• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variasi Komponen Biji Sawit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus) Pada Alat Tangkap Bubu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Variasi Komponen Biji Sawit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus) Pada Alat Tangkap Bubu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VARIASI KOMPONEN BIJI SAWIT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN SEPAT RAWA(Trichogaster trichopterus)PADA

ALAT TANGKAP BUBU

Ari harsandi1), Arthur Brown2), dan Irwandy Syofyan2) harsandi_ari@yahoo.com

Abstract

This research was done in April 2015 in the open waters of Rimba Melintang Village, Rokan Hilir Riau Province. The research objective was to determine the effect of variations in the components of the palm kernel astringent(Trichogaster

trichopterus)in fish traps catches. This research used 4 (four) comparison levels,

were : Palm kernel bait (U1), Palm fruit fibersbait (U2), Palm kernel oil bait (U3), and mixture Palm fruit fibers and Palm kernel oil bait (U4). The catch device used were four unit of wire traps. The method used in this study was fishing experiment in field. The design used was a simple design with randomization bait. From the result of research it can be concluded that type of palm kernel bait was bring the best catches weight is 27.8 kilograms. This waters flow velocity in the range of 0.28-0.30 m/second and water temperature in the range of 28-30oC.

Keyword : Traps, Bait, Catching

1. Student of Fisheries and Marine Science University of Riau 2. Lecturers of Fisheries and Marine Science University of Riau

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi dalam bidang penangkapan ikan yang semakin berkembang memberikan dampak positif terhadap peningkatan permintaan pasar. Sebagian besar ikan yang dikirim ke negara tetangga (ekspor) dan pasar lokal adalah ikan-ikan yang berasal dari laut. Hal ini

memberikan gambaran dari

perubahan usaha penangkapan ikan

yang mulanya melakukan

penangkapan ikan untuk kebutuhan pasar-pasar lokal sekarang telah merambah sampai ke pasar-pasar internasional. Perubahan daerah penangkapan yang dulunya hanya melakukan penangkapan pada daerah pantai sekarang mulai melakukan penangkapan sampai ke laut lepas.

Kemajuan ini tidak lepas dari dukungan pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan yang selalu memberikan bantuan dan terobosan-terobosan baru dalam bidang penangkapan ikan.

(Sumber:https://indonesiacompanyne ws.wordpress.com.tag.marine).diaks es 20 Mei 2015.

Perikanan merupakan suatu usaha manusia untuk memanfaatkan sumberdaya perairan baik berupa sumberdaya hayati, hewani maupun tumbuh-tumbuhan. Pengelolaan sumberdaya hayati perikanan secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu perikanan budidaya dan perikanan penangkapan. Dalam perikanan budidaya termasuk pembenihan, pendederan dan

(2)

pembesaran. Sedangkan perikanan tangkap meliputi penangkapan ikan dan organisme lainnya yang berada di perairan umum dan laut

(Syamsuddin 1996 dalam

Armansyah, 2012).

Perkembangan usaha perikanan tangkap dapat dilihat berdasarkan perkembangan dari konstruksi dan rancangan alat penangkapan ikan, semakin majunya teknologi yang digunakan dalam penangkapan ikan. Konstruksi alat penangkapan ikan merupakan bentuk umum yang

mengambarkan suatu alat

penangkapan ikan dengan bagian-bagiannya secara jelas sehinga alat tangkap tesebut dapat dimegerti (Syahputra, 2009).

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkugan merupakan upaya sadar dan berencana dalam mengunakan alat tangkap yang digunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembagunan yang

berkesinambungan untuk

meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau menganggu kwalitas dari lingkungan hidup (Matasuganda, 2008).

Usaha pembangunan

perikanan laut masa kini umumnya ditujukan pada penangkapan, pengolahan dan pemasaran. O l e h k arena itu diharapkan akan mampu memecahkan masalah produksi perikanan dan taraf hidup para

nelayan. Untuk menunjang

pembangunan perikanan perlu dilakukan penelitian agar dapat diperoleh informasi tentang prospek dan eksploitasi yang berguna bagi

pembangunan perikanan dan

penangkapan ikan (Saputra, 2004). Pertambahan penduduk akan

mengakibatkan semakin

meningkatnya permintaan atas

tersedianya sumber bahan pangan. Kebutuhan pangan tidak hanya meliputi karbohidrat, melainkan juga protein yang salah satunya berasal dari hewan (ikan). Peningkatan jumlah hasil tangkapan yang lebih banyak bagi nelayan masih perlu dilakukan agar tercapai tujuan peningkatan pendapatan masyarakat (Basri, 2007).

Alat tangkap bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar (Von Brandt, 1984).

Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama fishing pots atau

fishing basket. Pengoperasianya alat

tangkap bubu pengoperasiannya berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya ikan target. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1 m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. (Sumber:http://nandawulandari23.bl

ogspot.com).dikunjungi pada tanggal

24 desember 2014.

Jika akan melakukan

penangkapan ikan terhadap suatu organisme (ikan) salah satu cara yang terbaik adalah dengan mengetahui kesukaan makanan (Effendie, 2002).

Dari beberapa referensi diketahui bahwa, ikan sepat merupakan sejenis ikan air tawar yang mudah di dapati di kawasan sungai, anak sungai, tasel, kolam, lubok dan sebagainya dan hidup di kawasan air mengalir atau air statik dengan perairan bersuhu 20-28°C.

(3)

Ikan sepat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama sebagai sumber protein di daerah pedesaan. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan sepat kerap diawetkan dalam bentuk ikan asin, bekasam dan lain-lain, sehingga dapat dikirimkan ke tempat-tempat lain. Beberapa daerah yang banyak menghasilkan ikan sepat olahan di antaranya adalah Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan (Gaffar, 2006).

Dalam hal upaya meningkatkan usaha penangkapan ikan sepat tersebut, perlu adanya suatu penelitian mengenai umpan yang bagaimana yang dapat merangsang ikan sepat agar datang dan memakan umpan yang diberikan sehingga didapatkan hasil yang memuaskan tanpa merusak kelestarian alam. Prinsip metode penangkapan dengan

menggunakan umpan adalah

berusaha memikat ikan dengan sesuatu sebagai mangsanya yaitu berupa bau, rasa, gerakan, bentuk dan warna (Von Brandt, 1984).

Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh variasi komponen biji sawit terhadap hasil tangkapan ikan sepat rawa

(Trichogaster trichopterus) pada alat

tangkap bubu di Perairan Umum Kelurahan Rimba Melintang Kecamatan Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Sedangkan manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan untuk usaha penangkapan ikan, sehingga diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan bagi para nelayan dan

pihak pemerintah untuk

meningkatkan kesejahteraan dibidang usaha perikanan tangkap dimasa yang akan datang.

METODOLOGI

Materi yang digunakan adalah umpan yang teridiri dari komponen biji sawit, dengan kondisi perairan yang sama untuk setiap perlakuan. Kondisi Perairan itu adalah sebagai berikut : (1) Suhu perairan 28-300C, (2) Kecepatan arus berkisar 0,28-0,30 m/dt,(3) Kedalamana perairan 1,9-2,2 m (4) Kecerahan berkisar antara 29-30 cm.

Metoda yang digunakan adalah metodeExperimental Fishingdengan menggunakan 4 perlakuan, yaitu U1 (Biji sawit), U2 (serabut buah sawit), U3 (inti kelapa sawit), U4 (campuran serabut buah sawit dan inti kelapa sawit). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 sampai 10 April 2015 dengan menggunakan 4 perlakuan, yaitu U1, U2, U3, dan U4 dengan lokasi perairan umum Kelurahan Rimba Melintang.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan berondolan biji sawit. Alat tangkap yang digunakan di buat secara manual adalah bubu yang terbuat dari kawat jaring. Alat tangkap yang digunakan empat unit bubu dengan ukuran yang sama, yang berukuran panjang 0,50 meter, lebar 0,50 meter, tinggi 1 meter, bukaan mulut bubu 0,20 meter, dan lebar mulut bubu 0,20 meter. Pengumpulan data

dilakukan dengan metode

pengamatan, pengamatan dan pencatatan secara sistimatik tentang kejadian-kejadian yang diselidiki (Hadi, 2000). Data yang dihimpun adalah data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh dari hasil pengamatan lapangan, yaitu berupa hasil tangkapan ikan sepat

((Trichogaster trichopterus)) selama

10 hari pengamatan dengan 4 perlakuan. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan dari tanggal

(4)

01-10 April 2015. Data sekunder diperoleh dari kantor desa setempat.

Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji lapangan. Prosedur penelitiannnya adalah dengan dibagi menjadi beberapa tahapan kerja dalam penelitian ini dimulai dengan penyediaan semua bahan dan peralatan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian tersebut ialah sebagai berikut : Bahan umpan dikumpulkan sebanyak10 buah biji sawit pada satu alat tangkap bubu tiap jenis umpannya.

Pemasangan umpan (setting) dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB

dan hauling pada pukul 17.00 WIB.

Daerah penangkapan yang telah ditetapkan dipasang umpan secara acak baik umpan biji sawit, serabut buah sawit, inti kelapa sawit maupun campuran. Hasil tangkapan yang diperoleh dari masing–masing jenis umpan dikumpulkan dalam suatu wadah. Kemudian hasil tangkapan dihitung perekor dan dibandingkan umpan yang mana yang banyak tertangkap.

Pengamatan yang dilakukan berupa ketertarikan ikan sepat rawa terhadap umpan dan jumlah hasil tangkapan. Setelahhaulingdilakukan baru dihitung berapa kilogram ikan sepat rawa yang tertangkap dan dihitung berapa ekor ikan sepat rawa yang tertangkap. Pengamatan dilakukan setelah hauling. Selama penelitian, dilakukan pengamatan di lokasi penelitian dan pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, kedalaman, kecerahan dan kecepatan arus yang akan dilakukan pada setiap akan melakukan penangkapan.

Pengaruh jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan sepat rawa

dapat diketahui dengan

menggunakan uji F, apabila didapatkan hasil Fhitung lebih tinggi dari f tabel 0,05) maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh nyata.

Alat pengukur parameter lingkungan seperti sechidisk, Ph meter, current meter dan pengukur kedalaman. Untuk analisis data statistic digunakan software SPSS versi 12 dan Kamera digital untuk merekam aktifitas penelitian.

Data yang diperoleh dari setiap

hauling. Dicatat dan dikumpulkan

sehingga didapat umpan mana yang lebih baik digunakan pada alat tangkap bubu. Hasil tersebut diperoleh dari jumlah hasil tangkapan yang didapat dari masing-masing jenis umpan yang digunakan bijisawit, serabut buah sawit, inti kelapa sawit, dan umpan campuran. Kemudian semua umpan dibungkus dengan menggunakan kain warna hitam agar umpan tidak hilang dan tahan lama keutuhannya.

Daerah operasi penangkapan

(fishing ground) selama penelitian

disesuaikan dengan kebiasaan nelayan kelurahan rimba melintang di perairan umum rimba melintang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan percobaan selama 10 hari dengan 4 perlakuan maka didapatkan data hasil tangkapan ikan sepat berdasarkan jumlah yang tertangkap dapat dilihat lebih jelasnya pada Tabel 1 dibawah ini.

(5)

Tabel 1. Hasil Tangkapan Bubu Dalam Jumlah Individu (Ekor) Dengan Menggunakan Variasi Komponen Biji Sawit Selama Penelitian.

Hari Pengamatan Umpan Jumlah

U1 U2 U3 U4 01-April-2015 20 22 10 14 66 02-April-2015 20 20 10 12 62 03-April-2015 24 18 8 12 62 04-April-2015 22 20 8 12 62 05-April-2015 20 18 8 12 58 06-April-2015 22 20 10 10 62 07-April-2015 24 21 8 10 63 08-April-2015 20 20 10 12 62 09-April-2015 20 18 12 12 62 10-April-2015 22 20 8 10 60 Jumlah 214 197 92 116 619 Rata-rata 21.4 19.7 9.2 11.6 61.9 Persentase 44% 29% 10% 17% 100% Keterangan :

U1 : Umpan biji sawit (eksoskarp) U2 : Umpan serabut buah sawit

(mesoskarp)

U3 : Umpan inti kelapa sawit

(kernel)

U4 : Umpan campuran (mesoskarp

dankernel)

Selanjutnya untuk dapat melihat fluktuasi hasil tangkapan harian jala dengan menggunakan umpan yang berbeda dalam jumlah ekor akan terlihat perbedaan pada bentuk diagram seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik fluktuasi harian hasil tangkapan ikan sepat dalam jumlah (ekor) menurut jenis umpan yang digunakan

Dilihat dari jumlah hasil tangkapan selama penelitian pada umpan (U1) biji sawit pada Gambar 1, menjelaskan hasil tangkapan yang paling banyak adalah 214 ekor dengan rata-rata hasil tangkapan pada umpan ini adalah 21.4 dengan

persentase 44% merupakan hasil yang diperoleh lebih baik dari keseluruhan jumlah yang tertangkap.

Hasil tangkapan ikan sepat rawa dengan menggunakan umpan (U2) serabut buah sawit dengan jumlah hasil tangkapan 197 ekor,

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 H a si l T a n g k a p a n B e rd a sa rk a n E k o r

Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Sepat Berdasarkan Jumlah Ekor

Series1 Series2 Series3 Series4 U1 U2 U3 U4

(6)

dengan rata-rata 19.7 dan persentase 29% dari keseluruhan jumlah yang tertangkap.

Hasil tangkapan ikan sepat rawa dengan menggunakan umpan inti kelapa sawit (U3) dilihat dari jumlah ikan yang tertangkap adalah 92 ekor dengan rata-rata 9.2 dan persentase 10% selama sepuluh hari dari keseluruhan jumlah yang tertangkap.

Hasil tangkapan ikan sepat rawa dengan menggunakan umpan campuran serabut buah sawit dan inti kelapa sawit dilihat dari jumlah udang yang tertangkap adalah 116 ekor dengan rata-rata 11.6 dan persentase 17 %. umpan campuran memberikan rata-rata hasil tangkapan nomor tiga terbanyak dari keempat jenis bahan umpan yang dicobakan. Dari aspek berat jumlah hasil tangkapan harian yang

diperoleh oleh tiap-tiap umpan cukup bervariasi yang disajikan pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Hasil Tangkapan Bubu Dalam Jumlah Berat (Kg) Dengan Menggunakan Variasi Komponen Biji Sawit Selama Penelitian.

Hari Pengamatan Umpan Jumlah

U1 U2 U3 U4 01-April-2015 1.0 1.0 0.5 0.7 3.2 02-April-2015 1.0 0.9 0.6 0.6 3.1 03-April-2015 1.1 0.7 0.3 0.5 2.6 04-April-2015 1.0 0.9 0.2 0.6 2.7 05-April-2015 0.9 0.7 0.4 0.6 2.6 06-April-2015 1.0 0.8 0.5 0.5 2.8 07-April-2015 1.0 0.9 0.4 0.5 2.8 08-April-2015 0.9 0.8 0.5 0.6 2.8 09-April-2015 0.9 0.7 0.4 0.6 2.6 10-April-2015 1.0 0.8 0.3 0.5 2.6 Jumlah 9.8 8.2 4.1 5.7 27.8 Rata-rata 0.98 0.82 0.41 0.57 2.78 Persentase 38% 28% 12% 22% 100%

Dari Tabel 2 diatas dapat kita lihat hasil tangkapan ikan sepat rawa dalam berat (kilogram), selama 10 hari pengamatan didapatkan hasil untuk umpan biji sawit (U1) adalah 9.8 kg dengan rata-rata 0.98 dengan persentase 38%. Sedangkan pada

hasil tangkapan untuk umpan serabut buah sawit (U2) didapatkan hasil dengan yaitu dengan jumlah hasil tangkapan 8.2 kg dengan rata-rata 0.82 dan persentase yang didapat 28%.

(7)

Hasil tangkapan untuk umpan inti kelapa sawit (U3) didapatkan hasil dengan yaitu dengan jumlah hasil tangkapan 4.1 kg dengan rata-rata hasil tangkapan 0.41 dan persentase yang didapat adalah 12%.

Pada umpan campuran yang

digunakan selama penelitian didapatkan hasil tangkapan dengan jumlah 5.7 kg dengan rata-rata hasil tangkapan 0.57 dan persentase yang didapat adalah 22%.

Dari setiap umpan yang digunakan dapat kita lihat grafik fluktuasi harian hasil tangkapan ikan sepat rawa (kilogram) menurut jenis umpan yang diberikan. Untuk

lebih jelasnya dapat kita lihat pada grafik gambar 2. Dari grafik dalam gambar 2 terlihat bahwa hasil tangkapan harian menggunakan umpan inti kelapa sawit (U3) memberikan jumlah hasil tangkapan yang terendah yaitu sebanyak 4.1 kilogram, dengan rata-rata harian 0.41 kilogram. Sedangkan umpan biji sawit (U1) memberikan hasil tangkapan keseluruhan sebanyak 9.8 kilogram dengan rata-rata harian 0.98 kilogram, dengan rata-rata harian 0.98 kilogram yang merupakan hasil tangkapan tertinggi dari keempat jenis umpan diujicobakan.

Gambar 2. Grafik fluktuasi harian hasil tangkapan ikan sepat dalam berat (kg) menurut jenis umpan yang digunakan selama penelitian.

Untuk uji F terhadap pengaruh

pada keempat umpan yang

digunakan berdasarkan berdasarkan jumlah individu (ekor) selama penelitian untuk umpan biji sawit (U1) nilai yang didapat 1,647, untuk umpan serabut buah sawit (U2) nilai yang didapat 1,337, kemudian untuk umpan inti kelapa sawit (U3) nilai yang didapat 1,398, dan untuk umpan campuran (U4) (serabut buah dan inti kelapa sawit) nilai yang didapat 1,265. Sedangkan dilihat berdasarkan jumlah berat (kg) selama penelitian hasil nilai 0,0632 untuk umpan biji sawit (U1), selanjutnya

hasil nilai 0,1033 untuk umpan serabut buah sawit (U2), kemudian hasil nilai 0,1197 untuk umpan inti kelapa sawit (U3), dan hasil nilai 0,0675 untuk umpan campuran (U4) (serabut buah sawit dan inti kelapa sawit) maka dapat disimpulkan bahwa ada dijumpainya perbedaan yang signifikan pada keempat umpan yang digunakan selama penelitian.

Dalam berbagai aktifitasnya ikan sepat rawa mengandalkan indera peraba dan indera penciumannya termasuk dalam melacak keberadaan makanan di dalam perairan, hal ini sesuai dengan pendapat Radiopoetro

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,91 1,1 1,2 H a si l T a n g k a p a n D a la m B e ra t (K g )

Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Sepat Berdasarkan Jumlah Berat

Series1 Series2 Series3 Series4 U1 U2 U3 U4

(8)

(1977), mengatakan bahwa indera penciuman ikan sangat penting dalam berbagai aktifitas, misalnya dalam menemukan makanan dan menghindar dari rintangan.

Secara umum ukuran ikan sepat rawa yang tertangkap selama penelitian ini adalah berukuran kecil atau berkisar dengan bobot tubuh 50-80 gram tiap ekornya. Dari hasil wawancara dengan nelayan terungkap bahwa biasanya nelayan melakukan penangkapan yaitu bulan Oktober hingga Desember, sebab menurut mereka bahwa pada bulan-bulan tersebut ukuran ikan sepat rawa yang tertangkap sudah cukup besar.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa keempat jenis umpan yang digunakan mempengaruhi hasil tangkapan alat tangkap bubu. Sehubung dengan ini Von Brandt (1984), mengatakan bahwa daya tarik sesuatu umpan ditentukan oleh ransangan yang diberikan oleh umpan tersebut antara lain berupa bau dan rasa. Kecenderungan hasil yang serupa juga telah dilaporkan oleh Lagler et al. (1977), Taibin et al. (1989) yang mempergunakan bubu sebagai alat penangkapan di perairan Siak Hulu Kampar, dan Sianturi (1986) yang mempergunakan pancing joran sebagai alat penangkapan dan dilakukan di perairan Sungai Siak Kecamatan Senapelan Kodya Pekanbaru.

Hasil analisis statistik terhadap hasil tangkapan ternyata terdapat perbedaan yang mana terlihat bahwa umpan yang lebih baik secara berurutan adalah 1) umpan biji sawit utuh (U1), 2) umpan serabut buah sawit (U2), 3) umpan campuran (serabut buah sawit dan inti kelapa

sawit) (U3), 4) umpan inti kelapa sawit (U4).

Dari hasil penelitian yang dilakukan umpan biji sawit (U1) memiliki bau yang tidak terlalu tajam dibandingkan dengan umpan lainnya akan tetapi umpan ini memiliki kelemahan yaitu pada umpan biji sawit utuh bau aroma minyak terlindungi oleh serat sehingga aroma yang keluar prosesnya berjalan secara lambat. Keunggulan dari umpan biji sawit yaitu umpan tidak mudah cepat habis di karenakan komponen dari biji sawit mempunyai bahan yang sedikit keras dan tidak terlalu lembek, hal ini dapat diketahui pada saat pengangkatan alat tangkap bubu bahwa semua umpan yang dimakan ikan tidak habis.

Dari hasil penelitian yang dilakukan umpan biji sawit utuh (U1) dan umpan serabut buah sawit (U2) memiliki persamaan sifat fisik yang hampir sama dan memiliki kandungan minyak atau lemak. Umpan serabut buah sawit (U2) yaitu memiliki bau tengik yang lebih tajam hal ini diketahui bahwa minyak terpapar langsung dengan air sehingga reaksi degradasi lebih cepat karena permukaan minyak menjadi lebih luas. Hal ini sesuai dengan pendapat (Winarno, 2004), mengatakan bahwa Kerusakan lemak adalah timbulnya bau tengik yang disebut proses ketengikan, disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi, misalnya panas dan cahaya. Oksidasi ini bisa juga terjadi apabila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau pun lemak. Terjadinya oksidasi ini mengakibatkan bau tengik pada minyak ataupun lemak.

Wijana (2005), mengatakan bahwa minyak kelapa sawit seperti

(9)

umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air.

Pada serabut buah sawit

(mesoskarp) mengandung kadar

minyak rata-rata sebanyak 56%, inti

(kernel) mengandung minyak

sebesar 44%, dan tempurung

(endokarp) tidak mengandung

minyak (Fauzi, 2006).

Kemudian pada umpan inti kelapa sawit (U3) memiliki bau yang kurang tajam dibandingkan umpan yang lainnya yang mengandung minyak sedikit dan memiliki bau yang wangi apabila dibandingkan dengan serabut buah sawit yang mengandung minyak lebih banyak. Umpan inti kelapa sawit memiliki keunggulan yaitu umpan tidak cepat habis ketika berada didalam perairan dimana umpan inti kelapa memiliki struktur bahan yang lebih keras dan padat.

Sedangkan untuk umpan campuran (U4) yaitu umpan campuran serabut buah sawit dan inti kelapa sawit yang memiliki bau yang lebih cepat tengik. Tajamnya bau tengik ini berkaitan dengan kandungan bahan yang mengandung minyak yang dapat tercemar oleh bau dan kontaminasi dari air, karena minyak dapat mengabsorpsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Hal ini dapat menurunkan kualitas minyak dan timbul bau tengik. Hal ini sesuai dengan pendapat Iyung Pahan (2007), mengatakan bahwa asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan minyak menjadi bau tengik.

Ahmad, Toehidi dan Efendi

(1989), mengatakan bahwa

munculnya bau suatu bahan ditentukan oleh faktor komposisi dan struktur kimia dari bahan yang terkandung didalamnya. Sehingga

ikan datang mendekati umpan dan memakannya. Hal ini diperkuat oleh Ahmad et al (1978), mengatakan bahwa bau dan rasa suatu bahan makanan terutama ditentukan oleh komposisi bahan yang terkandung didalamnya. Keadaan ini sesuai juga dengan pendapat Hutabarat (1985), bahwa kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh bau dari makanan tersebut.

Tempat dioperasikan alat ini merupakan perairan yang keruh dengan kecerahan perairan yang diukur dengan menggunakan pinggansechidiskmenunjukan angka kisaran antara 29-30 cm yang diukur pada pagi hari. Dalam hal ini indra penglihatan ikan sepat rawa kurang begitu jelas peranannya dalam membedakan warna dan bentuk umpan yang dicobakan. Selain itu juga umpan yang dipasang mempunyai bentuk yang hampir sama. Dalam hal ini indra penciuman menjadi faktor yang lebih utama bagi ikan sepat di perairan ini dalam menggapi umpan, sedangkan indra penglihatan hanya sebagai alat pembantu dalam menemukan umpan. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Efendi (1979) mengatakan bahwa ikan-ikan yang hidupnya diperairan keruh atau kurang cahaya lebih baik menggunakan indra penciuman dalam usaha mencari makan.

Rab (1985), mengatakan bahwa indra penciuman pada ikan sangat sensitif terhadap bau bahan organik dan anorganik yang dapat diketahui melalui organ olfactorius. Selanjutnya dikatakan bahwa percobaan fisiologi menunjukan, apabila mata ikan hiu dirusak dan olfactoriusnya masih dalam keadaan baik, maka ikan tersebut masih dapat menangkap mangsanya dengan cepat

(10)

atau mengetahui lokasi mangsanya.

Sebaliknya apabila organ

olfactoriusnya dirusak, maka hilang kemampuannya untuk menangkap mangsa. Disamping itu penciuman ikan yang sangat sensitif untuk untuk menerima ransangan bau makanan, linea lateralis yang terdapat pada ikan juga dapat berfungsi menentukan letak dari pada makanan. Dimana organ ini merupakan alat penerima mekanis yang bekerja akibat terjadinya gerakan yang berbentuk gelombang di dalam perairan. Akibat pengaruh arus di perairan terhadap umpan yang dipasang pada setiap bubu, ikan tersebut akan menimbulkan gelombang air. Setelah diterimanya gelombang ini oleh saraf-saraf penerima (receptor) yang terdapat

pada linea lateralis serta digunakan

secara bersamaan indra penciuman dalam menemukan umpan, maka ikan akan lebih cepat mengetahui letak dari pada umpan itu sendiri.

Sehubung dengan indra penciuman yang sangat berperan di dalam penelitian ini, Harun (1986) mengemukakan bahwa umpan hidup atau umpan mati yang dapat menimbulkan gerakan gelombang air, indra yang sangat berperan disini adalah organ linea lateralis. Pada umpan mati indra yang sangat berperan adalah indra penglihatan (organ visual), sedangkan pada umpan segar disamping indra penglihatan yang sangat berperan juga indra penciuman.

Penggunaan umpan menurut Gunarso (1974), mengatakan bahwa untuk memikat ikan segar teransang untuk datang ke alat penangkapan dan tertariknya ikan ke suatu ransangan adalah kebutuhan akan makan. Nursyah (1994) melakukan penelitian dengan rawai pantai,

dimana umpan yang terbaik digunakan adalah umpan udang merah.

Banyaknya hasil tangkapan dengan menggunakan umpan biji sawit sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan oleh Harun (1986) mengatakan bahwa: 1) setiap spesies ikan mempunyai tingkat penciuman yang berbeda-beda, 2) daya pikat berbagai jenis umpan terhadap indra penciuman ikan berbeda-beda, 3) sesitifitas indra penciuman ikan ditentukan oleh perubahan ransangan yang diberikan. Selanjutnya Lagleret al. (1977) mengatakan bahwa kebiasaan makan (food habit) dan tingkah laku ikan terhadap lingkungan berbeda antara satu jenis dengan jenis lainnya.

Penggunaan umpan biji sawit (U1) ternyata mendatangkan hasil tangkapan yang paling baik untuk diterapkan pada alat tangkap bubu karena disamping bau dan rasa yang kuat umpan ini juga mempunyai ketahanan yang lebih lama jika dibandingkan umpan yang biasa digunakan oleh nelayan.

Faktor lingkungan memegang peranan yang sangat penting untuk berhasilnya suatu operasi penangkapan. (Gunarso, 1974), mengatakan bahwa selain behavior ikan aspek lain yang perlu diketahui dalam usaha penangkapan adalah pengaruh lingkungan seperti: intensitas cahaya, suhu dan arus.

Suhu perairan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kehidupan ikan. Pengetahuan tentang suhu erat hubungannya dengan usaha penangkapan ikan, sebab jika area lokasi penangkapan lebih tinggi dari suhu normal dan melebihi suhu optimum untuk penangkapan, maka kemungkinan besar penangkapan tidak berhasil.

(11)

Kisaran suhu perairan Kelurahan Rimba Melintang selama penelitian 280C-300C. Keadaan ini menunjukkan tidak terjadinya fluktuasi suhu yang mencolok pada saat dilakukan penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh Ibrahim (1991), mengatakan bahwa suhu diduga tidak mempengaruhi distribusi ikan secara langsung.

Arus perairan juga berpengaruh terhadap distribusi ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Karena dari hasil penelitian ditemukan bahwa banyak hasil tangkapan yang tertangkap pada saat arus kuat (0,30 m/dt). Hal ini sesuai pendapat Laevastu dan Hayes (1981), mengatakan bahwa pengaruh arus terhadap penyebarannya, baik secara langsung seperti: membawa telur-telur dan anak-anak ikan dari daerah penetasan ke tempat-tempat pemberian makan. Secara tidak langsung pengaruh arus adalah terkumpul atau tersebarnya makanan dengan adanya pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya yang cocok bagi mereka. Diduga arus juga sangat berpengaruh dalam menyebaukan bau dari umpan.

Parameter lain yang juga ikut mempengaruhi hasil tangkapan adalah faktor kedalaman perairan, pada penelitian yang dilakukan ini kedalaman perairan tidak begitu jelas pengaruhnya terhadap hasil tangkapan karena kedalaman perairan pada saat dilakukan penelitian hampir sama, hal ini diketahui pada saat setiap hari penurunan alat tangkap bubu dioperasikan. Distribusi vetikal ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti : makanan, suhu dan arus (Zein, 1992).

Setelah mengetahui distribusi dari ikan pada kedalaman tertentu,

maka penangkapan dapat ditunjukan pada ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Effendi

(1977) mengatakan bahwa

meningkatkan produktifitas penangkapan haruslah mampu menjaga kelestarian alam dengan memperhatikan sumber populasi ikan, jalur renang, perpindahan dan stok. Selanjutnya Gunarso (1974) mengatakan bahwa sesuatu fishing banyak bergantung kepada sejumlah pengetahuan mengenai behaviour ikan. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui dan menjumpai adanya ikan serta dapat menerapkan

fishing methode, tactics dan desain

yang sesuai bagi suatu alat yang dipergunakan. Setelah mengetahui migrasi dan distribusi sesuatu jenis ikan maka waktu penangkapan dapat ditentukan.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ikan sepat dapat menanggapi umpan yang telah dicobakan. Kemudian berdasarkan dari hasil pengamatan menurut jumlah dan berat yang tertangkap, selanjutnya dilihat dari jumlah ikan (ekor) yang tertangkap didominasi oleh umpan biji sawit (U1) (Eksoskarp) dengan jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian yaitu 214 ekor dilanjutkan dengan umpan serabut buah sawit (U2) (Mesoskarp) dengan jumlah 197 ekor, selanjutnya umpan campuran serabut buah sawit dan inti kelapa sawit (U4) (Mesoskarp dan

Kernel) dengan jumlah 116 ekor, dan

umpan inti kelapa sawit (U3)

(Kernel) dengan jumlah 92 ekor.

Kemudian untuk hasil

tangkapan berdasarkan jumlah berat (kg) umpan biji sawit (U1) lebih baik

(12)

dengan total hasil tangkapan selama penelitian adalah 9.8 Kg dari pada

hasil tangkapan dengan

menggunakan umpan serabut buah sawit (U2) dengan hasil sebanyak 8.2 Kg dan untuk umpan campuran serabut buah dan inti kelapa sawit (U4) sebanyak 5.7 Kg kemudian untuk umpan inti kelapa sawit (U3) sebanyak 4.1 Kg, tetapi setelah dilakukan analisis statistik dengan uji F ternyata tidak ada pengaruh yang berbeda nyata dari keempat umpan yang digunakan terhadap jumlah hasil tangkapan baik besar maupun ekor selama penelitian. Ternyata jenis umpan biji sawit, serabut buah sawit, inti kelapa sawit dan campuran serabut buah dan inti kelapa sawit berpengaruh nyata pada hasil tangkapan ikan sepat rawa.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A, A. Tochidi, dan S. Effendi. 1978. Kimia Organik, Angkasa, Bandung 165 hal Armansyah, D. 2012. Studi

Kostruksi dan Rancangan Alat Tangkap Jaring Kurau di Desa Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Pekanbaru 47 hal.

Effendy, M. I..,1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dwisari, Cikuay, Bogor, 112 hal

Effendie. M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hal.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi

Sumberdaya Alam Dan

Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gaffar, Rupawan Dan A.K, K.Fatah 2006. Riset Penangkapan Ikan Di Perairan Estuaria Yang

Bermuara Di Selat Bangkai.

Laporan Teknis BRPPU

Palembang.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya Dengan Alat, Metoda Dan Taktik Penangkapan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Harun, D. 1986. Pengaruh Posisi Pasang Alat Dan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Pancing Rawai Dasar di Perairan Sungai Kampar, Kecamatan Langgam Riau. Tesis Sarjana Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru 66 Hal.

Hutabarat, C. 1985. Pengaruh Waktu Dan Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Rawai di perairan Selat Rupat, Kecamatan Rupat Riau. Tesis Sarjana Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru 37 Hal.

Ibrahim. 1991. Distribusi Ikan Pada Senja Dan Dini Hari Di Perairan

Desa Meskom, Kecamatan

Bengkalis Kabupaten Bengkalis Riau. Skripsi Sarjana Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru 49 Hal.

Lagler, K. F., J.E. Bardach, R. R. Miler And D.R. M. Passino, 1997. Ichtyology. Jhon Willey And Sgram Inc. New York, 545 Pp.

Laevestu, T, And M.H. Hayes. 1981. Fishing Oseanography And Ecology Fishing News (Book) Ltd. London. 199 Pages.

Nursyah, 1994. Pengaruh Jenis

Umpan Terhadap Hasil

Tangkapan Rawai Pantai Di Perairan Desa Sungai Alam

Kecamatan Bengkalis

Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, Skripsi Sarjana Perikanan.

(13)

Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru, Pekanbaru 37 Hal.

Rab, T. 1985. Prinsip Dasar Fisio Behavioristik Ikan. Yayasan Abdurrab. Pekanbaru, 145 Hal. Radioepoetro,1977.Zoologi.Erlangg,

Jakarta, 616 hal.

Saputra Helpi, Yuspardianto dan Bukhari, 2004. Pengaruh Waktu Operasional Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Tiang Dasar Di Perairan Bagansiapi-Api Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Jurnal Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Padang .Vol 4. (3) Hal 24.

Sianturi, A. 1986. Memilih Umpan Yang Baik Untuk Pancing Joran Ditinjau Dari Hasil Tangkapan Di Perairan Siak Kecamatan Senapelan Kodya Pekanbaru.

Proyek Dana Penunjang

Pendidikan UNRI Tahun

1986/1987. Pekanbaru. 38 Hal. Syahputra, A. 2009. Studi Konstruksi

Alat Penangkapan Ikan di Kelurahan Teluk Meranti Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas

perikanan dan ilmu kelautan universitas riau, pekanbaru.90 hal ( tidak diterbitkan ).

Von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods Of The World. Fishing News Books. Ltd, London. 190 Hal

Wijana, S., N. Hidayat., dan A. Hidayat, 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Zein, M. 1992. Pengaruh Beberapa Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Rawai Vertikal Di Perairan Kelurahan Terkul Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis. Skripsi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru (Tidak diterbitkan).

Http://nandawulandari23.blogspot.co

m-2012-09-alat-tangkaptradisionalbubu.html dikunjungi pada tanggal 24 desember 2014.

Http://Sumber:https://indonesiacomp anynews.wordpress.com.tag.mar ine) diakses 20 Mei 2015

Gambar

Tabel 1. Hasil  Tangkapan  Bubu  Dalam  Jumlah  Individu  (Ekor)  Dengan Menggunakan Variasi Komponen Biji Sawit Selama Penelitian.
Tabel 2. Hasil Tangkapan Bubu Dalam Jumlah Berat (Kg) Dengan Menggunakan Variasi Komponen Biji Sawit Selama Penelitian.
Gambar 2. Grafik  fluktuasi  harian  hasil  tangkapan  ikan  sepat  dalam  berat  (kg) menurut jenis umpan yang digunakan selama penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Mengajukan permohonan kepada Bapak untuk dapat diberikan perpanjangan IPHHBK Alam atau IPHHBK Tanaman atau IPHHBK Lindung:.. Di Daerah : Deleng Bencirus

Berdasarkan hasil pengujian mekanik (kekuatan tarik, perpanjangan putus, dan modulus elastis) diketahui bahwa dengan penambahan filler kaolin mengakibatkan pertambahan

Bila gondok itu disertai dengan fungsi yang normal, maka keadaan itu disebut eutiroid atau non toksik artinya tidak hipotiroid juga tidak hipertiroid. •Keadaan ini yang paling

digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengamati dan mencatat beberapa peristiwa yang berkaitan dengan peranan guru pendidikan Agama Islam dan peranan orang

Kualitas suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dengan kualitas individual masing-masing warga negara (Tilaar,2000;32).. Keberhasilan dalam mencapai pembelajaran salah satunya

Kesimpulan Kuesioner Kesimpulan yang dapat diambil dari data kuesioner di atas adalah sudah banyak responden yang mengetahui bahwa di sekeliling mereka terdapat berbagai jenis

PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH YANG MENGIKUTI PENDIDIKAN HOMESCHOOLING GROUP (Studi Kasus di Homeschooling Group SD Khoiru Ummah

[r]