BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara
yang berdaulat dalam pergaulan internasional yang menjadikan kegiatan
diplomasi sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai faktor penentu
eksistensi sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan
proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam
mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain.1 Diplomasi kekinian
juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga menjadi suatu senjata
multi-dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam
hubungan antar bangsa.2 Sehingga dapat dikatakan, hubungan internasional saat
ini ditandai oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks.
Dalam era globalisasi3 ini, interaksi dan intensitas hubungan antar negara
menjadi semakin meningkat yang antara lain ditandai dengan dicapainya berbagai
kesepakatan kerjasama baik yang bersifat regional, bilateral dan multirateral.
Berbagai kesepakatan tersebut lazimnya dituangkan dalam bentuk perjanjian
internasional yang meliputi berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi,
1
Sumaryo Suryokusumo, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta, 2004, hlm.1. 2
Ibid., hlm. 3. 3
perdagangan, hukum, pertahanan, sosial budaya dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, perjanjian internasional sebagai suatu dokumen hukum telah menjadi bagian
dari keseharian kegiatan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai catatan,
berdasarkan data yang ada pada Treaty Room Kementerian Luar Negeri, saat ini
tercatat sekitar 3596 (tiga ribu lima ratus sembilan puluh enam) perjanjian
internasional antara Indonesia dengan negara lain termasuk dengan subjek hukum
internasional lainnya.4
Meskipun demikian, disadari bahwa sekalipun Indonesia telah menjadi
pihak dalam ribuan perjanjian internasional dan telah memiliki seperangkat
perundang-undangan nasional yang mengatur atau merujuk pada dokumen
perjanjian internasional, Indonesia masih belum memiliki politik dan sistem
hukum nasioanl yang jelas tentang perjanjian internasional. Dalam kaitan ini,
terdapat tiga permasalahan yang menjadi faktor utama yaitu pertama, adalah
tentang pengertian atau definisi perjanjian internasional dalam perspektif hukum
nasional yang masih belum baku. Kedua, adalah tentang status perjanjian
internasional dalam hukum nasional. Ketiga adalah tentang konsep
ratifikasi/pengesahan yang berkembang dan yang dikenal dalam hukum nasional.5
Masalah definisi perjanjian internasional dalam teori dan praktiknya
menimbulkan ketidakseragaman konsepsional. Parameter untuk menentukan
apakah suatu dokumen adalah perjanjian internasional sering luput dari perhatian
sehingga acapkali menimbulkan kerancuan baik di kalangan akademisi maupun
praktisi. Pandangan umum mengenai perjanjian internasional adalah seluruh
4
Eddy Pratomo, Hukum Per janjian Internasional (Pengertia n, Status Hukum dan Ratifikasi), PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 1.
perjanjian yang bersifat lintas negara baik yang bersifat perjanjian publik maupun
perjanjian perdata antar negara maupun antar perusahaan multinasional. Black’s
La w Dictiona ry mendefinisikan kontrak sebagai6 “An a greement between two or
more pa rties crea ting obliga tions tha t a re enforcable or otherwise recogniza ble a t
la w”.7 Sehingga definisi ini cukup mengarahkan opini bahwa perjanjian
internasional adalah identik dengan kontrak.
Globalisasi menjadi alasan dan faktor utama bagi berbagai negara di dunia
untuk saling bekerja sama. Hal ini didasarkan pada saling bergantung dan saling
membutuhkannya tiap-tiap negara terhadap negara lain, baik itu dalam hal sumber
daya alam, energi, informasi, teknologi maupun perdagangan. Hal ini kemudian
lambat laun membawa globalisasi semacam yang dinamakan dengan penyatuan,
yang semakin dekat antara negara-negara dan masyarakat-masyarakat di dunia
yang disebabkan oleh pengurangan biaya transportasi dan komunikasi yang begitu
besar, dan dapat meruntuhkan berbagai penghalang artifisial bagi arus barang,
jasa, modal, pengetahuan dan (dalam jumlah yang sedikit) orang-orang di
perbatasan.8
Proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang sedang berlangsung
dewasa ini telah mendorong peningkatan intensitas komunikasi dan interaksi antar
6
Bryan A. Garner (Editor). Black’s Law Dictionary Second Pocket Edition. West Group, 2011, hlm. 139.
7
Kontrak secara umum dapat juga diartikan sebagai : an agreement which binds the parties concerned. In other words, a contract is an agreement which is enforceable by law. To have an agreement, there must be an offer and an acceptance of that offer. Baca : Catherine Tay Swee Kian-Tang See Chim, Time Business : Contract Law, a laymans’s guide, Times Books International, Singapore-Kuala Lumpur, 2001, hlm. 19.
8
bangsa, termasuk antar kota/daerah dan masyarakat di negara yang berbeda.
Dalam hal ini hubungan persahabatan dan saling pengertian antar bangsa-bangsa
semakin dirasakan dalam mendukung kepentingan nasional. Keadaan tersebut
sudah pasti memberi peluang yang baru dan luas kepada negara-negara yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.9
Melihat semakin meluasnya peran yang diberikan oleh pemerintah pusat
kepada daerah untuk mendukung otonomi daerah, ini menjadikan daerah-daerah
di Indonesia berlomba-lomba untuk menjalin kerjasama antar kota di seluruh
dunia. Undang-undang otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum
pelaksanaannya terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah undang-undang otonomi daerah
seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya.
Undang-undang otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari
ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia
dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang
Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa :
“Pemerintahan da erah provinsi, daera h kabupa ten da n kota menga tur da n
mengurus sendiri urusan pemerinta han menurut a sa s otonomi da n tuga s
pemba ntua n.”
9 Damos Dumoli Agusman, Makalah “Kerjasama Sister City/Sister Province”
Selanjutnya, Undang-undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan
Undang-undang Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa “Susunan da n ta ta ca ra
penyelengga ra an pemerinta ha n da era h dia tur da la m unda ng-unda ng.”
Ketentuan tersebut di atas menjadi payung hukum bagi
pembentukan undang otonomi daerah di Indonesia, sementara
undang-undang otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang
tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hierarki atau tata urutan
peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan
reformasi 1998, tepatnya pada tahun 1999. Pada tahap awal pelaksanaannya,
otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya
undang-undang ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata
laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.10
Maka dari itu, Sister City merupakan implementasi dari perluasan hak
yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengurus
sendiri urusan pemerintahannya dalam arti tetap mengacu pada undang-undang
yang berlaku di Indonesia.
Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang merupakan salah satu dari
beberapa bentuk kerjasama yang dijalin pemerintah daerah di Indonesia dengan
10
kota-kota yang ada di luar negeri. Dalam konteks Perjanjian Internasional, kedua
pihak harus membuat sesuatu yang dapat mengikat keduanya. Misalnya, adanya
Memora ndum of Understa nding (MoU)11 yang dibuat kedua pihak dalam menjalin
kerjasama antar kota atau Sister City.
Ada berbagai informasi dan hal-hal yang bisa dijadikan suatu
pembelajaran bagi setiap orang untuk lebih memahami bagaimana cara melakukan
kerjasama internasional. Dengan melakukan diplomasi internasional seperti
apakah suatu kerjasama Sister City ini dapat terjalin dan bagaimana cara
Pemerintah Daerah membuat kerjasama Sister City ini apakah sudah sesuai
dengan proses dan mekanisme yang ada di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penting untuk meneliti bentuk serta
status perjanjian internasional yang dibuat dalam kerangka kerjasama Sister City
(Kota Bersaudara) antara pemerintah daerah dari negara yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Berkenaan dengan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan tentang perjanjian internasional dalam hukum
internasional dan dalam hukum nasional ?
2. Bagaimana kesepakatan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang
dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa ?
11
3. Bagaimana status perjanjian internasional dalam kerjasama Sister City
(Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan
Pemerintah Kota Ichikawa ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan pembahasan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengaturan tentang perjanjian internasional dalam
hukum internasional dan dalam hukum nasional.
b. Untuk mengetahui kesepakatan kerjasama Sister City (Kota
Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan
Pemerintah Kota Ichikawa.
c. Untuk mengetahui status hukum perjanjian internasional dalam
kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah
Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa.
2. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
positif baik dari segi teoritis maupun dari segi prakteknya. Secara teoritis,
pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pandangan mengenai
konsep hukum internasional mengenai hukum perjanjian internasional. Selain itu,
penulisan ini juga dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk pengembangan
Secara praktis, pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini
diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Republik Indonesia (RI)
dalam memahami norma-norma serta aspek-aspek hukum internasional dan
hukum nasional yang terkait dengan perjanjian internasional dalam kaitannya
dengan hubungan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) oleh Pemerintah Kota
Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penulisan sebelumnya
dengan judul “Status Perjanjian Internasional dalam Kaitannya dengan Kerjasama
Sister City (Kota Bersaudara) yang Dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan
Pemerintah Kota Ichikawa”.
Namun pernah ada penulisan dari mahasiswa/i Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dengan judul :
1. Saudara Sondang br. Simanjuntak, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, NIM : 830711247, Judul “Azas Reservasi dalam Perjanjian
Internasional Wujud Kedaulatan Suatu Negara”. Dalam rumusan masalah :
a. Dapatkah Negara yang mengadakan persyaratan menjadi peserta konvensi
dan tetap mempertahankan persyaratan jika persyaratannya tersebut tidak
disetujui oleh satu atau lebih peserta konvensi ?
c. Bagaimana Negara mengajukan persyaratan dan hubungannya dengan
kedaulatan ?
2. Saudara Indra R. Muswar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, NIM : 930200105, Judul “Ratifikasi Perjanjian Internasional menurut
Sistem Hukum Indonesia”. Dalam rumusan masalah :
a. Bagaimana pelaksanaan ratifikasi dan sistem yang diberlakukan di
Indonesia?
b. Bagaimana penyusunan perundang-undangan dari ratifikasi perjanjian
internasional tersebut ?
c. Bagaimana tata cara dan ketentuan ratifikasi perjanjian internasional yang
dapat dipedomani ?
d. Peraturan-peraturan apa saja yang diperlakukan pemerintah Indonesia
dalam melaksanakan ratifikasi perjanjian Internasional terutama yang
berhubungan dengan kepentingan nasional Indonesia ?
3. Saudara Imran Rinaldin, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, NIM : 950221019, Judul “Kedudukan Perjanjian Internasional dan
Kebiasaan Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional”. Dalam
rumusan masalah :
a. Apa segi positif dan negatif apabila ketentuan-ketentuan perjanjian
internasional diberlakukan terhadap pohak ketiga yang bukan peserta
perjanjian tersebut ?
b. Bagaimana peranan hukum kebiasaan terhadap hukum perjanjian
c. Secara praktis, kebiasaan-kebiasaan internasional dapat diterima menjadi
hukum kebiasaan. Bagaimana bila suatu negara menolak diberlakukannya
hukum kebiasaan tersebut ?
Dalam permasalahan beberapa penulisan sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, ternyata judul dan permasalahannya tidak ada yang serupa atau
sama dengan yang ditulis saat ini. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli dan
secara akademis dapat saya pertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian dan
batasan-batasan yang menjadi sorotan dalam membuat studi kepustakaan. Hal ini
tentunya akan sangat berguna untuk membantu melihat ruang lingkup penulisan
agar tetap berada di dalam koridor topik yang diangkat dalam permasalahan yang
telah disebutkan di atas dan akan dijelaskan secara bertahap sehingga
memudahkan pembaca untuk dapat lebih memahami apa-apa saja yang
dituangkan dalam skripsi di bawah ini.
Pada bagian ini, Penulis menggunakan landasan teori yang dapat
mendukung kerangka pemikiran penulis tentang teori dan praktik yang selama ini
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari proses pembuatan hingga pengesahan
sebuah perjanjian internasional, baik yang bersifat bilateral, regional dan
multilateral. Pembukaan UUD 1945 (amandemen) alinea keempat menyatakan
bahwa tujuan pembentukan Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah :
mewujudkan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv)
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
dan keadilan sosial.12
Pada saat yang sama, dalam pelaksanaan hubungan antar negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia haruslah didasarkan pada Pancasila sebagai
dasar dan falsafah negara dan sumber dari segala sumber hukum.13 Hukum
Nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu negara yang terdiri atas
prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu
negara. Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari
proses penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang
telah ada.
Hukum Nasional di Indonesia adalah hukum yang terdiri atas campuran
dari sistem hukum agama, hukum Eropa, dan hukum adat. Hukum Agama, itu
karena mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam, maka syari’at
Islam lebih mendominasi terutama pada bidang kekeluargaan, perkawinan dan
warisan. Sistem Hukum Nasional yang diikuti sebagian besar berbasis pada
hukum Eropa kontinental baik itu hukum perdata maupn hukum pidana. Hukum
Eropa yang diikuti khususnya dari Belanda itu karena di masa lampau Indonesia
merupakan negara jajahan Belanda. Sistem Hukum Adat juga merupakan bagian
dari hukum nasional, karena di Indonesia masih kental dengan aturan-aturan adat
setempat dari masyarakat serta budaya yang ada di wilayah Indonesia.14
12
Undang-undang Dasar 1945 (Amandemen keempat), Bagian Pembukaan. 13
Eddy Pratomo, Op.Cit., hlm. 23. 14
Romli Atmasasmita menyebutkan bahwa prinsip kedaulatan negara (state
sovereignity) merupakan prinsip umum hukum internasional yang bersifat
internasional.15 Hubungan internasional sebagaimana tersebut di atas, diatur
dalam tatanan yang disebut sebagai hukum internasional. Hukum internasional
yang dimaksud disini adalah hukum internasional publik atau persoalan yang
melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional.
Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)
yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau
persoalan yang diaturnya (obyeknya).
Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang
sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam
hubungan negara-negara satu sama lain (sesuai dengan definisi yang diberikan
15
Prof. Charles Cheney Hyde dalam bukunya “International Law”).16 Hukum
Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang
khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya,
seperti Hukum Internasional Amerika/Amerika Latin, seperti konsep landasan
kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut
(Conserva tion of The Living Resources of The Sea ) yang mula-mula tumbuh di
Benua Amerika sehingga menjadi Hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi
negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan
keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang
berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berberbeda-beda dengan regional yang
tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara :
a. Negara dengan negara
b. Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum
bukan negara satu sama lain.17
16
Drs. C. S. T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 461.
17
Dalam konteks kemampuan melakukan hubungan internasional,
diperlukan kemampuan agent diplomatic Indonesia dakam proses negosiasi suatu
draft konvensi. Kemampuan itu sendiri tidak dilahirkan melainkan dipelajari dan
dilaksanakan secara benar. Treaty, adalah perjanjian antara dua negara atau lebih
untuk mengikatkan diri ke dalam suatu kepentingan bersama mengenai suatu
objek tertentu. Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama
tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.18
Cara mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian internasional di setiap
negara berbeda-beda sesuai dengan sistem hukum yang dianut suatu negara baik
itu civil la w system19 atau common law system20. Bagi Indonesia yang menganut
sistem hukum civil la w, pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam sistem
hukum nasional masih memerlukan proses ratifikasi21 DPR. Hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam UUD 1945 tentang sahnya suatu perjanjian internasional dan
merujuk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional.
Dalam hal melakukan perjanjian internasional oleh pemerintah daerah
suatu negara haruslah pula sesuai dengan hukum nasional dari negara tersebut.
Seperti Indonesia misalnya, hak ini diberikan kepada pemerintah daerahnya
18
Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000, LN No. 185 Tahun 2000, TLN No. 4012., ps. 1 angka (1).
19
Civil Law diartikan sebagai the body of law imposed by the state, as opposed to moral law. Bryan A Garner (Editor), Black’s Law Dictionary Second Pocket Edition, Op. Cit., hlm. 101.
20Common Law
diartikan sebagai the body of law derived from judicial decisions, rather than from the statutes or constitutions. Ibid., hlm. 114.
21
sebagai hak otonomi daerah untuk bisa memperluas jaringan serta
mengembangkan daerahnya. Pengertian Pemerintahan Daerah disini adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantun dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.22 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.23
Salah satu contoh yang dari bentuk perjanjian internasional yang dibuat
oleh pemerintah daerah yang akan Penulis bahas disini yaitu Sister City (Kota
Bersaudara). Pengertian Sister City adalah konsep penggandengan dua kota yang
berbeda lokasi dan administrasi politik dengan tujuan menjalin hubungan budaya
dan kontak sosial antar penduduk. Kota bersaudara pada umumnya memiliki
persamaan keadaan demografi dan masalah-masalah yang dihadapi. Konsep kota
kembar bisa diumpamakan sebagai sahabat pena antara dua kota. Hubungan kota
kembar sangat bermanfaat bagi program pertukaran pelajar dan kerjasama di
bidang budaya dan perdagangan.24
Dan seperti yang diketahui pula, konsep kerjasama Sister City ini sudah
berkembang di Indonesia dan sudah dilakukan oleh banyak daerah, termasuk Kota
Medan sendiri. Dan disini penulis mengambil fokus membahas hubungan
kerjasama Sister City antara Kota Medan dan Kota Ichikawa.
22
Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1 angka (2).
23
Ibid., ps. 1 angka (3).
24 Sumber : “Kota kembar” sebagaimana yang dimaksud dalam
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah :
1. Jenis Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
yuridis normatif. Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan status
atas hukum perjanjian internasional, khususnya mengenai hubungan
kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) antara Pemerintah Kota Medan,
Indonesia dengan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang. Sedangkan pendekatan
yuridis normatif yang digunakan dalam penulisan ini yaitu penulisan
mengenai norma hukum yang berhubungan dengan pokok masalah yang
diteliti yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan25 di bidang
hubungan luar negeri, perjanjian internasional dan pemerintahan daerah yang
berlaku dan mengikat masyarakat dengan cara meneliti bahan pustaka.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder karena
penulisan ini merupakan penelitian kepustakaan. Adapun data sekunder
tersebut mencakup :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan
mengikat, seperti norma-norma dasar, peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan.
Bahan hukum primer dalam penulisan ini, yaitu :
- Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian.
25
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
perubahan-perubahannya.
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi
Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi
Wina Tahun 1963 mengenai Hubungan Konsuler.
- Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri.
- Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional.
- Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia No.
09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan
dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.
- Permendagri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat. Bahan hukum sekunder
yang digunakan disini adalah buku-buku, artikel, majalah, jurnal dan
makalah dari berbagai seminar yang berhubungan yang membahas
mengenai hukum internasional terutama yang terkait dengan perjanjian
internasional dan mengenai kerjasama Sister City.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
kajian ini, bahan hukum tersier ang digunakan yaitu Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang digunakan untuk menyamakan definisi dari istilah-istilah
yang terkait.
Teknik pengumpulan data bagi penulisan ini dilakukan melalui studi
kepustakaan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber
yang terkait dengan penulisan ini, seperti buku-buku, jurnal ilmiah, surat
kabar, majalah, kamus, ataupun artikel-artikel terkait dari internet.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, diuraikan latar belakang penulisan skripsi ini, rumusan
masalah yang menjadi bahasan dalam penulisan skripsi ini, tujuan serta manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dalam penulisan, metode
penulisan yang digunakan dalam rangka pencarian data untuk penulisan skripsi ini
serta bagaimana sistematika penulisan skripsi ini.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN INTERNASIONAL
DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL
Dalam bab ini, diuraikan permasalahan yang terkait dengan Perjanjian
Internasional. Bab ini terbagi atas tiga subbab, yaitu subbab mengenai Perjanjian
Internasional dalam Hukum Internasional, subbab mengenai Perjanjian
Internasional berdasarkan Hukum Nasional di Indonesia dan subbab mengenai
BAB III LATAR BELAKANG PERJANJIAN KERJASAMA SISTER CITY
(KOTA BERSAUDARA)
Dalam bab ini, diuraikan permasalahan yang terkait dengan Sister City
(Kota Bersaudara) melalui pengertiannya, manfaat dan tujuan diadakannya Sister
City (Kota Bersaudara), serta perkembangannya di Indonesia. Pada akhir bab ini
juga akan dibahas bagaimana hubungan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara)
antara Pemerintah Kota Medan, Indonesia dan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang.
BAB IV STATUS HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL SISTER CITY
(KOTA BERSAUDARA) YANG DIBUAT OLEH PEMERINTAH
KOTA MEDAN DAN PEMERINTAH KOTA ICHIKAWA
Dalam bab ini, diuraikan mekanisme pembuatan perjanjian internasional
oleh pemerintah daerah dan membahas tentang status hukum perjanjian
internasional mengenai Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Medan, Indonesia dan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini, penulis mencoba untuk memberikan kesimpulan dari apa
yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga