• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN MKRPL TERHADAP EKONOMI KELUARGA DI DESA LOLU KABUPATEN SIGI. MKRPL Support for Family Income Lolu Village, Sigi Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN MKRPL TERHADAP EKONOMI KELUARGA DI DESA LOLU KABUPATEN SIGI. MKRPL Support for Family Income Lolu Village, Sigi Regency"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN MKRPL TERHADAP EKONOMI KELUARGA DI

DESA LOLU KABUPATEN SIGI

MKRPL Support for Family Income Lolu Village, Sigi Regency

Sumarni, Caya Khairani, dan Basrum

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Lasoso No.62 Biromaru Palu

E-mail: cayakhairani@yahoo.com ABSTRACT

Significant population Increase followed by the narrowing field of agricultural production field especially in producing staple food such as rice indicates that the diversification farm yard utilization is very urgent to be done. Various commodities can be developed as a commodity farm yard, however, people in Central Sulawesi are more interested in growing vegetables. Therefore MKRPL programs that promote a culture basically planted in their yards in order to meet family nutrition as well as develop productive economy capable household and green environment and add value to the community, especially in the farm garden vegetable crop management, and can be as an alternative to strengthening the economic resilience family. This study aims to determine support for the intensification of the farm yard to the household economy in the Lolu village. The research approach using survey methods. Retrieval of data through interviews using a structured questionnaire to 24 farmer cooperators of MKRPL program Lolu, Central Sulawesi. The experiment was conducted in September 2012. Data gathered includes the income and expenditure of farm households before and after the MKRPL program, data was then analyzed using quantitative descriptive tables. The results showed that the intensification yard was able to contribute an average of Rp 96.000 to Rp 284.000 per month to household income by saving household expenditure as much as Rp 6.600 to 13.300 per day per household and additional revenue from handicraft to Rp 45.000 per day per household.

Keywords: farm yard intensification, KRPL, household economics, crafts, village of Lolu

ABSTRAK

Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan diikuti dengan semakin menyempitnya lahan produksi pertanian, khususnya dalam memproduksi bahan pangan pokok seperti beras memberikan indikasi bahwa diversifikasi pangan dengan pemanfaatan lahan pekarangan sangat urgen untuk segera dilakukan. Berbagai komoditas dapat dikembangkan sebagai komoditi pekarangan, namun demikian masyarakat di Sulawesi Tengah lebih tertarik untuk menanam sayuran. Oleh karena itu program MKRPL yang pada dasarnya memasyarakatkan budaya menanam di lahan pekarangan dengan tujuan memenuhi gizi keluarga sekaligus mengembangkan ekonomi produktif rumah tangga serta mampu memberikan lingkungan yang hijau dan nilai tambah bagi masyarakat terutama dalam pengelolaan tanaman sayuran dipekarangan, dan dapat sebagai alternatif penguatan ketahanan ekonomi keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan intensifikasi pekarangan terhadap ekonomi rumah tangga di Desa Lolu Kabupaten Sigi. Pendekatan penelitian menggunakan metode survei. Pengambilan data melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur terhadap 24 orang petani kooperator program MKRPL di Desa Lolu Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Penelitian

(2)

dilaksanakan pada Bulan September 2012. Data yang diambil meliputi pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani sebelum dan sesudah program MKRPL. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan intensifikasi pekarangan mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar Rp 96.000 – Rp 284.000/bulan dari pendapatan rumah tangga dengan penghematan pengeluaran rumah tangga petani mencapai Rp 6.600 – Rp 13.300 per hari per rumah tangga serta pendapatan tambahan kerajinan tangan mencapai Rp 45.000 per hari per rumah tangga .

Kata kunci: Intensifikasi pekarangan, KRPL, ekonomi rumah tangga, kerajinan tangan, Desa Lolu

PENDAHULUAN

Sebanyak 10 kecamatan dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Sigi rentan mengalami rawan pangan. Sebanyak tiga kecamatan belum terdeteksi, dan hanya dua kecamatan yang dinyatakan aman soal pangan. Tiga kecamatan yang belum bisa terdeteksi situasi pangan dan gizinya adalah Kecamatan Dolo Selatan, Marawola Barat dan Kulawi Selatan. Sementara sepuluh kecamatan lainnya yang rentan rawan pangan adalah Kecamatan Sigi Biromaru, Palolo, Dolo, Dolo Barat, Marawola, Kulawi, Nokilalaki, Kinovaro, Tanambulava dan Pipikoro (http://www.harianmercusuar.com). Untuk mengatasi kerawanan pangan tersebut maka perlu mengoptimalkan sumber daya lahan yang ada. Optimalisasi sumberdaya lahan tersebut dapat dimulai di tingkat rumah tangga, melalui kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari.

Pilot percontohan KRPL di kecamatan Sigi Biromaru difokuskan di Desa Lolu. Desa Lolu terletak di wilayah Kecamatan Sigi Biromaru dan merupakan pusat ibukota dan pusat pemerintah yang berjarak ± 17 km dari kota provinsi dan menjadi desa ibukota Kab.Sigi. Sesuai dengan pengembangan kabupaten, Desa Lolu salah satu desa yang berkembang cukup pesat, banyak toko–toko di sepanjang jalan, begitu juga kantor–kantor pemerintahan maupun swasta. Masyarakat Desa Lolu semakin terdesak lahan pertaniannya sehingga banyak penduduknya yang menjadi buruh tani. Secara umum kondisi geografis wilayah Kabupaten Sigi memepunyai luas wilayah 1.200 ha yang terdiri dari 5 dusun. Jumlah penduduk Desa Lolu sebanyak 3.658 orang yang bermata pencaharian utamanya petani. Areal Desa Lolu meliputi sawah irigasi 295 ha, sawah tadah hujan 194 ha, perkebunan 184 ha dan yang belum termanfaatkan 54 ha. Potensi pemanfaatan lahan berupa 54 ha lahan yang belum termanfaatkan ditambah dengan lahan pekarangan pada daerah pemukiman penduduk Desa Lolu.

Untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga dari kerawanan pangan keluarga, maka pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya sayur, buah, dan ubi-ubian dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga, bahkan dapat mendatangkan tambahan pemasukan bagi keluarga. Potensi sumber daya lahan pekarangan di Sulawesi Tengah sangat besar yaitu 144,90 ribu ha (BPS, 2010). Luas pekarangan tersebut sebagai salah satu sumber penyediaan bahan pangan yang bernilai gizi dan memiliki nilai ekonomis tinggi.

(3)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah pada tahun 2012 menangkap peluang potensi tersebut dengan melaksanakan pembinaan pemanfaatan pekarangan dengan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari di Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi sebagai kabupaten yang baru dimekarkan sangat potensial untuk pengembangan MKRPL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan intensifikasi pekarangan terhadap ekonomi rumah tangga di Desa Lolu Kabupaten Sigi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 di Desa Lolu Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur terhadap 24 orang petani pelaksana KRPL.

Data yang diambil meliputi data pelaksanaan program MKRPL, serta data pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani sebelum dan sesudah program M-KRPL. Data kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan KRPL di Desa Lolu

Desa Lolu merupakan salah satu desa pengembangan M-KRPL di Sulawesi Tengah. Pembinaan M-KRPL dimulai dari 1 kelompok wanita tani yang diketuai oleh ibu Amina dengan jumlah anggota 30 KK yang akhirnya berkembang menjadi 2 dusun yang melibatkan 86 KK melalui koordinasi Tim pengerak PKK. Karakteristik Pekarangan Desa Lolu di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pekarangan Rumah Tangga Berdasarkan Luas

Karaktersitik Pekarangan Luas Lahan Prosentase Rumah Tangga (%)

Sempit <100 m2 17,44

Sedang 100 -200 m2 39,53

Luas >200 m2 31,39

Sumber: Khairani et al., 2012

Komoditas yang dikembangkan di kawasan didasarkan atas kebutuhan komoditas yang dominan diperlukan oleh rumah tangga di sekitarnya sehingga berpotensi untuk dipasarkan secara komersial jika terjadi kelebihan produksi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pemilihan komoditas yang

(4)

dikembangkan yaitu cabai lokal, terong, tomat, sawi, serta kelor sebagai sayuran indegeneous spesifik lokasi.

Untuk menunjang kegiatan M-KRPL dibangun Kebun Bibit Desa (KBD) seluas ± 450 m2. Disamping KBD dibuat kebun PKK yang hasilnya untuk mendukung keberlanjutan KBD. Jenis komoditas dan produksi bibit yang dihasilkan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Tabel 2. Jenis Komoditas Sayuran yang telah Ditanam di Desa Lolu

No Jenis Bibit Sayuran Jumlah Penghamburan Jumlah Produksi

1 Tomat 3 kali 4.725

2 Cabe besar 3 kali 4.725

3 Terong 4 kali 4.725

4 Sawi 1 kali 22.225

5 Cabe rawit 4 kali 5.135

Sumber: Khairani et al., 2012

Gambar 1. Kebun Bibit Desa dan persemaian

Dukungan BPTP dan Pemerintah Kabupaten Sigi

Untuk mendukung kegiatan KRPL di desa Lolu, BPTP Sulteng mendampingi dalam bentuk dukungan bibit dan teknologi. Beberapa bentuk teknologi tanam sayur di pekarangan sempit seperti vertikultur dan pemakaian pot dari bahan-bahan limbah yang ada di sekitar rumah tangga diperkenalkan. Salah satu yang menonjol yaitu pemakaian sabut kelapa untuk pot dan pembatas bedengan. Sabut kelapa menjadi multifungsi, selain sebagai pot juga untuk mempertahankan lengas tanah lebih lama.

Bentuk dukungan Dinas Pemda Kab. Sigi salah satunya melalui Dinas Perikanan memberikan bantuan bibit lele sebanyak 2.300 ekor beserta pakannya. Sedangkan Badan Ketahanan Pangan pengadaan bibit ubi jalar yang ditanam di

(5)

dalam karung sebanyak 1.000 dengan harga Rp 7.500/karung. Semua dukungan tersebut dikelola oleh PKK dan kelompok-kelompok dasawisma.

Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Kegiatan KRPL dengan memanfaatan lahan pekarangan oleh responden di Desa Lolu telah memberikan tambahan penghasilan maupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Besarnya tambahan penghasilan tergantung pada skala luas pekarangan. Bagian hasil pekarangan yang dapat dikonsumsi menyebabkan rumah tangga tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperolehnya. Berdasarkan hal tersebut perhitungan pendapatan pekarangan dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung penerimaan dari hasil penjualan hasil pekarangan dan menghitung hasil pekarangan yang dikonsumsi. Tingkat pendapatan rata-rata petani dari hasil pekarangan ditampilkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Pendapatan Pekarangan Berdasarkan Skala Lahan Desa Lolu

No Uraian Lahan Luas Lahan Sedang Lahan Sempit 1. Penerimaan total

a. Penjualan hasil pekarangan 284.000 182.000 96.000 b. Nilai yang dikonsumsi 400.000 300.000 200.000 2. Biaya

a. bibit 25.000 15.000 5.000 b. pupuk 45.000 35.000 20.000 3. Pendapatan 214.000 132.000 71.000

Sumber: Analisis data primer, 2013

Pengelolaan lahan pekarangan dengan skala sempit memberikan konstribusi pendapatan nilai rata rata per minggu Rp 71.000, lahan sedang Rp 132.000 dan lahan luas sebesar Rp 214.000. Sedangkan penghematan pengeluaran keluarga dapat dilihat dari nilai sayuran yang dikonsumsi yaitu pada lahan sempit Rp. 200.000, lahan sedang Rp 300.000 dan lahan luas sebesar Rp 400.000.

Selain untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, pengembangan KRPL membawa dampak pada peningkatan estetika kawasan dan Rumah Tangga. Hal ini disebabkan kegiatan budidaya sayuran dan tanaman lainnya dilaksanakan menggunakan bahan-bahan yang menarik untuk dipandang. Selain kawasan dan rumah keluarga menjadi lebih hijau, pemandangannya lebih menarik dengan tampilan pot-pot yang cantik.

Dampak dari kegiatan ini memunculkan usaha baru, yaitu peningkatan permintaan cocopot, tanaman dalam cocopot, tanaman dalam polibag maupun karung, serta bibit tanaman. Untuk menambah estetika, muncul usaha anyaman bambu sebagai tempat dudukan cocopot maupun keranjang sampah. Ide anyaman 601

(6)

bambu yang mendukung kegiatan KRPL ini cepat mendapat sambutan dari masyarakat dan Pemerintah Daerah. Dengan cepat permintaan terhadap produksi ini terjadi. Sebanyak 2.250 anyaman bambu telah dipesan, yang terdiri dari Bupati Sigi 1000 buah, BKP Sigi 800 buah, TNI 200 buah dan masyarakat 250 buah. Bentuk anyaman bambu disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Keranjang Sampah dari Bambu

Selama ini jumlah pengrajin anyaman bambu yang ada di Desa Lolu baru 4 keluarga. Produksi anyaman yang dapat dihasilkan per keluarga sehari mencapai 8-10 buah. Masing-masing keluarga mempunyai tenaga kerja yang dilakukan oleh anggota keluarga rata-rata 3 orang. Usaha ini hanya dilakukan sebagai usaha sampingan dan membutuhkan 3-4 jam per hari setelah pekerjaan utama diselesaikan. Gambaran nilai ekonomi usaha anyaman bambu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Ekonomi Kelayakan Usaha Anyaman Bambu

No Uraian Nilai

1 Pengeluaran

a. Bambu Rp 500.000

b. Tenaga Kerja 3 orang Rp 150.000 2 Pendapatan

c. 100 bh/bulan x 20.000 Rp 2.000.000 Keuntungan/bulan Rp 1.350.000

3 d. B/C 2,08

Sumber: Analisis data, 2013

Dengan jumlah pesanan keranjang 2.250 buah dan produksi per rumah tangga 100 buah/bulan maka dengan jumlah rumah tangga pengrajin 4 RT maka pesanan tersebut dapat diselesaikan kurang lebih 5-6 bulan. Berdasarkan R/C pada tabel 3 menunjukkan 3,08 yang berarti usaha anyaman sangat 602

(7)

menguntungkan selama ada pesanan. Keuntungan per bulan sebesar Rp 1.350.000/RT atau Rp 45.000/hari/RT.

KESIMPULAN

Kegiatan intensifikasi pekarangan mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 27,6 persen dari pendapatan rumah tangga dengan penghematan pengeluaran rumah tangga petani mencapai Rp 6.500 per hari per rumah tangga responden serta pendapatan tambahan kerajinan tangan mencapai Rp 45.000 per hari per rumah tangga responden.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2011. Panduan Umum Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kementerian Pertanian Jakarta .

BPS. Propinsi Sulawesi Tengah. 2009. Sulawesi Tengah. dalam Angka. Palu Sulawesi Tengah

Handawi P. Saliem 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Sebagai Selusi Pemanfaatan Ketahanan Pangan

Hermanto, Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani Penerbit Swadaya. Jakarta

Karyadi, Sri Setyati. 1981. Intensifikasi Pekarangan, Prasarana Pada Lokakarya Usahatani Terpadu, Cisarua 10 – 13 Desember 1981. Dit. Bina Usahatani

Laporan Hasil Penelitian Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya Pekarangan Dalam Makalah Seminar Terbatas Ekomi Pekarangan.

Petunjuk Teknis Budidaya Aneka Sayuran. Pusat Penelitian dan pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.. Kementerian Pertanian Tahun 2011.

Profil Desa Lolu Tahun 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Lolu tahun 2011 - 2015 .

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Pekarangan Rumah Tangga Berdasarkan Luas
Gambar 1. Kebun Bibit Desa dan persemaian
Tabel 3. Distribusi Pendapatan Pekarangan Berdasarkan Skala Lahan Desa Lolu
Gambar 2. Keranjang Sampah dari Bambu

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dapat didefinisikan pada mereka yang hidup pada area geografis yang spesifik (contoh : tetangga, komunitas, kota atau negara) atau mereka kelompok

Berikut ini adalah diagram alir pembuatan sari kulit buah naga sebagai bahan pewarna alami pada selai kulit semangka :.

Penelitian ini bertujuan untuk mendes- kripsikan peran pemerintah daerah Kabupaten Manokwari melalui petugas penyuluh lapangan dalam menyebarkan inovasi dan peran masyarakat

Masalah yang terjadi pada pembuatan margarin adalah kestabilan emulsi dari margarin karena margarin merupakan suatu sistem emulsi air dalam minyak yang akan

Dengan FC KK tersebut Saiful Bahri datang ke Balai Desa Pancakarya berpenampilan selayaknya wanita dan memakai cadar untuk meminta Surat Keterangan Keluarga dan Surat

Perpaduan yang dimaksud bukan sekedar proses percampuran biasa (Islamisasi), tetapisebagai proses pelarutan. Paradigma ini bukan hanya menyatukan ilmu-ilmu kealaman

• Dengan fasilitas yang ada pada program Microsoft excell maka data kejadian PD dapat diolah untuk mendapatkan informasi gambar grafik maupun Jumlah PD, rata- rata PD