• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK (19)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK (19)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 26 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan Dalam Rangka Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

(2)

5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013;

6. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 178);

8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

(3)

ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.

2. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

3. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganat

4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi ke dalam Daerah Pabean Indonesia.

5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dari Daerah Pabean Indonesia.

6. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zone eksklusif dan landas kontinen.

7. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

8. Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF, adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Surat Persetujuan Impor, yang selanjutnya disingkat SPI, adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi.

10. Surat Persetujuan Ekspor, yang selanjutnya disingkat SPE, adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi.

(4)

12. Importir Produsen Prekursor Farmasi, yang selanjutnya disebut IP Prekursor Farmasi, adalah Industri Farmasi yang menggunakan Prekursor Farmasi sebagai bahan baku atau bahan penolong proses produksi yang mendapat izin untuk mengimpor sendiri Prekursor Farmasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Importir Terdaftar Psikotropika, yang selanjutnya disebut IT Psikotropika, adalah Pedagang Besar Farmasi yang mendapat izin untuk mengimpor Psikotropika guna didistribusikan kepada Industri Farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir Psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

14. Importir Terdaftar Prekursor Farmasi, yang selanjutnya disebut IT Prekursor Farmasi, adalah PBF yang mendapat izin untuk mengimpor Prekursor Farmasi guna didistribusikan kepada Industri Farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir Prekursor Farmasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

15. Eksportir Produsen Psikotropika, yang selanjutnya disebut EP Psikotropika, adalah Industri Farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir Psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

16. Eksportir Produsen Prekursor Farmasi, yang selanjutnya disebut EP Prekursor Farmasi, adalah Industri Farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir Prekursor Farmasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Eksportir Terdaftar Psikotropika, yang selanjutnya disebut ET Psikotropika, adalah PBF yang mendapat izin sebagai eksportir Psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

18. Eksportir Terdaftar Prekursor Farmasi, yang selanjutnya disebut ET Prekursor Farmasi, adalah PBF yang mendapat izin sebagai eksportir Prekursor Farmasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

19. Lembaga Ilmu Pengetahuan adalah lembaga pendidikan dan pelatihan serta lembaga penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta yang dapat menggunakan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)

21. Direktur adalah Pimpinan direktorat yang bertanggung jawab di bidang pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi yang berada dibawah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dipimpin Kepala Badan.

22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang berada di bawah kementerian yang dipimpin oleh Menteri.

23. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disebut Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.

24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II

PERSYARATAN

Pasal 2

(1) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat diimpor atau diekspor dengan tujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat diimpor atau diekspor berdasarkan SPI atau SPE dari Menteri.

(3) Sebelum mengajukan permohonan SPI atau SPE, importir atau eksportir harus mendapatkan AHP dari Kepala Badan.

(4) AHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pengajuan permohonan SPI atau SPE.

(5) AHP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar Menteri untuk menerbitkan SPI atau SPE.

(6) Kepala Badan mendelegasikan penerbitan AHP kepada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA.

Pasal 3

(6)

(2) Pemohon AHP untuk keperluan impor Psikotropika adalah:

a. IP Psikotropika;

b. IT Psikotropika; atau

c. Lembaga Ilmu Pengetahuan.

(3) Pemohon AHP untuk keperluan impor Prekursor Farmasi adalah:

a. IP Prekursor Farmasi;

b. IT Prekursor Farmasi; atau

c. Lembaga Ilmu Pengetahuan.

Pasal 4

(1) Pemohon AHP untuk keperluan ekspor Narkotika harus perusahaan PBF milik negara yang telah mendapatkan izin khusus sebagai eksportir Narkotika dari Menteri.

(2) Pemohon AHP untuk keperluan ekspor Psikotropika adalah:

a. EP Psikotropika; atau

b. ET Psikotropika.

(3) Pemohon AHP untuk keperluan ekspor Prekursor Farmasi adalah:

a. EP Prekursor Farmasi; atau

b. ET Prekursor Farmasi.

BAB III

TATA CARA PERMOHONAN

Bagian Kesatu

Pendaftaran Pemohon

Pasal 5

(1) Pemohon yang akan mengajukan permohonan AHP harus mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.

(7)

Pasal 6

(1) Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diajukan kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen pendukung.

(2) Permohonan dilakukan secara manual atau secara elektronik yang diajukan melalui website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id atau subsite http://e-napza.pom.go.id.

(3) Permohonan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan jika proses secara elektronik tidak berfungsi.

(4) Contoh format pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. izin khusus importir Narkotika bagi perusahaan PBF milik negara;

b. izin sebagai IP Psikotropika dan/atau izin sebagai IP Prekursor Farmasi;

c. izin sebagai IT Psikotropika dan/atau izin sebagai IT Prekursor Farmasi;

d. izin khusus ekspor Narkotika bagi perusahaan PBF milik negara;

e. izin sebagai EP Psikotropika dan/atau izin sebagai EP Prekursor Farmasi; dan/atau

f. izin sebagai ET Psikotropika dan/atau izin sebagai ET Prekursor Farmasi.

(6) Pendaftaran sebagai pemohon yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilengkapi dengan data pendukung akan mendapatkan User ID dan Password.

Pasal 7

(1) Pendaftaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 hanya dilakukan 1 (satu) kali, sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.

(8)

(3) Pemberitahuan perubahan data pemohon atau pendaftaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Bagian Kedua

Pengajuan Permohonan

Pasal 8

(1) Permohonan AHP yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat mengajukan permohonan AHP kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen pendukung.

(2) Pengajuan permohonan AHP dilakukan secara manual atau secara elektronik melalui website Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan alamat http://www.pom.go.id atau subsite http://e-napza.pom.go.id.

(3) Pengajuan permohonan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan jika proses secara elektronik tidak berfungsi.

(4) Contoh format permohonan AHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk keperluan impor atau ekspor sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk keperluan impor, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 9

(1) Terhadap permohonan dengan data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan verifikasi oleh Direktur.

(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 4 (empat) hari kerja.

(3) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlukan tambahan dan/atau klarifikasi data, Direktur menyampaikan permintaan tambahan dan/atau klarifikasi data kepada pemohon secara elektronik dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(9)

(5) Dalam hal diperlukan pemastian kesahihan informasi dalam data pendukung dapat dilakukan pemeriksaan setempat.

(6) Dalam hal diperlukan tambahan dan/atau klarifikasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan/atau pemastian kesahihan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), maka perhitungan waktu verifikasi dihentikan (clock off).

(7) Perhitungan waktu verifikasi akan dilanjutkan (clock on) setelah pemohon menyerahkan tambahan dan/atau klarifikasi data, dan/atau hasil pemeriksaan setempat.

(8) Jika pemohon tidak menyerahkan tambahan dan/atau klarifikasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ketidaksesuaian hasil pemeriksaan setempat, maka permohonan AHP dinyatakan ditolak.

Bagian Ketiga

Pemberian Keputusan

Pasal 10

(1) Keputusan Kepala Badan terhadap permohonan AHP, diberikan dengan mempertimbangkan:

a. hasil verifikasi permohonan dan data pendukung; dan/atau

b. hasil pemastian kesahihan informasi dalam data pendukung dapat dilakukan pemeriksaan setempat.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. penerbitan AHP; atau

b. penolakan permohonan.

(3) Keputusan penerbitan AHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah hasil verifikasi dan/atau hasil pemastian kesahihan informasi dalam data pendukung dapat dilakukan pemeriksaan setempat.

(4) Keputusan penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberikan paling lambat 4 (empat) hari kerja berdasarkan:

a. hasil verifikasi tidak memenuhi syarat;

b. tidak menyerahkan tambahan dan/atau klarifikasi data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8); dan/atau

(10)

(5) Contoh format penerbitan AHP tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(6) AHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 6 bulan sejak diterbitkan.

Bagian Keempat

Biaya Permohonan

Pasal 11

(1) Permohonan AHP dikenai biaya sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal permohonan AHP ditolak berdasarkan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) dan Pasal 10 ayat (4), biaya yang telah dibayar tidak dapat ditarik kembali.

BAB IV

PELAPORAN

Pasal 12

Terhadap AHP yang digunakan untuk mengajukan permohonan SPI dan SPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib dilaporkan kepada Kepala Badan.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

Pada saat Peraturan ini berlaku, permohonan AHP yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan ini, diproses sesuai dengan ketentuan sebelumnya.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

(11)

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2013

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

LUCKY S. SLAMET

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

(12)

LAMPIRAN I

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL

PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

CONTOH FORMAT

FORMULIR PENDAFTARAN SEBAGAI PEMOHON AHP

A.Nama Fasilitas : ……...

B.Jenis Fasilitas Pemohon: (pilih salah satu) ฀ Industri Farmasi

฀ Pedagang Besar Farmasi ฀ Lembaga Ilmu Pengetahuan

C.Isi bagian ini bila status Fasilitas Pemohon adalah Industri Farmasi

1. Kantor :

a.Alamat : ……...

b.Kota/Kabupaten : ……... c. Kode Pos : ……... d.Provinsi : ……...

e. Telepon : ……... f. Fax : ……... 2. Pabrik :

a.Alamat : ……... b. Kota/Kabupaten : ……... c. Kode Pos : ……... d.Provinsi : ……...

e. Telepon : ……... f. Fax : ……... 3. Gudang :

a.Alamat : ……... b. Telepon : ……... 4. No Izin Industri Farmasi : ……...

(13)

7. Jenis Komoditi yang diimpor : ฀ Psikotropika

฀ Prekursor Farmasi

8. No. izin sebagai IP Psikotropika : ……...

9. Masa Berlaku izin sebagai IP Psikotropika : ……...

10.No. izin sebagai IP Prekursor Farmasi : ……...

11.Masa izin sebagai IP Prekursor Farmasi : ……...

12.Jenis Komoditi yang diekspor : ฀ Psikotropika

฀ Prekursor Farmasi

13.No. izin sebagai EP Psikotropika : ……...

14.Masa Berlaku izin sebagai EP Psikotropika : ……...

15.No. izin sebagai EP Prekursor Farmasi : ……...

16.Masa izin sebagai EP Prekursor Farmasi : ……...

D.Isi bagian ini bila status Fasilitas Pemohon adalah Pedagang Besar

Farmasi 1. Kantor :

a.Alamat : ……...

b.Kota/Kabupaten : ……... c. Kode Pos : ……... d.Provinsi : ……...

e. Telepon : ……...

f. Fax : ……... 2. Gudang :

a.Alamat : ……...

b.Telepon : ……... 3. No Izin PBF : ……... 4. NPWP : ……...

5. Alamat NPWP : ……... 6. Jenis Komoditi yang diimpor :

฀ Narkotika ฀ Psikotropika

(14)

7. No. Izin Khusus sebagai Importir Narkotika: ………...

8. No. izin sebagai IT Psikotropika : ……...

9. Masa Berlaku izin sebagai IT Psikotropika : ……...

10.No. izin sebagai IT Prekursor Farmasi : ……...

11.Masa izin sebagai IT Prekursor Farmasi : ……...

12.Jenis Komoditi yang diekspor : ฀ Narkotika

฀ Psikotropika

฀ Prekursor Farmasi

13.No. Izin Khusus sebagai eksportir Narkotika : ……...

14.No. izin sebagai ET Psikotropika : ……...

15.Masa Berlaku izin sebagai ET Psikotropika : ……...

16.No. izin sebagai ET Prekursor Farmasi : ……...

17.Masa izin sebagai ET Prekursor Farmasi : ……...

E.Isi bagian ini bila status Fasilitas Pemohon adalah Lembaga Ilmu

Pengetahuan 1. Kantor :

a.Alamat : ……...

b.Kota/Kabupaten : ……... c. Kode Pos : ……... d.Provinsi : ……...

e. Telepon : ……...

f. Fax : ……... 2. Lokasi Penerimaan Produk Impor:

a.Alamat : ……...

b.Telepon : ……... 3. NPWP : ……... 4. Alamat NPWP : ……...

5. Jenis Komoditi yang diimpor : ฀ Psikotropika

(15)

Yang bertandatangan dibawah ini

1. Nama : ……...

2. Jabatan : ……...

3. Alamat : ……...

4. Kota/Kabupaten : ……...

5. Kode Pos : ……...

6. Provinsi : ……...

7. Telepon : ……...

8. E-mail : ……...

bertindak sebagai penanggung jawab pada intansi tersebut diatas dan

menyatakan data pemohon AHP adalah benar.

(nama kota/kabupaten), (tangal, bulan dan tahun penandatanganan) (tanda tangan penanggung jawab dengan dibubuhi stempel instansi) (nama jelas penanggung jawab)

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(16)

LAMPIRAN II

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL

PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

KETENTUAN PERUBAHAN DATA PEMOHON AHP

Jenis Perubahan Tindakan Data Pendukung

Nama

No. Telp /Fax Mengajukan

perubahan data

pemohon

Surat pemberitahuan

perubahan No. Telp / Fax

E-mail Mengajukan

perubahan data

pemohon

Surat pemberitahuan

perubahan e-mail

(17)

Jenis Perubahan Tindakan Data Pendukung

Izin sebagai IP/EP/ IT/ET

terbaru

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(18)

LAMPIRAN III

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL

PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

CONTOH FORMAT PERMOHONAN AHP

Diisi Badan POM

No. Pengajuan Permohonan : Tanggal Pengajuan Permohonan :

A. DATA PEMOHON

Nama Fasilitas :

Alamat Fasilitas :

Telepon / Fax : /

No Pengenal Pemohon AHP : B. DATA PENANGGUNG JAWAB :

Nama Penanggung

Peruntukan : Impor/Ekspor

Golongan Obat : Narkotika/Psikotropika/Prekursor Farmasi

Nama Produk :

Nama produsen :

Jumlah : Satuan :

Tujuan penggunaan :

(19)

E. DATA EKSPORTIR (DIISI BILA PERUNTUKAN AHP UNTUK IMPOR)

Nama Eksportir :

Alamat Eksportir :

Negara Eksportir :

E. DATA IMPORTIR (DIISI BILA PERUNTUKAN AHP UNTUK ESKPOR)

Nama Importir :

Alamat Importir :

No SPI dari Negara Importir :

Tgl SPI dari Negara Importir :

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(20)

LAMPIRAN IV

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

IV.1 DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN AHP

UNTUK KEPERLUAN IMPOR DENGAN TUJUAN KEPENTINGAN PELAYANAN KESEHATAN

No DOKUMEN PENDUKUNG Pemohon AHP

A* B* C*

1 Surat pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi

atau SPI terakhir V V V

2 Laporan realisasi impor terakhir **) V V V

3 Laporan realisasi penggunaan periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan **) V

4 Laporan realisasi penggunaan dari pengguna akhir untuk periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada

tahun berjalan **) V V

5 Rencana kebutuhan tahunan periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun ke depan yang

ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi V

**) : Bila belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan.

A* : PBF milik negara berizin khusus sebagai importir Narkotika B* : IP Psikotropika dan atau IP Prekursor Farmasi

(21)

No DOKUMEN PENDUKUNG Pemohon AHP A* B* C*

6 Rencana kebutuhan tahunan dari pengguna akhir untuk periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun

ke depan yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi V V

7 Rencana kebutuhan untuk pengembangan produk yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi di Industri Farmasi atau pengguna akhir, bila impor dalam rangka pengembangan obat

V V V

8 Rencana kebutuhan baku pembanding yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab

Produksi, bila yang impor berupa baku pembanding V V V

9 Surat pesanan (purchasing order) dari Industri Farmasi sebagai pengguna akhir V V

10 Surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor V V V

11 Persetujuan Izin Edar, jika bahan baku, produk antara atau produk ruahan, yang akan diimpor akan

diolah oleh Industri Farmasi menjadi obat yang akan diedarkan di Indonesia V V V

12 Persetujuan Impor dalam Bentuk Ruahan, jika produk ruahan yang akan diimpor akan diolah oleh

Industri Farmasi menjadi obat yang akan diedarkan di Indonesia V V V

13 Surat Persetujuan Impor Khusus Ekspor, jika produk yang diimpor tidak akan diedarkan di Indonesia V V V

14 Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik yang dimiliki oleh Industri Farmasi atau penguna akhir V V V

15 Surat keterangan dari Badan POM tentang Persetujuan Penggunaan Bahan Baku dan atau Baku

Pembanding untuk keperluan pengembangan Produk V V V

A* : PBF milik negara berizin khusus sebagai importir Narkotika B* : IP Psikotropika dan atau IP Prekursor Farmasi

(22)

IV.2 DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN AHP

UNTUK KEPERLUAN EKSPOR

No DOKUMEN PENDUKUNG Pemohon AHP

A* B* C*

1 Surat pernyataan belum pernah melakukan Ekspor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi

atau SPE terakhir V V V

2 Laporan realisasi ekspor periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan ***) V V V

3 Rencana Ekspor selama 1 (satu) tahun yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi

dari Industri Farmasi V V V

4 SPI dari negara pengimpor **) V V V

5 Surat pesanan (purchasing order) dari importir V V V

6 Persetujuan Khusus Ekspor V V V

7 Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik yang dimiliki oleh Industri Farmasi V V V

**) : negara pengimpor yang tidak mempersyaratkan SPI, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan. ***) : Bila belum pernah melakukan Ekspor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan.

A* : PBF milik negara berizin khusus sebagai eksportir Narkotika B* : EP Psikotropika dan atau EP Prekursor Farmasi

(23)

IV.3 DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN AHP

UNTUK KEPERLUAN IMPOR DENGAN TUJUAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI, REAGENSIA DIAGNOSTIK, DAN REAGENSIA LABORATORIUM

No DOKUMEN PENDUKUNG Pemohon AHP

A* C* D*

1 Surat pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi

atau SPI terakhir V V V

2 Laporan realisasi impor terakhir **) V V V

3 Laporan realisasi penggunaan periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan **) V

4 Laporan realisasi penggunaan dari pengguna akhir untuk periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan

pada tahun berjalan **) V V

5 Rencana kebutuhan tahunan periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun ke depan yang

ditandatangani oleh Penanggung Jawab Lembaga Ilmu Pengetahuan V

6 Rencana kebutuhan tahunan dari pengguna akhir untuk periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun

ke depan yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab Lembaga Ilmu Pengetahuan V V

7 Surat pesanan (purchasing order) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan sebagai pengguna akhir V V

(24)

9 Protokol penelitian untuk keperluan penelitian, jika untuk keperluan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi V V V

**) : Bila belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan.

A* : PBF milik negara berizin khusus sebagai importir Narkotika C* : IT Psikotropika dan atau IT Prekursor Farmasi

D* : Lembaga ilmu Pengetahuan

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(25)

LAMPIRAN V

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL

PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

CONTOH FORMAT

SURAT PERMINTAAN TAMBAHAN / KLARIFIKASI DATA PERMOHONAN AHP

Kepada Yth Jakarta, ... 20.. Penanggung Jawab

(Nama Fasilitas) (Alamat Fasilitas)

Berdasarkan hasil verifikasi terhadap permohonan Analisa Hasil Pengawasan yang Saudara sampaikan dengan No. Pengajuan Permohonan (No. Pengajuan Permohonan) tertanggal (Tanggal Pengajuan Permohonan), kami masih memerlukan tambahan dan/atau klarifikasi data sebagai berikut :

1. ...

2. ...

3. ...

4. Dst.

Diharapkan tambahan dan/atau klarifikasi data tersebut diatas harus diserahkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat ini.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamannya kami mengucapkan terima kasih.

An. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA

Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

……….. NIP. ...

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

(26)

LAMPIRAN VI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL

PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR DAN EKSPOR

NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

FORMAT ANALISA HASIL PENGAWASAN

Analisa Hasil Pengawasan (Narkotika / Psikotropika / Prekursor Farmasi) ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Persetujuan (Impor / Ekspor) yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan RI

The (Narcotic/Psychotropic/ Pharmaceutical Precursor) Control Analysis is part of the (Import/Export) Authorization issued by Minister of Health of the Republic of Indonesia

No : Permit No.

Berlaku sampai dengan tanggal ... dan hanya

Yang bertandatangan di bawah ini Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, dengan ini menerangkan bahwa permohonan AHP (Narkotika / Psikotropika / Prekursor Farmasi) dari perusahaan …… telah memenuhi syarat dengan data-data sebagai berikut :

The undersigned, Head of the National Agency of Drug and Food Control of the Republic of Indonesia hereby confirm that the request for (Narcotic/Psychotropic/Pharmaceutical Precursor) (Import/Export) Control Analysis from …… meets requirements, with the following data:

Importir / Importer ...

Eksportir / Exporter ………

(27)

Zat khasiat (narkotika/psikotropika/Prekursor Farmasi)

Controlled drug content

: :

………. ……….

Tanggal/Dated :

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI

Head of The National Agency of Drug and Food Control of the Republic of Indonesia

………..

NIP. ...

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Referensi

Dokumen terkait

Di amerika Serikat, BMC yang sudah dikembangkan adalah CSM (Corn-Soy-Milk) atau tepung jagung- kedelai-susu. Bahan baku BMC instant adalah kacang-kacangan yaitu kacang hijau,

Alasan utama mengapa Price earning ratio digunakan dalam rasio keuangan yaitu karena PER akan memudahkan dan membantu para analisis dan investor dalam rasio keuangan,

Nilai ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPA adalah 75. Berdasarkan nilai rata- rata tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai ketuntasan minimal

Keinginan untuk menambah uang jajan atau bahkan untuk keperluan yang lebih mahal seperti alat elektronik dan aksesoris lain nya seperti yang dikatakan ketiga informan yang

1.Lomba panjat pinang adalah permainan sekaligus olahraga tradisional yang dilakukan secara ..... a.perorangan

Hasil kategorisasi dalam perusahaan yang menunjukkan job insecurity berada pada kategori insecure dan intensi turnover berada pada kategori rendah menunjukkan bahwa

Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, Perdagangan, dan Energi Sumber Daya Mineral adalah Instansi pemerintah yang menangani seluruh aspek terkait perkembangan industri