja dat diambil oleh yang memiliki-Nya,

tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi Allah SWT.

Apabila hamba-hamba Allah dalam keadaan paling suci,

mereka tunduk kepada Tuhan dengan menyadari kerendahan

dirinya, tetapi juga memahami dan mengetahui batas-batas

kemuliaan nya, sehingga mereka tidak ragu dan tidak bimbang

menyerahkan hak kepada penciptanya itu. Akan tetapi hamba yang

menghinakan kepada sesama manusia tidak dibenarkan dan sikap

yang demikian adalah salah atau bathil.74

Allah juga mensyari’atkan membela diri dari aniaya untuk

memuliakan bagi pihak yang teraniaya dan merendahkan bagi

pihak yang menganiaya. Oleh karena itu Allah memberikan hak

73

Depag. RI, Op.cit., hlm. 157

74

(47)

penuh kepada tangan seorang muslim untuk melawan

mempertahankan hak bela dirinya. Dan dalam menghadapi aniaya

itu seorang muslim hendaknya jangan mundur sedikitpun, jika

tidak secara terhormat atau karena toleransi yang melipatgandakan

kehormatan dan kemuliaannya.75

23) Al-Tawaz.u’

Tawadhu’ ialah memelihara pergaulan dan hubungan sesama

manusia tanpa perasaan kelebihan diri diri orang lain serta tidak

merendahkan orang lain. Tawadhu’ adalah memberikan setiap hak

pada yang mempunyai dan tidak meninggikan diri dari derajat yang

sewajarnya.76

Sikap tawadhu’ bisa saja diartikan sebagai sikap

menghormati antara sesama manusia dan biasanya penghormatan

ini dilakukan untuk memuliakan manusia yang memang dianggap

bijaksana. Misalkan tawadhu’ seorang anak kepada orang tuanya,

tawadhu’ murid kepada gurunya dan sebagainya.

Apabila kaum muslimin mengucapkan salam penghormatan

dalam setiap bertemu, berpisah, dan setiap berkunjung, serta

menjawabnya dengan yang lebih baik, berarti seseorang telah

mendoakan antara satu dengan lainnya, menegakkan identitas

muslim, juga menambah teguhnya hubungan antar sesama kaum

muslim.

Dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 86 Allah SWT telah

berfirman :

ِ

ِ

ِـ ِ

ِ

ﱠ ِ

ﺳﺷ

ّ

ِ

) .

:

86

.(

75

Ibid., hlm. 415

76

(48)

Gambar

Tabel. 01
Tabel. 02
Table. 03
Tabel. 05 berikut ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul 'Implementasi Kurikulum Pondok Pesantren dalam Membentuk Akhlak Siswa di MAN Rejoso Peterongan

PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA BANJARMASIN (STUDI MULTI KASUS DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAMIYAH, PONDOK PESANTREN AL-ISTIQAMAH,DAN PONDOK PESANTREN

dan hasil belajar mata pelajaran Akidah Akhlak nya lebih baik dari pada siswa yang. non santri pondok pesantren, tetapi tidak menutup kemungkinan siswa-non

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada perbedaan rata-rata nilai hasil belajar mata pelajaran akidah akhlakantara siswa yang tinggal di luar pondok

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh hukuman fisik terhadap pembentukan disiplin siswa di MTs Pondok Pesantren Darul Quran

3 hubungan antara penyesuaian diri dengan kemandirian belajar pada siswa kelas X SMA Excellent Al-Yasini yang tinggal di pondok pesantren.. Penelitian ini menggunakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen waktu pondok pesantren tidak berdampak terhadap hasil belajar siswa di MTs DDI Siapo, semua kegiatan siswa dalam kurun

Pendidikan karakter siswa pondok pesantren di era revolusi industri