• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Seks Education di Pondok Pesantren: (Studi Di Pondok Pesantren Putri Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konstruksi Seks Education di Pondok Pesantren: (Studi Di Pondok Pesantren Putri Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI SEKS EDUCATION DI PONDOK PESANTREN

(Studi Di Pondok Pesantren Putri Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri)

Oleh : Heni Prastiwi Zaenal Arifin

Institut Agama Islam Tribakti Kediri e-mail : zae.may13@gmail.com Abstrak

Artikel ini berusaha memotret konstruksi seks education (pendidikan seks) di pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri. Mulai dari bagaimana persepsi dan pemahaman santri tentang seks, kurikulum dan metode pembelaran seks. Penting kiranya tradsi pendidikan seks di pesantren menjadi sebuah studi. Hal ini dikarenakan pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang juga mengajarkan kesehatan reproduksi perspektif ulama salaf yang terdapat dalam kitab kuning.

Studi ini menggunakan metode penelitian Kualitatif yang dibarengi dengan pendekatan fenomenologi sehingga penelitian ini diberharapkan bisa membarikan informasi secara luas ten tang Seks Education di pondok pesantren HM Putri Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri.

Temuan penelitian ini menegaskan bahwa; pertama

pemahaman tentang Seks Education bagi santri masih tabu untuk dibicarakan, karena pemahaman santri tentang seks education sangat sempit hanya sebatas pada perihal hubungan intim manusia antar lawan jenis. Kedua materi Seks Education di Pondok Pesantren Putri Lirboyo Al-Mahrusiyah dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu; formal

(2)

yang terdapat dalam materi pembelajaran madrasah diniyah, dan non formal melalui kegiatan pembelajaran selain madrasah diniyah. Ketiga metode seks education di Pondok Pesantren Putri Al-Mahrusiyah masih menggunakan tradisi pembelajaran yang selama ini diantut oleh pesantren salaf, yaitu; bandongan, sorogan, dan halaqohan.

Key Word : Konstruksi, Seks Education, Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri

Pendahuluan

Santri di Pesantren merupakan remaja yang membutuhkan pengetahuan serta pendidikan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi. Pada Pesantren Salaf sudah diberikan pembelajaran seksualitas dan kesehatan reproduksi. Tetapi kebanyakan hanya melalui media kitab kuning. Pembelajaran seksualitas melalui media kitab kuning lebih banyak memberikan pendidikan normatif syari’ah, akhlak dan belum ada terkait dengan kesehatan reproduksi. WHO sebagai badan kesehatan dunia menjabarkan bahwa remaja laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan reproduksi.

Oleh sebab itulah, Zakiah Darajat menyatakan bahwa, remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum mempunyai pengalaman untuk itu. Dia sangat peka karena pertumbuhan fisik dan seksual yang berlangsung dengan cepat. Sebagai akibat dari pertumbuhan fisik dan seksual yang cepat itu, terjadi kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya, khususnya lagi dalam pergaulan dengan lawan jenis1

.

Yusuf Madani mengatakan, Islam dengan tuntunan-tuntunannya, membantu mereka dalam pengendalian perilaku, pada

1ZakiahDrajat, Remaja; Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama.

(3)

umumnya, dan khususnya dorongan seksual2. Lebih jauh, Zakiah Darajat menyatakan, remaja yang selamat hanyalah remaja yang telah mendapat pendidikan agama secara tepat dan sesuai dengan perkembangan jiwanya sejak kecil.

Selama ini terjadi kesalahan pandangan di kalangan masyarakat Islam yang menganggap seksualitas sebagai barang tabu dan tidak perlu dibicarakan panjang lebar. Pandangan ini disangkal oleh Yusuf Qardhawi. Ia mengakui bahwa kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, sastra, dan lain sebagainya, banyak sekali yang membicarakan masalah seksualitas. Bahkan masih menurut Yusuf Qardhawi sebagaimana dikutip oleh Abdul Moqsit, tidak seorang ulama muslim pun yang mengharamkan pembicaraan tentang hal ini selama dalam kerangka ilmu dan pelajaran3. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam bukunya Psikologi Remaja, mengatakan bahwa pendidikan seks adalah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks. Menurut sebagian penulis dan para pakar pendidikan, bahwa yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah memberikan bekal pengetahuan yang baik tentang seks kepada anak, yang menuntunnya dan menjadikannya mampu bersikap baik ketika berinteraksi dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan seks dalam kehidupannya yang akan datang4

. Lebih jauh,Yusuf Madani sebagaimana dikutip oleh Irwan Kurniawan, dalam bukunya At-Tarbiyyah Al-Jinsiyyah li Al-Athfal wa Al-Balighin

menyatakan bahwa, langkah terbaik saat ini adalah mendidik

2Irwan Kurniawan, Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam; Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama dan Kalangan Lainnya terjemah At-Tarbiyah Al- Jinsiyyah li Al-Athfal wa Al-Balighin karya Yusuf Madani (Jakarta: Pustaka Zahra 2003), h. 8

3 Abdul Moqsit Ghozali, dkk. Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan; Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda(Yogyakarta: Rahima. Press 2002), h. 45

4 Muzaidi Hasbullah, Manhaj Tarbiyah Ibny Qayyim; Terjemah Al-Fikrut Tarbawy Inda Ibni Qayyim karya Hasan bin Ali Hasan al-Hijazy

(4)

generasi muda dengan akhlak dan pemahaman tentang seks dalam pandangan Islam.

Tanggung jawab pendidikan seks terletak pada rumah, sekolah, dan semua tempat umum, bahkan pada semua lembaga sosial dan media informasi5

. Ketika beberapa lembaga tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam pendidikan seksual dengan konsep Islaminya, maka tidak ada alasan bagi yang lain untuk angkat tangan dalam menunaikan kewajibannya. Pendidikan seks di Indonesia seyogyanya tetap dimulai dari rumah. Tetapi banyak orang tua sendiri yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan anak-anak remaja mereka. Di pihak lain, memprogramkan pendidikan seks sebagai bagian dari kurikulum sekolah juga memerlukan pemikiran yang mendalam. Oleh karena itulah pendidikan seks di Indonesia menemukan bentuknya dalam jalur-jalur pendidikan non-formal, seperti pendidikan di Pondok Pesantren, dalam ceramah-ceramah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, pesantren kilat, sarasehan, rubrik-rubrik remaja di media massa, dan sebagainya. Bentuk pendidikan yang non-formal ini lebih luwes dan selalu disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu sehingga tidak menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan.6

Seks Education

Pengertian Seks Education

Pendidikan Seks merupakan transfer ilmu pengetahuan serta nilai tentang fisik-genetik dan fungsi khususnya terkait jenis laki-laki dan perempuan. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyandaran, dan penerangan tentang

5IrwanKurniawan Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam; Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama dan Kalangan Lainnya terjemah At-Tarbiyah Al- Jinsiyyah li Al-Athfal wa Al-Balighin karya Yusuf Madani (Jakarta: Pustaka Zahra 2003),h.53

6Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. (Jakarta Utara: Raja

(5)

masalah seksual yang diberikan kepada anak.Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual. Dapat pula diartikan sebagai membimbing dan mengasuh seseorang agar mengerti tentang fungsi, arti dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar, dan legal.

Dalam lembaga pendidikan, pendidikan seks akan memberikan pengetahuan dasar tentang kebersihan dan perlindungan diri, dengan cara ilmiah dan mudah dimengerti, serta menjelaskan kepada para siswa fisiologi masa puber serta perubahan psikologi dan emosi ekspresi kelainan fisiologi seks, serta cara pengaturan diri dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perilaku seks tanpa perlindungan menanamkan kesadaran keamanan seks, serta rasa tanggung jawab mereka terhadap perilaku seks.7

Menurut pendapat Sri Esti seks education adalah pelajaran untuk menguatkan, kehidupan keluarga untuk menumbuhkan pemahaman diri dan hormat terhadap diri,untuk mengembangkan kemampuan hubungan yang sehat, untuk membangun tanggung jawab seksual dan sosial, untuk mempertinggi masa perkenalan yang bertanggung jawab, perkawinan yang bertanggung jawab serta orang tua yang

bertanggungjawab. Dalam buku Bahiyatul

Muchtaromahmendefinisikan pendidikan seks (reproduksi)

menurut islam adalah upaya pengajaran dan penerapan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, dalam usaha menjaga anak dari kebiasaan yang tidak islami serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarangg (zina).Seks Educationdapat mengantarkan pemahaman antar jenis laki-laki dan perempuan yang sama

7“Paradigma Pendidikan Seks Sebagai Pesan

Moral”http://www.wordpress.com 29 Oktober 2009, diakses tanggal 2 juni 2017).

(6)

dihadapan Allah yang membedakan secara fisik hanya anatomi tubuh beserta fungsi reproduksinya.

Menurut sebagian ahli, pendidikan seks dapat mulai diberikan ketika anak mulai bertanya tentang seks dan kelengkapan jawaban biasa diberikan sesuai dengan seberapa jauh keingintahuan mereka dan tahapan umur sang anak. Ada juga yang berpendapat pendidikan seks dimulai sejak dini, karena pendidikan seks tidak hanya mencakup pada pertanyaan dan jawaban belaka.Contoh pembiasaan akhlak yang baik, penghargaan terhadap anggota tubuh, menanamkan rasa malu bila aurat terlihat, dan lain sebagainya.

Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut8:

1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan;

2. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan;

3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual;

4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan;

5. Mendorong hubungan yang baik;

6. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual ( sexual intercourse );

7. Mengurangi kasus infeksi melalui seks;

8. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.

Sejarah Seks Education Masuk Di Indonesia

Istilah pendidikan seks (sex education) berasal dari masyarakat Barat. Negara Barat yang pertama kali memperkenalkan pendidikan ini dengan cara sistematis adalah

8 Michael Reiss- J. Mark Halstead, Pendidikan Seks Bagi Remaja

(7)

Swedia, dimulai sekitar tahun 1926. Dan untuk Indonesia pembicaraan mengenai pendidikan seks ini secara resmi baru dimulai tahun 1972, tepatnya tangal 9 September 1972, dengan penyampaian satu ceramah dengan tema Masalah Pendidikan Seks, dengan Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran sebagai pencetusnya.Gerakan untuk pendidikan seks, kadang-kadang juga dikenal sebagai pendidikan seksualitas, dimulai di Amerika Serikat pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh.9

Berikut data penyimpangan seksual remaja dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32% remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota- kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Kemudian penelitian dilakukan pada tahun 1999 oleh Sahabat Remaja, sebuah cabang LSM Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), 26% dari 359 remaja di Yogyakarta mengaku telah melakukan hubungan seks. Menurut PKBI, akibat derasnya informasi yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja melakukan praktek seksual yang tak sehat, perilaku seks pra-nikah, dengan satu atau berganti pasangan. 10

Seks Educationsebagai sebuah solusi semestinya mampu

memberikan jalan keluar terhadap status “Darurat” pelecehan seksual di negeri ini.

Sejarah Seks Education dalam Islam

Sebagai penerus agama-agama sebelumnya, Islam tentu mengenal tradisi dan cerita dari agama sebelum islam. Karena pengakuannya terhadap para nabi, termasuk nabi Adam, maka

9“Encyclopedia”,(http://www.encyclopedia.com, diakses tanggal 2

November jam 14.11 WIB)

10Anji Fathunaja, Reorientasi Pendidikan Seks Terhadap Anak Usia

Remaja Di Sekolah”, Memadukan Sains dan Agama dalam Pembelajaran

(8)

islam pada prinsipnya mengafirmasi bahwa pendidikan seks dan dan seksualitas setua peradaban manusia. Semenjak Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke bumi sebenarnya sejarah seksualitas sudah muncul.11 Bahkan mitologi awal tentang perpecahan keluarga Adam dan Hawa sebenarnya juga tidak terlepas dari persoalan seksualitas. Konflik antara Qobil dan Habilyang boleh dikatakan awal dari pertumpahan darah antar anak manusia juga dipicu oleh persoalan yang memiliki kaitan, baik langsung ataupun tidak langsung dengan persoalan seksualitas.Peristiwa Qabil dan Habil ini merupakan symbolbahwa seksualitas menempati kedudukan yang penting dalam sejarah kemanusiaan. Dengan demikian, sejarah seksualitas sesungguhnya bukan hanya milik orang-orang Barat, tapi juga milik semua orang termasuk dalam hal ini adalah Islam itu sendiri.12

Hadirnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam, termasuk kaum perempuan. Islam mengangkat derajad perempuan dari keterpurukan sistem sosial yang tidak memihak terhadap mereka, baik di kalangan bangsa Arab dan lainnya. Salah satu contoh kongkretnya Allah menghendaki apresiasi dengan penamaan salah satu surat dalam al-Qur’an dengan nama al-Nisa (kaum perempuan), dan tidak ada surat al-Qur’an bernama al-Rijal (kaum laki-laki). Banyak ayat al-Qur’an dan hadis Nabi SAW yang memberikan tuntunan untuk pemberlakuan adil terhadap perempuan, juga menyangkut kewajiban serta hak-haknya baik untuk kehidupan dunia dan akhirat.

Pendidikan seks ini berusaha mengenal penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan dalam rangka saling

11

Hamim Ilyas,”Orientasi Seksual Dari Kajian Islam”dalam Irwan Abdullah dkk, Islam dan Konstruksi Seksualitas,hlm 76-77

12 Hamim Ilyas,”Orientasi Seksual Dari Kajian Islam”, Insania vol 13

(9)

mengenal menujuketakwaan kepada Allah. Pendidikan seks dapat memberikanpemahaman seseorang pada lawan jenisnya, bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah,dan yang membedakan keduanya secara fisik hanyalah bentukanatomi tubuh beserta fungsi reproduksinya saja. Pada wilayah domistik dan publik, kedua jenis kelamin ini harus saling melengkapi, menyempurnakan, dan mencintai untuk membangun keharmonisan hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat.Hal yang hingga kini masih sering terjadi adalah penghargaan dan penghormatan yangrendah terhadap kaum perempuan.Merekadianggap manusia kelas dua karena diciptakan dari tulang rusuk laki-laki sehingga secara kodrati dinilai tidak mungkin disejajarkan dengan kaum laki-laki.13

Pembahasan

Pemahaman Seks Education Santri Pondok Pesantren Putri Al-Mahrusiyah.

Terminologi seks education di Pondok Pesantren Putri Lirboyo Al-Mahrusiyah ternyata tidak begitu populer. Bahkan ketika seks education dibicarakan akan menimbulkan suatu pernyataan yang begitu jorok, serta hal tersebut sangatlah tabu untuk diungkapkan.Padahal menurut Sarlito bawasannya Pendidikan seks merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan diluar nikah, penyakit menular seksual (PMS), depresi dan perasaan berdosa.

Abdullah Nasih Ulwan berpendapat bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual kepada anak sejak ia mengenal

13 Moh Roqib, “Seks pada Anak Usia Dini”, Insania vol 13 (Mei,

(10)

masalah-masalah yang berkaitan dengan naluri seks dan perkawinan. Dengan demikian ketika anak mencapai usia remaja dan dapat memahami persoalan hidup, ia mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, bahkan tingkah laku Islam yang luhur menjadi adat dan tradisibagi anak tersebut. Ia tidak mengikuti kehendak syahwat, hawa nafsu, dan tidak menempuh jalan yang sesat.14

Dalam hal ini akan diuraikan melalui hasil interview seberapa besar pemahaman santri Al-Mahrusiyah terkait seks

education. Pernyataan seputar permasalahan seks educationyang

meliputi domain pengetahuan, pendapat dan pengalaman sehari-hari. Dalam hal wawancara langsung dengan santri Al-Mahrussiyah II menyatakan bahwa Seks Educationyaitu Masa pubertas, masa perkembangbiakan, menurut pengalaman, seks

education harus diketahui diatas 17 tahun keatas.Karena ketika

saya ingin mengetahui seks education kata orang tua belum saatnya mengetahui kata-kata seks.Menurut Saudara Livi, kebanyakan ia mengetahui seks education dari acara 30% televisi sekitar 50% dari pelajaran SD, SMP serta 20% ia melihat teman-temannya nya sendiri yang sudah berpacaran bahkan yang sudah menikah.15

Sesuai dengan pernyataan dari saudara Livi bahwa kurangnya pengetahuan dari orang tua tentang seks education. Seperti kutipan dari pendapat Syaiful Rohim Orang tua yang berperan selaku komunikator haruslah kritis, kreatif, aktif dan peka dalam membangun interaksi dengan anak. Hal ini dikemukakan dalam teori interaksi simbolik yang menuntut manusia harus kritis, kreatif, aktif dan peka dalam menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul dalam

14

Abdullah NasihUlwan, PendidikanAnakdalam Islam,

ter.JamaludinMiri, (Jakarta: PustakaAmani, 199), hal.1.

15WawancaradenganSaudari Livi Ika di PP PutriLirboyo

(11)

interaksi sosial. Begitu pentingnya bahwa orang tua adalah salah satu pendidikan yang pertama bagi seorang anak.

Seks Education di Al-Mahrusiyah ini banyak di ketahui secara arti sempit bahwa diartikan sebagai seksualitas yang berhubungan dengan hubungan dengan laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan pernyataan dari santri sekaligus pengurus yang berada di pondok pesantren Al-Mahrusiyah II terkait pemahaman santri tentang seks education, bahwasannya:

Seks Education itu sangatlah penting sekali apalagi bagi anak usia dini. Karena di pondok inilah awal mereka mengenal hal-hal yang baru semisal

haid(menstruasi). Sangat berhubungan dengan sholat sehari-hari santri, bilamana sedang haid tindakan pengurus yang dilakukan adalah memberikan buku catatan haid santri. Dan untuk materi santri memahami haid yaitu berada di Madasah Diniyah.16

Menyimak hasil dari wawancara mengingat pentingnya

seks education bagi anak usia dini terdapat pernyataan dari

Rahman menyatakan bahwasannya, "Makna pendidikan usia dini adalah upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak 0-8 dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal”.

Seks education begitu tabunya di Pondok Pesantren

Al-Mahrusiyah yang mempunyai pendidikan formal. Banyak dari kalangan santri baik yang sekolah Madrsah Aliayah (formal) atau bahkan Mahasiswa pun banyak yang mengartikan dengan arti sempit seks education itu sendiri. Akan tetapi setelah dijelaskan dengan arti luas yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin maka dapat dipahami dan tidak begitu fanatik dengan kata seks

16 Hasil wawancara dengan Saudari Melinda Titi Dwi Jayanti di PP

Putri LirboyoUnit Al-Mahrusiyah II pada tanggal 5 Juni 2017 jam 20.00 WIB s/d 20.30 WIB.

(12)

education. Tidak berhenti sampai di situ, keberadaan kata seks

education ini, setelah dipahami oleh beberapa santri akan tetapi

secara tidak sadar mereka mempelajari dalam Madrasah Diniyah. Jadi, seks education ini sebenarnya dilingkungan kita ada akan tetapi seperti tidak ada keberadaanya.

Untuk mengungkap pemahaman para santri tentang seks dan seksualitas dilakukan survey pemahaman melalui observasi dapat diketahui melalui hasil wawancara tertutup. Penulis memberikan daftar pertanyaan tertulis kepada 15 santri. Pernyataan seputar hadas, mandi, serta haid dan nifas. Disini terdapat prosentasi pemahaman santri terkait seks

education.Adapun pemahaman seputar pertanyaan serta

observasi dapat dilihat dalam grafik.

Hasil analisis data menunjukan bahwa tingkat penguasaan santri tentang pengetahuan seks dan seksualitas yang signifikan dikarenakan adanya perbedaan tingkat usia santri di pondok pesantren Al-Mahrusiyah.

Seperti dalam pernyataan wawancara sebagaimana berikut:

Di pondok Al-Mahrusiyah II ini santri-santrinya masih lulusan SD kira-kira mencapai umur 13 tahun. Masih banyak yang belum menstruasi, untuk menentukan macam-macamnya darah masih belum bisa. Ada salah satu kurikulum Madrasah Diniyah yang mengajarkan tentang haid dan penghitungan masa sucinya serta santri Al-Mahrusiyah II ini belum mencapai tingkatannya.Itulah alasanya kenapa santri Al-Mahrusiyah II masih banyak yang belum memahami haid secara jelas.17

Seks adalah keadaan anatomis dan biologis, yaitu jenis kelamin jantan (male) atau betina (female). Seseorang dilahirkan dengan jenis kelamin tertentu, seperti ia dilahirkan dengan bentuk mata atau jenis rambut tertentu. Istilah seks digunakan

17Hasil wawancara dengan Saudari Melinda Titi Dwi Jayanti di PP

(13)

juga untuk menunjukkan beberapa kelompok yang membedakan laki-laki dan perempuan, dua anatomi, serta ciri-ciri atau karakteristik psikologis yang berkaitan dengan sifat laki-laki dan perempuan. Adapun seksualitas mencakup seluruh kompleksitas emosi,perasaan, kepribadian, dan sikap atau watak sosial, berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksual.18

Seks education begitu tabunya di Pondok Pesantren

Al-Mahrusiyah yang mempunyai pendidikan formal. Banyak dari kalangan santri baik yang sekolah Madrsah Aliayah (formal) atau bahkan Mahasiswa pun banyak yang mengartikan dengan arti sempit seks education itu sendiri. Akan tetapi setelah dijelaskan dengan arti luas yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin maka dapat dipahami dan tidak begitu fanatik dengan kata seks

education. Tidak berhenti sampai di situ, keberadaan kata seks

education ini, setelah dipahami oleh beberapa santri akan tetapi

secara tidak sadar mereka mempelajari dalam Madrasah Diniyah. Jadi, seks education ini sebenarnya dilingkungan kita ada akan tetapi seperti tidak ada keberadaanya.

Materi Seks Educationdi Pondok Pesantren Putri Lirboyo Al-Mahrusiyah

Istilah Seks Education di Pondok Al-Mahrusiyah ternyata tidaklah begitu populer setelah melakukan wawancara. Bahkan hal tersebut terdengar begitu jorok ketika dibicarakan. Akan tetapi setelah sedikit melakukan pemahaman terkait seks

education ternyata santri memahami akan cakupan yang begitu

luas terkait seks education. Istilah yang begitu terkenal ketika membahas seks education di dalam kitab yaitu bab Fikih

Munakahat(nikah). Berdasarkan informasi yang didapatkan

setelah melakukan wawancara terhadap kajian kitab yang ada di Pondok Al-Mahrusiyah maka dapat dikelompokkan kedalam 2 sumber; Pertama, Pelajaranseks education tidak secara langsung

(14)

dibahas mengenai seksualitas akan tetapi pelajaran sehari-hari yang seperti dalam kitab hadis, fiqih, bahasa Arab, atau bahkan bisa saja terjadi secara langsung dan kebetulan membahas tentang sesualitas. Kedua, Seks education dibahas melaui bab Fiqih. Antara lain kitab-kitab Fiqih yang dipelajari yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.Kitab kuning dan Materi Pembahasannya

No Nama Kitab Materi Kelas

1. Safinatus Sholah a. Thaharah b. Mandi c. Hadas

PK(program Khusus)

2. Safinatun Naja a. Thaharah

b. Mandi c. Hadas d. Najis e. Haid 1 Tsanawiyah

3. Uyunul Masa’il a. Haid

b. Melahirkan c. Nifas

d. Hukum yang berkaitan dengan haid dan nifas e. Istihadloh

f. Thaharah

2

Tsanawiyah

4. Taqrib dan Fath Qorib

a. Thaharah b. Nikah

c. Khuluq (perceraian) d. Tholaq (perceraian) e. Hukum mengilir istri.

3

Tsanawiyah dan 1 Aliyah

5. Bulugh al-Marom a. Thaharah b. Nikah

c. Khuluq (perceraian) d. Tholaq (perceraian) e. Hukum menggilir istri.

1-3 Aliyah

Seperti pernyataan yang telah diungkapkan oleh Pengjar Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyah bahwasanya:

Pemahaman terkait seks education bagi santri di pondok Al-Mahrusiyah ini masih tergolong umum. Salah satu pengajaran yang diberikan yaitu dengan pelajaran fiqih. Baik dalam Hadas sampai reproduksi. Memberikan

(15)

pengantar salah satu hal yang diberikan kepada santri sebelum masuk dalam pembahasan.19

Dalam tradisi keilmuan Islam klasik, pembahasan yang berkaitan dengan masalah seks secara khusus adalah bagian dari satu rumpun keilmuan yang disebut dengan ilmu fiqih, sehingga terminologi pendidikan seks di lingkungan pesantren tentu saja memang tidak populer. Melalui kitab fiqih inilah para santri banyak terlibat dalam pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan masalah seks.

Mulai dari tingkat Program Khusus santri telah di perkenalkan Kitab Safinatus Sholah yang didalamnya banyak memuat bab-bab yang berkaitan tentang Thaharoh. Dari bab

Thaharoh santri mulai diperkenalkan masalah kebersihan dan

kesucian yaitu tentang pembahasan najis, hadas besar dan hadas kecil; istinja; berwudu; mandi wajib; haid dan nifas. Dalam pembahasan bab taharah inilah para santri mulai akrab dengan kata-kata asing yang berhubungan dengan masalah seks, seperti

; dubur, dzakar, farji, mani, darah haid, nifas, dukhūl. Dari

bab-bab Fikih, hadis, Tafsir itulah santri dapat menemukan pelajaran seksualitas.

Di pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri ini juga mengkaji kitab yang bernama Uyunul Masa’il yang diterbitkan oleh Lajnah Bahtsul Masa-il Madrasah Diniyah Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo. Seperti pernyataan wawancara terkait materi bahwasannya:

Uyunul Masa-il itu sangatlah penting untuk kelas 2 Tsanawiyah di Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyah, dan hal tersebut terdapat banyak penghitungan masa suci didalamnya. Maka dari itu diambilah kelas 2 Tsanawiyah Madrasah Diniyah karena kebanyakan santri yang menduduki kelas 2 Tsanawiyah pendidikan Formalnya

19WawancaradenganUstadz Nurul Musthofa di PP PutriLirboyo

(16)

kelas 3 Aliyah. Serta diharapakan mampu mengajarkan di masyarakat ketika sudah selesai dari Al-Mahrusiyah.20

Kitab tersebut didalamnya mengkaji tentang permasalahan wanita, mulai dari Haid, melahirkan (wiladah), darah bersalin (Nifas), hukum-hukum yang berkaitan dengan

haid dan nifas, darah penyakit (Istihadhoh), dan bab bersuci

(thoharoh). Kitab tersebut dirancang untuk santri dari berbagai

daerah khususnya Lirboyo, dengan tujuan ketika pulang dari pondok pesantren dapat mengamalkan ilmu tentang permasalahan dari kalangan wanita yang sangat dibutuhkan sekali. Dan banyak sekali dari kaum wanita yang belum tahu akan permasalahan-permasalahan yang mengenai dirinya sendiri.21

Sepeti dalam Al-quran surat al-Baqarah (2) ayat 222-223:

ِضي ِحَمْلا يِف َءبَسِّىلا اىُل ِزَتْعبَف يًذَأ َىُه ْلُق ضي ِحَمْلا ِهَع َكَوىُلَأْسَي َو

ًَّتَح َّهُهىُب َرْقَت َلَ َو

ٰ

َن ْرُهْطَي

َُّاللّ ُمُك َرَمَأ ُجْيَح ْهِم َّهُهىُتْأَفَو ْرَّهَطَت اَذِاَف

َ َّاللّ َّنِئ

َّىَّتلا ُّب ِحُي

ًَّوَأ ْمُكَح ْرَح اىُتْأَف ْمُكَّل ٌث ْرَح ْمُكُؤبَسِو هي ِرِّهَطَتُمْلا ُّب ِحُي َو َهيِبا

ٰ

ْمُتْئِش

ْمُكِسُفوَ ِلِ اىُمِّدَق َو

ُيىُق َلَُّم مُكَّوَأ اىُمَلْعا َو َ َّاللّ اىُقَّتا َو

َهيِى ِم ْإُمْلا ِرِّشَب َو

Terjemahannya:“Mereka bertanya kepadamu tentang haid.

Katakanlah haid itu adalah kotoran. Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. Janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Bila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan, sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

20WawancaradenganLuthfi Seyowati di PP PutriLirboyo

Al-Mahrusiyah Ipadatanggal17 Mei 2017 jam 13.00 WIB s/d 14.30 WIB.

21K.H Imam Yahya Mahrus, dalam Uyunul Masa’il,(Lirboyo:Lajnah

Batsul Masa-il Madrasah Diniyah hidayatul Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri: LBM –PPL, 2002),h 10.

(17)

Istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah amal-amal yang

baik untuk dirimu."(Q.S Al-Baqarah

(2):222-223)

Dalam pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah selain Madrasah Diniyah ternyata terdapat pula pendidikan SD. Sebagaimana dalam pemaparan pemahaman santri terkait seks education. Ternyata pengetahuan terkait seks education mencapai kriteria cukup. Sebenarnya seperti yang telah di paparkan dari hasil wawancara Guru SD Al-Mahrusiyah sebagaimana berikut:

Di SD Al-Mahrusiyah ini belum ada materi yang benar-benar mengarah ke seks education. Jadi, ketika mereka faham akan hukum bersentuhan misalnya itu mungkin karena lingkungannya. Bahwa di pondok pesantren mereka juga mengikuti Madrasah Diniyah. Jadi, untuk pembelajaran seks education dengan disisipkan ke pelajaran IPA yaitu tentang Anatomi. Saya rasa, penting seks

education bagi anak seusia SD.22

Dari hasil wawancara dengan guru SD dapat dikaitkan dengan hasil prosentase yang mencapai 10%. Bahwasanya santri SD belum mendapatkan materi terkait seks education di sekolahnya. Mereka menetahui sedikit dari cerita yang disampaikan dari guru di kelas ataupun melalui Madrasah Diniyah.Ini artinya adalah bahwa hal-hal yang berkaitan dengan

masalah seks sesungguhnya sudah menjadi hal yang yang sangat

familiar di kalangan para pelajar pesantren dan sudah menjadi tradisi tersendiri.

22WawancaradenganIbu Huda di Kantor SD Al-Mahrusiyah

(18)

Metode pembelajaran yang digunakan dalam memahami Seks Education di Pondok Pesantren Putri Al-Mahrusiyah

Pendidikan yang diselenggarakan bercorak edukasi, dimana santri perempuan dalam satu ruang kelas. Dalam pengajarannya, pesantren Al-Mahrusiyah menggunakan tahapan-tahapan materi yang dirancang secara khusus, tetapi disesuaikan dengan kitab yang dibahas.

Seperti pernyataan yang telah diberikan salah pengajarMadrasah Diniyah yaitu:

Metode saya gunakan agar santri-santri itu memahami akan materi yaitu dengan diberi pengantar terlebih dahulu. Mungkin diawalnya dengan cerita terlebih dahulu atau pemahaman-pemahaman yang mengarah ke pelajaran tersebut.23

Meskipun demikian untuk kitab yang secara penuh berkaitan dengan masalah pendidikan seks, masing- masing tingkatan (Program Khusus, Tsanawiyah, dan Aliyah) sudah ditentukan kitab-kitab yang mesti dipelajari sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyah yaitu dengan cara guru membacakan sedangkan santri mema’nai kitabnya masing-masing. Dalam Hal demikian tentunya sesuai dengan tingkatannya masing masing. Yaitu tingkat Program Khusus, Tsanawiyah, Aliyah. Dalam mengartikan istilah-istilah seks yang fulgar seperti nama alat kelamin, baik pria maupun wanita, biasanya yang digunakan adalah term bahasa asli kitab itu sendiri, yaitu bahasa Arab. Misalnya untuk vagina istilah yang digunakan adalah farji,

dzakar untuk penis dan dukhul untuk bersenggama. Istilah ini

dirasa lebih sopan dan sangat mafhum di kalangan para santri. Setelah terjemahan dan keterangan disampaikan dilakukan juga tanya jawab antara santri dan ustad. Dalam hal ini tidaklah malu bilamana terdapat istilah-istilah seks yang fulgar seperti nama

23WawancaradenganBpk Nurul Musthofa di PP PutriLirboyo

(19)

alat kelamin, baik pria maupun wanita seperti dalam pernyataan salah seorang pengajar Madrasah Diniyah sebagai berikut:

Tidaklah malu bilamana saya mengajar terdapat istilah-istilah yang fulgar karena saya rasa kalau tidak disampaikan begitu khawatir tidak akan faham. Jadi, menyampaikan apa adanya dengan diberikan gaya bahasa yang baik agar santri mudah memahami.24

Senada dengan pernyataan dari salah satu pengajar sekaligus pengurus dalam Madrasah Diniyah bahwasanya:

Materi yang telah ada dalam Madrasah Diniyah ini sudah diatur sesuai dengan kurikulum yang telah ada. Dengan adanya materi terkait fiqih santri diharapkan mampu memahami bab-babnya. Serta fiqih inilah yang nantinya akan membekali mereka ketika mereka terjun ke masyarakat agar tidak adanya bahaya seks bebas.25

Jadi, di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah ini untuk pembelajaran santri putri dan putra dibedakan. Dalam ruang terpisah. Terdapat sedikit perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Salafi Bani Syafi’i Cilegon Banten metode yang digunakan sebagaimana berikut:

Pendidikan yang diselenggarakan bercorak ko-edukasi, dimana santri laki-laki dan perempuan dicampur dalam satu ruang kelas. Dalam pengajarannya, pesantren ini tidak menggunakan tahapan-tahapan materi yang dirancang secara khusus berdasarkan sekuen tertentu, tetapi disesuaikan dengan kitab yang dibahas. Meskipun demikian untuk kitab yang secara penuh berkaitan dengan masalah pendidikan seks, masing- masing tingkatan

(mubtadi’, mutawasith, muntahī) sudah ditentukan

24WawancaradenganBpk Nurul Musthofa di PP PutriLirboyo

Al-Mahrusiyah II padatanggal8 Juni 2017 jam 04.30-05.00 WIB

25WawancaradenganUstadzah Nur Wahidah(Waka Madin Putri) di PP

PutriLirboyo Al-Mahrusiyah II padatanggal2 Juni 2017 jam 06.00-07.30 WIB

(20)

kitab yang mesti dipelajari sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.26

Metode yang digunakan di Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyah yaitu dengan cara guru membacakan sedangkan santri mema’nai kitabnya masing-masing. Dalam Hal demikian tentunya sesuai dengan tingkatannya masing masing. Yaitu tingkat Program Khusus, Tsanawiyah, Aliyah. Dalam mengartikan istilah-istilah seks yang fulgar seperti nama alat kelamin, baik pria maupun wanita, biasanya yang digunakan adalah term bahasa asli kitab itu sendiri, yaitu bahasa Arab. Misalnya untuk vagina istilah yang digunakan adalah farji,

dzakar untuk penis dan dukhul untuk bersenggama. Serta di

Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah ini untuk pembelajaran santri putri dan putra dibedakan. Dalam ruang terpisah. Seperti pernyataan yang telah diberikan salah pengajar Madrasah Diniyah bahwasanya Metode digunakan agar santri-santri itu memahami akan materi yaitu dengan diberi pengantar terlebih dahulu. Mungkin diawalnya dengan cerita terlebih dahulu atau pemahaman-pemahaman yang mengrah ke pelajaran tersebut.Penerangan seks yang berkaitan dengan hubungan intim suami-istri biasanya hanya diberikan kepada santri dewasa. Namun demikian para santri juga kadang dapat membaca sendiri kitab yang berisi tentang seks, sehingga tidak menjamin hanya santri dewasa yang dapat membacanya.

Jadi, dalam seks education Madrasah Diniyah bab fikih sangat ditekankan, karena bab-bab yang tertera dalam materi adalah hal-hal yang penting dalam kehidupan di masyarakat.

26SitiFauziyah&MohamadRohman,”Pendidikan Seks Dalam Tradisi

(21)

Kesimpulan

Dari pemaparan data dan analisa data pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, Pemahaman seks education di Pondok Pesantren

Al-Mahrusiyah melalui Madrasah Diniyah. Banyak dari kalangan santri baik yang sekolah Madrsah Aliayah (formal) atau bahkan Mahasiswa pun banyak yang mengartikan dengan arti sempit seks education itu sendiri. Akan tetapi setelah dijelaskan dengan arti luas yaitu segala hal yang terjadi sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya perbedaan jenis kelamin maka dapat dipahami dan tidak begitu fanatik dengan kata seks

education. Tidak berhenti sampai di situ, keberadaan kata seks

education ini, setelah dipahami oleh beberapa santri akan tetapi

secara tidak sadar mereka mempelajari dalam Madrasah Diniyah. Jadi, seks education ini sebenarnya dilingkungan kita ada akan tetapi seperti tidak ada keberadaanya.

Kedua, Materi Seks Education dengan Kitab kuning dan

Materi Pembahasannya di Pondok Al-Mahrusiyah dapat dikelompokkan kedalam 2 sumber; Pertama, Pelajaranseks

education tidak secara langsung dibahas mengenai seksualitas

akan tetapi pelajaran sehari-hari yang seperti dalam kitab hadis,

fiqih, bahasa Arab, atau bahkan bisa saja terjadi secara langsung

dan kebetulan membahas tentang sesualitas. Kedua, Seks education dibahas melaui bab Fiqih.

Ketiga, Metode yang digunakan di Pondok Pesantren Putri

Al-Mahrusiyah melalui Madrasah Diniyah Al-Mahrusiyah yaitu dengan cara guru membacakan sedangkan santri mema’nai kitabnya masing-masing. Dalam Hal demikian tentunya sesuai dengan tingkatannya masing masing. Yaitu tingkat Program

Khusus, Tsanawiyah, Aliyah. Dalam mengartikan istilah-istilah

seks yang fulgar seperti nama alat kelamin, baik pria maupun wanita, biasanya yang digunakan adalah term bahasa asli kitab

(22)

itu sendiri, yaitu bahasa Arab. Misalnya untuk vagina istilah yang digunakan adalah farji, dzakar untuk penis dan dukhul

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Armaidi, Tanjung. Free Sex No Nikah Yes. Jakarta : Amzah, 2007.

Bisri, Adib dan Munawwir A Fattah. Kamus Indonesia-Arab

Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, Cetakan I,

1999.

Brahmiyanto, 1998 dalam Yunda Elawati, Bandung : CV. Alfabeta, 2005.

Damar wulan Team, Historiografi of Mahrusy, Kediri: HM Al-Mahrusiyah, 2011.

Drajat, Zakiah. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama, 1995.

Echols John M dan Hassan Shadily. Kamus Indonesia-Inggris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan V, 1997. Esyuananik, dkk. Pemanfaatan Media Informasi Tentang Sex

Education Terhadap Upaya Pengenalan Kesehatan

Reproduksi Pada Remaja Putri Usia 16-19 April 2013.

Fathunaja, Anji. “ Reorientasi Pendidikan Seks Terhadap Anak Usia Remaja Di Sekolah”. Memadukan Sains dan Agama dalam Pembelajaran, 2014.

Fauziyah, Siti & Mohamad Rohman,” Pendidikan Seks Dalam Tradisi Lembaga Pendidikan Islam Tradisional”,

El-Hikam 1 2012.

Hasbullah, Muzaidi. Manhaj Tarbiyah Ibny Qayyim; Terjemah

Al-Fikrut Tarbawy Inda Ibni Qayyim karya Dr. Hasan bin

Ali Hasan al-Hijazy. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

(24)

Ilyas, Hamim. Orientasi Seksual Dari Kajian Islam dalam Irwan Abdullah dkk, Islam dan Konstruksi Seksualitas. Jakarta:t.t.

Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: GP Press, 2010.

Kurniawan, Irwan. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam; Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama dan Kalangan Lainnya terjemah At-Tarbiyah Al- Jinsiyyah li Al-Athfal

wa Al-Balighin karya Yusuf Madani. Jakarta: Pustaka

Zahra, 2003.

Mahrus, Imam Yahya dalam Uyunul Masa’il, Lirboyo:Lajnah Batsul Masa-il Madrasah Diniyah hidayatul Mubtadi-ien Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri: LBM –PPL, 2002. Moqsit, Ghozali Abdul dkk. Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan

Perempuan; Bunga Rampai Pemikiran Ulama

Muda.Yogyakarta: RAHIMA Press, 2002.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian. Jakarta :GPPress, 2010. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam.Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2009.

Nurwaidah, Aprilia. “Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Dan Anak Mengenai Pendidikan Seks Pada Masa Awal Pubertas”. Jurnal Pendidikan Vol 3 ,2014.

Panitia Khusus, HSPK Madrasah Diniyah Putri al-Mahrusiyah, Kediri: Perc. Sumenang, 2013

Pratama, Egy dkk. “ Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Pendidikan Seks Dengan Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Di Sma Z Kota Bandung”, Jurnal Ilmu

(25)

Purna Siswa III Aliyah 2014 Hidayatul Mubtadi-Ien, Mumtaz. Kediri, Sumenang, 2014.

Qibtiyah, Alimatul. Paradigma Pendidikan Seksualitas. Yogyakarta: Penerbit Kurnia Kalam Semesta Yogya Press, 2013.

Riyanto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Penerbit SIC, 2001.

Roqib, Moh. Seks pada Anak Usia Dini, Insania vol 13 Mei, 2008.

Sarlito, Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. Jakarta Utara: Raja Grafindo Persada, 1994.

Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, Bandung : CV. Alfabeta, 2005.

---. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2011.

Sulistiyo. Mempersiapkan Masa Puber. Jakarta: Restu Agung 2010

Taufik, Muhammad. Pendidikan Seks Menurut Perspektif

Al-Qur’an. Jakarta:t.t.

Team Pena, Pena (Petunjuk Pelaksana) Tadris al-Qur’an, Kediri: al-Misykat F.C., 2013.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan VII, 1996.

Tim Pembukuan Historiografi, Historiografi Al-Mahrusiyah, Kediri: Al-Mahrusiyah Press, 2015.

(26)

Wuryani, Sri Esti. Pendidikan Seks Keluarga. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang 2008.

Gambar

Tabel 1.Kitab kuning dan Materi Pembahasannya

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, masyarakat di perbatasan itu memiliki bahasa yang sama, yaitu bahasa Dawan walaupun ada mayarakat Napan yang berakomodasi terhadap bahasa Tetun Portu atau

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil tes pretest dan posttest siswa serta

Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan pengambilan sampel dengan teknik sensus sampling pada 75 orang aparat pengawas intern

Pola lagu kalimat terdiri dari tiga nada suara dalam BMU yang terdapat dalam tiap unit jeda dengan satu tekanan kalimat. Satu kalimat dapat ter- diri dari

Berdasarkan paparan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis wacana persuasif dalam iklan obat herbal pada majalah Elfata.Wacana persuasif tersebut

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data tentang pemblajaran IPS dengan materi kegiatan ekonomi yang menggunakan metode bermain peran dalam upaya

Keutamaan pelaksanaan pemanfaatan lahan dengan pola diversifikasi usahatani dan ternak sapi adalah : Pola usahatani terpadu dapat diterapkan kepada masyarakat yang