• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Katarak Dengan Tingkat Kemandirian Lansia Di Balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Provinsi Bengkulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Katarak Dengan Tingkat Kemandirian Lansia Di Balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Provinsi Bengkulu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

17

HUBUNGAN KATARAK DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN LANJUT USIA (BPPLU)

PROVINSI BENGKULU

Ida Rahmawati1, Dian Dwiana2,Effendi Effendi3, Reko Reko4 1,2,3Dosen STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

4Mahasiswa Keperawatan STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu Email: idarahmawati1608@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Katarak senilis pada lansia beresiko menyebabkan gangguan penglihatan. Akibat yang paling signifikan dari katarak adalah kebutaan dan penurunan penglihatan. Tingkat kebutaan di dunia masih tinggi. Penurunan penglihatan dan kebutaan akan berdampak pada kemnadirian yang dilakukan lansia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Provinsi Bengkulu. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami katarak di Balai Pelyanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BBPLU) Pagar Dewa Provinsi Bengkulu sebanyak 36 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan

Total Sampling. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden. Hasil: Hasil penelitian didapatkan: (1) dari 36 responden terdapat 15 orang lansia (41,7%) yang mengalami katarak matur dan 21 orang lansia (58,3%) yang mengalami katarak immature. (2) Dari 36 responden terdapat 20 orang lansia (55,6%) yang mengalami ketergantungan dan 16 orang lansia (44,4%) yang mandiri. (3) Ada hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Provinsi Bengkulu, dengan kategori hubungan erat. Kesimpulan: Disarankan agar penderita katarak lebih memahami pentingnya menjaga kesehatan mata agar dapat mengurangi dampak ketergantungan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (ADL).

Kata kunci: katarak, tingkat kemandirian, lansia

ABSTRACT

Introduction: Senile cataracts in the elderly are at risk of causing vision problems. The most significant consequences of cataracts are blindness and decreased vision. The level of blindness in the world is still high. Impairment of vision and blindness will have an impact on the independence of the elderly. The purpose of this study was to determine the relationship of cataracts with the level of independence of the elderly at Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU). Method: This study uses a cross sectional design. The population in this study were all elderly people who experienced cataracts at BPPLU as many as 36 people. The sampling technique uses total sampling. The sample size in this study were 36 respondents. Results: The results obtained: (1) of the 36 respondents there were 15 elderly people (41.7%) who experienced mature cataracts and 21 elderly people (58.3%) who experienced immature cataracts. (2) Of the 36 respondents there were 20 elderly people (55.6%) who were dependent

(2)

18

and 16 elderly people (44.4%) who were independent. (3) There is a cataract relationship with the level of independence of the elderly in the Bengkulu Province Service and Elderly Support Center, with the category of close relationship. Conclusion: It is recommended that cataract sufferers better understand the importance of maintaining eye health in order to reduce the impact of dependence in carrying out daily activities (ADL).

Keywords: cataract, level of independence, elderly

PENDAHULUAN

Bertambahnya usia seseorang menyebabkan perubahan pada seluruh organ, termasuk lensa baik secara morfologi maupun fungsional. Katarak adalah kekeruhan pada lensa kristalina. Faktor yang berpengaruh seperti usia yang lebih tua, pola hidup, genetik, trauma pada mata (Mubarak, 2010). Katarak senilis pada lansia beresiko menyebabkan gangguan penglihatan dan yang paling parah adalah kebutaan. Penurunan penglihatan pada lansia akan berdampak pada kemandirian yang dilakukan. Katarak senilis biasanya terjadi pada usia di atas 60 tahun dengan presentase 96% terjadi kekeruhan lensa dengan gejala gangguan persepsi sensori (penglihtan) (Mubarak, 2010).

WHO memperkirakan terdapat 38 juta orang buta di dunia dan setengahnya disebabkan oleh katarak (Amindyta, 2013). Diagnosis katarak dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan keluhan utama penderita seperti penglihatan kabur disertai dengan silau jika melihat cahaya (Amindyta, 2013). Proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara fisik, biologis, mental, maupun sosial, dan ekonomi (Wulandari, 2014). Perubahan fisik

yang terjadi akan berpengaruh pada tingkat kemandirian lansia sehingga dapat meningkatkan ketergantungan pada orang lain. Data Susenas Badan Pusat Statistik Republik Indonesia menunjukan angka rasio ketergantungan penduduk usia lanjut sebesar 11,90 pada tahun 2012, angka ini menunjukan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 12 orang lansia (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2013). Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang melaporkan tingkat kemandirian lansia yang diukur menggunakan indeks Kartz didapatkan data 17,91 % dari semua hal yang dinilai pada instrument tersebut (Alfyanita, Martini, & Kadri, 2016).

Penurunan ADL (Activity Day Living) pada lansia merupakan keadaan yang terjadi dalam kehidupan yang dapat diartikan sebagai kemunduran. Dampak kemunduran ini dapat menyebabkan kerentanan fisik dan beresiko terhadap penyakit yang lebih lanjut pada lansia (Inayah, 2017). Beberapa saat ini lansia masih kurang mendapatkan perhatian serius dari keluarga dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan seperti keterbatasan waktu, dana, tenaga, dan kemaampuan merawat diri.

(3)

19 Penatalaksanaan katarak dapat dilakukan dengan operasi. Selain tindakan operasi juga dapat dilakukan dengan tindakan non

farmakologis. Tujuan

penatalaksanaan non farmakologi adalah mencegah terjadinya cacat (Sulistya & Mutammima, 2011).

Upaya untuk mencegah

ketergantungan adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan berupa sosialisasi katarak agar tidak sampai menimbulkan kecacatan, penyakit komplikasi lainnya.

Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) merupakan salah satu bentuk bantuan layanan kesejahteraan social bagi lanjut usia yang berada di bawah pengawasan Dinas Sosial. Perawatan pada lansia seharusnya sesuai dengan tingkat kemandirian lansia agar dapat mengurangi resiko ketergantungan pada keluarga maupun petugas kesehatan (Jhonson, 2010). BPPLU Pagar Dewa Provinsi menampung lansia agar dapat mendapatkan pelayanan social secara aman dan nyaman. Jumlah lansia di balai tersebut sebanyak 63 orang yang terdiri dari 38 orang berjenis kelamin laki-laki, dan 25 orang berjenis kelamin perempuan. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 di dapatkan bahwa dari 63 orang terdapat 36 lansia yang mengalami katarak. Katarak yang diderita adalah katark senilis immature. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan

Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Provinsi Bengkulu.

METODE

Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Tujuan penelitian mengetahui hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di BPPLU Provinsi Bengkulu. Penelitian dilakukan di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu selama pada bulan Mei 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu. Sampel penelitian ini menggunkan teknik total sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel (Notoadmojo, 2012). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 orang. Pengumpulan data dilakukan di awali dengan memberikan kuesioner dengan memberikan informed concent . Responden dikumpulkan pada aula. Setelah data terkumpul, kemudian di laukan tabulasi dan masukan ke SPPS. Variable independen adalah katarak, cara pengukuran dengan observasi lensa mata, alat ukur chek list, dan hasil ukur di beri kode 0 : matur ; kode 1 : immature. Variable dependen adalah tingkat kemandirian lansia, cara pengukuran dengan kuesioner indeks KATZ dengan hasil ukur diberi kode 0 : ketergantungan dengan skor 0-12 ; kode 1 : mandiri, dengan skor 13-17.

Analisa data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariate. Analisis univariat

(4)

20 digunakan untuk mengetahui gambaran katarak dan tingkat kemandirian. Anilisis bivariate digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel. Keeratan hubungan digunakan uji statistic

Contingency Coefficient (C). untuk mengetahui factor resiki di hitung dengan Odds Ratio (OR).

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat

Analysis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variable.

a. Distribusi frekuensi usia dan jenis kelamin lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu Tabel 1

Distribusi frekuensi usia dan jenis kelamin lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

No Usia Lansia Frekuensi Persentase (%) 1 60-74 tahun 20 55,5 2 75-90 tahun 15 41,6 3 >90 tahun 1 2,7 Total 36 100,0 No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) 1 Laki-laki 17 47, 2 Perempuan 19 52,7 Total 36 100,0

Sumber : data primer, 2016

Berdasarkan tabel 1. Diketahui bahwa rentang usia paling banyak pada usia 60-74 sebanyak 20 orang

(55,5%), dan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan 19 orang (52,7).

b. Distribusi frekuensi tingkat kemandirian dan katarak lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

Tabel 2

Distribusi frekuensi tingkat kemandirian dan katarak pada lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu No Tingkat kemandirian lansia Frekuensi Persentase (%) 1 Ketergantungan 20 55,6 2 Mandiri 16 44,4 Total 36 100,0

No Katarak Frekuensi Persentase (%)

1 Matur 15 41,7

2 Immature 21 58,3

Total 36 100,0

Sumber : data primer 2016

Berdasarkan tabel 2 di atas dari 36 orang lansia terlihat bahwa yang mengalami ketergantungan terdapat 20 orang lansia (55,6%) dan mandiri terdapat 16 orang lansia (44,4%). Sedangkan yang mengalami katarak matur terdapat 15 orang lansia (41,7%) dan yang mengalami katarak immature terdapat 21 orang lansia (58,3%).

2. Analisis Bivariate

a. Hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia

Tabel 3

Tabulasi silang antara katarak dengan tingkat kemandirian lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

(5)

21 Katarak Tingkat Kemandirian Lansia Total χ² P C OR Ketergantungan Mandiri Matur 15 0 15 17,601 0,000 0,603 4,200 Immature 5 16 21 Total 20 16 36

Sumber : data primer 2016

Tabel di atas mengambarkan tabulasi silang antara Katarak dengan Tingkat Kemandirian Lansia di BPPLU Provinsi Bengkulu, dari 15 orang lansia (41,7%) yang mengalami katarak matur tapi ketergantungan ada 15 orang lansia dan yang mengalami katarak matur tapi mandiri tidak ada. Dari 21 orang lansia (58,3%) yang mengalami katarak immature terdapat 5 orang lansia yang mengalami ketergantungan dan yang mengalami katarak immature tapi mandiri ada 16 orang. Untuk mengetahui hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Provinsi Bengkulu digunakan uji chi-square

diperoleh nilai χ² = 17,603 dengan p = 0,000 < α = 0,05 jika signifikan, sehingga bisa dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia.

Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,603 Dengan p = 0.000 < α = 0,05 Berarti signifikan. Nilai C tersebut dibandingkan dengan nilai Cmax =

√√𝑚−1

𝑚 dimana m adalah nilai terkecil dari baris atau kolom, nilai

Cmax = √√2−1

2 = 0.707 karena nilai C = 0,603 Tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax = 0,707 Maka kategori hubungan katarak dengan tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Provinsi Bengkulu maka kategori hubungan erat.

PEMBAHASAN

1. Gambaran distribusi frekuensi katarak lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

Hasil penelitian menunjukkan dari 36 responden lansia yang mengalami katarak matur terdapat 15 orang lansia (41,7%). Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa pada bagian mata terdapat noda putih kekeruhan lensa, saat diberi rangsangan cahaya merasa pandangan silau, serta penglihatan kabur, disertai dengan mata berair serta lansia sulit melihat di malam hari. Hal ini sesuai dengan teori Barbara (2008) dimana katarak adalah keburaman atau kekeruhan pada lensa. Lensa normalnya transparan dan dilalui cahaya melalui retina. Saat kekeruhan, jika berlangsung lama dapat terjadi kerusakan penglihatan. Indriana

(6)

22 (2003) menyatakan bahwa katarak dapat juga disebabkan kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan densitasnya. Gangguan metabolisme dapat menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di dalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa pada lasnia juga dapat disebabkan karena lamanya terpapar sinar matahari. Penelitian yang dilakukan oleh Ulandari (2014) menunjukan bahwa sinar matahari dapat mempengaruhi terjadinya katarak senilis.

2. Gambaran distribusi frekuensi tingkat kemandirian lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden yang mengalami ketergantungan dalam tingkat kemandirian lansia terdapat 20 orang lansia (55,6%). Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti ketergantungan ini disebabkan karena lansia mengalami perubahan fisiologi salah satunya perubahan pada indera penglihatan, dimana tajam penglihatan mereka sangat menurun sehingga dalam melakukan aktivitas mereka sangat terganggu. Penelitian yang

dilakukan oleh Cassandra (2015) menunjukan bahwa penurunan tajam penglihat karena katarak dapat dipengaruhi oleh perubahan fisiologis akibat usia dan pekerjaan dengan p < 0,05. Dari 36 responden terdapat 16 orang lansia (44,4%) yang mengalami tingkat kemandirian lansia dilakukan secara mandiri. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa lansia ini masih dapat melakukan tingkat kemandirian lansia karena mereka sudah terbiasa dengan sendirinya. Lansia ini tidak mengalami keluhan yang dapat menghambat tingkat kemandirian lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Provinsi Bengkulu. Penelitian Wulandari (2014) menyatakan bahwa 86,4% lansia masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari (ADL) menggunakan Indeks Katz A yaitu mandiri untuk 6 aktivitas. 3. Hubungan katarak dengan

tingkat kemandirian lansia di BPPLU Pagar Dewa Provinsi Bengkulu

Hasil tabulasi silang antara Katarak dengan Tingkat Kemandirian Lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Provinsi Bengkulu dari 15 orang lansia (41,7%) yang mengalami katarak matur terdapat 15 orang lansia yang mengalami tingkat kemandirian ketergantungan. Hal ini dilihat berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa

(7)

23 aktivitas mereka yang terganggu seperti mandi, berjalan di lingkungan tempat tinggal, naik turun tangga, mengelola keuangan, menggunakan sarana transportasi, membaca, menentukan waktu dan takaran untuk minum obat, dan lain sebagainya. Ini disebabkan karena lansia mengalami penurunan tajam penglihatan pada kedua bola matanya atau disebut juga dengan katarak. Penelitian yang dilakukan Lestari & Ruhyana (2013) menunjukan bahwa karakteristik lansia seperti usia dan kondisi penyakit dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Sejalan dengan teori Smeltzer (2007) dimana hasil penelitian menunjukkan orang yang mengalami katarak, tingkat kemandirian lansia akan terganggu bahkan dapat ketergantungan dengan orang lain karena adanya kemunduran fisik dan keterbatasan gerak. Selain itu hasil penelitian ini sesuai juga dengan pendapat Rahmawati (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa mata adalah organ tubuh yang menentukan kualitas hidup seseorang, walaupun kerusakan pada mata tidak langsung berhubungan dengan kematian akan tetapi tanpa penglihatan yang baik maka produktivitas seseorang akan menurun baik dalam aktivitas sehari-hari maupun aktivitas yang berhubungan dengan kemampuan ekonomi orang tersebut. Gangguan penglihatan akan meningkatkan ketergantungan seseorang terhadap

bantuan orang lain untuk kegiatan sehari-hari.

KESIMPULAN

Katarak senilis pada lansia beresiko menyebabkan gangguan penglihatan dan yang paling parah adalah kebutaan. Penurunan penglihatan pada lansia akan berdampak pada kemandirian yang dilakukan. Perlu di berikan asuhan keperawatan yang optimal bagi lansia agar dapat tetap melakukan aktivitas dengan penyakit katarak tanpa ketergntungan terhadap orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Alfyanita, A., Martini, R. D., & Kadri, H. (2016). Hubungan Tingkat Kemandirian dalam Melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari dan Status Gizi pada Usia Lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1), 201–208.

Amindyta O. (2013). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Medula, 1(5), 58–64.

Barbara, C. (2008). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional.

Jakarta : Prestasi Pustakarya.

Cassandra, A. (2015). Hubungan Usia dan Pekerjaan Terhadap Kejadian Katarak Senilis di Desa Lampulo Banda Aceh. ETD Unsyiah. Inayah, V. N. (2017). Gambaran

(8)

24

tentang kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di POSBINDU desa sindang jawa kapubaten cirebon. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Indriana N (2003). Asuhan keperawatan gangguan mata. Yogyakarta : EGC

Jhonson S, Gordon S. (2010). Nutrition in aging : Filli MH, Kenneth R, Kenneth W (ed). 7th edition. Philadelphia : Saunders Elsevier Inc.

Lestari, S. T., & Ruhyana, R. (2013).

Hubungan Karakteristik Usia Lanjut dengan Activities of Daily Living Di Posyandu Lansia “Bibit Rahayoe” Bantul Yogyakarta (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).

Mubarak, W. I, Nurul. C., & Bambang, A. S. 2010. Ilmu Keperawtan Komunitas: Konsep dan Aplikasi. Vol. 2. Jakarta : Penerbit Selemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012.

Metodologi Penelitian Kesehatan. – Ed. Rev.- Jakarta : Rineka Cipta Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 1–8.

Rahmawati, N. A. (2014). Perbedaan tekanan intraokular pra dan pascaoperasi katarak pada pasien glaukoma akibat katrak di RSUD Dr Moewardi.

Smeltzer. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Sulistya, T. B., & Mutammima, A. (2011). Suplementasi Ekstrak Bilberry Menurunkan Kadar Malondialdehid Lensa Penderita Katarak Senilis Bilberry Extract Supplementation Decrease Malondialdehyde Levels in Senile Cataract Lens Patient. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 26(4), 199– 203.

Ulandari, T., Astuti, S., & Adiputra, N. (2014). Pekerjaan Dan Pendidikan Sebagai Faktor Risiko Kejadian Katarak Pada Pasien Yang Berobat Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.

Public Health and Preventive Medicine Archive, 2(2), 156-161. Wulandari, R. (2014). Gambaran tingkat kemandirian lansia dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living). Jurnal Ners Dan

Kebidanan, 1(2).

https://doi.org/10.26699/jnk.v1i2.AR T.p155-159

Referensi

Dokumen terkait

Masalah gizi yang paling sering terjadi pada pasien post kemoterapi adalah asupan protein dan kalori yang kurang, hal inilah yang bisa menjadi risiko pasien kanker

ODLQ PHUHND PHPLOLNL WDUJHW SHQ\HOHVDLDQ GDQ WDUJHW QLODL ,3 SHUVHPHVWHU 'HPLNLDQ SXOD SHUHQFDQDDQ PHUHND WHQWDQJ NHDNWLIDQ GDODP NHJLDWDQ SHPEHODMDUDQ VHSHUWL DNWLI GL GDODP

Kelima, keterampilan sosial ( social skill ) mahasiswa fakultas Ushuluddin nampak pada kemampuan mereka dalam menangani emosi secara baik ketika mereka berhubungan dengan

Seluruh atribut lokasi penjualan pada kategori toko non jati Jepara memiliki nilai indeks yang sama, artinya produsen menganggap bahwa mereka telah mempertimbangkan seluruh

 presentasi dari dari pi'ak pi'ak )) )) Telkom Telkom Bandung Bandung tentang tentang teknologiteknologi teknologiteknologi yang yang dipergunakan di sana

Sejalan dengan pola survival yang ditampilkan oleh kurva kaplan-meier , signifikansi pen- didikan kesehatan reproduksi formal menurut kategori menunjukan bahwa remaja

Gambaran suatu implementasi tindakan dan komunikasi dapat dilihat dari program kampanye keselamatan kerja, misalnya, implementasi humas bukan hanya merancang program komunikasi

Siswa dapat membaca QS Al Ma’un dan Al Fiil dengan menerapkan hukum bacaan (tajwid) yang benar Materi Pembelajaran : Surah Al Ma’un dan Al Fiil. Metode Pembelajaran :