• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INTENSITAS MENGIKUTI BIMBINGAN DAN

KONSELING ISLAM TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ISLAM NUDIA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Oleh :

ANIS LUD FIANA

1401016026

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PENYATAAN

Saya mahasiswa dengan identitas berikut:

Nama : Anis Lud Fiana NIM : 1401016026

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Saya menyatakan bahwa skripsi ini jelas merupakan pekerjaan saya sendiri. Saya sepenuhnya bertanggung jawab atas isi dari skripsi ini. Pendapat atau temuan penulis lain yang termasuk dalam skripsi dikutip sesuai dengan standar etika.

Semarang, 12 Juli 2018

Anis Lud Fiana NIM. 1401016026

(5)

Kata Pengantar

Bismillaahirrohanirrohim, Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugrahi taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua, solawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan atas Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya.

Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang” disusun guna menyelesaikan studi Strata satu (S1) pada Ilmu Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang.

Penulis menyadari bahwa tidak dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan, kerja sama, bantuan dan dorongan dari banyak orang. Oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis selama proses penelitian skripsi ini, terutama untuk: 1. Rektor UIN Walisongo Semarang Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang Dr. H. Awaludin Pimay, Lc., M.Ag.

3. Dra. Maryatul Kibtiyah, M.Pd. selaku Ketua Jurusan bimbingan dan penyuluhan Isam dan Anila Umriana M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan bimbingan dan penyuluhan Isam yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

4. Dr. H. Sholihan, M.Ag. selaku wali studi penulis dan pembimbing I yang telah menjadi penasihat juga memberikan perhatian dan bimbingan yang baik dalam menyusun skripsi ini.

5. Ema Hidayanti, S.Sos.I., M.S.I selaku pembimbing II yang telah mencurahkan ketekunan dan kesabarannya dalam meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

(6)

6. Dosen dan Staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang yang telah membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta membantu kelancaran selama kuliah.

7. Drs. Musyafa’ selaku kepala sekolah SMP Islam Nudia Semarang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di lembaga yang beliau pimpin.

8. Drs. Muhammad Agus Taufik dan Ibu Zuhriyatusathi’ah, S.Ag selaku guru bimbingan dan konseling Islam di SMP Islam Nudia Semarang yang telah bersedia membantu dalam penelitian ini.

9. Siswa dan siswi SMP Islam Nudia Semarang yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.

10.Ayah (Nur Salim) Ibu (Salami), dan kakak kandungku (Ahmad Mundhofar) tercinta. Terimakasih telah menjadi orang tua dan kakak yang hebat, selalu memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian yang tentu takkan bisa penulis balas.

11.Isa Aulia Rohman S.Pd, terimakasih atas dukungan, motivasi dan selalu memberikan banyak inspirasi sehingga memicu semangat saya untuk memberikan yang terbaik.

12.Sahabatku (Eka, Desy, Nisa dan Tika) dan Teman-teman jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

13.Teman-teman relawan di PKBI Kota Semarang. 14.Semua pihak yang telah membantu peneliti.

Peneliti sadar bahwa dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan, baik isi dan tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat khusunya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 12 Juli 2018

Anis Lud Fiana NIM. 1401016026

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

1. Ayah saya tercinta (Bapak Nur Salim), Ibu (Ibu Salami) dan kakak (Ahmad Mundhofar) yang selalu memberi inspirasi, motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Almamater UIN Walisongo Semarang. 3. Anggota Counceling Centre (Concent).

(8)

Motto

الْ

ِ

ا ِنا َسْح

ِ

ْلْا ُءاَزَج ْلَه

ُنا َسْح

ِ

ْلْا

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”

(9)

ABSTRAK

ANIS LUD FIANA (1401016026). Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang.

Manusia dianugerahi banyak kecerdasan (multiple intellegent), dimana potensi kecerdasan seseorang berbeda. Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan dan dikembangan secara optimal. Salah satunya yaitu kecerdasan emosional yang merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Salah satu cara meningkatkan kecerdasan emosional ialah dengan menerapkan layanan bimbingan dan konseling Islam di sekolah.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang.” Adapun pengambilan sampel ini dilakukan secara random sampling dengan melibatkan 57 sampel dari 223 populasi yang terdiri dari kelas VII sebanyak 17 siswa, kelas VIII sebanyak 20 siswa dan kelas IX sebanyak 20 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan angket atau kuesioner skala intensitas bimbingan dan konseling Islam dengan indikator motivasi, durasi kegiatan, frekuensi kegiatan, presentasi, dan minat. Selain itu, skala kecerdasan emosional dengan indikator kesadaran diri, manajemen suasana hati, memotivasi diri, empati dan mengelolah hubungan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis uji regresi sederhana.

Hasil penelitian intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdaran emosional dapat dilihat dari nilai lebih besar dari

dengan taraf signifikan 5% yaitu 9,89 > 4,02, hal tersebut menunjukkan

adanya pengaruh yang signifikan. Sementara besarnya pengaruh dapat dilihat dari R Square ( ) yaitu 0,152 atau 15,2 %. Adapun sisanya sebesar 84,8 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian diantaranya ialah keluarga, lingkungan, ekonomi, dan teman sebaya. Berdasarkan data tersebut, penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi “pengaruh intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang” diterima.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv PERSEMBAHAN ... v KATA PENGANTAR ... vi MOTTO ... viii ABSTRAK ... ix DAFTAR ISI ... x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Sistematika Penulisan Skripsi ... 12

BAB II: Teori Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam A. Pengertian Intensitas ... 13

B. Bimbingan dan Konseling Islam ... 15

1. Pengertian Intensitas Bimbingan dan Konseling Islam ... 15

2. Fungsi Pelayanan Bimbingan dan Konseling Islam... 16

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam... 18

4. Metode Bimbingan dan Konseling Islam ... 19

5. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Islam ... 21

C. Kecerdasan Emosional ... 23

(11)

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ... 24

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 27

4. Konsep Islam Tentan Kecerdasan Emosional ... 29

D. Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Kecerdasan Emosional ... 31

E. Hipotesis ... 34

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 35

B. Variabel ... 35

C. Definisi Konseptual ... 36

D. Definisi Operasional... 36

E. Data dan sumber data primer ... 36

F. Populasi dan Sampel ... 37

G. Validitas dan Reliabilitas Data ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV : GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum SMP Islam Nudia Semarang ... 48

1. Profil SMP Islam Nudia Semarang ... 48

2. Visi ,Misi dan Tujuan Sekolah ... 48

3. Struktur Organisasi Sekolah ... 52

4. Data Guru dan Siswa ... 52

B. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam ... 53

BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Pendahuluan ... 57

1) Analisis Pendahuluan ... 57

2) Uji Asumsi ... 60

3) Analisis Uji Hipotesis ... 64

(12)

BAB VI: PENUTUP A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 73 C. Penutup ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... TABEL Tabel 1. Skor Jawaban Item ... 39

Tabel 2. Blue Print Skala Intensitas Bimbingan dan Konseling Islam ... 39

Tabel 3. Sebaran Item Skala Intensitas Bimbingan dan Konseling Islam ... 40

Tabel 4. Blue Print Skala Kecerdasan Emosional ... 41

Tabel 5. Sebaran Item Skala Kecerdasan Emosional ... 42

Tabel 6. Rumus Kategorisasi ... 45

Tabel 7. Descriptive Statistic ... 55

Tabel 8. Rumus Kategorisasi ... 58

Tabel 9. Distribusi Kategorisasi Variabel Bimbingan dan Konseling Islam ... 58

Tabel 10. Distribusi Kecerdasan Emosional ... 59

Tabel 11. Uji Linearitas... 61

Tabel 12. One- Sample Kolmoorov-Smirnov Test ... 62

(13)

Tabel 14. Anova ... 64

Tabel 15. Model Summary ... 65

GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Sekolah ... 52

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... Lampiran 1. Angket Awal Uji Coba ...

Lampiran 2. Angket Pasca Uji Coba ...

Lampiran 3. Data Hasil Angket Intensitas Mengikuti Bimbingan dan

Konseling Islam ...

Lampiran 4. Data Hasil Angket Kecerdasan Emosional ...

Lampiran 5. Validitas dan Reliabilitas Data ...

Lampiran 6. Uji Pendahuluan ...

Lampiran 7. Uji Asumsi ...

Lampiran 8. Uji Hipotesis ...

Lampiran 9. Daftar Responden ...

Lampiran 10. Pedoman Wawancara ...

Lampiran 11. Dokumentasi Foto ...

Surat Keterangan Penelitian ...

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang sempurna serta unik sebab kemampuan dan kelebihan yang dianugerahi Allah SWT kepada manusia memiliki perbedaan yang signifikan dengan makhluk lainnya. Tidak seorangpun manusia di dunia ini diciptakan sama, meski kembar sekalipun. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya dalam Q.S At Tin ayat 4:























Artinya : “Sungguh, telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Manusia dikaruniai akal, pemahaman, dan bentuk fisik yang tegak dan lurus. Lebih dari itu, manusia diistimewakan dengan akalnya, agar bisa berpikir dan menimba ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya (Rufaedah, 2015: 128). Dengan kata lain manusia dianugerahi banyak kecerdasan (multiple intellegent), dimana potensi kecerdasan seseorang berbeda. Semua kecerdasan dapat dieksplorasi, ditumbuhkan dan dikembangan secara optimal. Dengan melatih kecerdasan seseorang dapat membangun kekuatan kecerdasaan yang dimiliki dan menipiskan kelemahan-kelemahan (Musfiroh, 2010: 1.7).

Howard Gardner menyebutkan multiple intellegent meliputi kecerdasan kognisi atau berpikir yang sering disebut dengan intellegent quotient (IQ) atau kecerdasan intelektual, kecerdasan seni, kecerdasan bergaul dan kecerdasan diri yang disebut dengan emotional quotient (EQ) atau kecerdasan emosional. Salah satu dari multiple intellegent yaitu kecerdasan emosional, yang secara etimologis kecerdasan emosional berakar dari dua term kata yaitu kecerdasan (intelligence) dan emosional

(15)

(Ansharullah, 2013: 121 ). Kecerdasan emosional tentunya berbeda dengan kecerdasan intelektual dan spiritual quatient (SQ) atau kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional memiliki segi yang beragam (multifaceted) dan makna yang lebih luas, yaitu berupa kemampuan untuk memecahkan masalah atau menggunakan informasi untuk menuntun proses berpikir serta perilaku (Satiadarma, 2003: 27).

Kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Meskipun IQ tinggi, tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak membantu (Nggermanto, 2008: 98). Jadi, seseorang yang hidupnya sukses tidak ditentukan oleh kecerdasan intelektual semata, melainkan kecerdasan emosional turut menjadi bagian penting kehidupan individu. Secara sederhana diungkapkan bahwa IQ menentukan sukses seseorang sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosional memberi kontribusi 80%. Kabar baiknya, kecerdasan emosi seseorang dapat dikembangkan lebih baik, dan lebih prospek dibanding IQ (Nggermanto, 2008: 97). Sebagaimana pendapat Sternberg (2011: 33) bahwa kecerdasan erat kaitannya dengan budaya. Sehingga, kecerdasan adalah sebuah kemampuan dipengaruhi dan diciptakan oleh budaya. Termasuk kecerdasan emosional dan kecerdasan lainnya.

Kecerdasan emosional diukur dari kemampuan mengendalikan emosi, dan menahan diri (Rakhmat, 2007: 166). Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Nggermanto, 2008: 98). Kecerdasan emosional menjadikan seseorang mampu mengenali, berempati, mencintai, termotivasi, berasosiasi, dan dapat menyambut kesedihan dan kegembiraan secara tepat (Sulistami, 2006: 38).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu keterampilan sosial, yang merupakan keterampilan seseorang untuk mengendalikan gejolak emosinya (Satiadarma, 2003: 37). Merujuk hasil

(16)

penelitian Goleman dalam Nggermanto (2008: 80) ada dua cara untuk mengembangkan kecerdasan emosional adalah pertama, menyadari dan meyakini bahwa emosi benar-benar ada dan nyata. Kedua, mengelola emosi menjadi kekuatan untuk mencapai prestasi terbaik. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu faktor lingkungan keluarga. Kecerdasan emosional dapat diajarkan ketika bayi melalui ekpresi, dapat melekat hingga dewasa namun tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional (Putri, 2011: 27).

Selain faktor keluarga, faktor non keluarga yang meliputi lingkungan masyarakat dan pendidikan (sekolah) turut mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosional. Melalui sekolah menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang bertujuan membentuk manusia yang memiliki pribadi yang bulat, tidak saja menekankan perkembangan intelektual, melainkan juga memperhatikan perkembangan sikap, nilai budaya dan rohaniah (Mu’awanah, 2012: 50). Bimbingan dan konseling sebagai proses layanan yang diberikan kepada individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam menyesuaikan diri (Prayitno, 2004: 94). Tugas seorang pembimbing diantaranya membantu mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik. Selain itu, guru atau pembimbing bertugas membantu peserta didik dalam memahami dan menerima dirinya guna menjadikan pribadi yang mandiri (Haji, 2016: 4). Maka diperlukan metode pengubahan tingkah laku atau pendekatan dalam bimbingan dan konseling. Penggunaan ajaran agama dipilih sebagai salah satu konseling alternatif yang dapat dilakukan oleh pembimbing dalam pengubahan tingkah laku individu (Mu’awanah, 2012: 150). Hal senada dijelaskan oleh M. Dahlan dalam Sutoyo (2009: 4) menyarankan agar nilai-nilai agama menjadi landasan dalam merumuskan aternatif bimbingan dan konseling di era globalisasi.

(17)

Bimbingan dan Konseling Islam (untuk selanjutnya disingkat dengan BKI) merupakan usaha membantu individu untuk mencerminkan suasana kasih sayang, keakraban, saling mempercayai, tanpa pamrih, menumbuhkan simpati dan empati. Pemberian bantuan harus didasarkan pada aturan atau norma-norma yang berlaku (Tohirin, 2014: 18). Bentuk layanan bimbingan dan konseling Islam diberikan secara perseorangan apabila langsung berhadapan dengan salah seorang siswa. Bentuk bimbingan ini biasanya terlaksana melalui wawancara konseling. Selain itu, pembimbing juga memberikan pelayanan secara kelompak apabila terkumpul sejumlah siswa untuk keperluan bimbingan. Bentuk bimbingan ini kerap digunakan mengingat jumlah siswa di sekolah menengah begitu banyak dan jumlah ahli bimbingan dan konseling terbatas (Amin, 2010: 276).

Secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islam di sekolah guna membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan bimbingan dan konseling Islam juga menjadi tujuan dakwah Islam. Karena dakwah yang terarah adalah memberikan bimbinngan kepada umat Islam untuk betul-betul mencapai dan melaksanakan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian, bimbingan dan konseling Islam adalah bagian dari dakwah agama Islam (Amin, 2010: 40). Menurut Lubis (2011: 18) penyampaian kewajiban ataupun larangan dalam beragama pada klien yang memiliki masalah tertentu haruslah dengan menggunakan pendekatan konseling. Dari teori tersebut dapat diambil benang merah bahwa hubungan antara dakwah dan konseling Islam lebih kepada dakwah dengan memberikan nasihat, menyampaikan nasihat atau larangan dalam beragama dan melalui bimbingan konseling Islam ini pembimbing berusaha menanamkan kesadaran pada diri klien untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.

Bimbingan dan Konseling Islam telah diupayakan cara membentuk atau mengelola kecerdasan emosianal sesuai dengan tujuan bimbingan dan konseling Islam yang dikemukakan oleh M. Hamdan Bakran Adz Dzaky dalam Tohirin (2014: 35) menyebutkan tujuan bimbingan dan konseling

(18)

Islam diantaranya untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang. Kemudian kecerdasan emosional mencakup beberapa wilayah yaitu kesadaran diri, manajemen suasana hati, memotivasi diri, empati dan mengelola emosi (Sumadiredja, 2014:22).

Keberadaan program bimbingan dan konseling Islam dirasakan penting berada di sekolah guna membantu siswa (individu) dalam mencegah adanya kondisi-kondisi negatif dalam diri siswa dan menangani masalah-masalah yang dialami siswa yang secara langsung maupun tidak langsung. Program bimbingan dan konseling Islam melalui salah satu layanannya, yaitu layanan informasi berupaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Layanan informasi, sebagai layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan secara berkesinambungan setiap minggu secara terprogram memiliki andil besar dalam mengakomodir kebutuhan siswa akan informasi-informasi yang dibutuhkan siswa guna kelancaran belajarnya, pengembangan dirinya dan upaya dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya (Utami, 2007: 8). Tujuan layanan informasi untuk membekali inividu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola khidupan sebagai siswa, anggota keluarga, dan anggota masyarakat.

Bimbingan dan Konseling Islam umumnya diterapkan di sekolah berbasis Islam. Salah satu sekolah berbasis Islam di Semarang yaitu Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang (untuk selanjutnya disingkat dengan SMP Islam Nudia Semarang) menerapkan pelayanan BKI kepada siswanya, yang bertujuan agar para siswa dapat berperilaku baik, mengenali potensi, bakat, minat dan mampu mengendalikan emosinya sesuai dengan ajaran Islam. Survei awal, menurut pengamatan peneliti ditemukan masih ada siswa kurang memahami dan mengendalikan emosi. Selain itu, masih ditemukan siswa tidak dapat mengontrol emosinya atau bersikap agresif, seperti kasar terhadap orang lain, sering bertengkar, bergaul dengan anak-anak bermasalah, membandel di rumah dan di sekolah, keras kepala dan

(19)

suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok dan bertemperamen tinggi (wawancara, 14 Oktober 2017).

Pengamatan di atas diperkuat dari hasil wawancara dengan guru BKI bahwa masih dijumpai kasus pertengkaran antar siswa yang dipicu karena belum bisa mengontrol emosinya. Selain itu, beberapa siswa ada yang semangatnya kurang, mudah putus asa, mudah tersinggung, sering mengeluh, merasa tidak bermanfaat, malu dan tidak yakin terhadap dirinya sendiri. Hal ini menandakan bahwa kecerdasan emosional dari sebagian siswa masih rendah, para siswa belum mampu memahami emosi dirinya dengan baik dan belum bisa memotivasi dirinya pada hal-hal yang positif dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya (wawancara dengan pak Agus selaku guru bimbingan dan konseling Islam pada tanggal 20 Desember 2017).

Selain guru bimbingan dan konseling Islam, wawancara awal dilakukan terhadap 14 siswa kelas VIII SMP Islam Nudia Semarang, ditemukan dari siswa mengaku merasa mudah marah atau tersinggung, takut, dan belum bisa menerima pendapat atau kritik orang lain. Selain itu, perasaan mudah tergangu karena kejahilan yang tidak beralasan dari teman satu kelas kerap kali dialami siswa. Hal ini memicu kemarahan dan menyebabkan anak malas atau enggan untuk melanjutkan proses belajar. Namun, dari sebagian yang di wawancarai, sebagian mereka tidak merasa terganggu atau baik-baik saja dengan hal tersebut (wawancara, 4 Februari 2018).

Dari hasil wawancara awal di atas, diketahui bahwa perkembangan emosi siswa belum sepenuhnya stabil dikarenakan mereka baru memasuki masa remaja. Pada usia sekolah, siswa mulai belajar mengenai bagaimana cara mengendalikan dan mengontrol emosinya. Emosi-emosi yang dialami siswa pada usia sekolah diantaranya adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (Yusuf, 2008: 181). Gejolak emosi yang demikian ini disebabkan oleh kondisi-kondisi sosial, ekonomi, atau aspek-aspek psikis lainnya seperti kondisi emosi dan lainnya. Bagi remaja yang mengalami kejadian semacam inilah sangat diharapkan

(20)

berfungsinya bimbingan di sekolah oleh para pembimbing juga pendidik pada umumnya (Mappiare, 1992: 81). Psikologis siswa SMP yang rata-rata berusia 13 sampai 16 tahun berada dalam fase perkembangan remaja, yang merupakan masa sangat dinamis dan peka bagi individu dan seringkali menimbulkan berbagai masalah, baik bersifat emosional, sosial maupun kognitif (Lestari, 2012: 89).

Indikasi lain dapat dilihat dalam penelitian sebelumnya dengan judul “Pengembangan Model Bimbingan Kelompok dengan Teknik Simulasi untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa” pada tahun 2012 oleh Indah Lestari menunjukkan bahwa program bimbingan kelompok dapat meningkatkan kecerdasan emosional secara efektif hal ini menunjukkan bahwa bimbingan kelompok memiliki manfaat besar bagi individu, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang bertujuan untuk menggali dan mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki individu (Lestari, 2012: 89). Hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa model bimbingan kelompok dengan teknik simulasi efektif bagi peningkatan kecerdasan emosional siswa kelas VII SMP 2 Bae Kudus.

Hasil riset di atas diperkuat oleh riset Sri Narti (2015) dengan judul “Peningkatan Kecerdasan Emosi melalui Layanan Informasi dengan Teknik Renungan Kehidupan” menunjukkan bahwa hasil layanan informasi dengan teknik renungan kehidupan efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi siswa dengan indikator pada kondisi awal rata-rata kecerdasan emosi siswa tergolong rendah, setelah diberi tindakan meningkat menjadi rata-rata terolong kategori tinggi. Dari riset ini, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok dan layanan informasi yang merupakan bagian dari layanan bimbingan dan konseling Islam diterapkan guna memperbaiki akhlak siswa atau dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Sesuai pendapat Sutoyo (2009: 24) melalui bimbingan dan konseling Islam dimaksudkan agar secara bertahap individu mampu mengembangkan fitrah dan sekaligus kembali fitrah yang dikaruniakan Allah SWT.

(21)

Kebutuhan akan kecerdasan emosional diperlukan manusia dalam berinteraksi dengan sesama baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Siswa yang memasuki masa remaja, dalam hal ini adalah siswa sekolah menengah pertama tentunya memiliki permasalahan yang lebih kompleks dari sebelumnya. Berkenaan dengan masalah yang dihadapi, remaja membutuhkan pihak yang dipercaya untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut (Atika, 2015 : 123). Dari uraian di atas, muncul asumsi bahwa begitu besar gejolak emosi siswa bila berinteraksi dengan lingkungan. Sehingga bimbingan dan konseling Islam melalui layanan informasi diterapkan guna mengatasi berbagai masalah siswa, termasuk dalam membentuk dan mengelola kecerdasan emosional siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang intensitas mengikuti layanan informasi bimbingan dan konseling Islam dengan judul “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini “Adakah pengaruh intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan, yakni:

Untuk mengetahui adanya pengaruh dari intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang. Adapun manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling

(22)

Islam, khususnya terkait dengan teori bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bagi Peneliti

Agar dapat melaksanakan penelitian dengan lebih baik lagi khususnya yang berkenaan dengan kecerdasan emosional siswa. Peneliti selanjutnya juga dapat mengaitkan kecerdasan emosional dengan beberapa faktor seperti keadaan keluarga, lingkungan sosial, maupun prestasi sekolah.

b. Bagi Pendidik

Membantu guru pembimbing dalam memberikan layanan kaitannya dengan mengembangkan potensi diri siswa dengan baik khususnya yang berhubungan dengan kecerdasan emosional siswa. c. Bagi Peserta Didik

Agar memahami bahwa salah satu manfaat dari mengikuti layanan bimbingan dan konseling Islam dapat mengembangkan potensi diri siswa dengan baik khususnya yang berhubungan dengan kecerdasan emosional siswa.

D. Tinjaun Pustaka

Untuk tinjauan pustaka, penulis mengambil beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya adalah:

Pertama, penelitian dengan judul “Peningkatan Kecerdasan

Emosional Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas VII SMP N 03 Tulang Bawan Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun ajaran 2015/2016 oleh Novita Dewi Indriana Sari. Penelitian ini menunjukkan terdapat peningkatan kecerdasan emosional yang berarti pada kelompok eksperimen melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Tulang Bawang Tengah tahun ajaran 2015/2016. Hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan skor kecerdasan emosional secara berarti serta perubahan sikap positif yang ditandai adanya mengenali emosi

(23)

diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, empati dan membina hubungan dengan orang lain dalam kecerdasan emosional pada anggota kelompok eksperimen setelah diberi layanan bimbingan kelompok.

Kedua, Penelitian tentang “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan

Kepercayaan Diri terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI SMA N 3 Magelang tahun 2013” oleh Faya Sukma Putri, penelitian ini menunjukan adanya pengaruh positif kecerdasan emosional dan kepercayaan diri terhadap prestasi belajar mata pelajaran akuntansi pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Magelang baik secara simultan maupun parsial. Hasil secara simultan terlihat dari perhitungan SPSS yang menunjukkan jika F hitung (51,024) > F tabel (3,097698). Secara parsial dilihat dari perhitungan program

SPSS yang menunjukkan jika t hitung (9,210) > t tabel (1.986674) untuk kecerdasan emosional dan t hitung (2,199) > t tabel (1.986674) untuk kepercayaan diri. Simpulan dari penelitian ini yaitu terjadi peningkatan hasil belajar jika kecerdasan emosional dan kepercayaan diri siswa tinggi.

Ketiga, Jurnal dengan judul “Program Bimbingan Pribadi-sosial untuk

Meningkatkan Kecerdasan Emosi dan Moral Siswa” studi pengembangan di SMA N 1 Bekasi oleh Rusdi Kasman pada tahun 2013 menunjukkan bahwa program pribadi sosial dapat meningkatkan kecerdasan emosional secara efektif hal ini menunjukkan bahwa bimbingan pribadi sosial memiliki kelebihan tersendiri dalam mengatasi problematika individu. Selain itu, program bimbingan pribadi sosial di karenakan bimbingan pribadi sosial terfokus pada masalah-masalah pribadi dan sosial yang secara langsung bersentuhan dengan aspek-aspek emosional.

Keempat, Penelitian oleh IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) STAIN Purwokerto tahun 2012 dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SMAN 2 Mataram”, melalui uji statistik yang dilakukan, dapat diketahui bahwa setinggi-tingginya IQ menyumbang sekitar 20% bagi kesuksesan seseorang dan 80% diisi dengan kekuatan lain yang menurut Daniel Goleman salah satunya adalah kecerdasan emosional. Dari hasil skala kecerdasan emosional dengan

(24)

pernyataan sebanyak 85 item yang disusun berdasarkan skala likert yang dimodivikasi dengan alternatif jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Cara penilaian dengan memberikan nilai antara satu sampai empat berdasarkan kriteria pernyataan favorabel dan unfavorabel. Berdasarkan analisis data penelitian menunjukan korelasi ( rxy ) sebesar 0,248 dengan p = 0.002 < 0.05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal tersebut menunjukan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa pada siswa kelas II SMAN 2 Mataram.

Kelima, Jurnal Sri Narti (2015) dengan judul “Peningkatan Kecerdasan Emosi melalui Layanan Informasi dengan Teknik Renungan Kehidupan” menunjukkan bahwa hasil layanan informasi dengan teknik renungan kehidupan efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi siswa dengan indikator pada kondisi awal rata-rata kecerdasan emosi siswa tergolong rendah, setelah diberi tindakan meningkat menjadi rata-rata terolong kategori tinggi. Dari riset ini, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok dan layanan informasi yang merupakan bagian dari layanan bimbingan dan konseling Islam diterapkan guna memperbaiki akhlak siswa atau dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian ini dibuat berdasarkan kesamaan pada penelitian yang sudah dilakukan atas variabel kecerdasan emosional, perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu mengkaji layanan informasi dalam bimbingan dan konseling Islam, maka penelitian ini dengan judul “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama Islam Nudia Semarang”.

E. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan ini dibagi menjadi enam bab. Adapun isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB 1 : pendahuluan yan meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.

(25)

BAB II : kerangka teori yang mencakup tiga bab sub bab. Pertama berisi tentang intensitas bimbingan dan konseling Islam, meliputi pengertian intensitas bimbingan dan konseling Islam, fungsi pelayanan bimbingan dan konseling Islam, tujuan bimbingan dan konseling Islam, metode bimbingan dan konseling Islam, dan jenis layanan bimbingan dan konseling Islam. Sub bab kedua berisi tentang kecerdasan emosional, meliputi pengertian kecerdasan emosional, Aspek-aspek kecerdasan emosional, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, dan konsep Islam tentang kecerdasan emosional. Sub bab ketiga berisi tentang pengaruh intensitas bimbingan dan konseling Islam terhadap kecerdasan emosional siswa dan hipotesis.

BAB III : berisi tentang metode penelitian meliputi, pendekatan penelitian, variabel, definisi konseptual, definisi operasional, sumber dan jenis data, pupulasi dan sampel, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas data dan teknik analisis data.

BAB IV : Berisi tentang gambaran umum obyek penelitian di SMP Islam Nudia Semarang. Memuat profil SMP Islam Nudia Semarang, visi, misi, dan tujuan sekolah, struktur organisasi sekolah, data guru dan siswa SMP Islam Nudia Semarang, pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam.

BAB V : Hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini terbagi menjadi tiga sub bab, yaitu : sub bab pertama meliputi hasil penelitian yang berisi deskripsi data penelitian. Sub bab kedua berisi pengujian hipotesis dan sub bab ketiga berisi tentang pembahasan hasil penelitian.

BAB VI : Penutup yang merupakan akhir dari isi dalam skripsi ini meliputi: kesimpulan, saran-saran dan kata penutup. Setelah penutup di bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biodata penulis.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

INTENSITAS MENGIKUTI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DAN KECERDASAN EMOSIONAL

A. Pengertian Intensitas

Intensitas dalam kamus psikologi adaah kuatnya tingkah laku atau pengalaman, atau sikap yang dipertahankan (Ashari, 1996: 297). Sedangkan Intensitas sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 383) berarti keadaan (tingkat, ukuran), ukuran intens (hebatnya, kuatnya bergelora dan sebagainya). Intens disini merupakan sesuatu yang hebat atau sangat tinggi, berelora, penuh semangat sangat emosional. Berdasarkan pengertian ini dapat diartikan sebagai seberapa besar respon individu atau seberapa sering individu melakukan sebuah tingkah laku.

Nuraini dalam Muhajir dkk (2015: 112) menyatakan intensitas memiliki beberapa indikator, yaitu sebagai berikut :

1. Motivasi

Motivasi adalah keadaan internal individu yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Motivasi yang dimaksud merupakan dorongan individu untuk mengikuti layanan informasi dalam bimbingan dan konseling Islam.

2. Durasi kegiatan

Durasi kegiatan yaitu berapa lamanya kemampuan menggunakan waktunya untuk melakukan kegiatan. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan mengikuti layanan informasi dalam bimbingan dan konseling Islam.

3. Frekuensi kegiatan

Frekuensi yang dimaksud adalah Seringnya atau kekerapan individu mengikuti kegiatan itu dalam periode waktu tertentu. Frekuensi

(27)

yang dimaksud adalah seringnya mengikuti layanan informasi dalam bimbingan dan konseling Islam.

4. Presentasi kegiatan

Presentasi kegiatan yang dimaksud adalah bergairah, semangat. Ini bisa dilihat dari keinginan siswa yang kuat untuk belajar. Misalnya semangat individu mengikuti layanan informasi dalam bimbingan dan konseling Islam.

5. Arah sikap

Sikap sebagai suatu kesiapan pada diri seserang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal yang bersifat positif maupun negatif. Contohnya, apabila siswa menyenangi materi tertentu maka dengan sendirinya siswa akan mempelajarinya dengan baik.

6. Minat

Minat timbul apabila individu tertarik pada sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan digeluti memiliki makna pada dirinya.

Diperkuat lagi oleh Nuzurah (2013: 6) indikator intensitas meliputi; 1) durasi kegiatan, 2) frekuensi kegiatan, 3) presentasi, 4) arah sikap, 5) minat, dan 6) aktivitas. Intensitas sebagai suatu kemampuan dari seseorang dalam melakukan sesuatu kreatifitas atau kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujua. Intensitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik bersumber dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa seperti IQ, minat, motivasi, keadaan ekonomi, metode mengajar, sarana prasarana sekolah dan bentuk kehidupan masyarakat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas merupakan keadaan, tingkah laku atau sikap yang diperahankan individu baik seberapa besar respon individu atau seberapa sering individu melakukan sebuah tingkah laku. Intensitas siswa dapat berbeda-beda serta memiliki intensitas tersendiri dalam melakukan kegiatan.

(28)

B. Bimbingan dan Konseling Islam

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan konseling Islam adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terarah, demi tercapainya pribadi yang lebih berkompeten dan berwawasan luas, yang senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai Islam demi tercapainya keselamatan dunia dan akhirat (Makmun, 2000: 17). Musnawar (1992: 5) juga menjelaskan bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Bimbingan dan konseling dalam Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamannnya serta ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin (Ramayulis, 2016: 7). Amin (2010: 23) menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling Islam adalah pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimiikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadist Rasulullah ke dalam dirinya, sehinga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadist. Hal ini dilakukan melalui pemahaman tentang berbagai pilihan yang telah dikomunikasi dengan baik dan bermakna bagi konseli, dalam proses konseling serta melalui pemecahan masalah emosional dan karakter interpersonal (Gantina, 2011: 7).

Bimbingan dan Konseling Islam menurut Sutoyo (2009: 23) menjelaskan bahwa hakikat bimbingan dan konseling Islam adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali pada fitrah, dengan cara memperdayakan iman, akal, dan kemauan yang diturunkan Allah kepadanya untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rasulnya, agar fitrah yang ada pada individu berkembang dengan benar

(29)

dan kokoh sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Pihak yang membantu adalah konselor, yaitu seorang mukmin yang memiiki pemahaman yang mendalam tentang tuntunan Allah dan menaatinya. Bantuan itu terutama berbentuk pemberian dorongan dan pendampingan dalam memahami dan mengamalkan syariat Islam.

Bimbingan dan konseling dalam Islam juga diartikan suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman dalam individu yang meminta bantuan bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal dan pikirannya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat menanggulangi problematika hidup dengan baik dan benar dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah (Dzaky, 2002: 189). Sementara itu, Helen mendefinisikan Bimbingan dan Konseling Islam sebagai suatu usaha perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya, sehingga ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah di bumi dan berfungsi untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah, akhirnya tercipta kembali hubungan baik dengan Allah, manusia dan alam semesta (Helen, 2002: 22).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam adalah suatu bentuk tingkah laku atau seberapa sering individu mengikuti layanan bimbingan dan konseling Islam dengan penuh kesunguhan dan terarah sehinga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadist. Adapun aspek-aspek intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam yang peneliti gunakan adalah motivasi, durasi kegiatan, frekuensi kegiatan, presentasi, arah sikap, dan minat.

2. Fungsi Pelayanan Bimbingan dan Konseling Islam

Fungsi bimbingan dan konseling Islam secara umum adalah sebagai fasilitator dan motivator konseli dalam upaya mengatasi dan memecahkan problem kehidupan konseli dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri (Amin, 2010: 44). Faqih (2001: 37) menjelaskan fungsi dari bimbingan konseling Islam, yaitu: pertama, fungsi preventif

(30)

yakni membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Kedua, fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

Ketiga, fungsi preservatif yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama. Keempat, fungsi

development atau pengembangan yakni membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi serba munculnya masalah baginya.

Berbeda dalam Tohirin (2007: 41) terdapat sembilan fungsi dalam pelayanan bimbingan dan konseling memiliki beberapa fungsi yaitu 1. Fungsi pencegahan (preventif), dimana berfungsi untuk mencegah

timbulnya masalah.

2. Pemahaman, fungsi ini memberikan pemahaman tentang diri konseli atau peserta didik akan permasalahan dan lingkungannya.

3. Pengentasan, diharapkan teratasinya masalah dengan dientas atau diangkat dari keadaan yang tidak disukainya.

4. Pemeliharaan, memelihara sesuatu yang baik pada individu terpelihara dan tetap utuh.

5. Penyaluran, yaitu kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai keadaan pribadinya.

6. Penyesuaian, membantu penyesuaiannya siswa dengan lingkungan. 7. Pengembangan, membantu konseli berkembang sesuai dengan

potensinya.

8. Perbaikan, untuk membantu, dan diharapkan masalah yang dialami tidak terjadi lagi.

9. Advokasi, membantu siswa memperoleh pembelajaran atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapatkan perhatian.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa fungsi bimbingan dan konseling Islam adalah upaya mengatasi dan

(31)

memecahkan problem kehidupan konseli dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dengan mengembangan fitrah atau kembali pada fitrah, memberdayakan iman, akal, dan kemauan yang diturunkan Allah SWT, sehingga dapat mengembangkan potensinya dan dapat menyelesaikan masalah dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Tujuan bimbingan dan konseling Islam berbeda-beda bagi masing-masing konseli. Tujuan bimbingan dalam Eti (2011: 8) adalah membantu, mengembangkan kecakapan berpikir kritis dan kreatif, serta mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mandiri. Konseling dimaksudkan untuk membantu individu-individu agar mampu membangun kehidupan mereka secara keseluruhan (Farid, 2013: 22).

Secara umum tujuan akhir konseling adalah membantu individu mencapai perkembangan yang optimal dan mencapai tujuan hidupnya, yaitu aktualisasi diri. Secara spesifik George dan Ricky dalam Umriana (2015: 3) mengemukakan tujuan konseling adalah; 1) membantu terjadinya perubahan perilaku, 2) meningkatkan kemampuan individu dalam membina hubungan dalam lingkungan masyarakatnya, 3) meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, 4) mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan masalah, 5) meningkatkan potensi dan pengembangan individu. Sutoyo (2014: 207) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai bimbingan dan konseling Islam adalah fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi dengan baik, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehidupan sehari-hari, yang tampil dalam bentuk kepatuhan hukum-hukum Allah dalam melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi, Meningkatkan iman, Islam dan ikhsan individu yang dibimbing hingga menjadi pribadi yang utuh.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islam dapat dirumuskan sebagai usaha

(32)

membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup dan akhirat. Individu yang dimaksud disini adalah orang yang dibimbing atau yang diberi konseling, baik perorangan maupun kelompok. Mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya berarti mewujudkan sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia yang sesuai perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, dan makhluk sosial atau berbudaya.

4. Metode Bimbingan dan Konseling Islam

Di tinjau dari metode pendekatannya, menurut Faqih, Aunur Rahim (2001: 53) secara garis besar bimbingan dan konseling Islam dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu :

1) Metode Langsung a) Metode Individual

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal tersebut sering dikenal dengan istilah “individual counseling” karena bimbingan tersebut dilakukan secara

individual (Hartinah, 2009: 4). Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang konseli (siswa). Proses konseling terdapat hubungan dinamis dan khusus, karena dalam interaksi tersebut konseli merasa diterima dan dimengerti oleh konselor. Proses konseling individual merupakan proses belajar yang bertujuan agar konseli (siswa) dapat mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses penyesuaian dengan lingkungan.

(33)

Mamat (2011: 97) mengungkapkan banyak teknik yang digunakan dalam konseling individual yaitu :

a. attending/ menghampiri konseli. b. Empati.

c. Refleksi. d. Ekplorasi.

e. Menangkap pesan utama.

f. Bertannya untuk membuka pertanyaan. g. Bertanya tertutup. h. Dorongan minimal i. Interpretasi j. Mengarahkan sementara. k. Mengambil inisiatif. l. Memberi nasehat. m. Memberi informasi. n. Merencanakan. o. Menyimpulkan. b) Metode Kelompok

Strategi dasar layanan bimbingan dan konseling Islam adalah bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa). Hal ini dapat dilakukan dengan teknik-teknik diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama, psikodrama, dan group teaching.

2) Metode tidak langsung

Metode tidak langung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan dan konseling yang dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal meliputi :

a) Metode individual melalui surat menyurat, dan melalui telepon. b) Meode kelompok atau massal melalui papan bimbingan, surat

kabar atau majalah, brosur, radio (media audio), dan televisi. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa secara garis besar metode dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling Islam diantaranya adalah metode langsung dan tidak langsung.

(34)

5. Jenis layanan bimbingan dan konseling Islam

Kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan dan konseling Islam dikenal istilah layanan dan kegiatan pendukung. Layanan adalah kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling Islam sedangkan kegiatan pendukung adalah kegiatan guru untuk membantu mensukseskan layanan yang telah dilaksanakan. Adapun jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling yang termuat dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007: 7) sebagai berikut : a. Orientasi, yaitu layanan yang membantu siswa memahami

lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah atau madrasah untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran siswa di lingkungan yang baru.

b. Informasi, yaitu layanan yang membantu siswa menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir atau jabatan, dan pendidikan lanjutan.

c. Penempatan dan penyaluran, yaitu layanan yang membantu siswa memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, program latihan dan ekstra kurikuler.

d. Penguasaan konten, yaitu layanan yang membantu siswa menguasai konten tertentu, terutama kompetensi atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat.

e. Konseling perorangan, yaitu layanan yang membantu siswa dalam mengentaskan masalah pribadinya.

f. Bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karier, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

g. Konseling kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

(35)

h. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu siswa atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi atau masalah siswa. i. Mediasi, yaitu layanan yang membantu siswa menyelesaikan

permasalahan dan memperbaiki hubungan antara mereka.

Diperkuat oleh Hallen (2005: 76) layanan bimbingan dan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Keberadaan program bimbingan dan konseling Islam dirasakan penting berada di sekolah guna membantu siswa (individu) dalam mencegah adanya kondisi-kondisi negatif dalam diri siswa dan menangani masalah-masalah yang dialami siswa yang secara langsung maupun tidak langsung. Program bimbingan dan konseling Islam melalui salah satu layanannya, yaitu layanan informasi berupaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

Layanan informasi, sebagai layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan secara berkesinambungan setiap minggu secara terprogram memiliki andil besar dalam mengakomodir kebutuhan siswa akan informasi-informasi yang dibutuhkan siswa guna kelancaran belajarnya, pengembangan dirinya dan upaya dalam meningkatkan kecerdasan emosionalnya (Utami, 2007: 8). Tujuan layanan informasi untuk membekali inividu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan mengembangkan pola khidupan sebagai siswa, anggota keluarga, dan anggota masyarakat. Dengan demikian, fungsi utama bimbingan yang didukung oleh kegiatan layanan informasi ialah fungsi pemahaman dan pencegahan (Amin, 2010: 288).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti mengambil indikator penelitian intensitas mengikuti bimbingan dan konseling Islam adalah suatu bentuk tingkah laku atau seberapa sering individu mengikuti

(36)

layanan informasi bimbingan dan konseling Islam dengan penuh kesungguhan dan terarah agar dapat hidup selaras dengan tuntunan Al Qur’an dan Hadist. Adapun aspek-aspek intensitas yang digunakan meliputi motivasi, durasi kegiatan, presentasi kegiatan, arah sikap, dan minat.

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Makna emosional menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai menyentuh perasaan; mengharukan; beremosi; penuh emosi. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Daniel, 2009: 411). Lebih jelas lagi dijelaskan dalam Walgito (2002: 229) emosional merupakan keadaan yang timbul oleh situasi tertentu (khusus), dan emosional cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Ia juga menyatakan bahwa emosi yang dialami seseorang merupakan hasil penafsiran, atau evaluasi mengenai informasi yang datang dari suatu lingkungan.

Kecerdasan dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008: 298) adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan pikiran. Kecerdasan emosional dalam Steven (2004: 30) diartikan sebagai serangkaian yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit, meliputi aspek pribadi, sosial dan pertahanan diri seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang berfungsi secara efektif setiap hari. Kecerdasan emosional biasanya disebut sebagai “street smart” atau kemampuan khusus yang biasa disebut akal sehat.

Kemampuan memahami dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kelebihan dan kekurangan mereka, kemampuan

(37)

untuk tidak terpengaruh oleh tekanan, dan kemampuan untuk menjadi orang menyenangkan, yang kehadirannya didambakan orang lain.

Goleman (2002: 43) menerangkan tentang kecerdasan emosional bahwa kemampuan yang dapat berupa motivasi diri sendiri agar dapat tahan dalam menghadapi frustasi, tidak larut dalam kesenangan berlebih-lebihan, mengatur suasana hati dan menjaganya agar terhindar dari beban stress yang dapat melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Hal senada diungkapkan Weisinger dalam Masaong dan Tilomi (2011: 69) bahwa kecerdasan emosional adalah suatu instrumen kecerdasan untuk menyelesaikan masalah dengan orang lain, baik keluarga, teman, sahabat, dan relasi kerja. Agustian (2001: 57) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mendengar bisikan emosional dan menjadikannya sebagai sumber informasi penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan, bahwa kecerdasan emosional berupa motivasi diri, kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain serta kemampuan mengelola emosi diri sehingga mendorong individu dalam berinteraksi kepada orang lain dan memecahkan masalah dalam interaksi sosial secara tepat. Kecerdasan emosional sangat membantu dalam pergaulan di masyarakat, karena berkaitan dengan kemampuan untuk memahami perasaan, karakter orang lain dan menghasilkan etika dalam bergaul dengan sesamanya.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Schacter dan Singer mengemukakan bahwa pengalaman emosi membutuhkan gejolak fisiologis dan suatu label untuk gejolak tersebut dengan hanya menggunakan suatu bentuk tertentu (misalnya, rasa takut). Setelah mengintrepretasikan stimuli yang menyebabkan gejolak berdasarkan memori-memori yang berhubungan dengannya (Ling, 2012: 99).

(38)

Hariwijawa (2005: 9) mengungkapkan aspek-aspek dalam kecerdasan emosional menyangkut beberapa hal sebagai berikut:

a) Kemandirian

b) Kemampuan menyesuaikan diri agar di sukai c) Kemampuan menyelesaikan masalah antar pribadi d) Ketekunan

e) Empati

f) Mengungkapkan dan memahami emosi g) Mengendalikan amarah

h) Kesetiakawanan i) Keramahan j) Sikap hormat

Goleman (2009: 57) membagi kecerdasan emosional kedalam 5 (lima) komponen yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.

1. Mengenali emosi diri atau kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri.

2. Mengelola emosi, dalam hal ini ialah pengaturan diri dalam menguasai emosi diri sedemikian sehingga berdampak positif, kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.

3. Memotivasi diri sendiri, menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi, motivasi juga membantu seseorang mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

(39)

4. Mengenali emosi orang lain. Empati kemampuan untuk merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami persepektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang.

5. Keterampilan sosial atau membina hubungan adalah dapat menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

Sejalan dengan Goleman, Anthony (2004: 17) menyatakan bahwa kecerdasan emosional ditandai dengan lima hal yaitu: 1). Awareness (kesadaran diri), yaitu melihat diri sendiri dari sisi luar dari persepsi orang lain. 2). Restraint (pengekangan diri), yaitu keterampilan emosional seseorang dengan mengendalikan emosi yang merusak dan menjaga diri agar tidak maju terus dalam situasi yang memerlukan kesabaran. 3).

Resilience (daya pemulihan) yaitu kemampuan untuk bertahan dan kembali tersenyum dan bangkit dari keterpurukan dan kekecewaan. 4).

Others, yaitu kecemasan memahami dan merasakan yang dikehendaki orang lain dan memahami situasi. 5). Working with others (membina hubungan dengan orang lain)

Agustian (2001: 123) menyatakan bahwa kecerdasan emosional mempunyai aspek-aspek sebagai berikut. 1). Rasa aman yaitu memiliki keyakinan penuh bahwa yang memiliki kemuliaan dan yang menghendaki kegagalan adalah Tuhan. Dengan demikian dengan rasa aman ini seseorang akan bersyukur ketika mendapat nikmat dan akan bersabar ketika diberikan ujian. 2). Kepercayaan diri, yaitu kemampuan untuk mengendalikan serta menjaga keyakinan diri untuk membuat perubahan. 3). Integritas yaitu bekerja secara total, sepenuh hati, dan dengan semangat yang tinggi. 4). Kebijaksanaan yaitu mampu mengambil keputusan dengan akurat dan tidak gegabah. 5). Mempunyai motivasi tinggi.

(40)

Diperkuat lagi dalam Sumadiredja (2014: 22) kecerdasan emosional mencakup beberapa wilayah sebagai berikut :

1. Kesadaran diri (Self-awareness) mengetahui emosi diri, mengenal perasaanya seperti halnya terjadi, mampu membedakan perasaan. 2. Manajemen suasana hati (Mood Management), menguasai perasaan

sehingga suasana menjadi cocok untuk bereaksi dalam cara yang cocok pula.

3. Memotivasi diri (Self motivation), kemampuan mengelompokkan perasaan dan mengarahkan diri kepada suatu tujuan, bukannya ragu-ragu dan cuek.

4. Empati, mengenal peraaan orang lain, memahami isyarat verbal, nonverbal yang dilakukan orang lain.

5. Mengelola hubungan (managing relationships), kemampuan untuk memelihara hubungan dengan orang lain, resolusi konflik, berunding/negosiasi, kekompakan kelompok.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti mengambil aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman, Anthony, Agustian dan Sumadiredja yaitu: 1). Kesadaran diri. 2). Manajemen suasana hati 3). Memotovasi diri. 4). Empati, dan 5). Mengelola hubungan. Alasan aspek-aspek kecerdasan emosional tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa aspek-aspek yang dikemukakan Goleman, Anthony, Agustian dan Sumadiredja memiliki kesamaan, Anthony dan Sumadiredja mengadopsi beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh Goleman. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Satiadarma (2003: 37) menyebutkan kecerdasan emosional berkaitan dengan kemampuan sosial. Pentingnya peran sosial khususnya orang tua dan lingkungan sosial masyarakat, senantiasa perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan keterampilan seseorang untuk mengendalikan gejolak emosinya. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi emosional ialah suasana hati yang menular dari individu ke individu lain, sehingga dapat terjangkit pula emosi dari sesuatu itu secara

(41)

cepat seperti kilasan senyum atau wajah cemberut (Goleman, 2007 : 27). Selain itu, keberhasilan seseorang dalam meniti kehidupannya hingga usia lanjut ditentukan oleh tingkat kesejahteraannya. Dengan kata lain usia merupakan salah satu hal yang mempengaruhi emosi seseorang (Satiadarma, 2003: 35)

Lebih lanjut Goleman dalam Putri (2011: 27) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu yaitu: a) Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui ekspresi. Kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari.

b) Lingkungan non keluarga. Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain.

Menurut Le Doux (Goleman 2002: 20-32) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik

Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berpikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbik, tetapi sesungguhnya ada tiga bagian yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

1. Konteks, bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara

(42)

mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

2. Sistem limbik, bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh di dalam otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi

hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi.

3. Amygdala, bagian ini dapat menyimpan ingatan dan respons, sehingga seseorang dapat bertindak tanpa betul-betul menyadari melakukannya. Amygdala dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

b. Psikis

Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Psikis mencakup pengalaman, perasaan, dan memotivasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbik. Psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga dan mencakup pengalaman, perasaan, dan memotivasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan emosional meliputi lingkungan sosial, dimana sesama individu dapat saling mempengaruhi. Selain itu, faktor lainnya ialah lingkungan keluarga sebagai sekolah pertama dari orang tua dan non keluarga yang meliputi lingkungan masyarakat serta pendidikan formal (sekolah).

(43)

4. Konsep Islam tentang Kecerdasan Emosional

Manusia telah dikaruniai kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual sebagai bahan dasar untuk berpikir dan bertingkah laku. Kecerdasan otak barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) menghantarkan seseorang menuju puncak prestasi (Ginanjar, 2005: 17). Konsep kecerdasan emosional dalam Islam lebih dikenal sebagai emotional dan spiritual Quationt ( ESQ) sebagai modal dasar untuk mengenal diri kita sendiri. Bukan hanya mempelajari cara kita beribadah saja, melainkan membantu pribadi memahami beribadah bukan semata-mata sebuah ritual yang dilakukan oleh raga, tetapi juga harus dilakukan oleh jiwa kita yang fitrah. Spiritualitas sejatinya tidak dapat diubah, karena ia begitu suci. Namun ia dapat diberdayakan secara maksimal apabila emosi yang mengelilinginya dalam keadaan terkendali (Ginanjar, 2003: 1).

Kecakapan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional dapat diajarkan dan akan memberikan peluang yang lebih baik dalam memanfaatkan potensi intelektual. Kecerdasan emosional sebagai landasan mental, dan kecerdasan intelektual sebagai solusi hal-hal teknis (Zuchdi, 2010: 3). Orang yang memiliki kecerdasan emosional dapat mengendalikan diri, memiliki kontrol moral, memiliki kemauan yang baik, dapat berempati (mampu membaca perasaan orang lain), serta peka terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain sehingga memiliki karakter (watak) terpuji dan membangun hubungan antar pribadi yang lebih harmonis.

Menurut Howard Gardner dalam Murni (2016: 98) kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Kecerdasan emosional mencakup kemampuan menangani emosional dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain. Sesungguhnya Islam

Gambar

Tabel 1  Skor Jawaban Item
Tabel 6  Rumus Kategorisasi
Tabel 7  Descriptive Statistics  N  Range  Mini mum  Maxi
Tabel 8  Rumus Kategorisasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ekspresi atau overekspresi reseptor-reseptor berikut telah dievaluasi pada KNF: EGFR, cKIT c-erbB-2 (HER-2) dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), yang merupakan faktor

Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunkan purposive sampel (sampel bersyarat) yang mana informan tersebut kita tentukan yang disesuaikan dengan

- Beban kerja berlebih yang diemban oleh Jaksa pada Kejaksaan Negeri Malang menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan asas peradilan cepat dalam perkara tindak pidana

Berdasarkan analisis current ratio pada PG Lestari diatas menunjukkan perusahaan mengalami penurunan current ratio dan setiap tahun semakin menjauhi standar yaitu

dedak padi men lebih tinggi ingga persentase ingggi dibanding g lain (Tabel 9). di dalam ransum umbuhan jaringan. am ransum sangat pencapaian bobot yang dinyatakan 8), salah satu

- Hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung Durham dan pada media terbentuk warna merah pH basa untuk indikator phenol red atau ungu untuk

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden pernah membaca dan memahami konten yang ada dalam newsletter media

Dari penelitian ini diperoleh output secara parsial nilai koefisien regresi Investasi bernilai -0.002313, Nilai koefisien regresi tenaga kerja sebesar 0.109465 dan p-value