• Tidak ada hasil yang ditemukan

proposal 1,2,3 dan daftar pustaka 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "proposal 1,2,3 dan daftar pustaka 1"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering. Pada perkembangannya pengelolahan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang terjadi di rumah sakit. Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator(ventilator associated pneumonia-VAP) dan yang didapat di pusat perawatan kesehatan. Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal dengan 2 kelompok utama yaitu pneumonia dirumah perawatan (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat dimasyarakat. Penyakit saluran napas menjadi angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (Pneumonia Komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/PN) atau pneumonia di pusat perawatan/PPP). (Sudoyo,2009).

Secara epidemiologik, pneumonia pada usia lanjut dibedakan menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Insiden pneumonia komunitas pada usia lanjut 6,8-11,4%. Dirumah sakit insiden pneumonia pada usia lanjut tiga kali lebih besar dibandingkan pneumonia pada usia muda. Pneumonia pada usia lanjut mempunyai angka kematian yang tinggi, kira-kira 40%. Penyebab adalah; karena pneumonianya sendiri, pada penderita sering disertai berbagai kondisi atau penyakit penyerta dan pada kenyataannya pneumonia pada usia lanjut lebih sulit diobati (Aspiani, 2014).

(2)

Pneumonia dengan influenza di Amerika serikat merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%(Setiati, 2015).

Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung association menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Di Amerika Serikat, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC (South East Asia Medical Information Center) Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 6 di Thailand, nomor 3 di Singapura dan di Vietnam (Misnardialy, 2008).

Di Sumatera Utara Penumonia merupakan penyakit ketujuh dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas. Jumlah perkiraan kasus di Sumatera Utara pada tahun 2013 sebesar 153,912 kasus yang di temukan dan di tangani sebesar 23,643 kasus sedangkan tahun 2012 sebesar 148,431 yang di temukan dan ditangani hanya 17,443 (Profil Sumatera Utara, 2013)

Berdasarkan data riset kesehatan Dasar (Riskesdes 2013). Period prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8% dan 4,5%. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (RISKESDAS, 2013).

(3)

tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi) (RISKASDES, 2014).

Penyakit pada usia lanjut sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada usia lanjut merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses degeneratif. Proses degeneratif merupakan proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pasien penderita pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran penderita pneumonia pada pasien usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan Tahun 2015-2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penderita pneumonia pada pasien usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan Tahun 2015-2016?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui penderita pneumonia yang di rawat inap berdasarkan usia

2. Mengetahui penderita pneumonia yang di rawat inap berdasarkan jenis kelamin

3. Mengetahui penderita pneumonia yang di rawat inap berdasarkan tempat tinggal

4. Mengetahui penderita pneumonia yang di rawat inap berdasarkan riwayat pekerjaan

(4)

Peneliti dapat menerapkan pengetahuannya mengenai pneumonia pada usia lanjut secara lebih mendalam.

1.4.2 Institusi (Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia) Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

1.4.3 Instansi Terkait (RSU.PUTRI HIJAU MEDAN)

Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan populasi yang paling berisiko menderita pneumonia sehingga dapat melakukan pencegahan, diagnosis dini, dan penanganan yang tepat dan sebagai data untuk RS.Putri Hijau Medan.

1.4.4 Bagi Masyarakat

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan Usia Kategori Umur :

- Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun - Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

- Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2013)

2.2 Definisi

Penumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, parasit namun pneumonia juga dapat di sebabkan oleh penyebab lain mikroorganisme(fisik,kimiawi,alergi) sering disebut sebagai pneumonitis (Djojodibroto, 2016).

Pneumonia merupakan suatu reaksi inflamasi paru, dapat terjadi baik sebagai infeksi primer pada paru, atau infeksi sekunder akibat obstruksi bronkus.

- Pneumonia primer: inflamasi yang terjadi pada paru yang normal - Pneumonia sekunder: disebabkan oleh; a)bronkus yang tertutup

akibat adanya karsinoma bronkus atau benda asing, b)aspirasi dari kantung faring dan obstruksi esofagus, c)kelainan paru yang mendasari; bronkiektasis, fibrosis kistik

- Pneumonia lobaris: perubahan inflamasi yang terbatas pada suatu lobus, secara klasik disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae - Bronkopneumonia: menyebabkan daerah konsolidasi multifokal

bilateral (Patel, 2007).

(6)

pneumoia, Haemophilius influenza, Staphylococcus auereus, dan Psudomonas auruginosa sering dihubungkan dengan gagal nafas akut. Gagal nafas yang terjadi pada pneumonia biasanya murni gagal nafas tipe 1 atau kombinasi gagal napas tipe 1 dan tipe 2 (Kosasih, 2008).

2.3 Epidemiologi

Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Kejadian PN di ICU lebih sering dari pada PN di ruangan umum, yaitu dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik. PBV didapat pada 9-27% dari pasien yang diintubasi. Resiko PBV tertinggi pada saat awal masuk ke ICU. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes melitus (DM), penyakit arteri koroner, keganasan insufiensi renal, penyakit saraf kronik, dan penyakit hati kronis. Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes melitus,kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan khususnya tempat kediaman misalnya di rumah jompo, penggunaan antibiotik(AB) dan obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkat kemungkinan terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru. Pneumonia di harapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu. Bila lebih lama dapat dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur, mikrobakterium atau parasit. (Sudoyo, 2009).

(7)

2.4 Etiologi

Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptoccocus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab INSBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah peningkatan patogenesis/ jenis kuman. Terutama Staphylococcus aureus, Branhamella catarrhalis, Haemophilus influenzae dan Enterobacteriacae oleh adanya berbagai mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakteri enterik gram negatif. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Mikroorgsnisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar negara, antar satu daerah dengan daerah lain pada satu negara, diluar RS dan didalam RS, antara RS besar/ tersier dengan RS yang lebih kecil. Karena itu lebih diketahui dengan baik pola kuman disuatu tempat. Indonesia belum mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya cocok dengan pola kuman di Indonesia, maka pedoman pola kuman yang berdasarkan diluar negeri dapat dipakai sebagai acuan secara umum (Setiati, 2015).

(8)

Penyebab pneumonia adalah kuman Pneumococcus, Stafilococcus, Streptococcus, atau virus, selain itu minyak tanah atau bensin yang tertelan dapat pula menyebabkan terjadi pneumonia (Oswari, 2009).

Perjalanan mikroorganisme ke paru-paru, melalui:

1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar 2. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain

3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru (Misnadiarly, 2008).

Pneumonia dikalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus).

1. Pneumonia yang disebabkan oleh Bakteri  Streptococus pneumoniae

Staphylococus aureus

Pneumonia yang dipacu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapsan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling beresiko. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrim pasien akan menggigil, gigi bermelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau (Misnadiarly, 2008).

2. Pneumonia disebabkan oleh Virus  Influenza

ParainfluenzaAdenovirus

(9)

kepala, ngilu diseluruh tubuh, letih dan lesu selama 12 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir, demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru (Misnadiarly, 2008).

3. Pneumonia disebabkan oleh Mikoplasma  Candidiasis

Histoplasmosis Aspergillosis

Pneumocytis carinii

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering juga disebut pneumonia yang tidak atipikal (Atypical Pneumonia). Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak laki-laki remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati. Gejala yang paling sering; batuk berat namun dengan sedikit lendir, demam dan menggigil hanya muncul diawal dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah, rasa lemas baru hilang dalam waktu lama (Misnadiarly, 2008).

4. Pneumonia jenis lain

Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Penyakit ini bisa saja muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah dan menunda kekambuhan (Misnadiarly, 2008).

Tipe pneumonia

1. Pneumonia Streptococcal: penyebab tersering pada pneumonia bakterial

2. Pneumonia Mycoplasma: pneumonia atipikal primer: penyebab tersering pneumonia bakterial, seringkali menyebabkan penyembuhan yang lambat

(10)

4. Pneumonia Klebsiella: paling banyak terdapat pada lansia dan pasien yang memiliki kondisi lemah

5. Pneumonia Legionella: pneumonia dengan progresifitas cepat, sering terjadi pada lobus bagian bawah dan menyebabkan keterlibatan sistemik yang mengenai organ-organ lain, terutama hati dan ginjal 6. Pneumonia Pneumocystis carinii: biasanya mengenai pasien dengan

acquired immune deficiency syndrome (AIDS) atau meraka yang dalam keadaan imunosupresi; perubahan perihal difus akan menjadi konsolidasi alveolus

7. Pneumonia radiasi: konsolidasi pneumonia yang timbul akibat kemoterapi (Petel, 2007).

Streptococcus pneumoniae

Streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus kausa tersering pneumonia akut didapat dimasyarakat. Pemeriksaan sputum organ pewarnaan Gram adalah langkah penting dalam mendiagnosis pneumonia akut. Banyaknya neutrofil yang mengandung diplokokus Gram-positif berbentuk lanset menunjang diagnosis pneumonia, pneumokokus, tetapi perlu diingat bahwa Steptococcus pneumoniae adalah bagian dari flora endogen 20% orang dewasa sehingga dapat di peroleh hasil positif-palsu. Isolasi pneumokokus dari biakan darah bersifat spesifik, tetapi kurang sensitif (pada fase awal penyakit hanya 20% sampai 30% pasien memperlihatkan bahkan darah yang positif) pneumonia pneumokokus cepat berespons terhadap terapi penisilin, tetapi jumlah galur streptokokus resisten penisilin terus meningkat sehingga apabila memungkinkan, uji sensivitas antibiotik sebaiknya dilakukan. Tersedia vaksin pneumokokus yang mengandung polisakarida kapsul dari serotipe-serotipe umum yang dapat digunakan untuk pasien beresiko tinggi.

Haemopilius influenzae

(11)

adalah suatu kedaruratan pediatrik dan memiliki angka kematian yang tinggi. Laringotrakeobronkitis desendens menyebabkan obstruksi saluran napas karena bronkus-bronkus kecil tersumbat oleh eksudat sel polimorfonukleus kental kaya-fibrin., serupa dengan yang dijumpai pada pneumonia pneumokokus. Konsolidari paru biasanya lobular dan bercak meskipun dapat juga konfulen dan mengenai keseluruhan lobus paru. Sebelum vaksin tersedia luas, Haemopilius influenzae merupakan kausa umum meningitis supuratif pada anak hingga usia 5 tahun.

Moraxella Catarrhalis

Moraxella Catarrhalis semakin sering diakui sebagai penyebab pneumonia bakteri, terutama pada usia lanjut. Mikroba jenis ini adalah penyebab bakterial tersering eksarserbasi akut PPOK. Bersama Steptococcus pneumoniae dan Haemopilius influenzae , Moraxella catarrhalis merupakan salah satu dari 3 kausa tersering otitis media pada anak.

Staphylococcus Aureus

Staphylococcus Aureus adalah kausa penting pneumonia. Bakteri sekunder pada anak dan orang dewasa sehat setelah infeksi saluran napas dan virus. (misal : campak pada anak dan influenza pada anak dan dewasa). Pneumonia stafilokous memiliki angka komplikasi yang tinggi, misalnya abses paru dan empisema.

Klebsiella Pneumoniae

Klebsiella Pneumoniae adalah penyebab tersering pneumonia Gram-negatif. Kuman ini sering menyerang orang dengan keadaan umum yang lemah dan malnutrisi, terutama pecandu alkohol kronik. Gejala yang khas adalah dahak kental gelatinosa karena organisme banyak menghasilkan polisakarida kapsular lengkap yang mungkin sulit dikeluarkan oleh pasein.  Pseudomonas Aeruginosa

Pseudomonas Aeruginosa paling sering menyebabkan infeksi nosokomial. Kuman ini sering dijumpai pada mereka yang mengalami neutropenia dan memiliki kecenderungan menginvasi pembuluh darah yang dapat menyebar keluar paru (Kumar, 2010).

(12)

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara lain

1. Usia >65 tahun dan usia <5tahun

2. Penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru) 3. Diabetes melitus

4. Imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV) 5. Ketergantungan alkohol

6. Aspirasi (misalnya epilepsi)

7. Penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza) 8. Malnutrisi

9. Ventilasi mekanik 10. Pasca operasi 11. Lingkungan 12. Pekerjaan

13. Pendingin ruangan (Misnardirly, 2008).

2.6 Klasifikasi

2.6.1 Pneumonia Komunitas A. Definisi

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat (Misnadiarly,2008).

B. Epidemiologi

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu dirawat dirumah sakit (1-4 kasus per 1.000), 5-10% di obati di ICU. Insidensi pada pasien yang paling sangat muda dan pasien yang usia lanjut. Mortalitas; 5-12% pada pasien yang di rawat di rumah sakit: 25-50% pada paisen ICU. Variasi musiman: terjadi pada puncak musim (misalnya Mycoplasma di musim gugur, Staphylococcus pada musim semi) dan siklus tahunan (misalnya epidemiologi Mycoplasma 4 tahunan). Infeksi virus yang sering terjadi meningkatkan CAP di musim dingin (Ward, 2008).

(13)

Pada situasi klinis, klasifikasi mikrobiologis pneumonia tidak mudah dilakukan karena mikroorganisme mungkin tidak teridentifikasi atau penegakan diagnosis memerlukan waktu beberapa hari. Demikian juga, gambaran anatomis (radiografis) (misalnya pneumonia lobaris yang mengenai satu lobus) atau bronkopneumonia (menyebar, berbercak-bercak) memberikan sedikit informasi praktis mengenai penyebab. Klasifikasi berikut secara luas diterima. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP); meliputi infeksi LRT(Lower Respiratory Tract) yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama >14 hari. Organisme yang paling sering diidentifikasi adalah Streptococcus pneumoniae (20-75%), Mycoplasma pneumoniae, dan Legionella spp, patogen bakteri “atipikal” (2-25%) dan infeksi virus (8-12%) adalah penyebab yang paling sering. Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis menyebabkan eksarsebasi PPOK dan infeksi Stafilokokus dapat terjadi setelah infuenza. Pasien alkoholik, diabetik, dan yang dirawat di rumah mudah terkena infeksi oleh organisme Stafilokokus, anaerob, dan gram-negatif yang didapat dari rumah sakit (nosokomial) . Setiap infeksi LRT yang berkembang >2 hari setelah dirawat dirumah sakit. Organisme yang mungkin menjadi penyebab adalah basil Gram-negatif (~70%) atau Stafilokokus (~15%). Pneumonia aspirasi anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi isi orofaringeal (misalnya CVA). Pneumonia oportunistik pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterpi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur,dan mikrobakteri selain organisme bakterial lain. Pneumonia rekuren: disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkiektasis (Ward, 2008).

D. Etiologi

(14)

Staphylococcus aureus dan influenza dan pneumonia atipikal dimana keluhannya seperti influenza (Rab, 2013).

Diketahui beberapa patogen yang cenderung dijumpai pada faktor tertentu misalnya Haemophilus influenzae pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau pasca terapi antibiotika spektrum luas. Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid (>10mg/hari), malnutrisi dan imunosupresi dengan disertai lekopeni. Pada pneumonia komunitas rawat inap diluar ICU. Pada 20-70%tidak diketahui penyebabnya, Streptococcus Pneumoniae pada 9-20%, Mycoplasma Pneumoniae (13-37%) Chlamydia Pneumoniae (sp 17%). Pada rumah jompo lebih sering dijumpai Streptococcus Pneumoniae yang resisten methisillin (methycilline resistant Streptococcus aureus MRSA), bakteri Gram negatif, Mycobacterium Tuberculosis dan virus tertentu,(adenovirus, cyncytial virus (RSV) dan influenza (Setiati, 2015).

E. Prognosis

Kejadian pneumonia komunitas di Amerika serikat adalah 3.4-4 juta kasus pertahun dan 20% diantaranya perlu dirawat di RS, secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5% namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika serikat merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien (Setiati, 2015)

(15)

Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang didapat selama perawatan dirumah sakit, terutama pada usia lanjut, setelah operasi, dan pada penggunaan ventilator (Rab, 2013).

B. Epidemiologi

Bakteri penyebab pneumonia nosokomial yang terbesar adalah bakteri anaerob (35% dari penyebab infeksi nosokomial), sisanya adalah Pseudomonas aeroginosa (17%), Stapylococcus (16%), dan Enterobacter (11%), sedangkan yang lainnya adalah virus influenza (5%), dan spesies kandida (5%) (Rab, 2013).

C. Etiologi

Beberapa penyebab dari nosokomial antara lain adalah aspirasi lambung, aspirasi toraks, penggunaan penghambat histamin tipe II, penggunaan alat-alat nebulizer, alat pelembab (humidifier), pipa nasogastrik, pipa endotrakeal, dan pemberian makanan melalui enteral (enteral feeding) yang kesemuanya merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial pada paru-paru. Istilah nosokomial digunakan untuk membedakannya dengan pneumonia biasa yang didapat diluar rumah sakit ( Rab, 2013).

Etiologi tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya risiko untuk jenis patogen tertentu , dan masa menjelang timbul onset pneumonia (Sudoyo, 2009).

D. Prognosis

Angka mortalitas pneumonia nosokomial dapat mencapai 33-50%, yang biasa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat dari bakteriemi terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa atau Acinobacter. (Sudoyo, 2009)

2.7 Gejala klinis

(16)

meningkat dapat mencapi 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

1. Kesulitaan dan sakit pada saat pernafasan - Nyeri pleuritik

- Nafas dangkal dan mendengkur - Takipnea

2. Bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi - Mengecil, kemudian menjadi hilang

- Sputum kuning kehijauan kemudian berubah kemerahan atau berkarat 9. Gelisah

10. Sianosis

- Area sirkumoral - Dasar kuku kebiruan

11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati (Padila, 2013).

Sebagaimana pneumonia pada umumnya, pneumonia nosokomial juga ditandai dengan sesak napas yang progresif, batuk, dan sputum yang purulen. Gejala dari penyakit ini sering terselubung dengan emboli paru, intoksikasi dan alergi, ARDS, dan dekompensasi jantung ( Rab, 2013)

2.8 Patogenesis

(17)

gangguan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman (Setiati, 2015).

Mikroorganisme masuk kedalam paru melalui inhalasi udara dari atmosfer, juga dapat melalui aspirasi dari nasofaring atau orofaring, tidak jarang secara perkontinuitatum dari daerah disekitar paru, ataupun melalui penyebaran secara hematogen. Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah: usia lanjut,penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus, penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune dafect, serta terapi khusus. (Djojodibroto, 2016).

2.9 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan infiltrat baru atau infiltrat yang progresif pada foto thorax , leukosis, demam, pruduksi sputum yang purulen dan kultur kuman yang sesuai (Kosasih, 2008).

2.9.1 Anamnesis

Ditunjukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi:

A. Efaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (Haemophilus influenza), penyakit kronik (kuman jamak), kejang atau tidak sadar (aspirasi gram negatif,anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif), Pneumocystic cranii, CMV, Legionella, jamur, Mycobacterium, kecanduan obat bius, (Staphylococcus).

B. Bedakan lokasi infeksi: PK (Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Mycoplasma pneumoniae), rumah jompo, PN (Staphylococcus aereus), gram negatif.

(18)

D. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (Streptococcus pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (Mycoplasma pneumoniae)

E. Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan

dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada (Sudoyo, 2009).

2.9.2 Pemeriksaan Fisis

Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit:

A. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti Staphylococcus pneumoniae, Streptococcus spp. Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif. B. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas

menurun akibat kuman yang kurang patogen/ oportunistik, misalnya; Klebsiella, Pseudomonas,Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.

C. Tanda-tanda fisis pada tipe Pneumonia Komunitas primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas di jumpai pada Pneumonia Komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun Pneumonia Nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru atau efusi pleura, pneumotoraks/ hidropneumo toraks. Pada pasien Pneumonia Nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia.

D. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan E. Temuan dari pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di

(19)

bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi (Setiati, 2015).

2.9.3 Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah putih. Biasanya didapatkan jumlah sel darah putih 15.000-40.000/mm3, jika

disebkan oleh virus atau mikoplasma jumlah sel darah putih dapat normal atau menurun. Dalam keadaan leukopenia laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3, dan protein reaktif C mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah

mengidentifikasi gagal napas (Ward, 2007).

Menurut ahli paru, perlu dilakukan pengambilan sputum/ dahak untuk dikultur dan di test resistensi kuman untuk dapat mengetahui mikroorganisme penyebab pneumonia tersebut. Pengambilan sputum dapat dilakukan dengan cara ; dibatukkan atau didahului dengan proses perangsangan (induksi) untuk mengeluarkan dahak untuk menghirup NaCl 3%, dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti protective brush (semacam sikat untuk mengambil sputum pada saluran napas bawah) (Misnadiarly, 2008).

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi renspons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau Staphylococcus aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu (Sudoyo, 2009).

B. Pemeriksaan Radiologi

(20)

alveolus. Udara yang tetap mengisi lobus yang terlihat tampak sebagai lusensi berbentuk garis (konsolidasi dengan bronkogram udara). Konsolidasi dapat menetap, seringkali setelah gejala-gejala pasien membaik. CT scan tidak diperlukan pada pneumonia primer, namun dapat memungkinkan penilaian adanya komplikasi (Patel, 2007).

Seperti pada semua pasien sakit lainnya, penting untuk mempertahankan jalan napas, memastikan pernapasan adekuat, memberikan oksigen tambahan, dan memastikan sirkulasi adekuat. Adakah distres (pernapasan cepat dan pendek,retraksi interkostal, kelelahan)? Tanda-tanda sianosis, distres pernapasan, bingung, koma, atau syok menunjukan pneumonia berat yang memerlukan pengobatandan resusitasi segera. Kecepatan pernapasan di atas 30 kali/menit, takikardia>100 kali/menit, dan suhu >37,8oC meningkatkan kemungkinan

pneumonia. Pada konsolidasi fokal didaerah dada, dapat menghasilkan bunyi pekak pada perkusi, bunyi napas menurun, pernapasan bronkial, dan ronki kasar. Penting untuk mengetahui bahwa pneumonia berat bisa timbul dan tampak pada rontgen toraks tanpa hasil temuan klinis. Harus dilakukan pemeriksaan sputum (Gleade, 2007).

(21)

pyogenes, Escherichia coli, dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas pseudomallei (Sudoyo, 2009).

(22)

Gambar 2.2 Toraks normal (Rasad,2008)

C. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin dan Quelung test. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya (Sudoyo, 2009).

2.9.4 Pemeriksaan Khusus

Titer antibodi terhadap virus, logionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen. Pada pasien Pneumonia Nosokomial/ Pneumonia Komunitas yang dirawat inap perlu diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah (Sudoyo, 2009).

2.10 Penatalaksanaan

(23)

ampisilin dan makrolida (oral atau i.v). Infeksi dengan Stafilokokus setelah influenza dan Haemophilus influenza pada PPOK harus ditangani (Ward,2007).

A. Terapi suportif :

a) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi

95%-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

b) Humidifikasi dengan nebulizer umtuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

c) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya untuk anjuran batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluran CO2. Posisi

tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.

d) Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitf terhadap pembedaan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenakan.

e) Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

f) Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin kadang-kadang diperlakukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

g) Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah; hipoksemia persisten meskipun sudah diberikan O2 100% dengan menggunakan masker. Konsentrasi O2

yang tinggi menyebabkan penurunan kompliens paru hingga tekanan inflasi meninggi (Sudoyo, 2009).

(24)

makanan yang bergizi, serta banyak mengandung zat putih telur dan vitamin (Oswari, 2009).

Indikasi perawatan

Antibiotik emperik. Pasien pada awalnya diberikan terapi emperik yang ditunjukan pada patogen yang paling mungkin menjadi penyebab seperti berikut;

1. Ronki atau dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu: onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya. Isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi transtrakeal, biopsi atau satuan bronkus.

2. Gambaran radiologis berupa infiltrat baru yang progresif, konsolidasi, atau efusi pleura; a)isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi, b) Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM), atau peningkatan 4x titer IgG dari kuman, c) Bukti histopatologis pneumonia.

3. Pasien sama atau <12 tahun dengan 2 dari gejala-gejala berikut: apnea, takipnea, bradikardia, wheezing, ronki, atau batuk, disertai salah satu dari: peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no.2 diatas.

4. Pasien sama atau<12 tahun yang menganjurkan infiltrat baru atau ogresif, kavitasi, konsolidasi atau efusi pleura pada foto torak. Ditambah salah satu dari kriteria no.3 diatas.

(25)

menyebabkan adalah semua onset dini yang menyebabkan patogen HAP dan patogen MDR misalnya Pseudomonas aeuruginosa, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp, MRSA (Methicillin Resistance Staphylococcus Aureus), Legionella pneumophilia diberikan terapi antibiotik spektrum luas seperti Sefalosporin antipsudomonas (misalnya seftazidin) atau Karbapenem antipseudomonas (misalnya imipenem) atau inhil-bitor ß-laktam / ß laktamase (Piperasilin – tazobaktam dan Fluorokuinolon antipseudomonas (Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin atau tobramisin) dan Linesolid atau vankomisin (jika faktor risiko untuk MRSA) (Ward,2008).

Pada prinsipnya terapi utama pneumonia adalah pemberian antibiotik (AB) tertentu terhadap kuman tertentu pada suatu tipe dari INSBA baik pneumonia ataupun bentuk lain, dan AB ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebab. Berdasarkan perbedaan tempat perawatan (rawat jalan, rawat ruang umum dan diruang intensif), adanya penyakit kardipulmoner dan “faktor perubah” (modifying factor) maka pneumonia komunitas terbagi atas 4 group dengan kuman penyebab yang berbeda (Setiati, 2015).

2.11 Pencegahan

Pneumonia pada usia lanjut biasa di cegah dengan pemberian vaksin pneumonia yaitu Pneumovax. Daya lindung vaksin ini 6 tahun (Misnadiarly, 2008).

Diluar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus pada orang dengan risiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati ginjal dan jantung. Disamping itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia diatas 65 tahun (Setiati, 2015).

(26)

tahun. Suatu vaksin konjugat telah diperkenalkan dan bersifat imunogenik pada anak-anak (Gillespie, 2008).

Pencegahan pneumonia nosokomial ditunjukan kepada upaya program pengawasaan dan pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, penataklasanaan teknik isolasi dan praktek pengontrolan infeksi. Pada pasien dengan gagal organ ganda dan penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi pencegahan. Beberapa faktor dapat dikoreksi untuk pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakain obat sitiprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antasid (Sudoyo, 2009).

2.12 Kerangka Konsep

Rawat inap - Umur

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian mendeskripsikan Gambaran Penderita Pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan 2015-2016.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan dilakukan setelah sidang validasi proposal, mendapat surat persetujuan Komite Etik dan telah mendapat surat izin melakukan penelitian di RS. Putri Hijau Medan.

Tabel 3.1 Rencana Penelitian. N

o

Waktu Keterangan

1. 2 minggu Persiapan penelitian (mengurus izin, dan perlengkapan lainnya) 2. 1 minggu Penelitian di RS. Putri Hijau

Medan

3. 1 minggu Pengolahan data

4. 1 minggu Penyelesaian hasil

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan, Provinsi Sumatera Utara. Alasan penentuan lokasi penelitian antara lain RS. Putri Hijau Medan adalah rumah sakit yang merupakan tempat rujukan yang mempunyai:

a. Fasilitas diagnostik untuk penderita pneumonia.

(28)

c. Merupakan rumah sakit pendidikan yang resmi di Kota Medan. d. Mempunyai dokumen medik yang memadai.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitan atau subjek yang diteliti (Notoatmodjo, 2006).

Populasi dalam penelitian ini berupa pengambilan data sekunder (rekam medis) yaitu pasien penderita pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan dari tahun 2015 s/d tahun 2016 yang didiagnosis menderita pneumonia.

3.3.2.Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian atau wakil dari populasi yang digunakan sebagai subjek penelitian.

Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik simple random sampling dimana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Adapun teknik simple random sampling dimana setiap anggota populasi (lattery technique), sampel tersebut kemudian didistribusikan secara merata dan dipilih secara acak (Notoatmodjo, 2010).

Perhitungan jumlah sampel digunakan menggunakan rumus slovin

n = N 1+N(e2)

n = 144 1+144(0,12)

n = 59

Keterangan

n = Jumlah sampel

e = Batas toleransi kesehatan kesalahan (0,1 atau 10%)

(29)

Maka jumlah sampel yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut sebanyak 59 orang.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah data rekam medis yang didiagnosis menderita pneumonia di RS. Putri Hijau Medan

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam hal ini adalah data rekam medis pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana semua data yang diperlukan diperoleh dari rekam medis pasien penderita pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan. Sampel yang diambil menggunakan (simple random sampling).

3.5 Definisi Operasional

1. usia adalah umur pasien (dalam tahun) yang tercatat dibagian rekam medik saat pasien datang berobat ke poli penyakit dalam di RS. Putri Hijau Medan. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah usia lanjut lebih dari 65 tahun. Dalam hal ini peneliti membatasi yaitu pada usia lanjut di mulai dari 60 tahun s/d > 90 tahun

2. Jenis kelamin adalah pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.

3. Tempat tinggal adalah alamat tempat tinggal pasien yang tercatat dibagian rekam medik saat pasien datang berobat ke poli penyakit dalam dalam di RS. Putri Hijau Medan. Di kelompokkan menjadi:

1) Perkotaan 2) Perdesaan

4. Pekerjaan adalah pekerjaan yang tercatat atau riwayat pekerjaan pasien dibagian rekam medik saat pasien datang berobat ke poli penyakit dalam di RS. Putri Hijau Medan. Dikelompokkan menjadi:

(30)

3) POLRI/TNI 4) IRT

5) Petani

6) Tidak bekerja

3.6. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan penelitian adalah data dari rekam medik pasien penderita pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan tahun 2015-2016

3.7. Prosedur Penelitian

1. Permohonan izin survey ke Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.

2. Melakukan survey pendahuluan untuk mengetahui jumlah dari pasien penderita pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan tahun 2015-2016.

3. Ethical Clearance

4. Permohonan izin penelitian diajukan kepada Kabid Pengelolahan Data dan Rekam Medik agar dapat mealakukan penelitian di RS. Putri Hijau Medan. 5. Diperlukan sampel penelitian setelah mengetahui jumlah pasien dari pasien pneumonia pada usia lanjut yang di rawat inap di RS. Putri Hijau Medan tahun 2015-2016.

6. Data yang terkumpul dilakukan dengan melakukan analisis data sehingga diperoleh hasil serta tabulasi dan dapat ditarik kesimpulan.

3.8. Etika Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan jika telah mendapatkan izin dari komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia. Selain itu, penelitian telah melakukan perizinan kepada Kabid Penelitian & pengembangan RS. Putri Hijau Medan.

3.9. Pengelolahn dan Analisa Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah seperti berikut:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila dapat belum lengkap atau pun ada kesalahan data akan dilengkapi kembali.

(31)

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer (Statistic Package of Social Science [SPSS] Versi 20) untuk analisa lebih lanjut.

4. Saving

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi UF (2012). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers, pp: 124-125.

Djojodibroto, Darmanto R (2016). Respirologi(Respiratory Medicine). Edisi ke 2. Jakarta: EGC, pp:131-137.

Gleadle J (2007). At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga, pp:166-167

Gillespie SH, Bamford KB (2008). At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Jakarta: Erlangga, pp:15-16.

Irianto, Koes. (2013). Mikrobiologi Medis. Bandung: Alfabeta, p:152.

Kosasih, Alvian (2008). Diagnosis dan Tatalaksanaan Paru. Jakarta: Sagung seto, p: 32.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia(2014). Profil Kesehatan Indonesia 2013. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf- Diakses juli 2014

kementrian Kesehatan RI (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.

www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/...pdf- Diakses

Juli 2013

Misnadiarly (2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Populer Obor, pp:11-72.

(33)

Patel, Pradip R (2007). Lecture Notes Radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga, p:36.

Rab, Tabrani H (2013). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media, pp:143-150

Profil Kesehatan Sumatera Utara 2013. Jakarta. Avaible from http://www.depkes.go.id/download/publikasi/Profil Kesehatan Sumatera Utara 2013. pdf(Accessed 10th November 2015)

Riskesdas (2014). Profil kesehatan tahun 2014.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf -Riset kesehatan dasar RISKESDES 2014.

Riskesdas (2013). Profil kesehatan tahun 2013.

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas %202013.pdf - Riset kesehatan dasar RISKESDES 2013.

Setiati, Siti (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke 2. Edisi ke 6. Jakarta Pusat : Internal Publishing, pp: 2196-2207.

Sumaryono (2006). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam, pp: 26-35.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi ke 5, Jakarta Pusat: Internal Publishing, pp:2196-2207.

Surjanto E, Sutanto YS, Reviono, Harsini, Indrayati D. (2013). Perbandingan Tiga Metode Reaksi Secara Retropektif Dalam Menilai Derajat Pneumonia Komunitas Pada Pasien Lanjut Usia di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2013/03/jri-33-1-34.pdf.

Gambar

Gambar 2.1 Foto toraks seorang pasien dengan pneumonia yang didapat dari
Tabel 3.1 Rencana Penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Ampas kurma dengan kandungan energi yang tinggi diharapkan dapat mengurangi penggunan konsentrat, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian

Berdasarkan konteks struktural pada masyarakat Indonesia, dimana secara kuantitatif melalui analisis terhadap data Susenas 2016 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

Hal ini berarti bobot buah per butir galur mutan harapan tomat mempunyai tanggapan berbeda-beda di lingkungan tanam yang berbeda, baik di Kalitirto maupun di

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pasal 1, Kartu

Upaya yang dilakukan oleh Sekolah Perempuan untuk mendapatkan Dana Desa yaitu dengan melakukan advokasi secara masif kepada aparat pemerintah desa, meningkatkan

Gambar pada media berjumlah 16 (enam belas). 3) Guru memberikan kartu soal pada setiap kelompok berdasarkan undian, setelah permainan selesai. Masing- masing kelompok

Makin besar medan elektromagnet makin besar pula ionisasi hidrokarbon yang terjadi, sehingga makin mudah bahan bakar untuk mengikat oksigen selama proses pembakaran yang pada

Struktur Tata Kelola Perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi, yang didukung oleh Komite Audit sebagai komite yang bertanggung jawab kepada