• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembukaan Rahasia Nasabah Bank Oleh OJK Dalam Hal Pemeriksaan Perpajakan Melalui Aplikasi Elektronik Berdasarkan POJK No.25 POJK.03 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Pembukaan Rahasia Nasabah Bank Oleh OJK Dalam Hal Pemeriksaan Perpajakan Melalui Aplikasi Elektronik Berdasarkan POJK No.25 POJK.03 2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT

UNDANG-UNDANG PERBANKAN

A.Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank

1. Defenisi Rahasia Bank

Rahasia Bank atau Banking Secrecy di kenal di negara maupun di dunia ini

yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia bank tidak ada bedanya

dengan rahasia yang harus di pegang teguh oleh para profesiaonal seperti

pengacara yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut penyakit pasiennya.

Bahkan kalau rahasia di maksud tidak di pegang teguh dan dibocorkan kepada

pihak lain, maka atas tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik perdata

maupun pidana.13

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan

mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Pengertian rahasia bank

berdasarkan pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun

1998 (UU Perbankan) ini memberikan rumusan bahwa hal-hal yang wajib

disimpan oleh bank adalah rahasia dari nasabah penyimpan (penabung) dan tidak

lagi termasuk pinjaman (kredit) dari nasabah. Namun percantuman perkataan

“segala sesuatu” masih menunjukan keluasan rahasia dari nasabah penyimpan

yang wajib dijaga (disimpan) oleh bank. Rahasia bank di Indonesia mempunyai

13

(2)

pengecualian, sehingga terdapat kemungkinan untuk dapat membuka rahasia

bank.14

2. Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank

Kepercayaan masyarakat sangat mendukung eksistensi suatu bank, oleh

karena itu, bank sangat berkepentingan menjaga agar kadar kepercayaan

masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dana, maupun yang telah

atau menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik mengingat bank

merupakan bagian dari sistem keuangan dan pembayaran dimana kesehatan dari

sistem-sistem tersebut sangat besar artinya bagi masyarakat.

Untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat

terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya adalah “dapat

tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dana dan atau

menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan

keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang

bersangkutan kepada pihak lain”.15

Kerahasiaan bank sangat penting untuk melindungi kepentingan nasabah

secara individual sehingga melahirkan ketentuan ketentuan hukum yang mengatur

mengenai kerhasiaan bank. Pengertian rahasia bank adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut

kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak

masyarakat. Hubungan ini menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank,

14

Sunawan, Rahasia Bank Dalam Kaitannya Dengan Kejahatan Perbankan, http://bhocet85.wordpress.com/2009/04/01/rahasia-bank-dalam-kaitannya-dengan-kejahatan-perbankan/, diakses pada tanggal 6 juni 2017.

15

(3)

adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan keuangan, dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank

karena kegiatan usahanya.16

Mengenai kemungkinaan penerobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan,

yaitu karena adanya suatu kepentingan umum berupa kepentingan:17

1.Perpajakan

2.Pemeriksaan di pengadilan

3.Kepentingan kelancaran dan keamanan usaha bank.

Bank sebagai subjek pajak mempunyai kewajiban yang sama dengan subjek

pajak lainnya, Oleh karena itu dalam pemeriksaan wajib pajak bank, data yang

berhubungan dengan penghasilan bank maupun yang berkaitan penghasilan,

dengan sendirinya tunduk pada ketentuan.18

Ruang lingkup rahasia bank dimuat dalam beberapa pasal dalam

Undang-undang No.10 tahun 1998 diantaranya dalam pasal 1 ayat 28 juga ditegaskan

bahwa rahasia bank tersebut menyangkut keterangan mengenai nasabah dan

simpanannya. Selain itu dalam pasal 40 juga dinyatakan dengan tegas bahwa yang

tergolong dalam rahasia bank adalah keterangan mengenai nasabah penyimpanan

dan simpanannya. Dari kata nasabah penyimpanan dapat disimpulkan bahwa

maksud dari pembuat Undang-undang adalah mengenai identitas nasabah

penyimpan.

16

Adiastopo Joko Purnomo, (Pimpinan Tim Kantor Bank Indonesia Solo), Penyimpanan Dana Yang Wajib Dirahasiakan, dikutip http://suaramerdeka.com/1996/penyimpanan-dana-yang-wajib-dirahasiakan/, diakses pada tanggal 29 juli 2017, pukul 22.46 wib

17

Muhamad Djumhana, op.cit, hlm.148

18

(4)

Berbeda dengan pasal 40 Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang

perbankan ruang lingkup rahasia bank yaitu tentang keadaan keuangan dan hal-hal

lain dari nasabahnya. Pada penjelasan pasal 40 tersebut dinyatakan bahwa

masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau

memanfaatkan jasa bank (termasuk jasa bank berupa kredit) apabila dari bank ada

jaminan bahwa pengatahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan

nasabah (termasuk kredit yang diperolehnya) tidak akan disalahgunakan.19

B.Penerapan Pembukaan Rahasia Bank

1. Hal Yang Wajib Dirahasiakan

Dalam menentukan hal-hal (informasi) yang termasuk rahasia bank tidaklah

mudah dan sampai saat ini belum ada satu keseragaman mengenai hal-hal

(informasi) apa saja yang dikategorikan sebagai salah satu yang masuk kategori

yang untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seorang nasabah.

Penentuan ini perlu untuk dapat dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Hukum

kerahasiaan berkaitan dengan perlindungan rahasia-rahasia, baik yang

menyangkut perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai

pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum

kerahasiaan.

Menyangkut rahasia bank terkait pula pihak-pihak yang berhubungan

dengan bank tersebut baiksecara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang

secara langsung yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai hubungan erat

dengan bank dengan bank seperti anggota komisaris. Adapun pihak yang secara

19

(5)

tidak langsung yaitu mereka yang mempunyai keterkaitan dengan kegiatan bank

seperti konsultan hukumnya, akuntan publiknya dan pihak jasa penilai

(appraisal), mereka semua terkait pada rahasia jabatannya.

Rahasia jabatan adalah menyangkut informasi yang diterima seseorang dari

pihak lain dalam rangka hubungan profesinya. Rahasia jabatan yang berhubungan

dengan perbankan, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu konsultan hukum,

akuntan publik, dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka diwajibkan untuk

memegang rahasia pihak yang berhubungan dengannya (klien). Tetapi ketatnya

rahasia tersebut sering pula dipakai diluar jalur hukum seperti untuk menutupi

kejahatan kliennya.

Penentuan hal-hal yang termasuk kategori rahasia bank harus berpijak

pada:20

a. Kelaziman operasional perbankan

Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat

serta memberikan kredit. Operasi tersebut sudah lazim bank mengadakan

pencatatan-pencatatan data-data, dan informasi jalannya usaha yang

dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. Keadaan keuangan

nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang

tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam

semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit

dalan berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal-hal lain yang

harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,

20

(6)

ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena

kegiatan usahanya, yaitu meliputi : pemberian pelayanan, dan jasa dalam

lalu lintas uang, baik dalam maupu luar negeri, pendiskontoan, dan jual beli

surat berharga,dan pemberian kredit.

b. Apakah pembocoran/pembukaan informasi akan merugikan pemilik

informasi (nasabah) atau menguntungkan pihak lain, namun selalu ada

pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan menimbulkan akibat

kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk kalangan

perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan informasi

manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang konfidensial.

c. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa

informasi itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas.

Dari hal-hal yang dikemukakan diatas maka sekarang dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal

yang sangan khusus.

2. Pengecualiannya

Pengecualian dalam hal rahasia bank ini tercantum dalam pasal 40 ayat (1)

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang menyebut bahwa

bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam pasal 41, pasal 41A,

(7)

Kata „kecuali‟ diartikan sebagaimana pembatasan terhadap berlakunya

rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi bank

boleh tidak merahasiakan (boleh mengungkapkannya).21

Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu boleh di

ungkapkan dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk kepentingan perpajakan (pasal 41)

Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur

dalam ketentuan pasal 41 ayat (1) undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang

menentukan bahwa “untuk kepentingan perpajakan, pimpinan bank indonesia atas

permintaan Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada

bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta

surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada

pejabat pajak”.22

b. Untuk penyelesaian piutang bank

Dalam pasal 41 A Undang-undang No.10 Tahun 1998 disebutkan bahwa

untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urussan

piutang dan lelang negara / panitia urusan piutang negara, pimpinan Bank

Indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang negara untuk

memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin

tersebut diberikan:23

21

Abdulkadir Muhammad dan Rida Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 79

22

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana,2005), hlm 115.

23

(8)

1) Atas permintaan tertulis dari kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

(BUPLN) / ketua PUPN dengan menyebutkan:

a)Nama dan jabatan pejabat BUPLN/ PUPN yang meminta keterangan;

b)Nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan,

dan

c)Alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut.

2) Izin tersebut dengan sendirinya :

a)Diberikan secara tertulis;

b)Menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta

keterangan;

c)Menyebutkan nama nasbah debitor yang akan dimintai keterangan

berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN/PUPN; dan

d)Mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan

penyelesaian piutang bank.

c. Untuk kepentingan peradilan pidana (pasal 42)

Pemeriksaan di pengadilan negeri meliputi perkara pidana dan perkara

perdata ketentuan yang berhubungan dengan pembukaan rahasia bank dalam

hukum acara pidana diatur pada pasal 170 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, yaitu:24

“mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan meyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.”

“hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.”

24

(9)

Kalangan perbankan diakui oleh peraturan perundang-undangan nomor 7

tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, diwajibkan untuk menyimpan

rahasia. Tanpa izin tertulis dari Menteri keuangan, mereka tidak boleh membuka

yang menyangkut rahasia bank. Demikian bila tidak izin maka mereka dapat

mengajukan untuk dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi suatu perkara.

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri keuangan dapat

memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan

dari bank tentang keadaan keuangan tersangka / terdakwa pada bank. Izin

sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis

dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah

Agung, permintaan sebagaimana dimaksud diatas harus menyebutkan nama dan

jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka / terdakwa, sebab-sebab

keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan

keterangan-keterangan yang diperlukan.25

d. Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata (pasal 43)

Pasal 43 Undang-undang perbankan menyatakan, dalam perkara perdata

antara bank dengan nasabahnya, direksi bank dapat menginformasikan kepada

pengadilan didepan hakim tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan

dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.26

Penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan

keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh bank kepada

25

Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm 59.

26

(10)

pengadilan tanpa izin menteri. Pasal ini tidak diubah oleh Undang-undang Nomor

10 Tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuaikan oleh Pimpinan Bank

Indonesia sebagai pemberi izin bukan lagi menteri.27

Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau

diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara

perdata antara bank dan nasabahnya di pengedilan, oleh karena itu direksi dari

bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan

keuangan dari nasabah tersebut.28

e. Untuk Kepentingan Tukar-Menukar Informasi Antar Bank (Pasal 44)

Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabah kepada

bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank. Tukar menukar

informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan

kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui

keadaan status dari suatu bank lain. Bank dapat menilai tingkat resiko yang

dihadapi, sebelum melakukan sesuatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank

lain. Ketentuan mengenai tukar manukar informasi tersebut diatur lebih lanjut

oleh bank Indonesia, yang antara lain mengatur mengenai tata cara penyampaian

dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat

dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredityang diterima

nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar

kredit macet.29 Informasi antar bank tersebut antara lain berupa:

27

Muhumad Djumhana, Op Cit, hlm 152

28

Hermansyah, Op Cit. Hlm 116

29

(11)

1) Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka

melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank;

2) Informasi kredit untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna

mencegah penyimpangan pengelolaan perkrditan;

3) Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi

likuiditas pasar.

Sebelumnya Bank Indonesia telah mengatur ketentuan tata cara

tukar-menukar informasi antar bank sebagai mana dalam Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 27/6/UPB masing-masing tanggal 25 januari 1995, disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah

permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank

kepada debitor tertentu dan keadaan serta status untuk bank.

Informasi antara bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau

pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal

masing-masing bank. Ada dua bentuk permintaan informasi antar bank, yaitu:30

1) Permintaan informasi kepada bank lain

Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor

tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujun

penggunaan informasi yang diminta.

Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh :

a. Bank umum kepada bank umum.

b. BPR kepada BPR.

30

(12)

Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Unutk nasabah yang masih tercatat

sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah

yang dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah

yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya

dapat meliputi :

a.Data debitor, b.Data pengurus; c.Data agunan;

d.Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan ; e.Dan keadaan kolektibilitas terakhir.

Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib

digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat

permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi

administratifyang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.

2) Permintaan informasi melalui Bank Indonesia

Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada bank

Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui bank Indonesia secara

tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.

Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh bank Indonasi tersebut

meliputi:

a. Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha; b. Status/jenis usaha;

c. Tempat kedudukan; d. Susunan pengurus; e. Permodalan;

(13)

Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang

dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.

f. Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah (pasal 44 ayat 1)

Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan untuk

kepentingan pihak lian sebagaimana disebutkan dalam pasal 44 A ayat (1)

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa atas permintaan persetujuan, atau

kuasa dari nasabah penyimpan yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk

oleh nasabah penyimpan tersebut.

Berdasarkan ketentuan pasal 44 A ayat (1) tersebut bank wajib memberikan

keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpanan kepada pihak yang

ditunjuknya, asalkan ada permintaan, atau persetujuan, atau kuasa tertulis dari

nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasahat hukum yang

menangani perkara nasabah penyimpan.

g. Untuk kepentingan penyelesaian kewarisan (pasal 44 A ayat 2)

Apabila nasabah penyimpanan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang

sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan

mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.31 Pengecualian ini disebutkan

dalam pasal 44 A ayat (2) yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan

dalam undang-undang perbankan yang diubah.

Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pengecualian

rahasia bank juga diatur dalam peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor:

31

(14)

2/19/PBI/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin

tertulis membuka rahasia bank. Lahirnya peraturan Gubernur Bank Indonesia ini

dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai

salah satu faktor untuk menunjang kepercayaan nasabah penyimpan,

dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank,

kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank

dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas

permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli waris yang

sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.32

Selain pengecualian-pengecualian yang telah di uraikan diatas, maka

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga diberikan kewenangan dalam membuka

rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung No.

KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan

kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan

rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia tanggal 2 desember 2004. Surat Keputusan Mahkamah Agung RI

tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia No.

6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 agustus 2004 yang meminta pertimbangan

hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan Komisi

Pemberantas Korupsi dalam pembukaan rahasia bank.33

32

Andrian Sutedi, Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Marger, Likuidasi dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm 9

33

(15)

Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada Komisi

Pemberantas Korupsi (KPK) adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam

upaya mencegah dan menindak tindak pidana dibidang perbankan.34

C.Pengaturan Mengenai Rahasia Bank Menurut Undang-undang

Perbankan

Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan

bagi rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal. Adapun yang

merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah pasal 40 sampai dengan

pasal 45 Undang-undang Perbankan, yaitu sebagai berikut35:

Pasal 40

(1)Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, pasal 42, pasal 43,pasal 44,dan pasal 44 A.

(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga bagi pihak terfaliasi.

Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus

juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang

nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan, walaupun demikian,

pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan

pasal 41, pasal 41 A, pasal 43, pasal 44.

Pasal 41

(1)Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepda pejabat pajak.

34

Ibid, hlm 119

35

(16)

(2)Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), haruslah menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal ini menjelakan bahwa dalam hal kepentingan perpajakan, bank dapat

menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti tertulis atas permintaan

Menteri Keungan Melalui Pimpinan Bank Indonesia, dan pengecualian ini

merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum.

Pasal 41 A

(1)Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah Debitur. (2)Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas

permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.

(3)Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.

Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang

diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan

Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada

Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutan Negara untuk

memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.

Pasal 42

(1)Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

(2)Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

(17)

permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 42 A

Pasal ini mengatur bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, dan Pasal 42.

Pasal 43

Dalam perkara perdata antara dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan

nasabahnya, maka bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah yang

dalam perkara tersebut serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara

tersebut tanpa perlu izin dari menteri.

Pasal 44

(1)Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar

bank, maka direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya

kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan

usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta untuk

mengetahui keadaan dan status dari suatu bank.

Pasal 44 A

(1)Atas permintaan, persetujuan,atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.

(18)

Pasal ini merupakan ketentuan yang baru ditambahkan dalam

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur mengenai

penyelesaian kewarisan. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah

penyimpan, maka bank diperbolehkan /dapat memberikan informasi mengenai

keadaan keuangan nasabah penyimpan tersebut apabila ia meninggal dunia kepada

ali warisnya.

Pasal 45

Pihak yang merasakan dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank-bank sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, dan pasal 44 tersebut diatas, berhak untuk menegtahui isi keterangan tersebut dan dapat memita pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

Pasal ini menjelaskan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang

merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank, maka masalah

tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke pengadilan yang

berwenang.

Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang

No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah disahkan dan di undangkan pada

tanggal 10 november 1998, dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan

perekonomian nasional walaupun Undang-undang No.10 Tahun 1998 hanya

merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal Undang-undang

Perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahan

mencakup penyehatan secara menyeluruh sistem perbankan, tidak hanya

(19)

Salah satu perubahan yang terdapat dalam Undang-undang No.10 Tahun

1998 tentang perbankan adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Dilihat dari

paragraf ke-8 penjelasan umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank

dihubungan dengan upaya peningkatan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga

perbankan. Inti perubahan rahasia bank menurut Undang-undang No.10 Tahun

1998 tentang perbankan, bila di bandingkan dengan ketentuan yang lama adalah

perlunya peninjauan ulang pada sifat ketentuan rahasia bank yang selamat ini

sangat kaku dan tertutup. Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur

yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat

yang meneglola dana masyarakat, namun Undang-undang No.10 Tahun 1998

tentang perbankan menetapkan untuk tidak merahasiakan seluruh aspek yang di

tata usahakan oleh bank.

D.Perlindungan Data Pribadi Nasabah

Bank sentral sebagai pelaksana otoritas moneter berperan sekali dalam

rangka perlindungan nasabah (masyarakat). Menyangkut perlindungan konsumen

(nasabah) ini kita dapat menggunakan penerapan hukum pidana, maupun hukum

perdata bahkan dimungkinkan pula melalui hukum administrasi negara.36

Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan

nasabah bank adalah sebagai berikut:37

1. Pembuatan peraturan baru

Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi

peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan

36

Muhamad Djumhana, Op cit, hlm 30.

37

(20)

perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung

maupun tidak langsung yang bertujuan melindungi nasabah, akan tetapi lebih

banyak lagi diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.

2. Pelaksanaan peraturan yang ada

Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adlah

dengan melaksanakan peraturanyang ada di bidang perbankan serat lebih ketat

oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi

nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan

tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris

atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan.

3. Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito

Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga

asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil

yang positif.

4. Memperketat perizinan bank

Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah

satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat mamberikan

keamanan bagi nasabahnya.

Undang-undang perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi

apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam hal-hal sebagai

berikut:

a.Susunan organisasi b.Pemodalan

c.Kepemilikan

(21)

e.Kelayakan rencana kerja.

5. Memperketat pengaturan dibidang kegiatan bank

Ketentuan-ketentuan yang menyangkut dengan kegiatan bank banyak juga

yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak

nasabah. Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan

bank, mengatur tentang hal-hal sebgai berikut:38

a. Ketentuan mengenai permodalan, ketentuan ini antara lain mengenai

kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate Ratio (CAR)

yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

(ATMR).

b. Ketentuan mengenai menajemen, yang dalam hal merupakan penilaian

kualitatif mengenai menjemen terhadap manjemen pemodalan, manajemen

kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan menejemen

likuiditas.

c. Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang dalam hal ini diukur

tingkat kemampuan pengembaliannys dengan kategori lancar, kurang lancar,

diragukan den macet.

d. Ketentuan mangenai likuiditas, dalam hal ini seringkali dilakukan pengukuran

lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve requitment, Juga harus menghindari

adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang

disebut Mismatch.

38

(22)

e. Ketentuan mengenai rentabilitas, dalam hal ini sering diukur dengan cara

penilaian kuantatif melalui rasio perbandingan laba selama 12 (dua belas) bulan

terakhir terhadap volume usaa dalam periode yang sama (return on assets atau

ROA), dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam

periode I(satu) tahun.

f. Ketentuan mengenai solvabilitas.

g. Ketentuan mengenai kesehatan bank, dalam hal ini sering dipergunakan

sebagai ukuran adalah:

1) Capital, assets quality, management quality, eamings, dan liquidity

(Camel);

2) Posisi Devisa Netto (Net Oen Position) dengan tujun untuk menghidari

resiko nilai tukar (Exchange rate risk);

3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau yang sering pula

disebut dengan Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah, dalam hal ini Undang-undang Perbankan Nomor 10

tahun 1998 Memberikan kewenangan kepada bank central untuk

menetapkan BMPK tersebut. Khusus untuk nasabah tertentu maka bank

indonesia dapat juga menetapkan BMPK, nasabah-nasabah tertentu

tersebut adalah :

a) Pemegang saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal setor;

b) Anggota dewan komisaris;

(23)

d) Keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau kesamping),

dewan komisaris dan direksi;

e) Pejabat bank lainnya;

f) Perusahaan dimana di dalamnya ada kepentingan pemegang saham,

komisaris, direksi, pejabat bank lainnya dan anggota keluarga dari

pemegang saham, direktur dan komisaris.

6. Memperketat pengawasan bank

Dalam rangka meminimalkan resiko yang ada dalam bisnis bank, maka

pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri

Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap

bank-bank yang ada, baik terhadap bank-bank-bank-bank pemerintah maupun terhadap bnk swasta.

Penekanan pada usaha penjagaan dalam rangka perlindungan nasabah ini

dengan cara terjaganya kesehatan bank agar tidak bangkrut, membawa kosekuensi

kewajiban indonesia untuk lebih efektif lagi dalam hal pembinaan dan pengawas

bank. Sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia, maka bank Indonesia

mempunyai peran yang besar sekali dalam usaha melindungi, dan menjamin agar

nasabah tidak mengalami kerugin akibat tindakn bank yang salah. Bank Indonesia

wajib lebih efektif lagi melakukan tugas, dan kewenangannya unutk mengawasi

pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di

Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik adalah merupakan langkah preventif

dalam membendung, atau setidak-tidaknya mengurangi kasus kerugian nasabah

karena tindakan bank, atau lembaga keuangan lainny yang melawan hukum .39

39

(24)

Hanya saja perlu diperhatikan disini bahwa sebagai pengawas, bank

Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang

diawasinya itu. Pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus

bank tersebut, karena itu harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan bank

Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus bank

tersebut.40

Tujuan diwajibkannya prinsip kehati-hatian (Prudental principle) oleh

bank-bank pada umumnya adalah untuk melindungi nasabah bank yang

menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan.41

Upaya perlindungan yang diberikan oleh undang-undang perbankan

terhadap dan masyarakat merupakan penegasan bahwa sekalipun uang yang

disimpan oleh nasabah penyimpan dana telah menjadi milik bank sejak disetorkan

dan selama penyimpanan bank. Tetapi bank tidak mempunyai kebebasan mutlak

untuk menggunakan uang itu.42

Bank hanya boleh menggunakan uang itu untuk tujuan dan dengan cara

yang dapat menjamin kepastian bahwa bank itu nantinya akan mampu membayar

kembali masyarakat yang disimpan kepadanya apabila ditagih oleh para

penyimpannya. Mangingat hal yang demikian, maka hubungan bank dengan

nasabah penyimpan dana adalah hubungan kontraktual antara debitur dan kreditur

yang dilandasi atas azas kehati-hatian.

40

Munir Fuady I, Op cit, hlm 107.

41

Marulak Pardede II, Op cit, Hlm 21.

42

Referensi

Dokumen terkait

Sering kali saya merasa saya dapat mengubah apa yang akan terjadi besok dengan kelakuan saya hari ini.. Apa yang harus terjadi akan terjadi juga sekeras apapun saya

Sesuai dengan ketentuan POJK No. 04/POJK.03/2015 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat, BPR HISOBHAN telah melakukan pengangkatanPejabat Eksekutif yang

Untuk meningkatkan sikap jujur dalam mengerjakan tugas dan hasil belajar fisika pada kompetensi getaran, gelombang dan bunyi di kelas XI TKR 4 semester 4, peneliti memandang perlu

“Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ”, Simposium

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai

Setiap awal pengetikan dalam Excel harus diawali dengan tanda sama dengan (=) Di antara rumus yang sangat bervariasi dalam aplikasi ini, dapat dikategorikan ke dalam beberapa Fungsi

untuk SOP, tidak adanya penjadwalan pergantian Roll, kurang koordinasi, mesin tetap berproduksi meskipun terjadi kecacatan, kurang pengalaman (karyawan baru) sehingga

Salah satu penatalaksanaan untuk menurunkan intensitas nyeri adalah dengan menggunakan Stimulasi Elektrik Saraf Transkutan (TENS) dan terapi es, sebagai metode pereda nyeri