1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Ribuan pulau
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pulau-pulau tersebut dipisahkan oleh laut
yang turut menjadi wilayah yurisdiksi hukum Indonesia dengan luas mencapai
tiga per empat dari total wilayah Indonesia.2 Luas wilayah laut tersebut tentu
memiliki keuntungan bagi Indonesia dalam mengatur percaturan geopolitik dan
geoekonomi dunia, seperti dapat membuat kebijakan-kebijakan nasional dalam
rangka kepentingan negara, perdagangan internasional, serta berbagai kebijakan
lain yang dapat mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.3
Wilayah laut yang luas serta diapit oleh dua samudra juga memberikan
keuntungan lain kepada Indonesia barupa kandungan sumber daya perikanan yang
sangat melimpah sehingga Indonesia mampu menjadi pusat pengolahan perikanan
dunia.4
2
Berapa Luas Sebenarnya Wilayah Laut Indonesia, dimuat dalam Fakta tentang melimpahnya potensi perikanan di wilayah laut Indonesia
memang telah dibuktikan oleh data ilmiah yang bersumber dari banyak kajian dan
penelitian. Salah satu penelitian tersebut pernah menyebutkan bahwa potensi
kekayaan laut yang dimiliki Indonesia terdiri dari 8.500 spesies ikan, 555 spesies
Februari 2016).
3
Isran Noor, Indonesia Negara Maritim Terbesar Di Asia (Jakarta: BI Press, 2013), hlm. 281.
4Jadi Pusat Pengolahan Ikan, RI Bakal Raup US$ 40 Miliar, dimuat dalam
2
rumput laut, dan 950 spesies biota yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu
karang.5 Selain itu, Indonesia juga memiliki berbagai potensi sumber daya
kelautan lain, seperti:6
1. Sumber daya yang dapat pulih (ikan dan biota lainnya, terumbu karang, hutan
mangrove, pulau-pulau kecil).
2. Sumber daya tidak dapat pulih (minyak dan gas, bahan tambang dan mineral).
3. Energi kelautan (gelombang, pasang surut, Ocean Thermal Energy
Conservation, dan angin).
4. Jasa lingkungan (media transportasi, komunikasi, iklim, keindahan alam,
penyerap limbah).
Fakta mengenai potensi kekayaan laut tersebut bisa menjadi gambaran
bagi para stakeholder di Indonesia agar secara bersama-sama mengarahkan
kebijakan pembangunan negara yang berorientasi kepada laut. Sebab, kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas perairan laut
teritorial seluas 0.3 juta km2, perairan nusantara (kepulauan) seluas 2,8 juta km2,
dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2 kaya akan
sumber daya laut dan ikan yang patut dimanfaatkan.7
Pemanfaatan sumber daya perikanan secara maksimal perlu dilakukan
untuk mendapatkan sumber pembiayaan baru bagi negara dalam rangka
membiayai berbagai program pembangunan di Indonesia. Sebab, pendapatan yang
bisa diperoleh negara apabila mampu mengoptimalkan potensi perikanan yang ada
di laut sangatlah besar.
8
5
Yusni Ikhwan Siregar, Menggali Potensi Sumber Daya Laut Indonesia, Makalah pada Workshop Forum Rektor Indonesia, USU-Medan, 5-6 Maret 2015.
6 Ibid. 7
Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 2.
8
Renstra KKP 2010 dalam Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 150.
3
mencapai ratusan triliun rupiah.9 Namun faktanya, potensi perikanan tangkap
tersebut belum mampu dioptimalkan secara maksimal karena beberapa faktor.
Salah satu faktor tersebut adalah keterbatasan kemampuan nelayan, baik dari segi
sarana penangkapan ikan yang tersedia maupun dari segi kecakapan nelayan
dalam menggunakan teknologi penangkapan ikan sehingga jumlah tangkapan ikan
yang mampu dilakukan hanya berkisar 3,1 juta ton per tahun.10
Praktik illegal fishing di perairan Indonesia telah menimbulkan banyak
kerugian. Selain mengurangi kuantitas tangkapan ikan nelayan, praktik tersebut
juga dinilai telah melanggar kedaulatan wilayah Indonesia serta menghilangkan
potensi pendapatan negara dalam bentuk devisa. Sebagai negara yang berdaulat,
pelanggaran terhadap kedaulatan negara merupakan hal yang tidak dapat ditolerir.
Dalam hal ini, negara melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut
telah berupaya melakukan penjagaan dan patroli wilayah di perairan-perairan
perbatasan, termasuk di selat-selat yang ada di Indonesia. Namun, penjagaan
tersebut belum maksimal dilakukan sebab kapal yang digunakan untuk mengawasi
dan menjaga kedaulatan di beberapa wilayah laut tersebut hanya berjumlah empat
armada, yaitu KRI Kakap 811, KRI Pulau Rengat 711, KRI Birang 831, dan KRI
Suluh Pari 809.
Selain itu, praktik
illegal fishing yang marak terjadi di perairan Indonesia juga turut mempengaruhi
kuantitas tangkapan ikan tersebut.
11
9
Supriadi dan Alimuddin, Op.Cit., hlm. 2. 10
Ibid. 11
Ika Ambarwati, Pencurian Ikan di Laut NKRI Sudah Seperti Kanker Stadium Akhir, dimuat dalam www.selasar.com. (diakses pada tanggal 3 Februari 2016).
4
Kerugian lain atas tindakan illegal fishing bagi Indonesia juga tidak
main-main. Berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik
Indonesia, total kerugian negara akibat praktik illegal fishing bisa mencapai dua
puluh miliar dolar per tahun. Hal tersebut belum termasuk biaya yang harus
ditanggung negara terhadap kerusakan ekosistem di laut pasca praktik illegal
fishing terjadi.12 Kerusakan ekosistem laut dalam jangka waktu panjang juga
berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan dan secara tidak langsung akan
berdampak pada eksistensi mata pencaharian penangkapan ikan yang dilakukan
oleh nelayan di Indonesia yang saat ini berjumlah 2,2 juta jiwa.13
Menyikapi hal tersebut, para pendiri bangsa telah mengamanatkan agar
segala potensi alam yang ada di bumi Indonesia dengan penguasaan negara harus
dimanfaatkan demi kemakmuran rakyat. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penguasaan
oleh negara sebagaimana disebut dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimaksudkan agar negara Indonesia
selaku organisasi kekuasaan tertinggi dapat mengatur dan membuat peraturan
untuk menyelenggarakan pelaksanaan atas peruntukkan, persediaan, dan
pemeliharaan dari bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya.
14
12
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Bagir Manan
bahwa unsur utama penguasaan negara adalah untuk mengatur dan mengurus
13
Reyhan Gustira Anwar, Mengamankan Laut Indonesia: Penegakan Hukum Laut Terhadap Praktik Illegal Fishing Oleh Badan Keamanan Laut, dimuat dalam
14
5
(regelen en besturen) dimana negara hanya melakukan bestuursdaad tidak
melakukan eigensdaad.15
Bentuk kegiatan penanaman modal asing secara langsung dinilai dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas tenaga kerja,
mengembangkan industri substitusi impor untuk menghemat devisa, mendorong
ekspor non-migas untuk menambah devisa, alih teknologi, membangun prasarana,
dan mampu mengembangkan daerah tertinggal.
Mengacu pada amanat konstitusi tersebut, maka ketersedian sumber daya
perikanan di laut harus segera dimanfaatkan untuk memakmurkan rakyat. Namun,
pemanfaatan tersebut terkendala oleh minimnya anggaran, lemahnya penguasaan
teknologi termasuk fasilitas pendukung pengelolaan perikanan, serta rendahnya
kesejahteraan hidup nelayan di pesisir pantai. Kelemahan-kelemahan tersebut
mengindikasikan bahwa Indonesia membutuhkan keterlibatan asing dalam
pengelolaan sumber daya perikanan melalui kegiatan penanaman modal asing
secara langsung.
16
Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (UUPM) menyebutkan bahwa “Penanaman modal
asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Hal tersebut juga senanda
dengan maksud Indonesia menyelenggarakan kegiatan penanaman modal
sebagaimana disebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
15
Bagir Manan dalam Abrar Saleng, Hukum Pertambangan (Jogjakarta: UII Press, 2004), hlm. 3.
16
6
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri”.17
Penanaman modal asing dalam mengelola sumber daya perikanan di
Indonesia sangat diperlukan agar pengelolaan sumber daya perikanan dapat
dilakukan secara optimal dengan menerapkan teknologi yang tepat, efektif,
efisien, dan ramah lingkungan. Hal tersebut bertujuan agar pengelolaan sumber
daya perikanan tetap mencerminkan asas-asas manfaat, efisiensi, kelestarian, dan
pembangunan yang berkelanjutan.
Ketentuan tersebut mengatur bahwa pelaksanaan
penanaman modal asing harus dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia.
Artinya, penanaman modal asing yang tunduk pada ketentuan UUPM adalah
penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment).
18
Keterlibatan Indonesia dalam berbagai perjanjian dan konvensi
internasional, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal,
semakin memberi kemudahan bagi Indonesia untuk mendatangkan investor asing.
Sebab, dengan melibatkan diri sebagai bagian dari suatu kesepakatan (perjanjian)
internasional, investor asing tentu akan lebih tenang melakukan penanaman modal
di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan regulasi yang berlaku secara umum di Oleh karena itu, penanam modal asing harus
di undang untuk melakukan penanaman modal di Indonesia.
17
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 3.
18
7
Indonesia akan berpedoman kepada kesepakatan internasional yang telah
disepakati. Apabila ada sengketa terhadap pelaksanaan penanaman modal asing
dikemudian hari, pihak yang melakukan pelanggaran tentu harus menerima
sanksi, baik dilakukan secara sukarela maupun dipaksa sebagai konsekuensi dari
anggota masyarakat internasional.19
World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi internasional
yang dihasilkan dari Putaran Uruguay yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
seperangkat perjanjian-perjanjian yang telah ada dan mengalami perluasan terkait
dengan perdagangan internasional. Salah satu perluasan aturan terkait dengan
perdagangan internasional yang dikeluarkan oleh WTO adalah pengaturan
mengenai penanaman modal antar negara melalui sebuah instrumen hukum yang
disebut Trade Related Investment Measures (TRIMs). Ketentuan TRIMs sendiri
diatur dalam lingkup pengaturan WTO di bidang General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) dan diatur dalam Annex 1A GATT.
Salah satu bentuk keterlibatan Indonesia
dalam kesepakatan dunia tersebut adalah bergabung menjadi anggota World Trade
Organization (WTO) setelah meratifikasi Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)
melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994.
20
Keterlibatan Indonesia sebagai anggota WTO memaksa Indonesia untuk
menyesuaikan regulasi nasional tentang penanaman modal sesuai dengan
kesepakatan internasional yang telah disepakati. Penyesuaian regulasi mutlak
dilakukan untuk melindungi kepentingan negara dari praktik penanaman modal
19
Hata, Hukum Internasional: Sejarah dan Perkembangan Hingga Pasca Perang Dingin (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 168.
20
8
langsung asing (foreign direct investment) yang merugikan selaigus untuk
melaksanakan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu
kewajiban tersebut adalah menyesuaikan UUPM Indonesia agar tidak
bertentangan dengan ketentuan yang terikat pada prinsip-prinsip penanaman
modal internasional dari WTO dan TRIMs, seperti prinsip non-diskriminasi,
prinsip most favoured nation (MFN), dan prinsip national treatment.21
Liberalisasi ketentuan hukum mengenai pelaksanaan penanaman modal
asing di dunia mengharuskan Indonesia untuk mampu menarik minat investor
asing melakukan penanaman modal di Indonesia, khususnya di bidang usaha
perikanan. Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk menarik minat investor
asing agar bersedia melakukan penanaman modal di bidang usaha perikanan.
Salah satu upaya tersebut adalah memberikan berbagai fasilitas penanaman modal
kepada penanaman modal asing di bidang usaha perikanan. Oleh karena itu, perlu Pemberlakuan liberalisasi pengaturan terkait penanaman modal asing di
dunia tentu memberi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Sebab, regulasi
penanaman modal asing yang secara umum telah disepakati bersama oleh
negara-negara di dunia mengharuskan Indonesia untuk memiliki nilai tambah di mata
investor asing agar tetap menarik sebagai lokasi pelaksanaan penanaman modal.
Selain itu, Indonesia juga harus mampu menghadapai berbagai persoalan dan
tantangan terkait penanaman modal agar bisa memenangkan persaingan dalam
menarik modal asing ke Indonesia, seperti lemahnya insentif investasi dan belum
optimalnya pemberian insentif dan fasilitas.
21
9
mengkaji berbagai fasilitas penanaman modal tersebut bagi penanaman modal
asing (PMA) di bidang usaha perikanan serta prosedur pemberiannya ditinjau dari
UUPM.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana cara melakukan penanaman modal asing di bidang usaha
perikanan di Indonesia?
2. Bagaimana pengaturan fasilitas penanaman modal bagi penanaman modal
asing menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal?
3. Bagaimana prosedur pemberian fasilitas penanaman modal bagi penanaman
modal asing di bidang usaha perikanan ditinjau dari Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui cara melakukan penanaman modal asing di bidang
10
b. Untuk mengetahui pengaturan fasilitas penanaman modal bagi penanaman
modal asing menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
c. Untuk mengetahui prosedur pemberian fasilitas penanaman modal dalam
kegiatan penanaman modal asing di bidang usaha perikanan ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.
2. Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara teoritis
1) Pembahasan dalam penulisan skripsi ini dapat menambah wawasan
dan meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan hukum investasi.
2) Tulisan ini dapat menambah daftar literatur pembahasan mengenai
fasilitas penanaman modal bagi penanaman modal asing di bidang
usaha perikanan.
b. Secara praktis
1) Tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi rekan-rekan
mahasiswa dan praktisi di bidang penanaman modal dalam melakukan
penulisan atau penelitian terkait dengan fasilitas penanaman modal
bagi penanaman modal asing di bidang usaha perikanan.
2) Penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
11
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “Pemberian Fasilitas Penanaman Modal Dalam
Kegiatan Penanaman Modal Asing (PMA) Di Bidang Usaha Perikanan
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007” belum pernah ditulis di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya surat yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas
Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun, ada beberapa
skripsi yang sudah pernah ditulis dan berkaitan dengan fasilitas penanaman
modal, yaitu skripsi yang berjudul “Perlakuan dan Pemberian Fasilitas Kepada
Penanam Modal Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal” yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara bernama Bonatua Edynata Manihuruk yang
membahas tentang pemberian fasilitas kepada penanam modal secara umum dan
tidak berkaitan dengan usaha perikanan bagi investasi asing.
Penulisan skripsi yang berkaitan dengan fasilitas penanaman modal juga
ditulis oleh mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bernama
Evalina Barbara Meliala dengan judul “Pemberian Hak Atas Tanah Dalam
Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal” yang membahas tentang pemberian
fasilitas berupa hak atas tanah dalam rangka penanaman modal dan tidak
12
Penelitian yang dilakukan pada skripsi ini secara khusus membahas
tentang bentuk fasilitas penanaman modal beserta prosedur pemberian fasilitas
tersebut kepada PMA di bidang usaha perikanan sesuai dengan ketentuan UUPM.
Ide dan gagasan dalam penulisan skripsi ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat
atau diambil dari penelitian orang lain.
Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan PMA, fasilitas penanaman modal di Indonesia, bidang-bidang
usaha perikanan serta peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
penanaman modal yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun
media elektronik. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau
telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka
hal tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian penanaman modal asing
Penanaman modal asing yang dimaksud dalam pembahasan skripsi ini
adalah penanaman modal asing yang dilakukan secara langsung. Penekanan
terhadap pengertian penanaman modal asing secara langsung terletak pada
keikutsertaan atau keterlibatan pihak penanam modal asing dalam melakukan
usaha di bidang penanaman modal yang dilakukan di wilayah Indonesia.
Pengertian penanaman modal asing secara langsung tersebut juga telah diatur
dalam Pasal 1 angka 3 UUPM yang berbunyi “Kegiatan menanam modal untuk
13
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.”
2. Pengertian fasilitas penanaman modal
Fasilitas penanaman modal merupakan fasilitas yang akan diberikan oleh
pemerintah kepada penanaman modal apabila telah memenuhi persyaratan dan
ketentuan hukum yang berlaku. Syarat dan ketentuan hukum yang berlaku bagi
penanaman modal yang ingin mendapatkan fasilitas tersebut adalah melakukan
perluasan usaha di bidang penanaman modal atau melakukan penanaman modal
baru dengan ketentuan telah memenuhi sekurang-kurangnya salah satu dari
kriteria berikut:22
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau
daerah lain yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.
Pemberian fasilitas penanaman modal juga dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat daya saing perekonomian serta kondisi keuangan
negara dan harus promotif dibandingkan dengan fasilitas yang diberikan oleh
negara lain.23
22
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 18 ayat (2) dan (3).
23
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Umum.
14
pemerintah kepada penanaman modal yang melakukan kegiatan usaha di
Indonesia adalah sebagai berikut:24
a. fasilitas Pajak Penghasilan (PPh);
b. pembebasan atau keringanan bea impor barang modal;
c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor
barang modal;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;
f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
g. pembebasan atau pengurangan PPh badan;
h. fasilitas hak atas tanah;
i. fasilitas keimigrasian; dan
j. fasilitas perizinan impor.
3. Pengertian bidang usaha perikanan
Menurut Lampiran II Nomor 3 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014
tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, tercantum bidang usaha di
Bidang Kelautan dan Perikanan yang tergolong dalam daftar bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Bidang-bidang usaha
tersebut adalah:25
a. Perikanan tangkap menggunakan kapal penangkap ikan berukuran sampai
dengan 30 GT di wilayah perairan sampai dengan 12 mil.
b. Usaha pengelolaan hasil perikanan yang dilakukan secara terpadu dengan
penangkapan ikan di perairan umum.
c. Pembesaran ikan laut, ikan air payau, dan ikan air tawar.
d. Pembenihan ikan laut, ikan air payau, dan ikan air tawar.
e. Usaha Pengelolaan Hasil Perikanan (UPI) berupa:
1) industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya;
2) industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya.
f. Usaha Pengelolaan Hasil Perikanan (UPI) peragian, fermentasi,
pereduksian/pengekstaksian, pengolahan surimi, dan jelly ikan.
24
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 21.
25
15
g. Usaha pemasaran, distribusi, perdagangan besar, dan ekspor hasil
perikanan.
h. Usaha perikanan tangkap:
1) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih
besar di wilayah penangkapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI);
2) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih
besar di wilayah penangkapan laut lepas;
3) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT di
wilayah perairan di atas 12 mil.
i. Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran koral/karang hias dari alam
untuk akuarium.
j. Pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam.
k. Penggalian pasir laut.
Mengacu pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2002 tentang Usaha Perikanan dimana Usaha Perikanan didefinisikan sebagai
“Semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau
membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.” Usaha di bidang pembudidayaan ikan
dilakukan dalam suatu sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi,
produksi, pengolahan dan pemasaran serta dilakukan di air tawar, air payau, dan
di laut. Usaha pembudidayaan ikan pada masing-masing tahap akan dijelaskan
sebagai berikut:26
a. pada tahap praproduksi, usaha yang dilakukan meliputi pemetaan lahan
dan/atau pencetakan lahan pembudidayaan ikan;
b. pada tahap produksi, usaha yang dilakukan meliputi pembenihan,
pembesaran, dan/atau pemanenan ikan;
c. pada tahap pengolahan, usaha yang dilakukan meliputi penanganan hasil,
pengolahan, penyimpanan, pendinginan, dan/atau pengawetan ikan hasil usaha budidaya;
d. pada tahap pemasaran, usaha yang dilakukan meliputi pengumpulan,
penampungan, pemuatan, pengangkutan, penyaluran, dan/atau pemasaran ikan hasil pembudidayaan.
26
16
Definisi tersebut memberi gambaran bahwa usaha perikanan yang ada di
Indonesia terdiri dari dua bidang usaha, yaitu bidang usaha penangkapan ikan dan
bidang usaha pembudidayaan ikan. Maka, katagori yang masuk dalam Bidang
usaha perikanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Nomor 3 Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
adalah:
a. Perikanan tangkap menggunakan kapal penangkap ikan berukuran sampai
dengan 30 GT di wilayah perairan sampai dengan 12 mil.
b. Usaha pengelolaan hasil perikanan yang dilakukan secara terpadu dengan
penangkapan ikan di perairan umum.
c. Pembesaran ikan laut, ikan air payau, dan ikan air tawar.
d. Pembenihan ikan laut, ikan air payau, dan ikan air tawar.
e. Usaha pemasaran, distribusi, perdagangan besar, dan ekspor hasil
perikanan.
f. Usaha perikanan tangkap:
1) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih
besar di wilayah penangkapan ZEEI;
2) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih
besar di wilayah penangkapan laut lepas;
3) menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT di
wilayah perairan di atas 12 mil.
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis
penelitian hukum deskriptif yang bersifat normatif, yaitu sebuah penelitian yang
dilakukan bersumberkan dari peraturan perundang-undangan tertulis, teori hukum,
dan pendapat para sarjana hukum yang berkaitan dengan skripsi.27
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat) (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14.
17
hukum deskriptif yang bersifat normatif ini disebut juga sebagai penelitian
perpustakaan atau studi dokumen sebab penelitian ini lebih banyak dilakukan
terhadap data-data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan, seperti buku.
Penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari data-data lain yang diolah
selain dari sumber buku, seperti makalah dan berbagai tulisan di internet yang
berkaitan dengan pemberian fasilitas penanaman modal bagi PMA di bidang
usaha perikanan. Penelitian perpustakaan demikian dapat dikatakan sebagai lawan
dari penelitian empiris (penelitian lapangan).28 Selanjutnya, dalam penelitian ini,
metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan
perundang-undangan, yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum.29
2. Data penelitian
Materi yang digunakan untuk menyusun skripsi ini diambil dari data-data
sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat dan
membuat orang taat pada hukum yang ditetapkan oleh pihak berwenang,
seperti peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan
hukum primer dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden Nomor 39
28
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 51.
29
18
Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Perka BKPM)
Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan
Nonperizinan Penanaman Modal dan peraturan terkait lainnya.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Bahan
hukum tersebut dapat berupa dokumen-dokumen yang merupakan
informasi atau hasil kajian tentang PMA, fasilitas penanaman modal, serta
usaha perikanan yang bersumber dari buku-buku, seminar/workshop,
jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber
dari internet yang berkaitan dengan permasalahan di atas.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier merupakan semua dokumen yang berisi tentang
konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan
sebagainya.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh suatu
kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini adalah teknik pengumpulan data
dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara
19
makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan
bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis data
Analisis data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif.
Analisis tersebut dilakukan dengan cara mengolah dan menganalisis data serta
mendeskripsikannya dengan kata-kata sehingga diperoleh bahasan atau paparan
dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti serta dapat ditarik
suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri atas lima bab dimana
masing-masing bab terdiri atas sub-bab tersendiri yang memiliki hubungan atau
keterkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian judul penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II merupakan bab yang membahas mengenai konsep teoritis
penanaman modal asing, bidang usaha perikanan, serta membahas pengaturan
penanaman modal asing di bidang usaha perikanan tersebut.
BAB III merupakan bab yang membahas tentang bentuk-bentuk fasilitas
penanaman modal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal serta membahas perlakuan dalam pemberian
20
BAB IV merupakan bab pembahasan yang membahas mengenai tata cara
penanaman modal asing di bidang usaha perikanan, pengaturan fasilitas
penanaman modal bagi penanaman modal asing, serta membahas prosedur
pemberian fasilitas penanaman modal bagi penanaman modal asing di bidang
usaha perikanan.
BAB V merupakan bab akhir yang berisikan kesimpulan atas pembahasan