PENINGKATAN MUTU PRODUK MAKANAN
DAN MINUMAN, PROGRAM KERJA 2013 DAN
RENCANA KERJA TAHUN 2014
DITJEN INDUSTRI AGRO
Disampaikan Pada :
I.
PENDAHULUAN
3
II.
PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN
MINUMAN
4
III.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
8
A. Hilirisasi
B. Peningkatan Mutu
IV.
KEGIATAN TAHUN 2013 DAN RENCANA 2014
14
V.
PENUTUP
18
1.
Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri makanan
dan minuman akan mempunyai efek ganda yang luas, seperti peningkatan
nilai tambah dan pendapatan masyarakat, serta perluasan lapangan kerja,
yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan sub sektor ekonomi
lainnya dan peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
2.
Industri makanan dan minuman merupakan industri andalan masa depan,
karena didukung oleh bahan baku yang berasal dari SDA terbaharukan
yang berasal dari dalam negeri, seperti CPO 25,9 Juta Ton, Kakao 0,8
Juta Ton dan Kopi 0,7 Juta Ton, Kelapa 3,3 Juta Ton, Rumput Laut 2,6
Juta Ton.
3.
Industri makanan dan minuman merupakan industri yang mengolah bahan
baku hasil pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan menjadi
bahan setengah jadi
(intermediate products)
dan produk jadi yang siap
dikonsumsi.
4.
Untuk memenuhi keinginan konsumen akan produk pangan yang praktis
dan higienis, serta sejalan dengan peningkatan pendapatan (PDB/Kapita)
dan gaya hidup (
life style
) dari masyarakat kelas menengah Indonesia,
akan meningkatkan permintaan produk olahan pangan.
I. PENDAHULUAN
II. PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
Sumber : BPS dan Pusdatin (diolah)
TAHUN 2011 TAHUN 2012
Kontribusi Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Pada PDB Industri Non Migas
Tahun 2011 dan Tahun 2012
Profil Industri Makanan Dan Minuman Tahun 2012
Sumber : Kemenperin (diolah Ditjen IA)
Indikator
2011
2012
JUMLAH PERUSAHAAN
1.923
1.952
KAPASITAS (Ton/Tahun)
60.748.773
63.252.699
NILAI OUTPUT (Rp. Trilyun)
658
712
NILAI INVESTASI (Rp. Juta)
60.529.197
63.650.196
Food Industry Medical Preci. &
Optical Instru,
DDI 2012 of Sec Sector
Food Industry
FDI 2012 of Sec Sector
Source: BKPM
Investasi Industri Makanan dan Minuman Pada Tahun 2012
FDI : Foreign Direct Investment
RENCANA AKSI
INDUSTRI GULA
INDUSTRI HASIL
INDUSTRI PRIORITAS AGRO
INDUSTRI OLAHAN SUSU
TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN
12 Industri Prioritas Agro
FOKUS
Perpres No. 28 Tahun 2008 Kebijakan Industri Nasional
(Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan)
Strategi Jangka Pendek :
Hilirisasi
Peningkatan Mutu Produk
Strategi Jangka Menengah Panjang :
Peningkatan Kualitas dan Produktivitas SDM
Penguatan R & D dan Inovasi
III. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
a. Perubahan Tren Ekspor
CPO
Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (minyak sawit mentah/CPO dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical). Persentase volume ekspor produk hulu dan produk hilir dalam kurun waktu tahun 2007 – 2012 sebagai berikut:
2007 2008 2009 2010 2011 2012 *)
1 Produk Hulu (CPO dan CPKO)
2 Produk Turunan CPO
(Oleofood dan Oleochemical)
3 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
48,46 42,20 40,46 39,65 46,72 62,07 51,54 57,80 59,54 60,35 53,28 37,93
No Uraian Persentase Volume Ekspor (%)
Kakao
Adanya pergeseran dari yang diekspor semula adalah bahan baku berupa biji kakao, pada saat ini lebih banyak olahan kakao. Ekspor biji kakao menurun dari 432,4 ribu ton pada Tahun 2010 menjadi 163,5 ribu ton pada Tahun 2012. Sebaliknya ekspor produk olahan kakao meningkat dari 119,2 ribu ton pada Tahun 2010 menjadi 215,7 ribu ton pada Tahun 2012.
9
Hasil yang sudah dicapai dalam program hilirisasi industri makanan dan minuman, meliputi :
A. Hilirisasi
Kebijakan Fiskal :
b. Utilisasi
Industri Pengolahan CPO (Minyak Goreng)
Utilisasi kapasitas produksi industri minyak goreng dalam negeri meningkat dari semula hanya 45% pada tahun 2010 menjadi lebih dari 70% pada tahun 2012.
Industri Pengolahan Kakao
Pada tahun 2011, Jumlah industri pengolahan kakao mencapai 16 perusahaan dengan kapasitas produksi mencapai 560.000 ton/tahun (utilitas 44,6%), sementara pada tahun 2012 terjadi kenaikan kapasitas produksi menjadi 660.000 ton/tahun dengan utilisasi mencapai 66% dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 4.300 orang.
Industri Pengolahan CPO (Minyak Goreng)
Masuknya investasi lebih dari 18 Triliun Rupiah di sektor industri pengolahan hilir CPO (KBLI 10432, 10490, 10412, 20115), termasuk industri minyak goreng sawit sebesar 5,5 Trilyun Rupiah, sehingga pemanfaatan CPO sebagai bahan baku cenderung meningkat.
Industri Pengolahan Kakao
Beberapa industri pengolahan kakao sedang dan akan dibangun yaitu Guanchong Cocoa, PT Cargill Indonesia, JB Cocoa, Barry-Comextra untuk melakukan penanaman modal dengan total rencana investasi mencapai USD 279 Juta, sehingga akan menambah kapasitas produksi sebesar 307.000 Ton/tahun. Apabila produktivitas biji kakao tidak ditingkatkan, maka
a. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
b. Pengimplementasian PP 28/2004, melalui penetapan Peraturan Menteri Perindustrian No. 75 Tahun 2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (Good Manufacturing Practices).
11
B. Peningkatan Mutu
1. Dasar Hukum :
UU No. 7 Tahun 1996 yang sudah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan : Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
2. Kebijakan Operasional :
3. Langkah-Langkah :
a. Peningkatan pemahaman tentang CPPOB dengan dilakukan sosialisasi,
dan bimbingan teknis cara penilaian CPPOB berdasarkan check-list
keamanan pangan. Hasil penerapan CPPOB oleh industri makanan dan
minuman dapat dilaksanakan melalui proses
self-declaration
.
c. Meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib, saat
ini yang sudah untuk Bubuk Kakao, AMDK, Gula Rafinasi dan Tepung Terigu.
Dan direncanakan kedepan untuk produk Minyak Goreng Sawit dalam
Kemasan, Susu olahan dan biskuit.
d. Bersama instansi terkait melakukan penanggulangan produk illegal
(penyalahgunaan bahan baku/penolong yang bukan peruntukan untuk industri
makanan dan minuman, penyalahgunaan tanda SNI, penggunaan label yang
tidak sesuai ketentuan) melalui :
Peningkatan pengawasan barang beredar;
Penerapan Indonesia Rapid Alert System for Food Safety;
Pengawasan penerapan SNI wajib industri makanan dan minuman (kakao bubuk, gula rafinasi, AMDK dan tepung terigu);
Pemberlakuan label berbahasa Indonesia termasuk pada informasi ingredient dan
nutrition fact terhadap produk impor yang harus menyatu dengan label kemasan produk pangan;
e. Berpartisipasi Dalam Forum Internasional :
1) Forum Codex Allimentarius Commission (CAC) yang bertujuan untuk
membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan
kepentingan industri.
2) Proses integrasi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015,
dimana sektor pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat
pelaksanaannya.
Berperan aktif dalam pembahasan
Prepared Foodstuff Product-Working
Group
(PFPWG) yang merupakan bagian dari forum
ASEAN Consultative
Committee on Standards and Quality
(ACCSQ).
Harmonisasi standar dan perintisan saling pengakuan (MRA) untuk
sektor pangan olahan (HS 16-21).
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN
1. Revitalisasi Industri Gula
(prioritas nasional) •
Bantuan Keringanan Pembiayaan Mesin/Peralatan
Pabrik Gula Dalam Rangka Revitalisasi Industri Gula
• Audit Teknologi untuk mengetahui tingkat efisiensi PG
• Konsultasi Manajemen dan Monitoring
• Lembaga Penilai Independen
• Bimbingan sistem manajemen mutu 2. Pengembangan Klaster
Industri Berbasis Pertanian,
Oleochemical
(prioritas nasional)
• Pengembangan Klaster Industri Berbasis Pertanian, Oleochemical di Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan
Timur.
• Fasilitasi dan koordinasi dalam pengembangan infrastruktur dan promosi investasi
• Pembangunan Tangki Timbun di Maloy, Kalimantan Timur (Tahun 2014)
Kegiatan Tahun 2013 dan Rencana 2014 (
Lanjutan ...
)
15 NO KEGIATAN SUB KEGIATAN
3. Peningkatan Standar dan
Mutu Industri Agro
• Penyusunan dan Revisi SNI Komoditi Industri Agro Khususnya yang lebih dari 5 tahun, sebanyak 25 Standar.
• Fasilitasi Penerapan CPPOB Dalam Rangka Peningkatan Mutu Produk Industri Agro.
4. Pengembangan Industri Agro di Daerah Potensial
• Fasilitasi Pengembangan Industri Agro melalui Bantuan Mesin/Peralatan di daerah potensial.
5. Peningkatan Kemempuan SDM Industri Agro
• Peningkatan Kompetensi SDM Industri Agro Melalui Pendidikan dan Pelatihan untuk 265 orang.
6. Promosi dan Kerjasama Industri Agro
• Fasilitasi Promosi Industri Agro melalui Pameran Dalam Negeri dan Luar Negeri.
• Partisipasi Industri Agro pada Fora Kerjasama Internasional
7. Koordinasi, Fasilitasi, Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Industri Agro
• Koordinasi dan Fasilitasi antar Stake Holder Pusat dan Daerah dalam rangka Pengembangan Industri Agro.
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN
8. Pengembangan Klaster Industri Agro (Tahun 2013 dan Rencana 2014)
Fasilitasi Pengembangan Klaster Industri Agro melalui Dana Dekonsentrasi di 13 Daerah :
1) Jawa Barat (Buah dan Pulp Kertas)
2) Jawa tengah (Furniture dan Susu)
3) Jawa Timur (Gula)
4) Lampung (Kopi)
5) Sumatera Utara (CPO)
6) Riau (CPO dan Kelapa)
7) Nangroe Aceh Darussalam (Kopi)
8) Kalimantan Timur (CPO)
9) Sulawesi Selatan (Kakao)
10) Sulawsi Tengah (Kakao)
11) Sulawesi Utara (Kelapa)
12) Nusa Tenggara Barat (Tembakau)
13) Maluku (Hasil Laut)
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN
9. Pengembangan Komoditi Prioritas Industri Agro (Tahun 2014)
Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan Komoditi Prioritas Industri Agro melalui Dana Dekonsentrasi
di 18 Provinsi :
1) Yogyakarta (Furniture)
2) Banten (Makanan Ringan)
3) Sumatera Selatan (Kopi)
4) Sumatera Barat (Kakao)
5) Bengkulu (Hasil Laut)
6) Jambi (Karet)
7) Bali (Kopi)
8) Kepulauan Riau (Hasil Laut)
9) Sulawesi Tenggara (Rotan)
10) Sulawesi Barat (Kakao)
11) Kalimantan Barat (CPO)
12) Kalimantan Tengah (da)
13) Kalimantan Selatan (Hasil Laut)
14) Gorontalo (Hasil Laut)
15) Nusa Tenggara Timur (Hasil Laut)
16) Maluku Utara (Hasil Laut)
17) Papua (CPO)
18) Papua Barat (Pakan Ternak) 17
1. Pertumbuhan industri makanan dan minuman yang sebagian besar merupakan produk “consumer goods” diprediksikan akan tetap baik dan masih menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas, didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen kelas menengah di dalam negeri.
2. Semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri yang menjadi daya tarik, namun menimbulkan ancaman masuknya produk sejenis dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing, dengan mengatasi permasalahan-permasalahan utamanya dalam hal mutu dan keamanan pangan.
3. Pengembangan industri agro di daerah akan meningkatkan nilai tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, pengembangan industri agro memerlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha.