• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci: Perubahan iklim, produksi pertanian, agroforestri, ketahanan pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci: Perubahan iklim, produksi pertanian, agroforestri, ketahanan pangan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

http://dx.doi.org/10.11594/nstp.2020.0603

Conference Paper

Agroforestri Sebagai Bentuk Mitigasi Perubahan Iklim

Agroforestry as Climate Change Mitigation

Maria Theresia Sri Budiastuti1,2*

1Agrotechnology, Agricultural Faculty, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia 2Master Program of Environmental Science, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

*Corresponding author: ABSTRAK

Perubahan iklim mempengaruhi eksistensi produksi pertanian dari waktu ke waktu, teru-tama oleh peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer yang berdampak pada peningkatan

suhu. Suhu sebagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi tanaman. Selain itu, perubahan iklim me-nyebabkan fluktuasi tinggi antara intensitas hujan dan kekeringan sehingga menimbulkan fenomena La-nina dan El-nino. Kondisi ini merupakan ancaman bagi keamanan pangan dan dengan demikian para pemangku kepentingan wajib mengupayakan tindakan nyata berupa mitigasi dampak perubahan iklim. Agroforestri menjadi pilihan pertama teknologi budidaya pertanian dengan mengedepankan pohon sebagai penyedia layanan ekosistem berupa iklim mikro dan tanah (nutrisi dan air) yang bermanfaat bagi tanaman budidaya (semusim). Teknologi budidaya ini sekaligus meningkatkan potensi lahan suboptimal di Indonesia yang tersedia cukup luas. Sistem Agroforestri meningkatkan kualitas lahan suboptimal dan men-dukung upaya adaptasi serta mitigasi perubahan iklim. Beberapa tanaman pangan seperti padi gogo, kedelai dan jagung dapat dibudidayakan dalam sistem agroforestri. Walaupun produksi tanaman pangan dalam sistem agroforestri relative lebih rendah daripada di tem-pat terbuka, namun Agroforestri dinilai memiliki kemampuan untuk mendukung keamanan pangan dari sisi konservasi tanah dan air, diversifikasi penggunaan lahan dan kecukupan gizi mikro.

Kata Kunci: Perubahan iklim, produksi pertanian, agroforestri, ketahanan pangan

ABSTRACT

Climate change affects the existence of agricultural production from time to time, especially by

increasing the concentration of CO2 in the atmosphere which has an impact on increasing

tem-peratures. Temperature as an environmental factor influences plant physiological processes, which in turn affects plant production. In addition, climate change causes high fluctuations between the intensity of rain and drought, giving rise to La-Nina and El-Nino phenomena. This condition is a threat to food security and thus stakeholders are obliged to take concrete actions in the form of mitigating the impacts of climate change. Agroforestry is the first choice of agri-cultural cultivation technology by promoting trees as ecosystem service providers in the form of microclimate and soil (nutrients and water) which are beneficial for cultivated crops (sea-sonal). This cultivation technology also increases the potential of suboptimal land in Indonesia, which is quite extensive. Agroforestry systems improve suboptimal land quality and support climate change adaptation and mitigation efforts. Some food crops such as upland rice, soy-beans and maize can be cultivated in agroforestry systems. Although the production of food crops in agroforestry systems is relatively lower than in open areas, agroforestry is considered to have the ability to support food security in terms of soil and water conservation, diversifica-tion of land use and the adequacy of micronutrients.

Keywords: Climate change, agricultural production, agroforestry, food security E-mail:

(2)

Pendahuluan

Perubahan iklim adalah salah satu permasalahan utama dan menjadi tantangan paling signif-ikan yang dihadapi masyarakat global. Intergovernmental Panel on Climate Change menyatakan bahwa perubahan iklim sebagian besar disebabkan oleh peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer, terutama dari sumber antropogenik (Change, 2014). Peningkatan CO2 merupakan potensi gas efek rumah kaca yang dapat membangkitkan suhu panas di bumi. Emisi gas rumah kaca berkaitan erat dengan perubahan iklim (Oliveira et al., 2020). Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer dapat menyebabkan pemanasan global yang berdampak pada iklim yang tidak stabil. Salah satu dampak dari pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata laut dan daratan bumi.

Hal ini

terkait dengan pencemaran gas, khususnya CO

2

, yang sulit terurai di atmosfer sehingga

menghalangi pemantulan kembali sinar matahari yang mengakibatkan suhu bumi

meningkat (Zhang et al., 2018).

Suhu rarata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18°C selama seratus ta-hun terakhir. Di Indonesia suhu rata rata bulan September periode 1981-2010 di Indonesia adalah sebesar 26,6oC (dalam range normal 21,4oC–29,8oC) dan suhu udara rata-rata bulan September 2020 adalah sebesar 27,2oC. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, anomali suhu udara rata-rata pada bulan September 2020 merupakan anomali positif dengan nilai sebesar 0,6oC. Anomali suhu udara Indonesia pada bulan September 2020 ini merupakan anomali tertinggi ketiga sepanjang periode data pengamatan tersebut. Peningkatan suhu global menyebabkan perubahan-perubahan yaitu peningkatan intensitas fenomena cuaca yang ekstrim dan permukaan air laut, perubahan pola an-gin, peningkatan populasi dan jenis organisme penyebab penyakit, perubahan pola curah hujan dan siklus hidrologi (Chen et al.,2013). Di Indonesia, telah terjadi perubahan pola hujan sejak beberapa dekade terakhir, seperti pergeseran awal musim hujan dan intensitas curah hujan. Pan-jang dan intensitas gelombang panas yang ekstrim dan perubahan distribusi curah hujan, keterse-diaan air, dan kekeringan, dapat menurunkan produktivitas pertanian dan meningkatkan resiko kerawanan pangan (Change, 2014).

Kenaikan suhu rata-rata signifikan berpengaruh terhadap produksi pertanian (Fraser et al., 2015). Peningkatan suhu berdampak pada karakteristik morfologi dan fisiologis tanaman (Day, Howells, & Ruhland, 1994). Suhu yang lebih tinggi menurunkan total klorofil dan mengubah rasio klorofil menjadi karotenoid yang menyebabkan penurunan asimilasi CO2, peningkatan transpirasi dan konduktansi stomata (Azoulay-shemer et al.,2015). Dan selanjutnya menurunkan biomassa tanaman (Abdulmajeed et al., 2017). Suhu yang lebih tinggi juga dapat mempersingkat periode perkembangan tanaman (Qaderi & Reid, 2019). Berdasarkan hasil penelitian suhu tinggi me-nyebabkan penurunan fotosintesis dan kandungan klorofil yang selanjutnya meme-nyebabkan hasil tanaman berkurang (Abdulmajeed & Qaderi, 2019).

Pertanian di wilayah Afrika dan Amerika Latin paling rentan terhadap perubahan iklim karena posisi geografis (Moritz & Agudo, 2019). Di seluruh dunia dampak pemanasan global cenderung bervariasi karena perbedaan iklim lokal, ekonomi pembangunan, dan kapasitas adaptif (Falco, Galeotti, & Opler, 2019). Sedangkan di Indonesia, perubahan iklim telah menimbulkan dampak pada penurunan produksi pangan

terutama disebabkan oleh peningkatan suhu dan salinitas

tanah, cuaca ekstrim yang menyebabkan keringan dan banjir, serta serangan hama dan

penyakit.

Studi di daerah tropis menunjukkan bahwa peningkatan suhu udara menyebabkan

penurunan produksi jagung dan beras. Kenaikan suhu 2°C mengurangi produksi jagung

sebesar 20% dan produksi padi sebesar 10% (Change, 2007). Laporan serupa oleh

Food and Agriculture (FAO) menunjukkan bahwa 65 Negara berkembang berada dalam risiko ke-hilangan produksi cukup tinggi, produksi sereal berkurang sebesar 280 juta ton karena peru-bahan iklim global (Alaanuloluwa Ikhuoso et al.,2020). Di sisi lain jumlah penduduk terus ber-tambah sehingga kebutuhan pangan menjadi tinggi. Peningkatan permintaan pangan men-imbulkan tantangan besar bagi keberlanjutan pertanian dan produksi pangan. Permintaan ini

(3)

akan memberikan tekanan pada fungsi tanah, penyediaan dan regulasi jasa ekosistem (ling-kungan). Dalam konteks ini penting untuk menemukan keberlanjutan praktik yang dapat mengu-rangi dampak perubahan iklim dan tekanan manusia pada sumber daya tanah salah satunya dengan agroforestri.

Dalam sudut pandang perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai

sink

(penyerap/ penyimpan karbon) maupun

source

(pengemisi karbon). Deforestasi dan

degradasi meningkatkan

source

, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan

pena-naman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan

sink

. Agroforestri, sebagai salah satu

sistem, yang terdiri dari tumbuhan berkayu (tanaman/pohon), berperan dalam proses

adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan sudut

pandang penulis, tentang peranan dan dampak sistem agroforestri dalam mitigasi

peru-bahan iklim.

Results and Discussion

Dampak perubahan iklim telah dirasakan pada tahun terakhir terjadi peningkatan suhu yang lebih cepat yaitu sebesar 0,16oC/dekade. Peningkatan suhu tersebut cenderung menurunkan cu-rah hujan, terutama wilayah Indonesia bagian selatan dan timur (Roudier et al., 2011). Hal terse-but menyebabkan musim kemarau yang semakin panjang dan musim hujan yang semakin pendek, peningkatan curah hujan di wilayah tertentu dan sekaligus kekeringan di tempat lain yang selan-jutnya menyebabkan penurunan produksi pertanian (Sudarma & As-syakur, 2018). Padi merupa-kan sumber bahan pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Perubahan iklim mempengaruhi produksi padi dan menyebabkan gagal panen karena lahan pertanaman padi mengalami kerusa-kan akibat kekeringan dan kebanjiran. Produksi padi dipengaruhi oleh perubahan iklim yaitu cu-rah hujan, suhu dan kelembapan sebesar 28% (Pramasani & Soelistyono, 2018). Berdasarkan data BPS 2019 menunjukkan bahwa produksi padi pada tahun 2019 sebesar 54,60 juta ton dan mengalami penurunan sebanyak 4,60 juta ton atau 7,76 persen dibandingkan tahun 2018 (Statis-tik, 2019).

Selain padi, berdasarkan penelitian di Maluku bahwa produksi kedelai mengalami penurunan produksi sebesar 10,7% pada kondisi El Nino dan sebesar 11,4 % pada kondisi La Nina, sehingga kedelai dianggap sebagai komoditas yang paling sensitif terhadap perubahan iklim (Santoso, 2016). Kenaikan muka air laut 1-2 m menyebabkan kehilangan luas panen total wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Jawa Barat, JawaTengah, JawaTimur, dan Sulawesi Se-latan sekitar 74.000-165.000 ha atau setara dengan kehilangan produksi sekitar 238.650-532.125 ton beras (Estiningtyas et al., 2020). Peningkatan permukaan air laut menyebabkan penciutan la-han sawah di daerah pesisir dan kerusakan tanaman akibat salinitas (Harvey et al.,2014). Selain itu, perubahan iklim berdampak pada kesuburan tanah rendah (Yengwe et al., 2018), dan degradasi tanah (Felix, Tittonell, & Clermont-dauphin, 2018). Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor penentu peningkatan lahan suboptimal di Indonesia. Dampak perubahan iklim yang demikian besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi mitigasi dan adaptasi.

Di Indonesia ketersediaan lahan suboptimal sangat tinggi dan mencapai 16.025.000 hektar dengan kategori kritis (9.454.000 hektar) dan sangat kritis (4.553.000 hektar) (Statistik, 2018). Namun, hanya sekitar 58,4% lahan yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (91.904.643 hektar). Permasalahan tanah di lahan suboptimal untuk sistem pertanian adalah kan-dungan unsur hara dan ketersediaan air bagi tanaman yang rendah (Joy et al., 2019). Namun demikian lahan suboptimal berpotensi untuk dikembangkan melalui peningkatan kualitas lahan dengan proses perbaikan sistem budidaya (Sudirja, Arifin, & Joy, 2015), seperti teknologi budi-daya dalam sistem agroforestri. Sistem ini tidak hanya memberikan tujuan keamanan pangan tetapi juga meningkatkan ketahanan dan mitigasi perubahan iklim.

(4)

Agroforestri adalah praktik pengelolaan lahan dengan tanaman sela (semusim) yang ditanam disekitar atau diantara barisan pohon (Abdulai et al.,2018). Integrasi sistem pertanian dan kehu-tanan merupakan pilihan dalam keamanan pangan dan memberikan berbagai manfaat bagi ling-kungan. Pohon menciptakan iklim mikro yang mengurangi suhu, menjaga kelembaban tanah dan meningkatkan nitrogen (Rosenstock et al.,2019). Tutupan pohon pada skala lanskap mendukung siklus air, curah hujan, mengurangi aliran badai dan mengisi ulang akuifer walau di sisi lain dapat menguras air tanah (tergantung pada spesies dan kepadatan penanaman). Secara umum sistem Agroforestri mengubah resiko dan dampak kekeringan dan banjir (van Noordwijk et al.,2016). Pohon dapat mengurangi dampak perubahan iklim, menyimpan karbon dalam biomassa dan tanah dan mengurangi karbon dioksida di atmosfer (Hairiah et al.,2020). Selain itu, Agroforestri mampu mengurangi terjadinya degradasi lahan (Mohebalian & Aguilar, 2018).

Sistem agroforestri memberikan opsi untuk mengurangi perubahan iklim dengan kemung-kinan peningkatan hasil panen, dan memberikan manfaat lingkungan seperti adaptasi perubahan iklim (Coulibaly et al.,2017). Salah satu pemanfaatan lahan suboptimal yaitu lahan kering dengan penerapan sistem agroforestri dan peningkatan dosis pupuk organik mampu meningkatkan hasil jagung sebesar 20% (Amadu, Miller, & McNamara, 2020). Sistem agroforestri dengan pohon sen-gon dapat diterapkan dengan padi gogo (Senjaya et al., 2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agroforestri berpengaruh nyata terhadap produktivitas panen padi gogo dan se-rangan cendawan Rhizoctonia sp. Serangan Rhizoctonia sp. terhadap padi gogo pada sistem agro-foretri lebih rendah daripada sistem monokultur. Produksi padi gogo dengan sistem agroforestri sebesar 2,5-3 ton/ha. Sedangkan berdasarkan data BPS 2019 bahwa produksi padi di Indonesia tahun 2019 sebesar 59.200.533,72 ton dengan luas lahan 10.677.887,15 ha (5,11 ton/ha). Hasil tersebut menunjukkan bahwa produksi padi dengan sistem agroforestri lebih rendah daripada sistem terbuka. Produksi padi yang rendah disebabkan karena intensitas cahaya yang diterima tanaman padi relatif rendah, dan hal itu berpengaruh terhadap proses fotosintesis (tidak optimal) (Liu et al.,2010). Fotosintesis bersih adalah pendorong yang kuat dari akumulasi dan hasil tana-man (Sanchez-Diaz et al., 1990). Berdasarkan hasil penelitian peningkatan intensitas cahaya secara konsisten merangsang asimilasi karbon dan meningkatkan hasil total dan pertumbuhan padi (Rahman et al.,2020).

Sistem agroforestri berbasis sengon dengan padi gogo mempengaruhi pertumbuhan sengon, yaitu dengan pertumbuhan sengon yang lebih baik daripada sistem monokultur (Ningrum, Wi-jayanto, & Wulandari, 2019). Sengon merupakan tegakan dalam sistem agroforestri yang sangat bermanfaat, karena menjadi sumber Nitrogen bagi tanaman sela. Selain itu, pohon sengon mem-iliki karakteristik tajuk yang ringan sehingga lahan di bawah tegakan sengon mendukung pertum-buhan tanaman pangan (Wijayanto & Azis, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pena-naman sengon dapat meningkatkan kualitas kesuburan tanah karena kandungan bahan organik tanah, N total, serta N tersedia (Khalif, Utami, & Kusuma, 2014).

Sistem agroforestri meningkatkan kakao sebesar 31% dan peningkatan ini disebabkan oleh penurunan suhu lingkungan dalam sistem tersebut (Kaba, Out-Nyanteh, & Abunyewa, 2020). Suhu tinggi yaitu diatas 30◦C menyebabkan mekanisme fotosintesis daun dan bunga rusak, selanjutnya

mempengaruhi fisiologi dan hasil jangka Panjang (Tscharntke et al., 2011). Diversifikasi agroekosistem dengan pohon peneduh memiliki peran yang kompleks dalam adaptasi perubahan iklim. Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi antara pohon pelindung, kondisi tanah yang heterogen, dan modifikasi iklim mikro.

Kesimpulan

Konversi lahan pertanian memicu penurunan produksi dan pemanfaatan lahan suboptimal menjadi pilihan melalui teknologi budidaya tanaman berbasis pohon (Agroforestri). Sistem agro-forestri merupakan teknologi budidaya tanaman dan sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.

(5)

Sistem ini menurunkan intensitas cahaya dan suhu, meningkatkan oksigen, meningkatkan kelem-bapan, meningkatkan kesuburan tanah dan ketersediaan air, oleh peran pohon. Beberapa tana-man pangan seperti padi gogo, kedelai dan jagung dapat dibudidayakan dengan sistem agrofor-estri. Walaupun produksi tanaman pangan dalam agroforestri lebih rendah daripada di tempat terbuka, namun agroforestri dapat mendukung keamanan pangan dari sisi konservasi tanah dan air, diversifikasi penggunaan lahan dan kecukupan gizi mikro.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prodi Magister Agroteknologi Fakultas Per-tanian UPN “Veteran” Surabaya yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyam-paikan hasil pemikiran pada Seminar Nasional ini, dan 2. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, M.P dan Desy Setyaningrum, S.P., M.P atas sumbang saran dalam penulisan artikel ini

.

Referensi

Abdulai, I. et al. (2018). Characterization of cocoa production , income diversification and shade tree management along a climate gradient in Ghana. PLoS One 13, 1–17.

Abdulmajeed, A. M., & Qaderi, M. M. (2019). Differential effects of environmental stressors on physiological processes and methane emissions in pea (Pisum sativum) plants at various growth stages. Plant Physiol. Biochem., 139, 715– 723.

Abdulmajeed, A. M., Derby, S. R., Strickland, S. K., & Qaderi, M. M. (2017). Interactive effects of temperature and UVB radiation on methane emissions from different organs of pea plants grown in hydroponic sistem. J. Photochem. Photobiol. B Biol.,166, 193–201.

Alaanuloluwa Ikhuoso, O. et al.(2020). Climate change and agriculture: The competition for limited resources amidst crop farmers-livestock herding conflict in Nigeria - A review. J. Clean. Prod., 272, 123104.

Amadu, F. O., Miller, D. C. & McNamara, P. E. (2020). Agroforestri as a pathway to agricultural yield impacts in climate-smart agriculture investments: Evidence from southern Malawi. Ecol. Econ. 167, 106443.

Azoulay-shemer, T., Palomares, A., Bagheri, A., Israelsson-nordstrom, M. & Engineer, C. B. (2015). Guard cell photosynthesis is critical for stomatal turgor production , yet does not directly mediate CO 2 - and ABA-induced stomatal closing. Plant J., 83(4), 567–581 (2015) doi:10.1111/tpj.12916.

Change, I. P. (2007). Climate Change: New Dimensions in Disaster Risk, Exposure, Vulnerability, and Resilience,” in

Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation.

doi:10.1017/CBO9781139177245.004.

Change, I. P. (2014). C. The Physical Science Basis: Working Group I Contribution to the Fifth Assessment Report of the

Intergovernmental Panel on Climate Change. (Cambridge University Press, 2014).

Chen, J. et al. (2013). Quantitative response of greenhouse tomato yield and quality to water deficit at different growth stages quantitative response of greenhouse tomato yield and quality to water deficit at different growth stages.

Agric. Water Manag.129, 152–162. doi: 10.1016/j.agwat.2013.07.011

Coulibaly, J. Y., Chiputwa, B., Nakelse, T. & Kundhlande, G. (2017). Adoption of agroforestri and the impact on household food security among farmers in Malawi. Agric. Syst. 155, 52–69

Day, T. A., Howells, B. W. & Ruhland, C. T. Changes in growth and pigment concentrations with ieaf age in pea under moduiated UV-B radiation fieid treatments. Plant, Cell Environ.19, 101-108101–108 (1994).

Estiningtyas, W., Susanti, E., Syahbuddin, H. & Sulaiman, A. A. (2020). Penentuan wilayah kunci keragaman iklim Indonesia menggunakan indikator global untuk mendukung adaptasi perubahan iklim. J. Tanah dan Iklim 42, 59. Falco, C., Galeotti, M. & Olper, A. (2019). Climate change and migration: Is agriculture the main channel? Glob. Environ.

Chang., 59, 101995.

Félix, G. F., Tittonell, P. & Clermont-dauphin, C. (2018). Enhancing agroecosistem productivity with woody perennials in semi-arid West Africa . A meta-analysis.

Fraser, W. T. et al. (2015). Emission of methane , carbon monoxide , carbon dioxide and short-chain hydrocarbons from vegetation foliage under ultraviolet irradiation. 980–989 . doi:10.1111/pce.12489.

(6)

Hairiah, K. et al. (2020). Soil carbon stocks in Indonesian (agro) forest transitions: Compaction conceals lower carbon concentrations in standard accounting. Agric. Ecosyst. Environ.,294, 106879.

Harvey, C. A. et al. (2014). Extreme vulnerability of smallholder farmers to agricultural risks and climate change in Madagascar. Philos. Trans. R. Soc. B Biol. Sci. 369.

Joy, B. et al. (2019). Evaluation of soil fertility status for rice, corn, soybean on suboptimal land in West Java Indonesia. IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci.393, 1-10.

Kaba, J. S., Otu-Nyanteh, A., & Abunyewa, A. A. (2020). The role of shade trees in influencing farmers’ adoption of cocoa agroforestri sistems: Insight from semi-deciduous rain forest agroecological zone of Ghana. NJAS - Wageningen J. Life Sci.,92, 100332.

Khalif, U., Utami, S. R. & Kusuma, Z. (2014). Terhadap kandungan C dan N tanah. J. Tanah dan Sumberd. Lahan 1, 9–15. Liu, B. et al. (2010). Soybean yield and yield component distribution across the main axis in response to light enrichment

and shading under different densities. Plant, Soil Environ. 56, 384–392.

Mohebalian, P. M. & Aguilar, F. X. (2018). Beneath the Canopy : Tropical Forests Enrolled in Conservation Payments Reveal Evidence of Less Degradation. Ecol. Econ. 143, 64–73.

Moritz, C. & Agudo, R. (2014). The Future of Species Under Climate?. Science, 341(6145), 504-8.

Ningrum, D. K. B., Wijayanto, N., & Wulandari, A. S. (2019). Pertumbuhan sengon dan produksi padi gogo pada taraf pemupukan P yang berbeda dalam sistem agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika, 10(1), 1–6.

Oliveira, J., Cohen, J. C. P., Pimentel, M., Tourinho, H. L., Lobo, M. A., & Sodre, G. (2020). Urban climate and environmental perception about climate change in Belém, Pará, Brazil. Urban Clim.31, 100579. doi: 10.1016/j.uclim.2019.100579 Pramasani, E. M. & Soelistyono, R. (2018). Dampak perubahan iklim terhadap perubahan musim tanam padi ( Oryza

sativa L .) di Kabupaten Malang. 3, 85–93 (2018).

Qaderi, M. M., & Reid, D. M. (2008). Combined effects of temperature and carbon dioxide on plant growth and subsequent seed germinability of silene noctiflora, International Journal of Plant Sciences, 169, 1200–1209.

Rahman, S. & Anik, A. R. (2020). Productivity and efficiency impact of climate change and agroecology on Bangladesh agriculture. Land Use Policy vol. 94.

Rosenstock, T. S. et al. (2019). A Planetary Health Perspective on Agroforestri in Sub-Saharan Africa. One Earth 1, 330– 344.

Roudier, P., Sultan, B., Quirion, P. & Berg, A. (2011). The impact of future climate change on West African crop yields: What does the recent literature say? Glob. Environ. Chang.,21, 1073–1083 .

Sánchez-Díaz, M., Pardo, M., Antolín, M., Peña, J. & Aguirreolea, J. (1990). Effect of water stress on photosynthetic activity in the Medicago-Rhizobium-Glomus symbiosis. Plant Sci.71, 215–221

Santoso, A. B. (2016). Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangan di Provinsi Maluku. J. Penelit.

Pertan. Tanam. Pangan,35, 29 (2016).

Senjaya, N., Wijayanto, N., Wirnas, D. & Achmad. (2018). Evaluasi Sistem Agroforestri Sengon Dengan Padi Gogo Terhadap Serangan Cendawan Rhizoctonia sp. J. Silvikultur Trop. 09, 120–126.

Statistik, B. P. (2018). Data Lahan Marginal Indonesia 2018. Statistik, B. P. (2019). Produksi padi Indonesia 2019. (2019).

Sudarma, I. M. & As-syakur, A. R. (2018). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian Di Provinsi Bali. SOCA J.

Sos. Ekon. Pertan., 87. doi:10.24843/soca.2018.v12.i01.p07.

Sudirja, R., Arifin, M. & Joy, B. (2015). Adsorpsi Paraquat dan Sifat Tanah pada Tiga Subgrup Tanah Akibat Pemberian Amelioran, 26, 41–48.

Tscharntke, T. et al. (2011). Multifunctional shade-tree management in tropical agroforestri landscapes – a review.

Journal of Applied Ecology, 48, 619-629. doi:10.1111/j.1365-2664.2010.01939.x.

van Noordwijk, M., Kim, Y. S., Leimona, B., Hairiah, K. & Fisher, L. A. (2016). Metrics of water security, adaptive capacity, and agroforestri in Indonesia. Curr. Opin. Environ. Sustain.21, 1–8

Wijayanto, N. & Azis, S. (2013). Silvikultur Tropika Pengaruh Naungan Sengon dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Ganyong Putih. J. Silvikultur Trop.,04, 62–68.

Yengwe, J., Amalia, O., Isaac, O. & Neve, S. De. (2018). Quantifying nutrient deposition and yield levels of maize ( Zea mays ) under Faidherbia albida agroforestri sistem in Zambia. Eur. J. Agron. 99, 148–155.

(7)

Zhang, Z. et al. (2018). A temperature threshold to identify the driving climate forces of the respiratory process in terrestrial ecosistems. Eur. J. Soil Biol. 89, 1–8.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi teknologi pengelolaan lahan kering yang dibangun dengan basis web, teknologi GIS, dan teknologi internet diharapkan dapat diakses secara luas oleh

Pendahuluan penelitian terdiri dari latar belakang dilakukannya penelitian mengenai pengaruh ukuran dewan komisaris, komisaris independen, kehadiran wanita dalam

Selain itu masih dengan memperhatikan asosiasi kedua unsur ini dapat diketahui pula asal batuan sumber dari sedimen-sedimen dimana mineral tersebut terakumulasi, karena

Ketersediaan karakteristik sistem informasi akuntansi manajemen di perusahaan akan sangat membantu tugas yang dihadapi manajer, oleh karena itu di suatu organisasi

Tidak ada pengaruhnya kebijakan dividen terhadap investasi/aset investor dikarenakan investor bisa membuat dividen sendiri (homemade). Contoh berikut dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk memberikan dan mengupayakan solusi pada sistem yang sedang berjalan di Bank Syariah Mandiri Palembang (BSM) terhadap

Sedangkan pada indikator “durasi” terdapat satu pertanyaan yaitu terkait durasi waktu yang dihabiskan dalam setiap kali mengikuti kegiatan literasi media, dengan bentuk

Dalam penelitian ini akan di hitung berapa kontribusi untuk masing- masing jenis retribusi daerah yaitu Retribusi Jasa Umum (X 1 ), Retribusi Jasa Usaha (X 2 )