BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT
A. Pengertian Kredit
Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere
yang di-Indonesiakan menjadi kredit, yakni “kepercayaan” (dalam bahasa Inggris
faith dan trust).Dalam hubungannya antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur (penerima kredit), si kreditur memiliki kepercayaan bahwa si debitur dapat
mengembalikan uang / barang yang dipinjamnya sesuai dengan waktu dan
syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, seseorang yang
memperoleh kredit, berarti memperoleh kepercayaan. Jadi, dasar dari kredit itu
sendiri adalah kepercayaan (trust).
Dilihat dari segi ekonominya, kredit dapat diartikan sebagai penundaan
pembayaran. Artinya, pengembalian uang/barang dapat dilakukan pada waktu
tertentu yang akan datang.
Adapun beberapa pengertian kredit yang berasal dari berbagai ahli, yakni
sebagai berikut :
1. H. M. A. Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:11
a. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) di mana
seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain.
11
b. Sebagai jaminan, di mana seseorang menyerahkan sesuatu pada
orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang
diserahkan itu.
2. JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:12
3. Muchdarsyah Sinungan mengemukakan bahwa kredit adalah suatu
pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi
itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang
disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga”.
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan
secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak
mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban
mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.
13
4. OP. Simorangkir berpendapat bahwa kredit adalah pemberian prestasi
(misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang
akan terjadi pada waktu yang akan datang.14
Menurut Mulyono mendefinisikan kredit sebagai: “ Suatu penyerahan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
12Ibid. 13
Ibid
14
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga jumlah
imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. 15
Bastian dan Suharjono mendefinisikan kredit adalah peminjaman uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak
lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan.16
Mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam hal perkreditan, maka jelas hal
itu tidak terlepas dari unsur kepercayaan.Namun, masih ada beberapa unsur yang Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan kredit adalah suatu pemberian prestasi (uang atau barang) dari pihak
pemberi kredit (kreditur) kepada pihak penerima kredit (debitur) dengan syarat si
debitur akan mengembalikan prestasi itu pada masa tertentu yang akan datang
dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.
Pengertian kredit juga dapat dilihat dalam Pasal 1 Butir 11
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, selengkapnya sebagai berikut: Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga.
15
Mulyono, Teguh Pudjo. 2002. Aplikasi Akuntansi Manajemen: Dalam Praktik Perbankan. Edisi 3. Yogyakarta : BPFE ,hal 12
16
menjadi suatu pertimbangan komprehensif dalam menentukan diperolehnya
kepercayaan atau tidak dalam hal perkreditan tersebut.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam bidang perkreditan, yaitu:17
a. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan dari kreditur (pemberi kredit) bahwa
prestasi yang diberikan kepada debitur (penerima kredit), baik berupa
uang, barang, atau jasa, akan dikembalikan sesuai dengan kesepakatan
bersama
b. Tenggang waktu
Tenggang waktu adalah waktu yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang
akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai
agio18
c. Degree of risk
dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya
dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
Yaitu risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka
waktu yang memisahkan antara prestasi dengan kontraprestasi yang
akan diterima di kemudian hari. Semakin panjang waktu yang
diberikan maka semakin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga
terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan.Inilah
17
Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm.231.
18
yang menyebabkan timbulnya unsur risiko.Karena adanya unsur risiko
ini maka dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi atau objek
Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena
kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan pada uang, maka
transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita
jumpai dalam praktik perkreditan
Fungsi Kredit 19
Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi
debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan
fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk
tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari
– hari.Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih
tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan
atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit, secara materiil dia
harus mendapatkan rentabilitas (Rasio Rentabilitas bertujuan untuk mengetahui
kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga
bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan
operasional perusahaannya)berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang
dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat
membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
19
lebih baik.Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan
kemajuan.Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh
keuntungan, mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat pun atau
negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, serta kemajuan
ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan
manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan
perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi:meningkatkan daya guna
uang.
a. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
b. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang
c. Salah satu alat stabilitas ekonomi.
d. Meningkatkan kegairahan berusaha.
e. Meningkatkan pemerataan pendapatan.
f. Meningkatkan hubungan internasional.
B. Dasar Hukum Suatu Kredit
Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya
memerlukan suatu topangan juridis yang menjadi dasar hukumnya.Hal ini sebagai
konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum.Terlebih lagi sistem negara kita sebagai suatu negara yang tergolong ke
dalam sistem Eropah kontinental dimana peraturan perundang-undangan
menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum.Demikian juga
basis hukum yang kuat. Untuk dasar hukum pemberian kredit oleh bank dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Undang-undang sebagai dasar hukum
Di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropah Kontinental,
kedudukan Undang-undang sebagai sumber hukum sangat penting.Sungguhpun
Undang-undang itu sendiri harus mendasari dirinya kepada sumber
perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Pancasila dan UUD 1945.Di Indonesia
Undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-undang
No. 10 Tahun 1998.Undang-undang ini menggantikan Undang-undang No. 7
Tahun 1992 tentang Pokok-pokok perbankan.Dalam kedua Undang-undang ini
ditegaskan bahwa pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan
sangat konvensional dari suatu bank.
Selain kedua Undang-undang tersebut di atas, Undang-undang lain yang
juga mengatur tentang perbankan, yaitu Undang-undang No. 3 Tahun 2004
mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dalam Undang-undang ini diatur
kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai pengawas di bidang
perbankan. Termasuk juga pengawasan di bidang perkreditan, antara lain pada
Pasal 11 menentukan bahwa Bank Indonesia dapat meberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prisip syariah untuk jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka
pendek Bank yang bersangkutan. Dan pelaksanaan pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan
yang diterimanya.
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya.
Dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat 1 ini berlaku sahihnya setiap perjanjian
yang dibuat secara sah bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan
Undang-undang. Demikian pula dengan bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang
diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut perjanjian kredit dan umumnya
dilakukan dalam bentuk tertulis.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata maka seluruh
pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah
pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal saja pasal-pasal tersebut tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keterikatan yang sama juga berlaku
bagi perjanjian pendukung lainnya seperti perjanjian jaminan hutang, tehnik
pelaksanaan pembayaran, yang biasanya merupakan lampiran dari perjanjian
kredit yang bersangkutan.
a. Peraturan Pemerintah
Perundang-undangan yang levelnya di bawah Undang-undang yang mengatur
juga tentang perkreditan dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
1) PP No. 70 tahun 1992 tentang Bank Umum
2) PP No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat c) PP No. 72
b. Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
Banyak juga dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur
masalah perkreditan sebab Menteri Keuangan menurut peraturan termasuk salah
satu unsur Dewan Moneter. Peraturan tersebut antara lain : Keputusan Menkeu
No. KEP 792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga
Keuangan yang telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Menkeu No. KEP
38/MK/IV/1/1972 tanggal 18 Januari 1972 dan No.KEP 562/KMK-011/1982
tanggal 1 September 1982.
c. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
1) Berdasarkan fungsinya yang mengawasi kegiatan perbankan, termasuk
masalah pengawasan kredit maka Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk
pelaksanaan, dalam bentuk Keputusan Direksi BI, Peraturan BI, SE BI,
dan lain-lain antara lain :
2) SK Direksi BI No. 21/50/KEP/DIR, tanggal 27 Oktober 1988 tentang
BMPK (batas maksimum pemberian kredit) kepada debitur atau debitur
group.
3) SE kepada semua bank dan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia
No. 21/110/BPPP, tanggal 27 Oktober 1988 perihal BMPK kepada debitur
atau debitur group.
d. Peraturan Perundang-undangan lain
Selain dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas masih ada
berbagai peraturan perundang-undangan yang disana-sini mengatur tentang
3. Yurisprudensi sebagai dasar hukum
Di samping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar
hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisprudensi dapat juga menjadi dasar
hukum misalnya Keputusan Mahkamah Agung No. 2826K/pdt/1984, tanggal 27
Februari 1986 dalam kasus antara PT. Indokaya Nissan Motors dan Marubeni
Corporation. Hal yang senada dengan itu yaitu Keputusan Mahkamah Agung No.
1313K/Pdt/1985, tanggal 9 Desember 1987 dalam kasus PT. Starlight dan Bank of
America.
4. Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum
Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu
sumber hukum.Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek
perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukum.Banyak hal yang lazim
dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam
perundang-undangan.Hal seperti ini tentu sah-sah saja dilakukan oleh perbankan asal tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut
Undang-undang No. 7 tahun 1992, bank dapat melakukan kegiatan lain selain dari
yang diperinci oleh pasal 6, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia
perbankan vide pasal 6 huruf n.
5. Peraturan terkait lainnya
Di samping peraturan perundang-undangan bidang perbankan, terkadang
dalam hal pemberian dan atau pelaksanaan suatu kredit berlaku juga peraturan
a. KUH Perdata Buku III tentang perikatan karena kredit pada hakekatnya
merupakan perjanjian.
b. Ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata.
c. Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
d. Ketentuan HIR tentang eksekusi hipotik dan surat pengakuan hutang.
e. Ketentuan hukum tanah dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 beserta peraturan
pelaksananya
C. Jenis-jenis kredit
Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan
akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat
terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank
kepada masyarakat. Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam
jenis yang masing-masing di lihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini
ditunjukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis
usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.Secara umum jenis-jenis kredit,
antara lain:
1. Kredit investasi
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi kegunaan. Kredit investasi
merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan
rehabilitasi.Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan
dibutuhkan modal yang relatif besar pula.20
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan tujuan/kegunaannya. Kredit
investasi ialah kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, tetapi baru
akan menghasilkan.21
Menurut Dendawijaya, kredit investasi merupakan kredit yang diberikan
kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai pembelian barang modal
(investasi). 22
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi kegunaan. Kredit modal kerja
merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam
operasionalnya. 2. Kredit modal kerja
23
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan tujuan/kegunaannya. Kredit modal
kerja (kerja perdagangan) ialah kredit yang akan dipergunakan untuk menambah
modal usaha debitur. Kredit ini produktif.24
Menurut Dendawijaya, kredit modal kerja merupakan kredit yang
diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal
kerja perusahaan debitur.25
20
Kasmir.Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hal 109
21
Malayu S. P. Hasibuan. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara,2006, hal 89
22
Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan: Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia,2005, hal 17
23
Kasmir, Op.cit, hal 109
24
Malayu S. P. Hasibuan, Op.cit, hal 89
25
3. Kredit produktif
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit produktif
merupakan kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi.Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut tujuan
penggunaannya.Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan
produktif dalam arti dapat menimbulkan atau meningkatkan utility
(faedah/kegunaan), baik faedah karena bentuk (utility of form), faedah karena
tempat (utility of place), faedah karena waktu (utility of time), maupun faedah
karena pemilikan (owner/possession utility).26
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit konsumtif
merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.Dalam kredit
ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk
digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. 4. Kredit konsumtif
27
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut tujuan
penggunaannya.Kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai
pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang dapat member kepuasan langsung
terhadap kebutuhan manusia.28
26
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit. Bandung: Alfabeta, hal 10
27
Kasmir, Op.cit., hal 110
28
5. Kredit perdagangan
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit perdagangan
merupakan kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli
barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagang tersebut. Kredit ini diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan
yang akan membeli barang dalam jumlah besar.29
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka
menengah merupakan kredit yang jangka waktunya berkisar antara 1 tahun 6. Kredit jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka
pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun
atau paling lama 1 (satu) tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal
kerja.
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka
pendek yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu tahun saja.Menurut
Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit jangka pendek yaitu
kredit yang berjangka waktu maksimal 1 (satu) tahun.Biasanya kredit angka
pendek ini cocok untuk membiayai kebutuhan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah
29
sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini dilakukan untuk melakukan
investasi.30
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka
menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu sampai tiga
tahun.Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit
jangka menengah yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 (satu) sampai
dengan 3 (tiga) tahun.Kredit jangka menengah ini biasanya berupa kredit modal
kerja atau kredit investasi yang relative tidak terlalu besar jumlahnya.31
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka
panjang merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3(tiga) tahun atau 5(lima) tahun.
Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang. c. Kredit jangka panjang
32
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka
panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun.33Menurut
Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit jangka panjang
yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun.Kredit macam ini
biasanya cocok untuk kredit investasi.34
30
Hasibuan, Op.ciy., hal 89
31
Firdaus dan Ariyanti, Op.cit., hal 14
32
Kasmir., Op.cit., hal 110
33
Hasibuan, Op.ciy., hal 89
34
7. Kredit jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jaminan. Kredit dengan jaminan
merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan.Jaminan tersebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya
setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk
kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon
debitur. 35
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jaminan. Kredit tanpa jaminan
merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kreidt
jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau
nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. b. Kredit tanpa jaminan
36
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit dilihat dari segi jaminannya. Kredit
tidak memakai jaminan (unsecured loan) yaitu kredit yang diberikan benar-benar
atas dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada “pengamanan” sama sekali. Kredit
ini biasanya terjadi di antara sesama pengusaha (untuk tujuan produktif), atau
diantara teman, keluarga, family (biasanya untuk tujuan konsumtif).37
D. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit Bank
Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemberian kredit diperlukan
adanya pertimbangan dan kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur
35
Kasmir., Op.cit., hal 111
36
Ibid
37
utama dalam kredit benar-benar terwujud sehingga kredit yang diberikan dapat
mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian kredit tersebut tepat pada
waktunya sesuai denga perjanjian
Prinsip-prinsip pemberian kredit perbankan menurut Pasal 8 ayat (1)
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 terntang Perbankan menentukan: “Dalam memberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Lebih lanjut prinsip-prinsip pemberian kredit dinyatakan dalam penjelasan
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, menentukan bahwa: Kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank
mengandung risiko,sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat.
Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang
diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk
memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan,
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa bank harus berhati-hati
dalam memberikan kredit kepada calon nasabahnya. Bank harus menyelidiki
terlebih dahulu calon debiturnya apakah calon debitur tersebut dapat dipercaya
dan juga dapat diandalkan (bankable).
Cara yang masih diterapkan dalam menganalisis calon debitur tersebut
dapat dipercaya atau diandalkan adalah apa yang disebut dengan 5 C, yang
meliputi:38
1. Character (Watak)
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-banar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar
belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun
yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya,
keadaan keluarga, yang semuanya merupakan ukuran kemauan
membayar.
2. Capacity (Kemampuan)
Dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur
dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan
pemerintah.Begitu juga dalam kemampuannya dalam menjalankan
usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam
mengembalikan kredit yang disalurkan.
38
3. Capital (Modal)
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan
keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran
seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran
lainnya.Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang
ada sekarang ini.
4. Collateral (Jaminan atau agunan)
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat
fisik maupun non fisik.Jaminan hendaknya melebihi dari kredit yang
diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika
terjadi sesuatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat
dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition of Economy (Kondisi Perekonomian)
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan
politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor
masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian
prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek
yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah sangat
kecil.
Membicarakan kredit bermasalah, berarti membicarakan resiko yang harus
ditanggung oleh bank dalam setiap pemberian kredit.Oleh karena itu, setiap bank
dilakukan adalah bagaimana bank dapat menghindarkan diri atau setidak-tidaknya
meminimalisir kredit bermasalah.
Dalam kebijakan penanganan kredit bermasalah, hal-hal yang
diperhatikan, di antaranya, administrasi kredit; kredit yang perlu mendapat
perhatian khusus; perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunganya
dikapitalisasi (kredit plafondering); prosedur penyelesaian kredit bermasalah; dan
prosedur penghapusbukuan kredit macet; serta tata cara pelaporan kredit macet
dan tata cara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai bank yang
diperoleh dari hasil penyelesaian kredit. Dari kebijakan di atas, yang paling
penting pula, yaitu pelaksana dan institusinya itu sendiri. Dari institusinya
diharapkan bahwa:39
1. Bank tidak membiarkan atau bahkan menutup-nutupi adanya kredit
bermasalah.
2. Bank harus mendeteksi secara dini adanya kredit bermasalah atau
diduga akan menjadi kredit bermasalah
3. Penanganan kredit bermasalah atau diduga akan menjadi kredit
bermasalah juga harus dilakukan secara dini dan sesegera mungkin.
4. Bank tidak melakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara
menambah plafon kredit atau tunggakan-tunggakan bunga dan
mengkapitalisasi tunggakan bunga tersebut atau lazim dikenal dengan
praktik plafondering kredit.
39
5. Bank tidak boleh melakukan pengecualian dalam penyelesaian kredit
bermasalah, khususnya untuk kredit bermasalah kepada pihak-pihak
yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu.
6. Debitur Beriktikad Baik40
Dalam rangka menyelamatkan sektor riil dari keterpurukannya,
pemerintah antara lain menggariskan kebijakan agar bank-bank
memberikan kesempatan kepada para debitur yang mempunyai kredit
macet untuk merestrukturisasi kredit tersebut. Restrukturisasi tidak
mungkin diberikan kepada semua kredit yang bermasalah.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur apakah
debitur mempunyai itikad baik, antara lain sebagai berikut:
a. Sebelum kredit macet:
1. Apabila sebelum kredit menjadi macet, nasabah selalu kooperatif
terhadap bank dan mau menjalankan segala kewajibannya, baik
yang berupa kewajiban untuk mencicil pokok atau kewajiban
membayar bunga.
2. Kredit telah digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yang
tertulis di dalam perjanjian kredit. Dengan kata lain tidak terjadi
side streaming, yaitu menggunakan untuk tujuan lain selain membiayai proyek atau usaha yang diperjanjikan.
40
3. Perhitungan kebutuhan jumlah kredit tidak diback-up, yaitu diajukan kepada bank dengan perhitungan lebih besar dari
kebutuhan yang sesungguhnya.
4. Nilai tanah, peralatan dan aset perusahaan lain baik yang dibiayai
dengan kredit maupun yang dijadikan agunan tidak dimark-up,
yaitu dinilai lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya.
b. Setelah kredit macet:
1. Setelah kredit menjadi macet, debitur tidak sulit dihubungi oleh
Bank/BPPN.
2. Setelah kredit menjadi macet, nasabah mengajukan permohonan
untuk merestrukturisasi hutangnya kepada Bank/BPPN. Hal ini
merupakan pertanda bahwa debitur bersikap positif terhadap
penyelesaian kreditnya.
E. Tujuan dan Fungsi Kredit
Tujuan kredit adalah untuk memperoleh hasil keuntungan dari bunga
kredit yang dibebankan kepada debitur sesuai dengan ketentuan yang
diperjanjikan.Tujuan kredit mencakup skope yang luas, yaitu dua fungsi pokok
yang saling berkaitan. Dua fungsi pokok yang saling berkaitan tersebut adalah
sebagai berikut :41
1. Profitability, adalah tujuan umtuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diperoleh dari pungutan bunga.
41
2. Safety, adalah keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitabilitasnya dapat benar-benar
tercapai tanpa hambatan yang berarti.
Secara umum, tujuan kredit di bank antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan nasabah dalam persediaan uang tunai pada saat ini,
b. Mempertahankan standar perkreditan yang layak,
c. Mengevaluasi berbagai kesempatan usaha yang baru,
d. Mendatangkan keuntungan bagi bank dan pada saat yang sama
menyediakan likuiditas yang memadai.
Tujuan penyaluran kredit bagi nasabah adalah untuk membantu nasabah
meningkatkan volume usahanya melalui modal kerja dan sedapat mungkin
berupaya menghindari timbulnya kredit macet. Atas dasar pemikiran tersebut di
atas maka pemilihan sektor-sektor usaha yang produktif dan cepat menghasilkan
likuiditas tentunya akan diproritaskan. Mengenai fungsi kredit, pada awal
pengembangannya mengarah pada fungsi merangsang kedua belah pihak (kreditur
dan debitur) untuk saling menolong dalam mencapai pemenuhan kebutuhan, baik
dalam bidang usaha maupun kehidupan sehari-hari.Pihak yang mendapat kredit
harus dapat menunjukkan prestasi-prestasi yang lebih tinggi dari kemajuan usaha
itu sendiri. Bagi pihak yang memberikan kredit secara material harus mendapat
rehabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek
kredit secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan membantu pihak lain untuk
Dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan, fungsi kredit antara
lain adalah sebagai berikut:42
1. Meningkatkan daya guna usaha
Memberikan pinjaman uang kepada pengusaha yang memrlukan dana
untuk melangsungkan usahanya berarti mendayagunakan uang itu secara benar.
2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Pemberian uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan
adanya alat pembayaran yang baru seperti bilyet giro, cek, wesel, dan lain
sebagainya. Ini berarti ada peningkatan peredaran uang giral.Pemberian kredit
uang dalam bentuk tunai juga meningkatkan daya guna peredaran uang kartal.
3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Para pengusaha di bidang industri memrlukan banyak modal untuk
membiayai usahanya.Sebagian dari pengusaha itu ada yang menggunakan modal
dari kredit (pinjaman). Dengan uang pinjaman itu mereka menjalankan usaha
membeli bahan baku yang kemudian memproses bahan baku menjadi barang jadi,
sehingga daya guna barang itu meningkat.
4. Sebagai salah satu stabilisator ekonomi
Untuk meningkatkan keadaan ekonomi dari keadaan kurang sehat keadaan
yang lebih sehat, biasanya kebijakan pemerintah diarahkan kepada usaha-usaha
untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, mengendalikan inflasi, dan
mendorong kegiatan eksport
5. Meningkatkan kegairahan usaha
42
Kemampuan para pengusaha untuk mengadakan modal sendiri bagi
usahanya sangat terbatas bila dibandingkan dengan keinginan dan peluang yang
ada untuk memperluas usahanya.Untuk itu pemberian kredit dapat lebih
meningkatkan kegairahan berusaha.
6. Meningkatkan pemerataan pendapatan
Para pengusaha dapat memperluas usahanya dengan bantuan modal dari
kredit bank.Biasanya perluasan usaha ini memerlukan tenaga kerja tambahan. Hal
ini sama saja dengan membuka kesempatan kerja, juga membuka peluang
pemerataan pendapatan.
7. Meningkatkan hubungan internasional
Bantuan kredit dapat diselenggarakan dalam negeri maupun luar
negeri.Perusahaan dalam negeri mempunyai kemungkinan untuk menerima
bantuan kredit dari bank atau lembaga keuangan luar negeri, demikian pula