• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KH. MUHAMMAD YUSUF HASYIM DALAM BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956 M).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KH. MUHAMMAD YUSUF HASYIM DALAM BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956 M)."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KH. MUHAMMAD YUSUF HASYIM

DALAM BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)

SKRIPSI:

Diajukan untuk Memenuhi SebagianSyarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Hanim Nur Khisbiyah NIM: A0.22.12.055

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM

BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)”. Adapun penelitian ini

difokuskan pada: (1) Bagaimana biografi KH. Yusuf Hasyim? (2) Bagaimana latar belakang berdirinya Hizbullah? (3) Bagaimana peran KH. Yusuf Hasyim dalam barisan tentara Hizbullah?

Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik, dan menafsirkan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Dalam teori penelitian ini menggunakan teori politik dan teori kepemimpinan Max Weber yakni teori genetik dan teori sosial. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif naratif.

(7)

ABSTRACT

This thesis titled, “PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM BARISAN

TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)”. As this study focused on: (1) How KH.

Yusuf Hasyim biography? (2) How Hizbullah exist? (3) How KH. Yusuf Hasyim role ini Hizbullah from 1944 to 1956?

To answer the above problems the author uses historical method (historical), which is a step in reconstructing the past systematically and objectively by collecting, criticize and interpret data in order to establish the facts and conclusions. In this study using the theory of political theory and theories of leadership belongs to Max Weber that the genetic theory and social theory. Furthemore, the data were analyzed with descriptive methods.

(8)

H. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II: BIOGRAFI KH. M. YUSUF HASYIM A. Genealogi ... 16

B. Masa Kecil dan Pendidikan ... 21

C. Masa Pernikahan... 25

D. Peran Dalam Masyarakat 1. Peran Dalam Karir Politik ... 26

2. Mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng ... 31

(9)

BAB III: LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBULLAH

A. Sejarah Berdirinya Hizbullah ... 38

B. Tokoh-tokoh Hizbullah 1. KH. Wahid Hasyim ... 47

2. KH. Zainul Arifin ... 49

3. KH. Munassir Ali ... 50

4. KH. Hasyim Latif ... 50

C. Pelatihan Militer Hizbullah ... 51

BAB IV: PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM HIZBULLAH (1945-1956) A. Bergabung Dalam Barisan Hizbullah ... 55

B. Karir di Militer 1. Pangkat Pertama di Hizbullah ... 57

2. Rekontruksi dan Rasionalisasi (RERA) ... 59

3. Bergabung Dalam Batalyon Condromowo ... 62

4. Mundur dari TNI ... 63

C. Peran Hizbullah Pada Pertempuran 10 November 1945 ... 65

D. Berjuang Melawan Pemberontakan ... 66

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, baik yang dipikirkan, dikerjakan,

dan dialami oleh orang sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian

ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang sudah semestinya bersumber

pada fakta. Sejarah harus memberikan informasi yang lengkap, jelas dan objektif.

Sumber yang dimiliki haruslah sumber yang sah sehingga hasil akhir adalah

adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta.1

Peristiwa sejarah tidak dapat diulang kembali, ibarat sebuah radio tidak

dapat diputar kembali. Sejarah bangsa Indonesia sendiri sangat signifikan karena

peristiwa sejarah pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan memiliki

pengaruh yang sangat besar pada masa depan bangsa Indonesia. Apalagi sejarah

Indonesia yang sedikit banyak telah mengalami perubahan atau memang sengaja

dirubah dari peristiwa aslinya oleh beberapa pihak sangat merugikan generasi

selanjutnya. Seharusnya itu adalah tugas bagi seorang sejarawan untuk mengulas

semua yang sengaja dihilangkan dari fakta sejarah. Namun, semua tidak bisa

terlaksana atau masih minim karena minimnya sumber primer yang ada. Generasi

penerus seolah kehilangan akal untuk menerjemahkan sejarah menjadi nilai-nilai

keteladanan yang senantiasa harus tetap hidup di lingkungan dan zaman yang

berbeda, karena “Bangsa yang besar adalah bangsa yang peduli pada sejarah”.

(11)

2

Terlepas dari semua itu, sejarah tidak akan lepas dari peran seorang tokoh,

tokoh dalam sejarah berperan aktif sebagai penghidup sebuah peristiwa sejarah.

setiap zaman selalu memiliki tokohnya sendiri. diantara mereka ada yang menjadi

serupa mutiara karena idealisme, integritas yang menawan dan pengorbanan yang

luar biasa. Tujuan mereka sama, yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa

yang berdaulat dan merdeka. Tidak akan ada sejarah jika tidak ada tokoh yang

berperan didalamnya. tugas kita sekarang adalah memperkenalkan mutiara itu dan

mengajarkannya.2

Siapa yang tidak mengenal Soekarno, Soeharto seorang tokoh yang

berperan aktif dalam kemerdekaan. Soekarno dan Soeharto sebagai pejuang

kemerdekaan tidak lepas dari tokoh lainnya, terutama tokoh Islam dalam hal ini

adalah tokoh pesantren, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah, KH.

Wahid Hasyim semua tidak asing dengan nama-nama tersebut, seorang pejuang

dari pondok pesantren dari Jombang, sehingga pada masa penjajahan Jepang

Jombang diserang oleh Jepang terutama wilayah pondok pesantren seperti

Tebuireng dan Tambakberas. Hebatnya tokoh-tokoh tersebut tidak berhenti

perjuangannya bahkan ketika sudah meninggal karena muncul generasi

selanjutnya yakni murid-muridnya, anak-anaknya dan saudaranya masih terus

berjuang mempertahankan bangsa Indonesia. Begitu banyak tokoh pesantren yang

tidak kita ketahui yang berperan baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah

kemerdekaan.

(12)

3

Pesantren merupakan tempat penting sebagai tempat penggemblengan

para tokoh yang sampai saat ini masih terus dikenang. Salah satunya pesantren

yang cukup terkenal adalah pesantren Tebuireng. Pesantren yang terletak di

sebuah kota kecil berjarak sekitar 80 km dari pusat Provinsi Jawa Timur

(Surabaya) memiliki permata indah yang tidak dapat dibeli oleh apapun. Melalui

jasa-jasanya mampu melahirkan pemikiran dan gagasan berlian bagi kemajuan

bangsa Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Sumbangsih

dari jasa-jasanya inilah yang harus diteladani bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Salah satunya adalah tokoh yang bernama KH. Muhammad Yusuf Hasyim,

mungkin hanya beberapa orang yang mengetahui sosok beliau, karena memang

masih sedikitnya buku yang membahas mengenai sosok KH. Muhammad Yusuf

Hasyim, padahal beliau adalah putra bungsu KH. Hasyim Asyari seorang ulama

besar juga pahlawan Indonesia.

KH. M. Yusuf Hasyim atau biasa dipanggil dengan nama Pak Ud lahir di

Jombang, 3 Agustus 1929. Putra bungsu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari dan

Nyai Nafiqoh dari 10 bersaudara, Hannah, Khairiyah, Aisyah, Azzah, Abdul

Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh dan

Muhammad Yusuf.3 Beliau adalah tokoh nasional yang menjadi pengasuh

pondok pesantren Tebuireng Jombang yang cukup lama yakni tahun 1965-2006.4

3M. Halwan, Sang Pejuang Sejati: KH. Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri (Jombang:

Pustaka Ikapete, 2007),1.

4Ahmad Mubarok Yasin dan Fathurrahman, Profil Pesantren Tebuireng (Jombang:

(13)

4

Beliau merupakan pejuang barisan hizbullah. Tidak bisa dipungkiri bahwa

pesantren dan santri erat kaitannya dengan barisan hizbullah, karena hizbullah

sendiri terbentuk atas prakarsa tokoh pesantren yakni KH. Wahid Hasyim, kakak

kandung KH. M. Yusuf Hasyim dan putra tertua KH. Hasyim Asyari.

Hizbullah pada mulanya didirikan untuk mendidik para santri dalam

kemiliteran, selain itu yang melatarbelakangi timbulnya tokoh-tokoh Islam untuk

mendirikan Hizbullah adalah bahwa berperang untuk mempertahankan agama

Allah hukumnya wajib. Banyak santri yang berbondong-bondong untuk masuk

menjadi anggota Hizbullah. Tidak ketinggalan pula putra KH. Hasyim Asyari,

yakni Yusuf Hasyim, meskipun pada waktu itu Yusuf Hasyim masih remaja,

namun semangatnya luar biasa.

Beliau banyak berperan untuk bangsa Indonesia. Beliau adalah tokoh

nasional yang jarang diekspos jika dibandingkan dengan ayahnya Hasyim Asyari,

kakaknya Wahid Hasyim dan keponakannya Abdurrahman Wahid. Bagaimanapun

juga beliau adalah pejuang, pejuang tetaplah pejuang bagi rakyat meskipun tidak

digembor-gemborkan tetap saja pahlawan bagi para pecintanya. Oleh karenanya

meneladani para pejuang merupakan salah satu bentuk penghormatan daripada

Ceremony pemberian gelar pahlawan setiap 10 November.5

Dari latar belakang tersebut dari sini penulis ingin membahas mengenai

sosok KH. Muhammad Yusuf Hasyim yang lebih difokuskan kepada peran beliau

dalam barisan tentara Hizbullah, yang berjudul “Peran KH. Muhammad Yusuf

Hasyim dalam barisan tentara Hizbullah pada tahun 1945-1956”.

5Bonnie, “

(14)

5

Skripsi ini juga akan mengulas biografi KH. Yusuf Hasyim, karena dari

biografi inilah yang melatar belakangi kepribadian beliau. Biografi sendiri berasal

dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan graphien yang artinya

tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat

hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun

juga dapat berupa lebih dari satu buku. Biografi adalah buku riwayat hidup

seseorang yang ditulis oleh orang lain yang bertujuan untuk menganalisa dan

menerangkan beberapa peristiwa dalam hidup seseorang.

Penelitian tentang studi tokoh atau biografi memang sudah lama menarik

minat banyak kaum pelajar karena kepentingan dan relevansi studi tokoh yang

sangat penting untuk dilakukan setiap zaman.6 Apalagi jika tokoh yang dibahas

memiliki peran yang cukup penting bagi bangsa Indonesia.

Diantara alasan penulis mengangkat judul ini adalah. Pertama, karena

dengan meneliti mengenai studi tokoh seorang yang memliki peran penting dapat

menambah wawasan penulis untuk lebih menghargai jasa para tokoh yang ada.

Kedua, karena masih sedikitnya pembahasan mengenai Hizbullah terutama para

pejuang Hizbullah yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan Indonesia,

padahal Hizbullah memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan

Indonesia. Ketiga, karena ketertarikan penulis akan sosok kiai yang mengambil

peran penting dalam kemiliteran yaitu Hizbullah, dalam hal ini adalah KH. M.

Yusuf Hasyim.

(15)

6

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Biografi KH. Muhammad Yusuf Hasyim?

2. Bagaimana Latar Belakang Terbentuknya Hizbullah?

3. Bagaimana Peran KH. Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah pada

tahun 1945-1956?

C.Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Biografi KH.Muhammad Yusuf Hasyim.

2. Untuk mengetahui Latar Belakang Terbentuknya Hizbullah.

4. Untuk Mengetahui Peran KH. Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah

Pada Tahun 1945-1956.

D.Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Strata Satu di Fakultas Adab dan

Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

2. Untuk Memberikan Informasi Mengenai Peran KH. Muhammad Yusuf Hasyim

dalam Barisan Tentara Hizbullah Pada Tahun 1945-1956.

3. Untuk Tambahan Referensi dan Bahan Koleksi di Perpustakan Bagi

Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya.

E.Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Untuk menjelaskan dan menjawab persoalan-persoalanyang akan menjadi

kajian skripsi yang akan datang penulis menggunakan pendekatan historis dalam

(16)

7

Hasyim, meliputi pendidikannya, serta posisi dan perannya baik dalam bidang

keagamaan, sosial dan politik, karena dengan itulah yang melatarbelakangi beliau

masuk dalam barisan tentara Hizbullah.

Kemudian untuk melengkapi analisis, penulis juga menggunakan

pendekatan sosiologis sebagai alat bantu. Pendekatan sosiologi dalam hal ini

untuk menganalisis segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya golongan

sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain,

konflik berdasarkan kepentingan, ideologi dan sebagainya.7

Secara umum penelitian ini menggunakan penelitian sejarah naratif.

Menurut Sartono Kartodirjo, sejarah naratif adalah sejarah yang mendeskripsikan

masa lampau dengan merekonstruksi apa yang terjadi, serta diuraikan sebagai

cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting diseleksi dan diatur

menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai cerita (story).8 Dalam

skripsi yang akan diteliti ini akan dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang

tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa, karya

dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh.9

Selain itu penulis juga menggunakan teori kepemimpinan Max Weber

seperti dikutip oleh Sunidhia, yaitu Teori sosial dan teori genetik, yaitu:

7Sartono Kartodirjo,Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama,1992), 4.

8Ibid., 9.

(17)

8

1. Teori sosial yang menyatakan setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui

usaha penyiapan, pendidikan dan pembentukan serta didorong oleh kemajuan

sendiri dan tidak lahir begitu saja atau takdir dari Tuhan semestinya.10

2. Teori genetik yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dari keturunan,

tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang hebat dan ditakdirkan

menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun.

Hal ini penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana KH. Yusuf Hasyim

menjalankan peran sebagai seorang kiai, pejuang, tokoh politik dan juga sebagai

panutan dan sebagai seorang pemimpin di kelompoknya. Menurut Weber ada tiga

kepemimpinan yang dimiliki oleh para pemimpin agama, yaitu:

1. Tipe kepemimpinan karismatik, bahwa kepatuhan diberikan kepada pemimpin

yang diakui karena sifat-sifat keteladanan yang dimiliki.

2. Kepemimpinan tradisional, bahwa tugas mereka adalah mempertahankan

aturan-aturan yang telah berlaku dalam agama.

3. Kepemimpinan rasional-legal, bahwa kekuasaannya bersumber pada hukum

dan dibatasi hukum.11

Kemudian penulis juga menggunakan teori politik dimana jika seseorang

menduduki posisi sosial tinggi, memiliki status tinggi, maka akan ada kesempatan

dan keleluasan memperoleh bagian dari kekuasaan. Tidak hanya itu, bahkan dia

lebih mudah mengambil peranan sebagai pemimpin dan menyebarkan

pemikirannya.

(18)

9

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu dari berbagai penelusuran yang telah penulis

lakukan, telah ditemukan beberapa buku dan karya ilmiah yang terkait dengan

pembahasan mengenai tokoh pesantren yang berperan dalam perjuangan

Indonesia. Di antaranya sebagai berikut;

1. Buku Muhammad Halwan dan Yusuf Hidayat, Sang Pejuang Sejati: K.H

Muhammad Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri. Buku ini membahas

tentang K.H Yusuf Hasyim yakni mengenai diri, pemikiran, dan kehidupannya

sejak lahir hingga wafat serta pandangan beberapa sahabat dan santri.

2. Buku A. Mubarok Yasin dan Fathurrahman, Profil Pesantren Tebuireng, buku

ini membahas mengenai keluarga besar Tebuireng dan membahas profil K.H

Yusuf Hasyim selaku keluarga Pondok Pesantren Tebuireng dan pengasuh

keenam Pondok Pesantren Tebuireng.

3. Buku Isno El Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur, buku ini

membahas tentang perjuangan para santri Jawa Timur dalam barisan Hizbullah.

4. Skripsi Hendri Julianto, Perbandingan Abdurrahman Wahid dan Yusuf Hasyim

Tentang Visi dan Strategi Politik NU, Skripsi ini membahas mengenai

pemikiran politik K.H Yusuf Hasyim dan sekilas mengenai biografi K.H Yusuf

Hasyim.

5. Skripsi M. Ilham, Historiografi Peran Laskar Hizbullah pada Peristiwa 10

November 1945 di Surabaya, skripsi ini membahas mengenai Hizbullah pada

(19)

10

Sepanjang yang saya telusuri, skripsi atau tesis atau disertasi yang menulis

tentang KH. Yusuf Hasyim dalam barisan Hizbullah belum ada, karya ini baru

pertama. Beberapa judul buku di atas dengan judul skripsi yang peneliti tulis ini

berbeda. Adapun yang akan penulis teliti pada penelitian ini adalah tentang Peran

KH. Muhammad Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah (1945-1956).

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah,

metode tersebut dibagi menjadi empat tahap yakni: heuristik, kritik sumber,

interpretasi dan historiografi.

1. Heuristik (Pengumpulan Data)

Teknik yang digunakan dalam penulisan ini ialah teknik mencari

dan mengumpulkan data.12 Yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti

untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Data

yang digunakan berasal dari tiga kategori sumber.13 Yaitu:

a. Sumber Primer:

Sumber Tertulis: antara lain adalah karya K.H Yusuf Hasyim

berupa artikel-artikel majalah tahun 1986 yang diperoleh di perpustakaan

Tebuireng dan beberapa sumber arsip yakni undangan reuni pejuang

Hizbullah yang secara otomatis menyatakan bahwa KH Yusuf Hasyim

adalah seorang pejuang Hizbullah. Saat ini peneliti hanya menemukan

undangan reuni laskar Hizbullah yang termuat pada majalah Tebuireng,

(20)

11

karena piagam yang disimpan di kediaman KH. Yusuf Hasyim terkena

hujan ketika putra KH. Yusuf Hasyim yakni Gus Reza pindah rumah.14

Wawancara: wawancara dengan orang yang sezaman yaitu putra

kedua KH. Yusuf Hasyim yakni Gus Reza, Bapak Habib keponakan KH.

Munassir yang dulu menjabat sebagai letkol pada barisan Hisbullah dan

pak Habib ditugaskan sebagai sekertarisnya, Bapak Muhsin yakni salah

satu santri KH. Yusuf Hasyim yang cukup akrab dengan KH. Yusuf

Hasyim, Bapak Murtadji yang pernah menjabat sebagai pimpinan majalah

AULA, serta wawancara dengan beberapa orang yang mengenal KH.

Yusuf Hasyim baik teman maupun santri yang dulu sempat mengenal

beliau.

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber pendukung untuk memperkuat data

yang ada. Diantara beberapa buku yang dijadikan penulis sebagai acuan

adalah buku M. Halwan Sang Pejuang Sejati K.H Yusuf Hasyim dimata

sahabat dan santri, Antologi NU yang sedikit mengulas mengenai KH.

Yusuf Hasyim, Buku Ali Yahya, Sama Tapi Berbeda:Potret Keluarga

Besar KH. A. Wahid Hasyim buku ini membahas tentang keseluruhan

keluarga besar KH. A. Wahid Hasyim, Buku Muhammad Rifa’i, Wahid

Hasyim, buku ini membahas tentang biografi Wahid Hasyim, tetapi hanya

sedikit dijelaskan juga tentang K.H Yusuf Hasyim, buku Muhammad

Rifa’i, KH. Hasyim Asyari, buku ini membahas tentang biografi KH.

(21)

12

Hasyim Asyari, tetapi hanya sedikit menjelaskan tentang KH. Yusuf

Hasyim, buku Mubarok Yasin, Profil Pesantren Tebuiren, serta buku-buku

dan majalah pondok pesantren tebuireng yang disitu sedikit banyak

membahas mengenai K.H Yusuf Hasyim.

Adapun skripsi terdahulu, yakni skripsi Hendri Julianto yang

membahas mengenai pemikiran politik Visi dan Misi Nahdlatul Ulama dan

skripsi M. Ilham yang membahas mengenai Laskar Hizbullah pada

pertempuran 10 November.

c. Sumber Tersier

Sumber tersier adalah sumber berupa peninggalan atau

benda-benda yang berkaitan dengan apa yang di teliti, dalam hal ini yakni

foto-foto KH. Yusuf Hasyim.

2. Kritik Sumber

Yaitu suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang

diperoleh agar memperoleh kejelasan mengenai keabsahan data. Dalam hal

ini ada dua kritik yaitu Kritik intern dan Kritik Ekstern. Mengenai Kritik

Intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat

apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik eksern

adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan

autentik atau tidak.15

a. Kritik intern

(22)

13

Dalam penelitian kali ini kritik intern dilihat dari salah satu buku yang

didapat oleh peneliti. Buku yang berjudul Sang Pejuang Sejati: KH. Yusuf

Hasyim dimata sahabat dan santri. Buku tersebut adalah buku yang ditulis

oleh M. Halwan dkk, buku yang ditulis untuk memperingati haul KH.

Yusuf Hasyim. Buku tersebut berisi tentang KH. Yusuf Hasyim baik

dimata keluarga, teman maupun santri. Buku yang diperoleh dengan cara

wawancara dengan teman sezamannya yang sedikit banyak mengetahui

mengenai KH. Yusuf Hasyim, maka buku tersebut bisa dikatakan

merupakan sumber yang kredibel atau bisa dipertanggung jawabkan

karena merupakan hasil wawancara dengan orang yang jelas mengenal

KH. Yusuf Hasyim. Serta masih ada majalah-majalah pondok pesantren

Tebuireng, dimana majalah tersebut membahas mengenai sosok KH.

Yusuf Hasyim semasa memimpin pondok pesantren Tebuireng. Majalah

yang dibuat semasa KH. Yusuf Hasyim masih hidup. Dengan kata lain saat

majalah-majalah tersebut dibuat KH. Yusuf Hasyim masih bisa

mengoreksinya.

b. Kritik ekstern

Dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada orang yang

mengenal baik dengan KH. Yusuf Hasyim, yakni dengan keluarga salah

satunya dengan putra KH. Yusuf Hasyim Gus Reza serta kawan

seperjuangan yakni Bapak Habib, Bapak Muhsin.

(23)

14

Adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang

sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapatkan dan

yang telah diuji autentisitasnya saling memiliki hubungan yang satu dengan

yang lain. Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap

sumber yang telah didapatkan. Dalam hal ini penulis mencoba menghubungkan

sumber yang didapatkan baik buku maupun majalah yang kemudian saling

dihubungkan, apabila antara satu sumber dengan yang lain saling berhubungan

dan tepat maka penulis yakin bahwa sumber tersebut memang benar adanya.

Namun, jika antara satu sumber dengan yang lain berbeda maka penulis akan

melihat sumber lain untuk kemudian dicocokkan sampai menemukan yang

tepat.

4. Historiografi (Penulisan)

Adalah penyusunan atau merekontruksi fakta-fakta yang telah

tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber

sejarah dalam bentuk tertulis.16 Dalam menyusun laporan penelitian ini,

penulis memperhatikan kaidah penulisan karya ilmiah yang mengacu pada

Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas

Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan dalam penelitan ini disusun untuk mempermudah

pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan

penelitian ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab.

(24)

15

Bab I dipaparkan tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka teori,

penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menjelaskan tentang biografi KH. M. Yusuf Hasyim yang meliputi

geneologi, lingkungan hidup, Masa kecil dan pendidkan, peran KH. Yusuf

Hasyim dalam masyarakat hingga wafatnya KH. Yusuf Hasyim.

Bab III membahas tentang Hizbullah, baik latar belakang berdirinya,

tokoh-tokoh yang berperan, serta peran para santri dalam barisan Hizbullah.

Bab IV difokuskan pada peran KH. M. Yusuf Hasyim dalam barisan

Hizbullah yakni pada tahun 1945-1956.

Bab V penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang

penulis paparkan mulai dari bab II sampai bab IV serta berisi saran-saran penulis

bagi penelitian yang telah dilakukan.

(25)

16

BAB II

BIOGRAFI KH. YUSUF HASYIM

A. Genealogi KH. Yusuf Hasyim

KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah putra bungsu Hadratus Syekh KH.

Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqoh. KH. Muhammad Yusuf Hasyim merupakan

bungsu dari sepuluh bersaudara, Hannah, Khairiyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid,

Abdul Hakim (Abdul Khaliq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, dan

Muhammad Yusuf.1

Ketika Nyai Nafiqoh meninggal dunia di tahun 1941, ayahnya KH. Hasyim

Asyari menikah lagi dengan ibu Masruroh yang kemudian dikaruniai empat orang

anak (Abdul Kadir Hasyim, Fatimah Hasyim, Chotijah Hasyim dan Yakub Hasyim

Abdul Kadir meninggal semasa bayi). Usia Yusuf Hasyim dengan kakak

kandungnya terpaut jauh. Seperti contoh kakak termuda Yusuf Hasyim, Abdul

Karim Hasyim lebih tua sepuluh tahun darinya.

KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah salah satu dari sedikit tokoh NU

yang menonjol. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ia menjadi seperti itu,

selain karena putra KH Hasyim Asyari, ia juga lebih dikenal pemberani dan gemar

sekali membaca pola kemasyarakatan. Bahkan menurut riwayat keluarga dikatakan

bahwa dikamar pribadinya lebih banyak terlihat surat kabar dan kliping-kliping

daripada kitab-kitab kuning yang biasa melekat pada keluarga kiai.2

1 M. Halwan, Sang Pejuang Sejati: KH. M. Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri (Jombang:

Pustaka IKAPETE, 2008), 1.

2Generasi salaf, “KH. Yusuf Hasyim: Sang Jenderal Sejati” dalam

(26)

17

KH. Muhammad Yusuf Hasyim lahir pada 3 Agustus 1929 di Pondok

Pesantren Tebuireng Jombang. Jombang adalah kota agraris. Sebagian besar

penghasilan atau mata pencaharian penduduknya adalah bertani, khususnya padi.

Kondisi alamnya yang subur menjadikan para petani bisa bertahan mencukupi

kebutuhan sehari-harinya dan menempatkan populasi terbesar dan jenis pekerjaan

terbesar di kota tersebut. Tidak kurang dari 42% tanah Jombang dipergunakan

untuk areal persawahan. Letaknya di bagian tengah kabupaten dengan ketinggian

25-100 meter di atas permukaan laut. Lokasi itu ditanami padi dan palawija seperti

jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Sebagian tanah di Jombang adalah

perbukitan. Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti mangga, pisang,

jambu biji, sawo, pepaya, nangka, dan sirsak. Sementara di sebelah selatan banyak

ditanami tebu, kelapa, kapuk randu, dan jambu mente.

Berdasarkan cerita, kesuburan tanah di Jombang dipengaruhi oleh material

letusan Gunung Kelud yang terbawa arus deras Sungai Brantas dan Sungai Konto

serta sungai-sungai lain yang jumlahnya mencapai 39 buah. Sarana pengairan pun

tergolong memadai. Dari total pengairan yang ada 83,3% adalah irigasi teknis.3

Kota Jombang dikenal sebagai kota santri atau kota pesantren, karena

banyaknya pesantren yang ada di Jombang. Kota Jombang melahirkan beberapa

kiai dan pesantren yang terkenal, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim

dengan Pesantren Tebuireng, KH. Wahab Hasbullah dengan Pesantren

Tambakberas, KH. Bisri Syansuri dengan Pesantren Denanyar, dan Kiai Romli

Tamim sebagai tokoh tarekat Naqsabandiyah.

3M. Rifa’i, Gus Dur KH. Abdurrahman Wahid: Biografi Singkat 1940-2009 (Jogjakarta: Garasi,

(27)

18

KH. M. Yusuf Hasyim atau biasa dipanggil dengan nama Pak Ud. Nama

“Ud” sendiri merupakan panggilan kesayangan untuk KH. M Yusuf Hasyim dari

ayahnya sendiri. Panggilan tersebut muncul ketika Yusuf Hasyim masih kecil dan

belum lancar berbicara, menyebut nama sendiri dengan nama Usud bukan Usuf atau

Yusuf.4 Putra seorang Kiai biasanya dipanggil dengan sapaan Gus, begitu pula

dengan Yusuf Hasyim akrab dipanggil dengan sapaan Gus Ud. Namun, saat ini

Yusuf Hasyim lebih dikenal dengan sapaan Pak Ud.

Dilihat dari Ayahanda KH. M. Yusuf Hasyim yakni KH. Hasyim Asy’ari

adalah seorang ulama besar. Silsilah dari jalur ayah ini bersambung hingga Joko

Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan Hadiwijaya yang

berasal dari kerajaan Demak. Sedangkan dari pihak ibu, silsilah itu betemu 23 pada

satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi salah satu raja Kerajaan

Majapahit.

Bentuk perjuangan KH. Hasyim Asyari dimulai ketika mendirikan pondok

pesantren Tebuireng Jombang. Tebuireng bukan hanya jauh dari kota Jombang

tetapi merupakan daerah yang sangat tidak aman. Disana ditempati masyarakat

yang belum beragama dan adat istiadatnya sangat bertentangan dengan

perikemanusiaan, seperti merampok, berjudi, berzina. Ketika itu jalan menuju

Tebuireng dipenuhi oleh rumah-rumah prostitusi dan warung minuman keras.

Kesimpulannya membangun pondok pesantren di Tebuireng pada saat itu menurut

pendapat beberapa masyarakat adalah sia-sia dan membuang waktu.5 Akan tetapi,

(28)

19

KH. Hasyim Asyari tetap gigih untuk mendirikian pondok pesantren Tebuireng

hingga akhirnya sampai kita kenal pondok pesantren Tebuireng saat ini.

KH. Hasyim Asy’ari juga mengambil peran penting ketika Indonesia dijajah

oleh Belanda dan Jepang. KH. Hasyim Asy’ari juga merupakan salah satu pendiri

organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Peran dan perjuangan

beliau bagi Indonesia mampu membawa beliau mendapatkan gelar Pahlawan

Nasional.

Sedangkan ibunya Nyai Nafiqoh adalah sosok perempuan pekerja keras

yang gigih dan ulet. Nyai Nafiqoh tidak hanya mengurus suami, anak, santri, tetapi

juga turut mendukung ekonomi keluarga dan pesantren. Nyai Nafiqoh memulai

harinya sejak subuh, dengan mengatur menu makan para santri dan pengajar.

Setelah itu beliau ikut mengurus kebun dan sawah milik keluarga. Hasil sawah dan

kebun digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah dan pesantren sisanya dijual di

warung.

Demikian ulet dan sabar dalam memutar keuangan keluarga, sehingga Nyai

Nafiqoh dikenal sebagai satu dari lima pribumi di Jombang yang sudah mampu

membeli mobil Ford buatan Amerika.6 Riwayat lain menyebutkan bahwa Nyai

nafiqoh istri kelima KH. Hasyim Asyari berasal dari keturunan Kiai Ageng Tarub

yang berhubungan darah dengan Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi mubaligh

Islam di Mataram Jogjakarta yang juga keturunan Panembahan Senopati Mataram.7

KH. Wahid Hasyim, kakak kandung KH. Yusuf Hasyim juga dinobatkan

sebagai pahlawan nasional dan pernah menjabat sebagai menteri agama RI. Hal

(29)

20

yang sangat fantastis pada pemikiran KH. Wahid Hasyim adalah pendirian sistem

pendidikan pesantren siniyah (klasikal) menjadi madrasah nidzam yang belum

pernah ada di pondok-pondok lain. Didalamnya diajarkan ilmu-ilmu agama dan

pengetahuan umum, seperti bahasa Jepang, Belanda, Inggris, dan lain-lain. Hingga

saat ini banyak pesantren yang meniru model pembelajran seperti ini, dengan

memasukkan pengajaran pelajaran umum dalam pesantren.

Di lingkungan hidupnya sendiri yakni di pesantren Tebuireng merupakan

pondok pesantren yang cukup terkenal di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal

pondok pesantren Tebuireng, pondok yang didirikan oleh ulama besar KH. Hasyim

Asyari, ulama ahli Fiqih dan pendiri organisasi terbesar Indonesia yakni Nahdlatul

Ulama. Pondok pesantren Tebuireng sebagai salah satu pusat perkembangan Islam

di Indonesia mampu melahirkan tokoh-tokoh yang membawa peran penting bagi

Indonesia dalam memimpin bangsa. Banyak Kiai tersohor dan tokoh NU terkemuka

adalah alumni pondok pesantren Tebuireng, seperti KH. Bisri Syansuri (Pimpinan

Pesantren Denanyar Jombang), KH. Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang),

KH. As’ad Syamsul Arifin (Salafiyah Syafiiyah, Situbondo), KH. Abdul Karim

(Lirboyo, Kediri), KH. Ahmad Shidiq (Mantan Rais Aam PBNU), dan KH. Zaini

Mun’im (Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo). Tebuireng juga melahirkan setidaknya

empat menteri agama, yakni KH. Wahid Hasyim, KH. Wahib Wahab, KH.

Muhammad Ilyas, dan KH. Tholhah Hasan. Bahkan cucu KH. Hasyim Asyari yakni

KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal Gusdur terpilih menjadi presiden

(30)

21

Dari Latarbelakang lingkungan seperti itu mampu menjadikan KH. Yusuf

Hasyim menjadi manusia yang berkepribadian pandai dan pemberani, salah satunya

ditunjukkan KH. Yusuf Hasyim ketika berperan sebagai barisan tentara Hizbullah

yang selanjutnya dileburkan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

B. Masa Kecil dan Pendidikan KH. Yusuf Hasyim

Masa kecilnya lebih dihabiskan untuk memperdalam ilmu keagamaan.

Disamping belajar langsung pada ayahandanya, sejak kecil Yusuf Hasyim

menerima pengajaran dari ayahnya untuk senantiasa bersikap egaliter dan

merakyat. Walaupun sebagai anak bungsu Yusuf Hasyim tidak bisa seenaknya

bermanja-manja. Dalam berdakwah KH. Hasyim Asy’ari sering membawa serta

Yusuf Hasyim. Selama dalam perjalanan naik mobil, kereta api, atau naik delman

KH Hasyim Asy’ari selalu memberi pengajaran kepada putra bungsunya ini,

terutama dalam alquran. KH. Hasyim Asyari selalu meminta Yusuf Hasyim untuk

mengulang hafalan ayat-ayat Alquran yang telah diajarkan sebelumnya.

Sejak umur 12 tahun Yusuf Hasyim sudah mondok diPesantren Alquran

Sedayu–Gresik yang diasuh Kiai Munawar. Kemudian melanjutkan ke Yogyakarta

untuk nyantri ke Pondok Pesantren Krapyak dibawah asuhan Kiai Ali Ma’sum.

KH. Yusuf Hasyim juga pernah belajar di Pondok Modern Gontor Ponorogo.

Outodidak atau belajar sendiri merupakan style Yusuf Hasyim di masa

remajanya. Hal itu disebabkan dia tidak sempat mengenyam pendidikan Formal

karena pada masa dulu Krapyak dan Gontor tidak se-formal sekarang. Bahkan

(31)

22

Yusuf Hasyim banyak terlibat dalam ketentaraan daripada belajar di pesantren.8

Kecerdasannya membuat KH. Yusuf Hasyim mampu mengikuti dengan cepat

pembelajaran yang belum pernah didapat dengan cara banyak bergaul dengan

cendekiawan-cendekiawan serta sering membaca.

Masa kecil Yusuf Hasyim banyak sekali mengalami goncangan, karena pada

masa kecilnya Jepang melakukan pengawasan ketat di Pondok Pesantren

Tebuireng. Hal tersebut tidak dipungkiri karena adanya keterlibatan ayahandanya

KH. Hasyim Asyari untuk menumpas kekuasaan Jepang. Saat itu pada tahun 1942

Jepang baru memasuki Indonesia dari kekuasaan Belanda yang telah menyerah

kepada Jepang. Jepang membuat peraturan yang membuat jengkel para ulama

utamanya KH. Hasyim Asyari.

Pada bulan maret 1942 Indonesia berada dibawah kuasa Jepang. Jepang

menghapus semua peraturan yang telah ditetapkan oleh kekuasaan Belanda pada

masa sebelumnya. Jika dulu Belanda bersikap represif terhadap Islam, maka Jepang

bersikap seolah bersahabat dengan Islam, tujuannya agar umat Islam yang menjadi

mayoritas di Indonesia menjadi pro-Jepang. Ini menjadi strategi untuk memperoleh

dukungan umat Islam.

Sikap Jepang yang seolah memberi kelonggaran kepada Islam tidak berarti

bahwa golongan Islam selalu tunduk kepada Jepang. Banyak hal-hal yang

dipraktekkan Jepang berlawanan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Hal ini

menyebabkan sebagian tokoh-tokoh Islam menarik dari kerjasama dengan Jepang

bahkan telah ada pemberontakan yang dipimpin golongan ulama seperti yang

(32)

23

terjadi di Singaparna, Indramayu dan Aceh.9 Salah satunya adalah tindakan seikerei

yaitu sikap membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi. Hal itu

merupakan kewajiban bagi setiap warga di wilayah kependudukan Jepang untuk

menghormati Kaisar Hirihito penguasa tahta Jepang. Begitu pula warga di wajibkan

untuk membungkukan badan setiap kali berpapasan dengan tentara Dai Nippon.

Sikap seperti itu jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu dengan

tegas KH. Hasyim Asyari menolak melakukan seikerei. Penolakan tersebut

menyebabkan KH. Hasyim Asyari dan kerabatnya di tahan dibawah ancaman

Jepang.

Penahanan KH. Hasyim Asyari tersebut menyebabkan proses belajar

mengajar di Tebuireng menjadi terkendala. Istri kedua KH. Hasyim Asyari, Nyai

Masruroh meninggalkan Tebuireng bersama keluarga lainnya menuju pesantren

Denanyar untuk sementara waktu. Karena kebanyakan dari keluarga Tebuireng

menjadi tentara maka Tebuireng menjadi salah satu incaran Jepang. Banyak dari

anggota Hizbullah yang bersembunyi ditempat-tempat yang tidak diketahui Jepang.

Salah satunya KH. Munassir Ali Mojokerto yang merupakan komandan batalyon

Condromowo memilih bersembunyi di daerah Ploso Jombang, kemudian KH.

Hasyim Latif Sepanjang Sidoarjo sampai menyamar dengan mengganti namanya

menjadi KH. Latif Munir,10 tidak ketinggalan pula putra bungsu KH. Hasyim

Asyari, Yusuf Hasyim yang pada waktu itu masih berusia 13 tahun luput dari

penangkapan namun menyaksikan penangkapan ayahnya.

9 Nugroho Notosusanto dan Marwati D.P, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Jakarta: Balai

Pustaka, 1993), 26.

(33)

24

Yusuf Hasyim memilih kabur dan menyelinap untuk menghindari

pengejaran tentara Jepang. Yusuf Hasyim remaja memilih meninggalkan Jombang

menuju ke suatu tempat yang tidak terpikirkan akan menuju kemana. Ia menyelinap

ke sawah dan kebun-kebun, ketika suasana di rasa cukup aman barulah menuju

jalan raya dan sampai di stasiun kereta api. Yusuf Hasyim menumpang kereta yang

pada waktu itu akan menuju Solo, sesampai di Solo beliau melanjutkan ke Jogja

kemudian Pekalongan dan akhirnya sampai di Cirebon. Semua itu dilakukan dalam

waktu dua tahun, dan dijalani sendiri tanpa ada orang lain di samping. Perjalanan

yang berlangsung cukup lama itu mampu membuat Yusuf Hasyim yang merupakan

putra bungsu KH. Hasyim Asy’ari menjadi sosok yang mandiri dan pemberani.11

Apa yang dihasilkan selama pengembaraan dua tahun tersebut tidak ada yang

mengetahui karena tidak adanya sumber pendukung yang kuat.

Pengembaraan yang dijalani selama dua tahun membawa perubahan

tersendiri bagi Yusuf Hasyim. Ia mampu mempersiapkan mentalnya untuk

menghadapi masa-masa berat dalam perjuangan berat merebut dan mempertahankan

kemerdekaan RI. Sikap ini tercermin ketika Yusuf Hasyim kembali ke Jombang yang

pada waktu itu ayahandanya KH. Hasyim Asyari telah dibebaskan dari penjara

Jepang. Setelah keadaan stabil Yusuf Hasyim kembali ke Jombang. Yusuf Hasyim

merasa berat untuk tinggal dan menetap lebih lama di Jombang, Setahun setelah

Indonesia merdeka Yusuf Hasyim memilih untuk mendaftar menjadi anggota laskar

Hisbullah, yang pada waktu itu usianya kira-kira 16 tahun.

(34)

25

Dikatakan oleh Bapak Muhsin bahwa KH. Yusuf Hasyim merupakan sosok

yang pemberani, beliau berani mengambil keputusan yang dianggap orang aneh,

beliau berani mengambil keputusan yang menurut kebanyakan orang dianggap salah,

namun semua itu juga dilakukan demi kebaikan. KH. Yusuf Hasyim berani

mengambil kebijakan keras yang membuat anggota lain hanya geleng-geleng kepala

mengingat keberanian beliau. Pernah pula menjadi aktor dadakan yang memerankan

sebagai sunan Maulana Malik Ibrahim pada film walisongo,12 padahal film tersebut

merupakan film yang dianggap kontra oleh ulama karena dianggap film perzinaan,13

karena peran sebagai sunan Maulana Malik Ibrahim hanya sebentar akhirnya KH.

Yusuf Hasyim tetap memerankan peran tersebut.

C. Masa Pernikahan

KH. Yusuf Hasyim menikah dengan Siti Bariyah pada 24 November 1951 di

Madiun. Pertemuan dengan Siti Bariyah yaitu ketika KH. Yusuf Hasyim selesai

berjuang dalam penumpasan PKI KH. Yusuf Hasyim bersama pasukannya mulai

turun gunung dan bermarkas di daerah Pojok Jombang, yakni di kediaman kakaknya

KH. Abdul Karim. Kediaman ini menjadi tempat berkunjungnya dan tempat istirahat

para pasukan tentara. Pasukan ini dipimpin oleh KH. Hambali yang menjabat sebagai

kapten. Pada suatu ketika saat KH. Hambali sakit, ia dijenguk oleh adiknya yang

bernama Siti Bariyah. Seorang perempuan asal Madiun yang bersekolah di SMA

Surakarta.

12 Muhsin, Wawancara, Jombang, 1 Juli 2016.

(35)

26

Ketika memasuki markas yang dipenuhi oleh tentara, Siti Bariyah disambut

kedatangannya oleh KH. Abdul Karim dan Ibu Abdul Karim, KH. Yusuf Hasyim

adik sang pemilik rumah pun ikut menyambutnya. Siti Bariyah yang pada saat itu

masih cukup kecil mudah akrab dengan istri KH. Abdul Karim, sebagai sesama

perempuan keduanya sama-sama memahami satu sama lain sebagai wanita.

Kunjugan Siti Bariyah ke Markas Pojok tidak hanya terjadi sekali itu saja. KH.

Yusuf Hasyim yang saat itu masih muda akhirnya mulai mendekati Siti Bariyah.

Hingga akhirnya keduanya melangsungkan pernikahan.

KH. Yusuf Hasyim dan Siti Bariyah dikaruniai 5 orang anak yakni:

1. Muthia Farida

2. M. Riza Yusuf

3. Nurul Hayati

4. M. Irfan Yusuf

5. Nurul Aini14

D. Peran KH. Yusuf Hasyim Dalam Masyarakat

Selain sebagai anggota laskar Hizbullah KH. Yusuf Hasyim juga banyak

berperan dalam bidang lainnya, yakni sebagai politisi dan pengasuh Pondok

pesantren Tebuireng Jombang.

1. Peran dalam karir Politik

Peran ketika KH. Yusuf Hasyim memulai karir politik adalah ketika beliau

mundur dari barisan tentara Republik Indonesia tahun 1956 dengan pangkat

terakhir letnan satu maka karir politik beliau mulai melejit.

(36)

27

Karir politik KH. Yusuf Hasyim yakni di organisasi terbesar di Indonesia,

Nahdlatul Ulama (NU). KH. Yusuf Hasyim aktif menjadi politisi NU. Beliau

pendiri Partai Kebangkitan Umat (PKU). Sebelum mendirikan sebuah partai

politik KH. Yusuf Hasyim berperan aktif di NU. KH. Yusuf Hasyim pernah

menjabat sebagai ketua II dan ketua I PP GP Ansor. Ketika Banser pertama kali

didirkan (1964), beliau menjabat sebagai komandan pusatnya yang pertama.15

Sebagai salah seorang ketua PBNU, beliau turut berperan ketika NU

memutuskan serangkaian kebijakan bersejarah tahun 1984; seperti kembalinya

Khittah NU 1926. Ketika ada perselisihan pendapat tentang posisi NU dalam

percaturan politik di Indonesia, KH. Yusuf Hasyim-lah yang mengusulkan agar

pengertian khittah perlu ditafsir ulang. Terutama pasca kejatuhan Presiden

Soeharto tahun 1998.

Pada dasarnya KH. Yusuf Hasyim sudah berkarir politik semasa beliau

menjabat sebagai wakil Sekjen LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia).

Sebagai anggota veteran yang juga mantan pejuang kemerdekaan, KH. Yusuf

Hasyim cukup aktif dalam organisasi ini. LVRI menjadi wadah yang memberi

kesempatan bagi beliau untuk dapat mempelajari lebih seksama tentang

bagaimana berpolitik. Tahun 1961-1962 adalah masa-masa aktif KH. Yusuf

hasyim sebagai wakil sekjen LVRI.16

KH. Yusuf Hasyim mengawali karir politik dengan menjadi wakil rakyat

ketika ada refreshing (penyegaran) keanggotaan DPRGR (Dewan Perwakilan

Rakyat Gotong Royong) di tahun 1967. Dimana pada tahun itu adalah masa

15 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 307.

(37)

28

transisi orde lama (Soekarno) ke orde baru (Soeharto). Banyak sekali perubahan

yang ingin dicapai Soeharto untuk menghapuskan orde lama dari pemerintahan.

Salah satunya yakni kebijakan merombak anggota DPRGR dari parlemen orde

lama maupun yang berasal dari PKI. Semuanya berusaha dbersihkan oleh

Soeharto.

Pada perombakan DPRGR masa Soeharto ini KH. Yusuf Hasyim juga

mendapatkan tawaran untuk menjadi anggota DPRGR. Ini merupakan kali kedua

KH. Yusuf Hasyim mendapatkan tawaran tersebut. Sebelumnya KH. Yusuf

Hasyim pernah mendapat tawaran pada masa Soekarno. Ketika itu presiden

Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955, maret 1960 dan tiga bulan

sesudah membentuk DPRGR. KH. Yusuf Hasyim mendapat tawaran menjadi

anggota DPRGR sebagai wakil dari golongan pemuda. Namun beliau menolak

karena pada saat itu beliau merasa alangkah lebih baiknya anggota Islam dan

ulama khusunya tidak menjadi bagian politik pemerintahan. Sehingga jatah kursi

KH. Yusuf Hasyim diganti oleh sahabatnya yakni Said Budairy. Kemudian

ketika tawaran kedua untuk menjadi anggota DPRGR pada masa Soeharto

datang KH. Yusuf Hasyim menerimanya, hal ini didasari keinginan beliau untuk

memperjuangkan aspirasi Islam agar semakin banyak dipertimbangkan,

sekaligus karena refreshing DPRGR ini untuk menggantikan anggota PKI yang

telah dibubarkan sebagai partai karena memberontak kepada negara. Alasan

itulah yang membuat KH. Yusuf Hasyim menerima tawaran menjadi anggota

(38)

29

Pada masa menjadi DPRGR KH. Yusuf Hasyim lebih sering menjadi vokal

dari golongan NU karena sikap berani beliau. Awal masuk pemerintahan orde

baru tahun 1967 KH. Yusuf Hasyim sama sekali tidak merasa canggung.17

Beliau segera terlibat aktif dan sangat dinamis mengikuti berbagai proses politik

terutama menjelang berakhirnya politik orde lama.

Pada tahun-tahun berikutnya KH. Yusuf Hasyim juga masih terus aktif dalam

kancah politik menjadi DPR-RI. Hingga pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim

memimpin sikap walk out untuk menolak RUU perkawinan.18 Waktu itu banyak

ulama dan semua golongan Islam bersatu menentangnya karena banyak pasal

dalam RUU yang bertentangan dengan Islam. Salah satu isi dari pasal RUU yang

sangat menganggu KH. Yusuf Hasyim adalah pasal 13 yang memungkinkan satu

pasangan melakukan pertunangan sebelum menikah, jika ada masa pertunangan

itu terjadi kehamilan, maka pihak perempuan berhak meminta

pertanggungjawaban pihak laki-laki, dan atas persetujuan keluarga si lelaki

harus menikahi si perempuan. Menurut KH. Yusuf Hasyim hal tersebut adalah

model dari pernikahan yang biasa dilakukan di negara-negara barat yang

seolah-olah melegalkan perzinaan. Hal tersebut tentulah sangat bertentangan dengan

Islam.19

Penolakan terhadap RUU tersebut membuat KH. Yusuf Hasyim tidak ingin

tinggal diam, beliau memimpin seluruh anggota FPP dari unsur NU. Sementara

dari unsur non NU tetap duduk di kursi meski juga menyatakan tidak setuju.

Sejak saat itu nama KH. Yusuf Hasyim “dikotak” oleh pemerintahan orde

17 Habibullah, Wawancara, Mojokerto, 18 Mei 2016. 18 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 309.

(39)

30

baru.20 Hingga berakhirnya keanggotaan DPR RI KH. Yusuf Hasyim di Senayan

pada tahun 1977.

Walaupun telah resmi meninggalkan Senayan tapi KH. Yusuf Hasyim tidak

begitu saja meninggalkan aktivitas politik. Sebab sebagai salah seorang ketua

PBNU, beliau cukup aktif dalam muktamar NU 1984 di Situbondo yang

menghasilkan kemputusan kembali ke Khittah 1926 dan menerima pancasila

sebagai asas tunggal. Langkah kembali ke Khittah 1926 ini diantaranya

dilatarbelakangi oleh kekecewaan marginalisasi NU di PPP. Dominasi HJ Naro

di PPP meningkatkan kekecewaan para politisi dan ulama NU atas lemahnya

kepemimpinan Idham Chalid. Idham Chalid yang pada saat itu merupakan ketua

umum NU mengajukan pengunduran dirinya kepada para kiai. Namun dalam

perkembangannya kemunduran Idham Chalid juga memicu kontroversi

dikalangan NU, akhirnya Idham Chalid mencabut surat pengundurannya pada 14

Mei 1982. Hingga saat NU seolah terpecah menjadi dua kubu yakni Kubu Cipete

(dinamai sesuai kediaman Idham) dan kubu Situbondo (tempat pesantren Kiai

As’ad) disebut juga sebagai kubu kultural. Kekisruhan kelompok elite NU ini

jelas membawa dampak buruk bagi NU sendiri.

Menjelang pemilu 1987, KH. Yusuf Hasyim termasuk salah satu tokoh utama

pembubaran PPP karena banyak kiai yang merasa dirugikan oleh kepemimpinan

HJ Naro. Menjelang pemilu 2004 KH. Yusuf Hasyim mendirikan Partai

Kebangkitan Umat (PKU). Menurut KH. Yusuf Hasyim (ketua umum PKU),

berdirinya PKU adalah wujud kekecewaan terhadap PKB, KH. Yusuf Hasyim

(40)

31

menegaskan bahwa legitimasi tunggal yang yang diberikan PBNU kepada PKB

menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid tidak mau mendengarkan aspirasi

warga NU secara menyeluruh.

Selain itu KH. Yusuf Hasyim juga menilai bahwa penyusunan pengurus PKB

terkesan kurang akomodatif terhadap komponen-komponen NU. Beliau juga

mengatakan, masuknya beberapa kerabat dan orang dekat Abdurrahman Wahid

serta putra Kiai Kholil Bisri, PKB terkesan tidak bebas dari nepotisme, suatu hal

yang bertentangan dengan semngat reformasi.21 Berdirinya PKU tidak

mendapatkan banyak suara dalam pemilu sehingga harus menerima degradasi.

Setelah pembubaran PKU KH. Yusuf Hasyim masih bersimpati kepada

junior-juniornya yang ada di PPP dan memberikan pesan-pesan dan arahan agar

sesama orang NU harus tetap utuh jangan ada perpecahan akibat perebutan

jabatan ketua umum PPP.

2. Mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng

Tiga bulan sebelum peristiwa G30S/PKI tahun 1965, pengasuh pondok

pesantren Tebuireng saat itu KH. Abdul Kholiq Hasyim meninggal dunia.

Kepergian KH. Kholiq mengharuskan KH. Yusuf Hasyim meneruskan

perjuangan KH. Kholiq di pondok pesantren Tebuireng. Saat menjadi pengasuh

pondok pesantren Tebuireng KH. Yusuf Hasyim masih menjabat sebagai

anggota fraksi DPR RI fraksi PPP.22

21 Bahrul Ulum, Bodohnya NU atau NU dibodohi; jejak langkah NU era reformasi (Yogyakarta:

Ar-Ruzz, 2002), 177.

22A. Mubarok Yasin dan Fathurrahman Karyadi, Profil Pesantren Tebuireng (Jombang:Pustaka

(41)

32

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan berasrama yang terdapat di

Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam

pengetahuan tentang Alquran dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa

Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut

sebagai santri) belajar di sekolah yang ada didalamnya, sekaligus tinggal pada

asrama yang disediakan oleh pesantren.

Pondok pesantren tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta

telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal

berdirinya pesantren masih sangat sederhana, kegian belajar mengajar dilakukan

di sebuah masjid dengan beberapa orang santri. Kemudian semakin banyak

santri yang belajar maka didirikanlah pondok-pondok sebagai tempat tinggal.

pesantren paling tidak mempunayai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga

pendidikan Islam, lembaga dakwah, dan sebagai lembaga pengembangan

masyarakat.

Dalam perkembangannya pesantren menjadi lembaga sosial yang

memberikan warna khas bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. Perananya

pun berubah menjadi agen pembaharuan dan agen pembangunan masyarakat.23

Sehingga Jombang mempunyai motto kota Beriman dan mendapat sebutan

sebagai kota santri karena banyaknya pondok pesantren di Jombang.

Dalam kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim pesantren Tebuireng mengalami

beberapa kemajuan diantaranya membuka Universitas Hasyim Asy’ari (1967),

mendirikan Madrasah Huffadz Alquran sekarang Madrasatul Qur’an/MQ

23

(42)

33

(1971), mendirikan SMP dan SMA (1975).24 Pada tahun 1972 dibentuklah

madrasah persiapan Tsanawiyah sebagai jawaban atas kebutuhan santri lulusan

sekolah dasar dan lanjutan umum untuk dapat memasuki madrasah Tsanawiyah

Tebuireng yang sarat dengan pelajaran agama.

Pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim mendirikan perpustakaan yang sekarang

dikenal dengan perpustakaan Wahid Hasyim. KH. Yusuf Hasyim adalah

pemerkasa berdirinya perpustakaan Wahid Hasyim yang berada di gedung KH.

Yusuf Hasyim.25

Kemudian pada tahun 1975 didirikan SMP dan SMA Wahid Hasyim.

Disamping sebagai lembaga pendidikan umum SMP dan SMA Wahid Hasyim

mendirikan kelas yang menampung laki-laki dan perempuan dalam satu kelas.

Pemberlakuan kelas ini mendapatkan reaksi keras dikalangan masyarakat karena

merupakan suatu budaya yang belum ada pada dunia pesantren saat itu. Namun

hal itu lambat laun hilang dengan sendirinya karena banyak yang berminat,

hingga pada tahun 2000-an telah dipenuhi oleh 1000-an siswa dari berbagai

penjuru tanah air. Pada tahun 1989 KH. Yusuf Hasyim mendirikan koperasi Jasa

Boga (Jabo) sebagai antisipasi semakin padatnya kegiatan belajar santri.

Koperasi ini khusus melayani dan menangani kebutuhan makan santri

sehari-hari. Dengan adanya koperasi ini diharapkan para santri tidak perlu khawatir

dengan kebutuhan pokoknya. Santri dapat berkonsentrasi dengan baik pada

belajarnya. Sedangkan madrasah aliyah yang pada awalnya memiliki siswa

150-an siswa pada tahun 1990 jumlah sisw150-anya mencapai 600-700 siswa d150-an pada

24 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 307.

(43)

34

tahun 2000-an ruang belajar madrasah aliyah telah dilengkapi dengan Over

Head Proyektor (OHP) di setiap kelas.

KH. Yusuf Hasyim juga melakukan peraturan yaitu mengharamkan rokok

bagi santri, karena banyaknya mudharat yang dihasilkan oleh rokok, yaitu:

borosnya keuangan santri karena digunakan untuk merokok, akhirnya santri

menggunakan uang yang akan dibayarkan SPP untuk membeli rokok, banyak

walisantri yang mengeluhkan hal tersebut; banyaknya santri yang tidak merokok

terkena penyakit karena menghirup asap rokok, hal itu terjadi ketika malam hari

santri yang merokok didalam kamar menutup jendela kamar, sehingga asap

rokok yang dihasilkan dihirup oleh santri lain yang sedang tidur. Apabila santri

melanggar dengan tiga kali peringatan, maka KH. Yusuf Hasyim akan

mengeluarkan santri tersebut.26

Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa pengasuhan KH. Yusuf Hasyim

mengalami kemunduran yakni banyaknya santri yang keluar dari pesantren

karena menganggap tidak ada pengasuhnya. Hal tersebut di klarifikasi oleh

Bapak Muhsin salah satu abdi ndalem yang juga akrab dengan KH. Yusuf

Hasyim. Setiap pondok pesantren pasti mengalami pasang surut begitu juga

Tebuireng, namun hal tersebut dapat diatasi dengan baik karena selama KH.

Yusuf Hasyim menjabat sebagai DPR beliau juga masih sering mengunjungi

Tebuireng, dan ketika KH. Yusuf Hasyim tidak di Tebuireng pengurusan

pondok dilaksanakan oleh KH. Syansuri Badawi di bidang kepondokan dan

(44)

35

adanya bagian-bagian tiap bidang yakni bidang universitas dan bidang

madrasah.27

Setelah 41 tahun mengasuh pondok pesantren Tebuireng KH. Yusuf Hasyim

menyerahkan tongkat kepemimpinan Pondok Pesantren Tebuireng kepada

keponakannya, KH Salahudin Wahid (Gus Sholah). Gus sholah adalah putra

almarhum KH Wahid Hasyim dan Ibu Solichah binti Bisri Syansuri.28 Acara

penyerahan digelar bersamaan Tahlil Akbar dan Pertemuan Alumni Ponpes

Tebuireng. Dalam kesempatan itu KH. Yusuf Hasyim menyatakan, sudah

saatnya Pondok Pesantren Tebuireng melakukan regenerasi pada pucuk

pimpinan. Ini diperlukan agar terjadi proses yang sehat dalam tradisi suksesi.

Usia KH. Yusuf Hasyim pada saat itu sudah mencapai 77 tahun. Dengan usia 77

tahun KH. Yusuf Hasyim menjadi pimpinan tertua di kalangan ponpes

se-Kabupaten Jombang. Tidak berapa lama setelah penyerahan pimpinan, KH.

Yusuf Hasyim juga meninggalkan ''rumah dinas'' yang disebutnya sebagai

ndalem kasepuhan, yang dulunya rumah pribadi almarhum KH Hasyim Asyari.

KH. Yusuf Hasyim pindah di kediamannya sendiri daerah Cukir yang masih

dekat dengan Tebuireng. Kepada Gus Sholah, KH. Yusuf Hasyim meminta agar

istiqamah dan berpegang teguh pada semangat perjuangan pondok yang

digariskan mendiang KH Hasyim Asy’ari.

E. Wafatnya KH. Yusuf Hasyim

Setelah 41 tahun mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng akhirnya pada 13

April 2006 KH. Yusuf Hasyim menyerahkan jabatan kepemimpinan pondok

(45)

36

pesantren kepada Ir. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah. Pada waktu itu usia KH.

Yusuf Hasyim sudah mencapai 77 tahun. KH. Yusuf Hasyim menjadi Kiai tertua

dalam memimpin pondok pesantren se-kabupaten Jombang jika dibandingkan

dengan KH. Sholeh Tambakberas Jombang (72 tahun), KH. Asad Umar Darul Ulum

Peterongan Jombang (73 tahun) dan menjadi pengasuh terlama di pondok pesantren

Tebuireng.

Setelah penyerahan jabatan kepemimpinan KH Yusuf Hasyim pindah ke

kediamannya sendiri yakni dari ndalem kesepuhan atau yang dulu ditempati sebagai

rumah KH. Hasyim Asyari ke rumah Cukir tepatnya di selatan Tebuireng.

Pada akhir tahun 2006 kesehatan KH. Yusuf Hasyim sudah menurun, hingga

pada 30 Desember 2006 KH. Yusuf Hasyim jatuh dari kamar mandi kemudian

dirujuk ke RSUD Jombang dan dirawat selama tiga hari. Kesehatan yang semakin

menurun membuat KH. Yusuf Hasyim di rujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Kemudian pada 11 Januari 2007 KH. Yusuf Hasyim menjalani operasi kecil untuk

mengeluarkan lendir dari tenggorokan yang terluka akibat terlalu sering muntah.

Namun ternyata virus yang di lendir sudah menjalar sampai ke paru-paru. 14 Januari

2007 KH. Yusuf Hasyim meninggal dunia di rawat inap Graha Amerta DR. Soetomo

Surabaya. Pemakaman dilakukan pada tanggal 15 Januari 2007 di Pondok Pesantren

Tebuireng.29

Menurut beberapa sumber buku, beberapa hari sebelum meninggal, KH.

Yusuf Hasyim berkeliling ke beberapa pondok pesantren di Jombang untuk menemui

kiai-kiai. Dalam kunjungan tersebut KH. Yusuf Hasyim tidak terlalu banyak yang

29Syaifullah Ibnu Nawawi, “Yusuf Hasyim Sang Pendobrak Tebuireng” dalam

(46)

37

dibicarakan kecuali masalah umat dan masalah pondok pesantren. Apa yang

dilakukan KH. Yusuf Hasyim ini dibilang tidak seperti biasanya, sehingga dianggap

sebagai pamitan sebelum pergi selamanya menurut masyarakat Jawa.

Kepergian KH. Yusuf Hasyim meninggalkan kepedihan yang luar biasa bagi

kalangan keluarga Pondok pesantren Tebuireng khususnya. KH. Yusuf Hasyim

(47)

38

BAB III

LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBULLAH

A. Latar Belakang Berdirinya Hizbullah

Jika berbicara mengenai Hizbullah maka tidak akan lepas dari kedudukan

Jepang di Indonesia, karena akibat dari kebijakan-kebijakan Jepang maka Hizbullah

terbentuk. Jepang merupakan negara tertutup dibawah pemerintahan militer yang

disebut shogun yang berarti Jendral. Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1940

untuk mempengaruhi pemerintahan Hindia Belanda di Batavia karena pada waktu itu

Indonesia masih dibawah kekuasaan Belanda tetapi karena sikap permusuhan dan

penolakan kerjasama yang ditunjukkan pemerintah Hindia Belanda menyebabkan

Jepang memutuskan menguasai Hindia Belanda dengan kekerasan.

Dalam upaya untuk merebut Hindia Belanda, Jepang telah membuat beberapa

strategi penyerangan untuk merebut Indonesia. Hingga pada 8 maret 1942, Letnan

Jenderal H. Terpoorten selaku panglima sekutu di Hindia Belanda akhirnya

menandatangani dokumen penyerahan kepada Letnan Jenderal Immamura di lapangan

terbang Kalijati, Jawa Barat. Seluruh wilayah Indonesia yang dipimpin oleh Hindia

Belanda ditaklukkan oleh Jepang dan hampir 100.000 orang Eropa dimasukkan ke

kamp-kamp tawanan.1

Penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Terpoorten, panglima

angkatan perang Hindia Belanda atas nama angkatan perang serikat di Indonesia

kepada tentara ekspedisi Jepang dibawah pimpinan Letnan Hithosi Immamura

(48)

39

berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi ditegakkan

kekuatan Jepang. Indonesia memasuki suatu periode baru yaitu periode pendudukan

militer Jepang.2

Pada mulanya kedatangan Jepang disambut dengan sukacita, karena Jepang

telah membantu rakyat Indonesia bebas dari penjajahan Belanda selama 3,5 abad.

Jepang datang ke Indonesia dengan membawa semboyan 3A yakni, Nippon cahaya

Asia, Nippon pemimpin Asia dan Nippon pelindung Asia. Kedatangan Jepang

membuat rakyat Indonesia menaruh harapan pada Jepang akan kemerdekaan

Indonesia, ternyata itu hanyalah sebuah cita-cita yang tidak tercapai karena Jepang

sebenarnya sama saja seperti Belanda yakni ingin menguasai Indonesia. Kebijakan

dari pemerintahan Jepang membuat semua orang tersadar bahwa Jepang tidak lebih

dari sekedar negara penjajah sama dengan negara-negara Eropa.

Jepang membuat kebijakan-kebijakan baru yang pada intinya adalah

menguntungkan Jepang terutama untuk menghadapi perang Asia Timur Raya. Lagu

Indonesia raya dan bendera merah putih dilarang digunakan digantikan dengan lagu

kebangsaan Jepang kimigayo dan bendera Jepang Hi-no-maru. Hanya beberapa

organisasi yang diperbolehkan Jepang, itupun organisasi yang dibuat sendiri oleh

Jepang, seperti gerakan Tiga A. Gerakan Tiga A merupakan merupakan organisasi

propaganda untuk kepentingan perang Jepang tujuannya agar rakyat Indonesia dengan

sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang.

2 Nugroho Notosusanto dan Marwati D.P, Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),

(49)

40

Gerakan Tiga A tidak bertahan lama kemudian digantikan dengan PUTERA

(Pusat Tenaga Rakyat). Tujuannya masih sama yakni untuk membantu usaha Jepang

menghadapi perang Asia Timur Raya. Kemudian karena Jepang menganggap

PUTERA hanya menguntungkan pihak Indonesia dibanding Jepang maka Jepang

membubarkan PUTERA dan kemudian membentuk Jawa Hokokai yang mencakup

semua golongan masyarakat termasuk Cina dan Arab. Secara tegas Jawa Hokokai

dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah.

Dilain sisi Jepang juga menyadari bahwa Islam merupakan agama mayoritas

di Indonesia. Oleh karena itu Jepang mengambil simpati masyarakat Islam di

Indonesia agar kedudukan Jepang semakin aman. Jepang menyadari bahwa Islam

merupakan salah satu sarana terpenting untuk langkah infiltrasi guna menanamkan

pengaruh dan pikiran serta cita-cita fasisme mereka.

Golongan Islam memperoleh lebih banyak kelonggaran dibandingkan dengan

golongan nasionalis sekuler karena menurut Jepang golongan Islam dinilai lebih anti

Barat karena soal agama, sehingga Jepang dapat mengandalkan golongan Islam.3

Berbagai cara dilakukan Jepang untuk menarik simpati umat Islam. Jepang menerima

permintaan para ulama untuk tidak membubarkan MIAI. MIAI merupakan organisasi

Islam yang dibentuk pada masa penjajahan Belanda. MIAI merupakan wadah

organisasi penting bagi umat islam untuk melakukan konsolidasi dan mengatur siasat

menghadapi penguasa pendudukan Jepang, tetapi karena adanya dekrit pemerintahan

Jepang yang melarang aktifitas politik bangsa Indonesia menjadikan MIAI mengalami

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ketika variabel sikap pada informasi dijadikan setelah dikontrol (dibuat konstan) nilai koefisien korelasi intensitas

Penerapan akuntansi yang baik oleh instansi pemerintah dan pengawasan yang optimal terhadap kualitas laporan keuangan instansi pemerintah diharapkan akan dapat

Solusi alternatif penentuan posisi titik tetap dapat dilaksanakan dengan pengamatan GPS secara stand- alone.Dalam penelitian ini, pengamatan dilaksanakan menggunakan

Mekanisme kontrol serta audit Sistem Informasi dan audit Teknologi Informasi yang digunakan adalah audit kerangka kerja COBIT 5 dan ITIL V.3, dimana IT assurance ini

Setelah melakukan uji persyaratan analisis data, langkah selanjutnya dilakukan perhitungan pengujian hipotesis yaitu dengan teknik korelasi dan regresi ganda, Dari

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti laksanakan, ternyata guru penjasorkes Sekolah se- Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Melawi, jumlah guru yang termasuk

Pulau Buru dan khususnya Kabupaten Buru memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang sekiranya sangat besar, mulai dari kandungan emas hingga potensi panas bumi,

Dengan mengamati gambar kegiatan yang disajikan, siswa mampu menyajikan pecahan ( ) yang bersesuaian dengan bagian dari keseluruhan suatu benda konkret dengan cermat.. Dengan