PERAN KH. MUHAMMAD YUSUF HASYIM
DALAM BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)
SKRIPSI:
Diajukan untuk Memenuhi SebagianSyarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh
Hanim Nur Khisbiyah NIM: A0.22.12.055
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM
BARISAN TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)”. Adapun penelitian ini
difokuskan pada: (1) Bagaimana biografi KH. Yusuf Hasyim? (2) Bagaimana latar belakang berdirinya Hizbullah? (3) Bagaimana peran KH. Yusuf Hasyim dalam barisan tentara Hizbullah?
Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengkritik, dan menafsirkan data dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Dalam teori penelitian ini menggunakan teori politik dan teori kepemimpinan Max Weber yakni teori genetik dan teori sosial. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif naratif.
ABSTRACT
This thesis titled, “PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM BARISAN
TENTARA HIZBULLAH (1945-1956)”. As this study focused on: (1) How KH.
Yusuf Hasyim biography? (2) How Hizbullah exist? (3) How KH. Yusuf Hasyim role ini Hizbullah from 1944 to 1956?
To answer the above problems the author uses historical method (historical), which is a step in reconstructing the past systematically and objectively by collecting, criticize and interpret data in order to establish the facts and conclusions. In this study using the theory of political theory and theories of leadership belongs to Max Weber that the genetic theory and social theory. Furthemore, the data were analyzed with descriptive methods.
H. Sistematika Pembahasan ... 14
BAB II: BIOGRAFI KH. M. YUSUF HASYIM A. Genealogi ... 16
B. Masa Kecil dan Pendidikan ... 21
C. Masa Pernikahan... 25
D. Peran Dalam Masyarakat 1. Peran Dalam Karir Politik ... 26
2. Mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng ... 31
BAB III: LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBULLAH
A. Sejarah Berdirinya Hizbullah ... 38
B. Tokoh-tokoh Hizbullah 1. KH. Wahid Hasyim ... 47
2. KH. Zainul Arifin ... 49
3. KH. Munassir Ali ... 50
4. KH. Hasyim Latif ... 50
C. Pelatihan Militer Hizbullah ... 51
BAB IV: PERAN KH. YUSUF HASYIM DALAM HIZBULLAH (1945-1956) A. Bergabung Dalam Barisan Hizbullah ... 55
B. Karir di Militer 1. Pangkat Pertama di Hizbullah ... 57
2. Rekontruksi dan Rasionalisasi (RERA) ... 59
3. Bergabung Dalam Batalyon Condromowo ... 62
4. Mundur dari TNI ... 63
C. Peran Hizbullah Pada Pertempuran 10 November 1945 ... 65
D. Berjuang Melawan Pemberontakan ... 66
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, baik yang dipikirkan, dikerjakan,
dan dialami oleh orang sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian
ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang sudah semestinya bersumber
pada fakta. Sejarah harus memberikan informasi yang lengkap, jelas dan objektif.
Sumber yang dimiliki haruslah sumber yang sah sehingga hasil akhir adalah
adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta.1
Peristiwa sejarah tidak dapat diulang kembali, ibarat sebuah radio tidak
dapat diputar kembali. Sejarah bangsa Indonesia sendiri sangat signifikan karena
peristiwa sejarah pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan memiliki
pengaruh yang sangat besar pada masa depan bangsa Indonesia. Apalagi sejarah
Indonesia yang sedikit banyak telah mengalami perubahan atau memang sengaja
dirubah dari peristiwa aslinya oleh beberapa pihak sangat merugikan generasi
selanjutnya. Seharusnya itu adalah tugas bagi seorang sejarawan untuk mengulas
semua yang sengaja dihilangkan dari fakta sejarah. Namun, semua tidak bisa
terlaksana atau masih minim karena minimnya sumber primer yang ada. Generasi
penerus seolah kehilangan akal untuk menerjemahkan sejarah menjadi nilai-nilai
keteladanan yang senantiasa harus tetap hidup di lingkungan dan zaman yang
berbeda, karena “Bangsa yang besar adalah bangsa yang peduli pada sejarah”.
2
Terlepas dari semua itu, sejarah tidak akan lepas dari peran seorang tokoh,
tokoh dalam sejarah berperan aktif sebagai penghidup sebuah peristiwa sejarah.
setiap zaman selalu memiliki tokohnya sendiri. diantara mereka ada yang menjadi
serupa mutiara karena idealisme, integritas yang menawan dan pengorbanan yang
luar biasa. Tujuan mereka sama, yaitu mewujudkan Indonesia sebagai bangsa
yang berdaulat dan merdeka. Tidak akan ada sejarah jika tidak ada tokoh yang
berperan didalamnya. tugas kita sekarang adalah memperkenalkan mutiara itu dan
mengajarkannya.2
Siapa yang tidak mengenal Soekarno, Soeharto seorang tokoh yang
berperan aktif dalam kemerdekaan. Soekarno dan Soeharto sebagai pejuang
kemerdekaan tidak lepas dari tokoh lainnya, terutama tokoh Islam dalam hal ini
adalah tokoh pesantren, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Hasbullah, KH.
Wahid Hasyim semua tidak asing dengan nama-nama tersebut, seorang pejuang
dari pondok pesantren dari Jombang, sehingga pada masa penjajahan Jepang
Jombang diserang oleh Jepang terutama wilayah pondok pesantren seperti
Tebuireng dan Tambakberas. Hebatnya tokoh-tokoh tersebut tidak berhenti
perjuangannya bahkan ketika sudah meninggal karena muncul generasi
selanjutnya yakni murid-muridnya, anak-anaknya dan saudaranya masih terus
berjuang mempertahankan bangsa Indonesia. Begitu banyak tokoh pesantren yang
tidak kita ketahui yang berperan baik sebelum kemerdekaan maupun sesudah
kemerdekaan.
3
Pesantren merupakan tempat penting sebagai tempat penggemblengan
para tokoh yang sampai saat ini masih terus dikenang. Salah satunya pesantren
yang cukup terkenal adalah pesantren Tebuireng. Pesantren yang terletak di
sebuah kota kecil berjarak sekitar 80 km dari pusat Provinsi Jawa Timur
(Surabaya) memiliki permata indah yang tidak dapat dibeli oleh apapun. Melalui
jasa-jasanya mampu melahirkan pemikiran dan gagasan berlian bagi kemajuan
bangsa Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Sumbangsih
dari jasa-jasanya inilah yang harus diteladani bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satunya adalah tokoh yang bernama KH. Muhammad Yusuf Hasyim,
mungkin hanya beberapa orang yang mengetahui sosok beliau, karena memang
masih sedikitnya buku yang membahas mengenai sosok KH. Muhammad Yusuf
Hasyim, padahal beliau adalah putra bungsu KH. Hasyim Asyari seorang ulama
besar juga pahlawan Indonesia.
KH. M. Yusuf Hasyim atau biasa dipanggil dengan nama Pak Ud lahir di
Jombang, 3 Agustus 1929. Putra bungsu Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyari dan
Nyai Nafiqoh dari 10 bersaudara, Hannah, Khairiyah, Aisyah, Azzah, Abdul
Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholiq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh dan
Muhammad Yusuf.3 Beliau adalah tokoh nasional yang menjadi pengasuh
pondok pesantren Tebuireng Jombang yang cukup lama yakni tahun 1965-2006.4
3M. Halwan, Sang Pejuang Sejati: KH. Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri (Jombang:
Pustaka Ikapete, 2007),1.
4Ahmad Mubarok Yasin dan Fathurrahman, Profil Pesantren Tebuireng (Jombang:
4
Beliau merupakan pejuang barisan hizbullah. Tidak bisa dipungkiri bahwa
pesantren dan santri erat kaitannya dengan barisan hizbullah, karena hizbullah
sendiri terbentuk atas prakarsa tokoh pesantren yakni KH. Wahid Hasyim, kakak
kandung KH. M. Yusuf Hasyim dan putra tertua KH. Hasyim Asyari.
Hizbullah pada mulanya didirikan untuk mendidik para santri dalam
kemiliteran, selain itu yang melatarbelakangi timbulnya tokoh-tokoh Islam untuk
mendirikan Hizbullah adalah bahwa berperang untuk mempertahankan agama
Allah hukumnya wajib. Banyak santri yang berbondong-bondong untuk masuk
menjadi anggota Hizbullah. Tidak ketinggalan pula putra KH. Hasyim Asyari,
yakni Yusuf Hasyim, meskipun pada waktu itu Yusuf Hasyim masih remaja,
namun semangatnya luar biasa.
Beliau banyak berperan untuk bangsa Indonesia. Beliau adalah tokoh
nasional yang jarang diekspos jika dibandingkan dengan ayahnya Hasyim Asyari,
kakaknya Wahid Hasyim dan keponakannya Abdurrahman Wahid. Bagaimanapun
juga beliau adalah pejuang, pejuang tetaplah pejuang bagi rakyat meskipun tidak
digembor-gemborkan tetap saja pahlawan bagi para pecintanya. Oleh karenanya
meneladani para pejuang merupakan salah satu bentuk penghormatan daripada
Ceremony pemberian gelar pahlawan setiap 10 November.5
Dari latar belakang tersebut dari sini penulis ingin membahas mengenai
sosok KH. Muhammad Yusuf Hasyim yang lebih difokuskan kepada peran beliau
dalam barisan tentara Hizbullah, yang berjudul “Peran KH. Muhammad Yusuf
Hasyim dalam barisan tentara Hizbullah pada tahun 1945-1956”.
5Bonnie, “
5
Skripsi ini juga akan mengulas biografi KH. Yusuf Hasyim, karena dari
biografi inilah yang melatar belakangi kepribadian beliau. Biografi sendiri berasal
dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan graphien yang artinya
tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat
hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun
juga dapat berupa lebih dari satu buku. Biografi adalah buku riwayat hidup
seseorang yang ditulis oleh orang lain yang bertujuan untuk menganalisa dan
menerangkan beberapa peristiwa dalam hidup seseorang.
Penelitian tentang studi tokoh atau biografi memang sudah lama menarik
minat banyak kaum pelajar karena kepentingan dan relevansi studi tokoh yang
sangat penting untuk dilakukan setiap zaman.6 Apalagi jika tokoh yang dibahas
memiliki peran yang cukup penting bagi bangsa Indonesia.
Diantara alasan penulis mengangkat judul ini adalah. Pertama, karena
dengan meneliti mengenai studi tokoh seorang yang memliki peran penting dapat
menambah wawasan penulis untuk lebih menghargai jasa para tokoh yang ada.
Kedua, karena masih sedikitnya pembahasan mengenai Hizbullah terutama para
pejuang Hizbullah yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan Indonesia,
padahal Hizbullah memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan
Indonesia. Ketiga, karena ketertarikan penulis akan sosok kiai yang mengambil
peran penting dalam kemiliteran yaitu Hizbullah, dalam hal ini adalah KH. M.
Yusuf Hasyim.
6
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi KH. Muhammad Yusuf Hasyim?
2. Bagaimana Latar Belakang Terbentuknya Hizbullah?
3. Bagaimana Peran KH. Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah pada
tahun 1945-1956?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Biografi KH.Muhammad Yusuf Hasyim.
2. Untuk mengetahui Latar Belakang Terbentuknya Hizbullah.
4. Untuk Mengetahui Peran KH. Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah
Pada Tahun 1945-1956.
D.Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelar Strata Satu di Fakultas Adab dan
Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
2. Untuk Memberikan Informasi Mengenai Peran KH. Muhammad Yusuf Hasyim
dalam Barisan Tentara Hizbullah Pada Tahun 1945-1956.
3. Untuk Tambahan Referensi dan Bahan Koleksi di Perpustakan Bagi
Mahasiswa Uin Sunan Ampel Surabaya.
E.Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Untuk menjelaskan dan menjawab persoalan-persoalanyang akan menjadi
kajian skripsi yang akan datang penulis menggunakan pendekatan historis dalam
7
Hasyim, meliputi pendidikannya, serta posisi dan perannya baik dalam bidang
keagamaan, sosial dan politik, karena dengan itulah yang melatarbelakangi beliau
masuk dalam barisan tentara Hizbullah.
Kemudian untuk melengkapi analisis, penulis juga menggunakan
pendekatan sosiologis sebagai alat bantu. Pendekatan sosiologi dalam hal ini
untuk menganalisis segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, misalnya golongan
sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain,
konflik berdasarkan kepentingan, ideologi dan sebagainya.7
Secara umum penelitian ini menggunakan penelitian sejarah naratif.
Menurut Sartono Kartodirjo, sejarah naratif adalah sejarah yang mendeskripsikan
masa lampau dengan merekonstruksi apa yang terjadi, serta diuraikan sebagai
cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting diseleksi dan diatur
menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun sebagai cerita (story).8 Dalam
skripsi yang akan diteliti ini akan dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang
tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa, karya
dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh.9
Selain itu penulis juga menggunakan teori kepemimpinan Max Weber
seperti dikutip oleh Sunidhia, yaitu Teori sosial dan teori genetik, yaitu:
7Sartono Kartodirjo,Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama,1992), 4.
8Ibid., 9.
8
1. Teori sosial yang menyatakan setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui
usaha penyiapan, pendidikan dan pembentukan serta didorong oleh kemajuan
sendiri dan tidak lahir begitu saja atau takdir dari Tuhan semestinya.10
2. Teori genetik yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dari keturunan,
tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang hebat dan ditakdirkan
menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun.
Hal ini penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana KH. Yusuf Hasyim
menjalankan peran sebagai seorang kiai, pejuang, tokoh politik dan juga sebagai
panutan dan sebagai seorang pemimpin di kelompoknya. Menurut Weber ada tiga
kepemimpinan yang dimiliki oleh para pemimpin agama, yaitu:
1. Tipe kepemimpinan karismatik, bahwa kepatuhan diberikan kepada pemimpin
yang diakui karena sifat-sifat keteladanan yang dimiliki.
2. Kepemimpinan tradisional, bahwa tugas mereka adalah mempertahankan
aturan-aturan yang telah berlaku dalam agama.
3. Kepemimpinan rasional-legal, bahwa kekuasaannya bersumber pada hukum
dan dibatasi hukum.11
Kemudian penulis juga menggunakan teori politik dimana jika seseorang
menduduki posisi sosial tinggi, memiliki status tinggi, maka akan ada kesempatan
dan keleluasan memperoleh bagian dari kekuasaan. Tidak hanya itu, bahkan dia
lebih mudah mengambil peranan sebagai pemimpin dan menyebarkan
pemikirannya.
9
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu dari berbagai penelusuran yang telah penulis
lakukan, telah ditemukan beberapa buku dan karya ilmiah yang terkait dengan
pembahasan mengenai tokoh pesantren yang berperan dalam perjuangan
Indonesia. Di antaranya sebagai berikut;
1. Buku Muhammad Halwan dan Yusuf Hidayat, Sang Pejuang Sejati: K.H
Muhammad Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri. Buku ini membahas
tentang K.H Yusuf Hasyim yakni mengenai diri, pemikiran, dan kehidupannya
sejak lahir hingga wafat serta pandangan beberapa sahabat dan santri.
2. Buku A. Mubarok Yasin dan Fathurrahman, Profil Pesantren Tebuireng, buku
ini membahas mengenai keluarga besar Tebuireng dan membahas profil K.H
Yusuf Hasyim selaku keluarga Pondok Pesantren Tebuireng dan pengasuh
keenam Pondok Pesantren Tebuireng.
3. Buku Isno El Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur, buku ini
membahas tentang perjuangan para santri Jawa Timur dalam barisan Hizbullah.
4. Skripsi Hendri Julianto, Perbandingan Abdurrahman Wahid dan Yusuf Hasyim
Tentang Visi dan Strategi Politik NU, Skripsi ini membahas mengenai
pemikiran politik K.H Yusuf Hasyim dan sekilas mengenai biografi K.H Yusuf
Hasyim.
5. Skripsi M. Ilham, Historiografi Peran Laskar Hizbullah pada Peristiwa 10
November 1945 di Surabaya, skripsi ini membahas mengenai Hizbullah pada
10
Sepanjang yang saya telusuri, skripsi atau tesis atau disertasi yang menulis
tentang KH. Yusuf Hasyim dalam barisan Hizbullah belum ada, karya ini baru
pertama. Beberapa judul buku di atas dengan judul skripsi yang peneliti tulis ini
berbeda. Adapun yang akan penulis teliti pada penelitian ini adalah tentang Peran
KH. Muhammad Yusuf Hasyim dalam Barisan Tentara Hizbullah (1945-1956).
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah,
metode tersebut dibagi menjadi empat tahap yakni: heuristik, kritik sumber,
interpretasi dan historiografi.
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Teknik yang digunakan dalam penulisan ini ialah teknik mencari
dan mengumpulkan data.12 Yaitu suatu proses yang dilakukan oleh peneliti
untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah. Data
yang digunakan berasal dari tiga kategori sumber.13 Yaitu:
a. Sumber Primer:
Sumber Tertulis: antara lain adalah karya K.H Yusuf Hasyim
berupa artikel-artikel majalah tahun 1986 yang diperoleh di perpustakaan
Tebuireng dan beberapa sumber arsip yakni undangan reuni pejuang
Hizbullah yang secara otomatis menyatakan bahwa KH Yusuf Hasyim
adalah seorang pejuang Hizbullah. Saat ini peneliti hanya menemukan
undangan reuni laskar Hizbullah yang termuat pada majalah Tebuireng,
11
karena piagam yang disimpan di kediaman KH. Yusuf Hasyim terkena
hujan ketika putra KH. Yusuf Hasyim yakni Gus Reza pindah rumah.14
Wawancara: wawancara dengan orang yang sezaman yaitu putra
kedua KH. Yusuf Hasyim yakni Gus Reza, Bapak Habib keponakan KH.
Munassir yang dulu menjabat sebagai letkol pada barisan Hisbullah dan
pak Habib ditugaskan sebagai sekertarisnya, Bapak Muhsin yakni salah
satu santri KH. Yusuf Hasyim yang cukup akrab dengan KH. Yusuf
Hasyim, Bapak Murtadji yang pernah menjabat sebagai pimpinan majalah
AULA, serta wawancara dengan beberapa orang yang mengenal KH.
Yusuf Hasyim baik teman maupun santri yang dulu sempat mengenal
beliau.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber pendukung untuk memperkuat data
yang ada. Diantara beberapa buku yang dijadikan penulis sebagai acuan
adalah buku M. Halwan Sang Pejuang Sejati K.H Yusuf Hasyim dimata
sahabat dan santri, Antologi NU yang sedikit mengulas mengenai KH.
Yusuf Hasyim, Buku Ali Yahya, Sama Tapi Berbeda:Potret Keluarga
Besar KH. A. Wahid Hasyim buku ini membahas tentang keseluruhan
keluarga besar KH. A. Wahid Hasyim, Buku Muhammad Rifa’i, Wahid
Hasyim, buku ini membahas tentang biografi Wahid Hasyim, tetapi hanya
sedikit dijelaskan juga tentang K.H Yusuf Hasyim, buku Muhammad
Rifa’i, KH. Hasyim Asyari, buku ini membahas tentang biografi KH.
12
Hasyim Asyari, tetapi hanya sedikit menjelaskan tentang KH. Yusuf
Hasyim, buku Mubarok Yasin, Profil Pesantren Tebuiren, serta buku-buku
dan majalah pondok pesantren tebuireng yang disitu sedikit banyak
membahas mengenai K.H Yusuf Hasyim.
Adapun skripsi terdahulu, yakni skripsi Hendri Julianto yang
membahas mengenai pemikiran politik Visi dan Misi Nahdlatul Ulama dan
skripsi M. Ilham yang membahas mengenai Laskar Hizbullah pada
pertempuran 10 November.
c. Sumber Tersier
Sumber tersier adalah sumber berupa peninggalan atau
benda-benda yang berkaitan dengan apa yang di teliti, dalam hal ini yakni
foto-foto KH. Yusuf Hasyim.
2. Kritik Sumber
Yaitu suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang
diperoleh agar memperoleh kejelasan mengenai keabsahan data. Dalam hal
ini ada dua kritik yaitu Kritik intern dan Kritik Ekstern. Mengenai Kritik
Intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan untuk melihat
apakah isi sumber tersebut cukup kredibel atau tidak, sedangkan kritik eksern
adalah kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan
autentik atau tidak.15
a. Kritik intern
13
Dalam penelitian kali ini kritik intern dilihat dari salah satu buku yang
didapat oleh peneliti. Buku yang berjudul Sang Pejuang Sejati: KH. Yusuf
Hasyim dimata sahabat dan santri. Buku tersebut adalah buku yang ditulis
oleh M. Halwan dkk, buku yang ditulis untuk memperingati haul KH.
Yusuf Hasyim. Buku tersebut berisi tentang KH. Yusuf Hasyim baik
dimata keluarga, teman maupun santri. Buku yang diperoleh dengan cara
wawancara dengan teman sezamannya yang sedikit banyak mengetahui
mengenai KH. Yusuf Hasyim, maka buku tersebut bisa dikatakan
merupakan sumber yang kredibel atau bisa dipertanggung jawabkan
karena merupakan hasil wawancara dengan orang yang jelas mengenal
KH. Yusuf Hasyim. Serta masih ada majalah-majalah pondok pesantren
Tebuireng, dimana majalah tersebut membahas mengenai sosok KH.
Yusuf Hasyim semasa memimpin pondok pesantren Tebuireng. Majalah
yang dibuat semasa KH. Yusuf Hasyim masih hidup. Dengan kata lain saat
majalah-majalah tersebut dibuat KH. Yusuf Hasyim masih bisa
mengoreksinya.
b. Kritik ekstern
Dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada orang yang
mengenal baik dengan KH. Yusuf Hasyim, yakni dengan keluarga salah
satunya dengan putra KH. Yusuf Hasyim Gus Reza serta kawan
seperjuangan yakni Bapak Habib, Bapak Muhsin.
14
Adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang
sumber-sumber yang didapatkan apakah sumber-sumber yang didapatkan dan
yang telah diuji autentisitasnya saling memiliki hubungan yang satu dengan
yang lain. Dengan demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap
sumber yang telah didapatkan. Dalam hal ini penulis mencoba menghubungkan
sumber yang didapatkan baik buku maupun majalah yang kemudian saling
dihubungkan, apabila antara satu sumber dengan yang lain saling berhubungan
dan tepat maka penulis yakin bahwa sumber tersebut memang benar adanya.
Namun, jika antara satu sumber dengan yang lain berbeda maka penulis akan
melihat sumber lain untuk kemudian dicocokkan sampai menemukan yang
tepat.
4. Historiografi (Penulisan)
Adalah penyusunan atau merekontruksi fakta-fakta yang telah
tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber
sejarah dalam bentuk tertulis.16 Dalam menyusun laporan penelitian ini,
penulis memperhatikan kaidah penulisan karya ilmiah yang mengacu pada
Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas
Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dalam penelitan ini disusun untuk mempermudah
pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan
penelitian ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab.
15
Bab I dipaparkan tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka teori,
penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II menjelaskan tentang biografi KH. M. Yusuf Hasyim yang meliputi
geneologi, lingkungan hidup, Masa kecil dan pendidkan, peran KH. Yusuf
Hasyim dalam masyarakat hingga wafatnya KH. Yusuf Hasyim.
Bab III membahas tentang Hizbullah, baik latar belakang berdirinya,
tokoh-tokoh yang berperan, serta peran para santri dalam barisan Hizbullah.
Bab IV difokuskan pada peran KH. M. Yusuf Hasyim dalam barisan
Hizbullah yakni pada tahun 1945-1956.
Bab V penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang
penulis paparkan mulai dari bab II sampai bab IV serta berisi saran-saran penulis
bagi penelitian yang telah dilakukan.
16
BAB II
BIOGRAFI KH. YUSUF HASYIM
A. Genealogi KH. Yusuf Hasyim
KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah putra bungsu Hadratus Syekh KH.
Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqoh. KH. Muhammad Yusuf Hasyim merupakan
bungsu dari sepuluh bersaudara, Hannah, Khairiyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid,
Abdul Hakim (Abdul Khaliq), Abdul Karim, Ubaidillah, Mashurroh, dan
Muhammad Yusuf.1
Ketika Nyai Nafiqoh meninggal dunia di tahun 1941, ayahnya KH. Hasyim
Asyari menikah lagi dengan ibu Masruroh yang kemudian dikaruniai empat orang
anak (Abdul Kadir Hasyim, Fatimah Hasyim, Chotijah Hasyim dan Yakub Hasyim
Abdul Kadir meninggal semasa bayi). Usia Yusuf Hasyim dengan kakak
kandungnya terpaut jauh. Seperti contoh kakak termuda Yusuf Hasyim, Abdul
Karim Hasyim lebih tua sepuluh tahun darinya.
KH. Muhammad Yusuf Hasyim adalah salah satu dari sedikit tokoh NU
yang menonjol. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ia menjadi seperti itu,
selain karena putra KH Hasyim Asyari, ia juga lebih dikenal pemberani dan gemar
sekali membaca pola kemasyarakatan. Bahkan menurut riwayat keluarga dikatakan
bahwa dikamar pribadinya lebih banyak terlihat surat kabar dan kliping-kliping
daripada kitab-kitab kuning yang biasa melekat pada keluarga kiai.2
1 M. Halwan, Sang Pejuang Sejati: KH. M. Yusuf Hasyim di Mata Sahabat dan Santri (Jombang:
Pustaka IKAPETE, 2008), 1.
2Generasi salaf, “KH. Yusuf Hasyim: Sang Jenderal Sejati” dalam
17
KH. Muhammad Yusuf Hasyim lahir pada 3 Agustus 1929 di Pondok
Pesantren Tebuireng Jombang. Jombang adalah kota agraris. Sebagian besar
penghasilan atau mata pencaharian penduduknya adalah bertani, khususnya padi.
Kondisi alamnya yang subur menjadikan para petani bisa bertahan mencukupi
kebutuhan sehari-harinya dan menempatkan populasi terbesar dan jenis pekerjaan
terbesar di kota tersebut. Tidak kurang dari 42% tanah Jombang dipergunakan
untuk areal persawahan. Letaknya di bagian tengah kabupaten dengan ketinggian
25-100 meter di atas permukaan laut. Lokasi itu ditanami padi dan palawija seperti
jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Sebagian tanah di Jombang adalah
perbukitan. Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti mangga, pisang,
jambu biji, sawo, pepaya, nangka, dan sirsak. Sementara di sebelah selatan banyak
ditanami tebu, kelapa, kapuk randu, dan jambu mente.
Berdasarkan cerita, kesuburan tanah di Jombang dipengaruhi oleh material
letusan Gunung Kelud yang terbawa arus deras Sungai Brantas dan Sungai Konto
serta sungai-sungai lain yang jumlahnya mencapai 39 buah. Sarana pengairan pun
tergolong memadai. Dari total pengairan yang ada 83,3% adalah irigasi teknis.3
Kota Jombang dikenal sebagai kota santri atau kota pesantren, karena
banyaknya pesantren yang ada di Jombang. Kota Jombang melahirkan beberapa
kiai dan pesantren yang terkenal, seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim
dengan Pesantren Tebuireng, KH. Wahab Hasbullah dengan Pesantren
Tambakberas, KH. Bisri Syansuri dengan Pesantren Denanyar, dan Kiai Romli
Tamim sebagai tokoh tarekat Naqsabandiyah.
3M. Rifa’i, Gus Dur KH. Abdurrahman Wahid: Biografi Singkat 1940-2009 (Jogjakarta: Garasi,
18
KH. M. Yusuf Hasyim atau biasa dipanggil dengan nama Pak Ud. Nama
“Ud” sendiri merupakan panggilan kesayangan untuk KH. M Yusuf Hasyim dari
ayahnya sendiri. Panggilan tersebut muncul ketika Yusuf Hasyim masih kecil dan
belum lancar berbicara, menyebut nama sendiri dengan nama Usud bukan Usuf atau
Yusuf.4 Putra seorang Kiai biasanya dipanggil dengan sapaan Gus, begitu pula
dengan Yusuf Hasyim akrab dipanggil dengan sapaan Gus Ud. Namun, saat ini
Yusuf Hasyim lebih dikenal dengan sapaan Pak Ud.
Dilihat dari Ayahanda KH. M. Yusuf Hasyim yakni KH. Hasyim Asy’ari
adalah seorang ulama besar. Silsilah dari jalur ayah ini bersambung hingga Joko
Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan Hadiwijaya yang
berasal dari kerajaan Demak. Sedangkan dari pihak ibu, silsilah itu betemu 23 pada
satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi salah satu raja Kerajaan
Majapahit.
Bentuk perjuangan KH. Hasyim Asyari dimulai ketika mendirikan pondok
pesantren Tebuireng Jombang. Tebuireng bukan hanya jauh dari kota Jombang
tetapi merupakan daerah yang sangat tidak aman. Disana ditempati masyarakat
yang belum beragama dan adat istiadatnya sangat bertentangan dengan
perikemanusiaan, seperti merampok, berjudi, berzina. Ketika itu jalan menuju
Tebuireng dipenuhi oleh rumah-rumah prostitusi dan warung minuman keras.
Kesimpulannya membangun pondok pesantren di Tebuireng pada saat itu menurut
pendapat beberapa masyarakat adalah sia-sia dan membuang waktu.5 Akan tetapi,
19
KH. Hasyim Asyari tetap gigih untuk mendirikian pondok pesantren Tebuireng
hingga akhirnya sampai kita kenal pondok pesantren Tebuireng saat ini.
KH. Hasyim Asy’ari juga mengambil peran penting ketika Indonesia dijajah
oleh Belanda dan Jepang. KH. Hasyim Asy’ari juga merupakan salah satu pendiri
organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Peran dan perjuangan
beliau bagi Indonesia mampu membawa beliau mendapatkan gelar Pahlawan
Nasional.
Sedangkan ibunya Nyai Nafiqoh adalah sosok perempuan pekerja keras
yang gigih dan ulet. Nyai Nafiqoh tidak hanya mengurus suami, anak, santri, tetapi
juga turut mendukung ekonomi keluarga dan pesantren. Nyai Nafiqoh memulai
harinya sejak subuh, dengan mengatur menu makan para santri dan pengajar.
Setelah itu beliau ikut mengurus kebun dan sawah milik keluarga. Hasil sawah dan
kebun digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah dan pesantren sisanya dijual di
warung.
Demikian ulet dan sabar dalam memutar keuangan keluarga, sehingga Nyai
Nafiqoh dikenal sebagai satu dari lima pribumi di Jombang yang sudah mampu
membeli mobil Ford buatan Amerika.6 Riwayat lain menyebutkan bahwa Nyai
nafiqoh istri kelima KH. Hasyim Asyari berasal dari keturunan Kiai Ageng Tarub
yang berhubungan darah dengan Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi mubaligh
Islam di Mataram Jogjakarta yang juga keturunan Panembahan Senopati Mataram.7
KH. Wahid Hasyim, kakak kandung KH. Yusuf Hasyim juga dinobatkan
sebagai pahlawan nasional dan pernah menjabat sebagai menteri agama RI. Hal
20
yang sangat fantastis pada pemikiran KH. Wahid Hasyim adalah pendirian sistem
pendidikan pesantren siniyah (klasikal) menjadi madrasah nidzam yang belum
pernah ada di pondok-pondok lain. Didalamnya diajarkan ilmu-ilmu agama dan
pengetahuan umum, seperti bahasa Jepang, Belanda, Inggris, dan lain-lain. Hingga
saat ini banyak pesantren yang meniru model pembelajran seperti ini, dengan
memasukkan pengajaran pelajaran umum dalam pesantren.
Di lingkungan hidupnya sendiri yakni di pesantren Tebuireng merupakan
pondok pesantren yang cukup terkenal di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal
pondok pesantren Tebuireng, pondok yang didirikan oleh ulama besar KH. Hasyim
Asyari, ulama ahli Fiqih dan pendiri organisasi terbesar Indonesia yakni Nahdlatul
Ulama. Pondok pesantren Tebuireng sebagai salah satu pusat perkembangan Islam
di Indonesia mampu melahirkan tokoh-tokoh yang membawa peran penting bagi
Indonesia dalam memimpin bangsa. Banyak Kiai tersohor dan tokoh NU terkemuka
adalah alumni pondok pesantren Tebuireng, seperti KH. Bisri Syansuri (Pimpinan
Pesantren Denanyar Jombang), KH. Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang),
KH. As’ad Syamsul Arifin (Salafiyah Syafiiyah, Situbondo), KH. Abdul Karim
(Lirboyo, Kediri), KH. Ahmad Shidiq (Mantan Rais Aam PBNU), dan KH. Zaini
Mun’im (Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo). Tebuireng juga melahirkan setidaknya
empat menteri agama, yakni KH. Wahid Hasyim, KH. Wahib Wahab, KH.
Muhammad Ilyas, dan KH. Tholhah Hasan. Bahkan cucu KH. Hasyim Asyari yakni
KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal Gusdur terpilih menjadi presiden
21
Dari Latarbelakang lingkungan seperti itu mampu menjadikan KH. Yusuf
Hasyim menjadi manusia yang berkepribadian pandai dan pemberani, salah satunya
ditunjukkan KH. Yusuf Hasyim ketika berperan sebagai barisan tentara Hizbullah
yang selanjutnya dileburkan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
B. Masa Kecil dan Pendidikan KH. Yusuf Hasyim
Masa kecilnya lebih dihabiskan untuk memperdalam ilmu keagamaan.
Disamping belajar langsung pada ayahandanya, sejak kecil Yusuf Hasyim
menerima pengajaran dari ayahnya untuk senantiasa bersikap egaliter dan
merakyat. Walaupun sebagai anak bungsu Yusuf Hasyim tidak bisa seenaknya
bermanja-manja. Dalam berdakwah KH. Hasyim Asy’ari sering membawa serta
Yusuf Hasyim. Selama dalam perjalanan naik mobil, kereta api, atau naik delman
KH Hasyim Asy’ari selalu memberi pengajaran kepada putra bungsunya ini,
terutama dalam alquran. KH. Hasyim Asyari selalu meminta Yusuf Hasyim untuk
mengulang hafalan ayat-ayat Alquran yang telah diajarkan sebelumnya.
Sejak umur 12 tahun Yusuf Hasyim sudah mondok diPesantren Alquran
Sedayu–Gresik yang diasuh Kiai Munawar. Kemudian melanjutkan ke Yogyakarta
untuk nyantri ke Pondok Pesantren Krapyak dibawah asuhan Kiai Ali Ma’sum.
KH. Yusuf Hasyim juga pernah belajar di Pondok Modern Gontor Ponorogo.
Outodidak atau belajar sendiri merupakan style Yusuf Hasyim di masa
remajanya. Hal itu disebabkan dia tidak sempat mengenyam pendidikan Formal
karena pada masa dulu Krapyak dan Gontor tidak se-formal sekarang. Bahkan
22
Yusuf Hasyim banyak terlibat dalam ketentaraan daripada belajar di pesantren.8
Kecerdasannya membuat KH. Yusuf Hasyim mampu mengikuti dengan cepat
pembelajaran yang belum pernah didapat dengan cara banyak bergaul dengan
cendekiawan-cendekiawan serta sering membaca.
Masa kecil Yusuf Hasyim banyak sekali mengalami goncangan, karena pada
masa kecilnya Jepang melakukan pengawasan ketat di Pondok Pesantren
Tebuireng. Hal tersebut tidak dipungkiri karena adanya keterlibatan ayahandanya
KH. Hasyim Asyari untuk menumpas kekuasaan Jepang. Saat itu pada tahun 1942
Jepang baru memasuki Indonesia dari kekuasaan Belanda yang telah menyerah
kepada Jepang. Jepang membuat peraturan yang membuat jengkel para ulama
utamanya KH. Hasyim Asyari.
Pada bulan maret 1942 Indonesia berada dibawah kuasa Jepang. Jepang
menghapus semua peraturan yang telah ditetapkan oleh kekuasaan Belanda pada
masa sebelumnya. Jika dulu Belanda bersikap represif terhadap Islam, maka Jepang
bersikap seolah bersahabat dengan Islam, tujuannya agar umat Islam yang menjadi
mayoritas di Indonesia menjadi pro-Jepang. Ini menjadi strategi untuk memperoleh
dukungan umat Islam.
Sikap Jepang yang seolah memberi kelonggaran kepada Islam tidak berarti
bahwa golongan Islam selalu tunduk kepada Jepang. Banyak hal-hal yang
dipraktekkan Jepang berlawanan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Hal ini
menyebabkan sebagian tokoh-tokoh Islam menarik dari kerjasama dengan Jepang
bahkan telah ada pemberontakan yang dipimpin golongan ulama seperti yang
23
terjadi di Singaparna, Indramayu dan Aceh.9 Salah satunya adalah tindakan seikerei
yaitu sikap membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi. Hal itu
merupakan kewajiban bagi setiap warga di wilayah kependudukan Jepang untuk
menghormati Kaisar Hirihito penguasa tahta Jepang. Begitu pula warga di wajibkan
untuk membungkukan badan setiap kali berpapasan dengan tentara Dai Nippon.
Sikap seperti itu jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu dengan
tegas KH. Hasyim Asyari menolak melakukan seikerei. Penolakan tersebut
menyebabkan KH. Hasyim Asyari dan kerabatnya di tahan dibawah ancaman
Jepang.
Penahanan KH. Hasyim Asyari tersebut menyebabkan proses belajar
mengajar di Tebuireng menjadi terkendala. Istri kedua KH. Hasyim Asyari, Nyai
Masruroh meninggalkan Tebuireng bersama keluarga lainnya menuju pesantren
Denanyar untuk sementara waktu. Karena kebanyakan dari keluarga Tebuireng
menjadi tentara maka Tebuireng menjadi salah satu incaran Jepang. Banyak dari
anggota Hizbullah yang bersembunyi ditempat-tempat yang tidak diketahui Jepang.
Salah satunya KH. Munassir Ali Mojokerto yang merupakan komandan batalyon
Condromowo memilih bersembunyi di daerah Ploso Jombang, kemudian KH.
Hasyim Latif Sepanjang Sidoarjo sampai menyamar dengan mengganti namanya
menjadi KH. Latif Munir,10 tidak ketinggalan pula putra bungsu KH. Hasyim
Asyari, Yusuf Hasyim yang pada waktu itu masih berusia 13 tahun luput dari
penangkapan namun menyaksikan penangkapan ayahnya.
9 Nugroho Notosusanto dan Marwati D.P, Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), 26.
24
Yusuf Hasyim memilih kabur dan menyelinap untuk menghindari
pengejaran tentara Jepang. Yusuf Hasyim remaja memilih meninggalkan Jombang
menuju ke suatu tempat yang tidak terpikirkan akan menuju kemana. Ia menyelinap
ke sawah dan kebun-kebun, ketika suasana di rasa cukup aman barulah menuju
jalan raya dan sampai di stasiun kereta api. Yusuf Hasyim menumpang kereta yang
pada waktu itu akan menuju Solo, sesampai di Solo beliau melanjutkan ke Jogja
kemudian Pekalongan dan akhirnya sampai di Cirebon. Semua itu dilakukan dalam
waktu dua tahun, dan dijalani sendiri tanpa ada orang lain di samping. Perjalanan
yang berlangsung cukup lama itu mampu membuat Yusuf Hasyim yang merupakan
putra bungsu KH. Hasyim Asy’ari menjadi sosok yang mandiri dan pemberani.11
Apa yang dihasilkan selama pengembaraan dua tahun tersebut tidak ada yang
mengetahui karena tidak adanya sumber pendukung yang kuat.
Pengembaraan yang dijalani selama dua tahun membawa perubahan
tersendiri bagi Yusuf Hasyim. Ia mampu mempersiapkan mentalnya untuk
menghadapi masa-masa berat dalam perjuangan berat merebut dan mempertahankan
kemerdekaan RI. Sikap ini tercermin ketika Yusuf Hasyim kembali ke Jombang yang
pada waktu itu ayahandanya KH. Hasyim Asyari telah dibebaskan dari penjara
Jepang. Setelah keadaan stabil Yusuf Hasyim kembali ke Jombang. Yusuf Hasyim
merasa berat untuk tinggal dan menetap lebih lama di Jombang, Setahun setelah
Indonesia merdeka Yusuf Hasyim memilih untuk mendaftar menjadi anggota laskar
Hisbullah, yang pada waktu itu usianya kira-kira 16 tahun.
25
Dikatakan oleh Bapak Muhsin bahwa KH. Yusuf Hasyim merupakan sosok
yang pemberani, beliau berani mengambil keputusan yang dianggap orang aneh,
beliau berani mengambil keputusan yang menurut kebanyakan orang dianggap salah,
namun semua itu juga dilakukan demi kebaikan. KH. Yusuf Hasyim berani
mengambil kebijakan keras yang membuat anggota lain hanya geleng-geleng kepala
mengingat keberanian beliau. Pernah pula menjadi aktor dadakan yang memerankan
sebagai sunan Maulana Malik Ibrahim pada film walisongo,12 padahal film tersebut
merupakan film yang dianggap kontra oleh ulama karena dianggap film perzinaan,13
karena peran sebagai sunan Maulana Malik Ibrahim hanya sebentar akhirnya KH.
Yusuf Hasyim tetap memerankan peran tersebut.
C. Masa Pernikahan
KH. Yusuf Hasyim menikah dengan Siti Bariyah pada 24 November 1951 di
Madiun. Pertemuan dengan Siti Bariyah yaitu ketika KH. Yusuf Hasyim selesai
berjuang dalam penumpasan PKI KH. Yusuf Hasyim bersama pasukannya mulai
turun gunung dan bermarkas di daerah Pojok Jombang, yakni di kediaman kakaknya
KH. Abdul Karim. Kediaman ini menjadi tempat berkunjungnya dan tempat istirahat
para pasukan tentara. Pasukan ini dipimpin oleh KH. Hambali yang menjabat sebagai
kapten. Pada suatu ketika saat KH. Hambali sakit, ia dijenguk oleh adiknya yang
bernama Siti Bariyah. Seorang perempuan asal Madiun yang bersekolah di SMA
Surakarta.
12 Muhsin, Wawancara, Jombang, 1 Juli 2016.
26
Ketika memasuki markas yang dipenuhi oleh tentara, Siti Bariyah disambut
kedatangannya oleh KH. Abdul Karim dan Ibu Abdul Karim, KH. Yusuf Hasyim
adik sang pemilik rumah pun ikut menyambutnya. Siti Bariyah yang pada saat itu
masih cukup kecil mudah akrab dengan istri KH. Abdul Karim, sebagai sesama
perempuan keduanya sama-sama memahami satu sama lain sebagai wanita.
Kunjugan Siti Bariyah ke Markas Pojok tidak hanya terjadi sekali itu saja. KH.
Yusuf Hasyim yang saat itu masih muda akhirnya mulai mendekati Siti Bariyah.
Hingga akhirnya keduanya melangsungkan pernikahan.
KH. Yusuf Hasyim dan Siti Bariyah dikaruniai 5 orang anak yakni:
1. Muthia Farida
2. M. Riza Yusuf
3. Nurul Hayati
4. M. Irfan Yusuf
5. Nurul Aini14
D. Peran KH. Yusuf Hasyim Dalam Masyarakat
Selain sebagai anggota laskar Hizbullah KH. Yusuf Hasyim juga banyak
berperan dalam bidang lainnya, yakni sebagai politisi dan pengasuh Pondok
pesantren Tebuireng Jombang.
1. Peran dalam karir Politik
Peran ketika KH. Yusuf Hasyim memulai karir politik adalah ketika beliau
mundur dari barisan tentara Republik Indonesia tahun 1956 dengan pangkat
terakhir letnan satu maka karir politik beliau mulai melejit.
27
Karir politik KH. Yusuf Hasyim yakni di organisasi terbesar di Indonesia,
Nahdlatul Ulama (NU). KH. Yusuf Hasyim aktif menjadi politisi NU. Beliau
pendiri Partai Kebangkitan Umat (PKU). Sebelum mendirikan sebuah partai
politik KH. Yusuf Hasyim berperan aktif di NU. KH. Yusuf Hasyim pernah
menjabat sebagai ketua II dan ketua I PP GP Ansor. Ketika Banser pertama kali
didirkan (1964), beliau menjabat sebagai komandan pusatnya yang pertama.15
Sebagai salah seorang ketua PBNU, beliau turut berperan ketika NU
memutuskan serangkaian kebijakan bersejarah tahun 1984; seperti kembalinya
Khittah NU 1926. Ketika ada perselisihan pendapat tentang posisi NU dalam
percaturan politik di Indonesia, KH. Yusuf Hasyim-lah yang mengusulkan agar
pengertian khittah perlu ditafsir ulang. Terutama pasca kejatuhan Presiden
Soeharto tahun 1998.
Pada dasarnya KH. Yusuf Hasyim sudah berkarir politik semasa beliau
menjabat sebagai wakil Sekjen LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia).
Sebagai anggota veteran yang juga mantan pejuang kemerdekaan, KH. Yusuf
Hasyim cukup aktif dalam organisasi ini. LVRI menjadi wadah yang memberi
kesempatan bagi beliau untuk dapat mempelajari lebih seksama tentang
bagaimana berpolitik. Tahun 1961-1962 adalah masa-masa aktif KH. Yusuf
hasyim sebagai wakil sekjen LVRI.16
KH. Yusuf Hasyim mengawali karir politik dengan menjadi wakil rakyat
ketika ada refreshing (penyegaran) keanggotaan DPRGR (Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong) di tahun 1967. Dimana pada tahun itu adalah masa
15 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 307.
28
transisi orde lama (Soekarno) ke orde baru (Soeharto). Banyak sekali perubahan
yang ingin dicapai Soeharto untuk menghapuskan orde lama dari pemerintahan.
Salah satunya yakni kebijakan merombak anggota DPRGR dari parlemen orde
lama maupun yang berasal dari PKI. Semuanya berusaha dbersihkan oleh
Soeharto.
Pada perombakan DPRGR masa Soeharto ini KH. Yusuf Hasyim juga
mendapatkan tawaran untuk menjadi anggota DPRGR. Ini merupakan kali kedua
KH. Yusuf Hasyim mendapatkan tawaran tersebut. Sebelumnya KH. Yusuf
Hasyim pernah mendapat tawaran pada masa Soekarno. Ketika itu presiden
Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955, maret 1960 dan tiga bulan
sesudah membentuk DPRGR. KH. Yusuf Hasyim mendapat tawaran menjadi
anggota DPRGR sebagai wakil dari golongan pemuda. Namun beliau menolak
karena pada saat itu beliau merasa alangkah lebih baiknya anggota Islam dan
ulama khusunya tidak menjadi bagian politik pemerintahan. Sehingga jatah kursi
KH. Yusuf Hasyim diganti oleh sahabatnya yakni Said Budairy. Kemudian
ketika tawaran kedua untuk menjadi anggota DPRGR pada masa Soeharto
datang KH. Yusuf Hasyim menerimanya, hal ini didasari keinginan beliau untuk
memperjuangkan aspirasi Islam agar semakin banyak dipertimbangkan,
sekaligus karena refreshing DPRGR ini untuk menggantikan anggota PKI yang
telah dibubarkan sebagai partai karena memberontak kepada negara. Alasan
itulah yang membuat KH. Yusuf Hasyim menerima tawaran menjadi anggota
29
Pada masa menjadi DPRGR KH. Yusuf Hasyim lebih sering menjadi vokal
dari golongan NU karena sikap berani beliau. Awal masuk pemerintahan orde
baru tahun 1967 KH. Yusuf Hasyim sama sekali tidak merasa canggung.17
Beliau segera terlibat aktif dan sangat dinamis mengikuti berbagai proses politik
terutama menjelang berakhirnya politik orde lama.
Pada tahun-tahun berikutnya KH. Yusuf Hasyim juga masih terus aktif dalam
kancah politik menjadi DPR-RI. Hingga pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim
memimpin sikap walk out untuk menolak RUU perkawinan.18 Waktu itu banyak
ulama dan semua golongan Islam bersatu menentangnya karena banyak pasal
dalam RUU yang bertentangan dengan Islam. Salah satu isi dari pasal RUU yang
sangat menganggu KH. Yusuf Hasyim adalah pasal 13 yang memungkinkan satu
pasangan melakukan pertunangan sebelum menikah, jika ada masa pertunangan
itu terjadi kehamilan, maka pihak perempuan berhak meminta
pertanggungjawaban pihak laki-laki, dan atas persetujuan keluarga si lelaki
harus menikahi si perempuan. Menurut KH. Yusuf Hasyim hal tersebut adalah
model dari pernikahan yang biasa dilakukan di negara-negara barat yang
seolah-olah melegalkan perzinaan. Hal tersebut tentulah sangat bertentangan dengan
Islam.19
Penolakan terhadap RUU tersebut membuat KH. Yusuf Hasyim tidak ingin
tinggal diam, beliau memimpin seluruh anggota FPP dari unsur NU. Sementara
dari unsur non NU tetap duduk di kursi meski juga menyatakan tidak setuju.
Sejak saat itu nama KH. Yusuf Hasyim “dikotak” oleh pemerintahan orde
17 Habibullah, Wawancara, Mojokerto, 18 Mei 2016. 18 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 309.
30
baru.20 Hingga berakhirnya keanggotaan DPR RI KH. Yusuf Hasyim di Senayan
pada tahun 1977.
Walaupun telah resmi meninggalkan Senayan tapi KH. Yusuf Hasyim tidak
begitu saja meninggalkan aktivitas politik. Sebab sebagai salah seorang ketua
PBNU, beliau cukup aktif dalam muktamar NU 1984 di Situbondo yang
menghasilkan kemputusan kembali ke Khittah 1926 dan menerima pancasila
sebagai asas tunggal. Langkah kembali ke Khittah 1926 ini diantaranya
dilatarbelakangi oleh kekecewaan marginalisasi NU di PPP. Dominasi HJ Naro
di PPP meningkatkan kekecewaan para politisi dan ulama NU atas lemahnya
kepemimpinan Idham Chalid. Idham Chalid yang pada saat itu merupakan ketua
umum NU mengajukan pengunduran dirinya kepada para kiai. Namun dalam
perkembangannya kemunduran Idham Chalid juga memicu kontroversi
dikalangan NU, akhirnya Idham Chalid mencabut surat pengundurannya pada 14
Mei 1982. Hingga saat NU seolah terpecah menjadi dua kubu yakni Kubu Cipete
(dinamai sesuai kediaman Idham) dan kubu Situbondo (tempat pesantren Kiai
As’ad) disebut juga sebagai kubu kultural. Kekisruhan kelompok elite NU ini
jelas membawa dampak buruk bagi NU sendiri.
Menjelang pemilu 1987, KH. Yusuf Hasyim termasuk salah satu tokoh utama
pembubaran PPP karena banyak kiai yang merasa dirugikan oleh kepemimpinan
HJ Naro. Menjelang pemilu 2004 KH. Yusuf Hasyim mendirikan Partai
Kebangkitan Umat (PKU). Menurut KH. Yusuf Hasyim (ketua umum PKU),
berdirinya PKU adalah wujud kekecewaan terhadap PKB, KH. Yusuf Hasyim
31
menegaskan bahwa legitimasi tunggal yang yang diberikan PBNU kepada PKB
menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid tidak mau mendengarkan aspirasi
warga NU secara menyeluruh.
Selain itu KH. Yusuf Hasyim juga menilai bahwa penyusunan pengurus PKB
terkesan kurang akomodatif terhadap komponen-komponen NU. Beliau juga
mengatakan, masuknya beberapa kerabat dan orang dekat Abdurrahman Wahid
serta putra Kiai Kholil Bisri, PKB terkesan tidak bebas dari nepotisme, suatu hal
yang bertentangan dengan semngat reformasi.21 Berdirinya PKU tidak
mendapatkan banyak suara dalam pemilu sehingga harus menerima degradasi.
Setelah pembubaran PKU KH. Yusuf Hasyim masih bersimpati kepada
junior-juniornya yang ada di PPP dan memberikan pesan-pesan dan arahan agar
sesama orang NU harus tetap utuh jangan ada perpecahan akibat perebutan
jabatan ketua umum PPP.
2. Mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng
Tiga bulan sebelum peristiwa G30S/PKI tahun 1965, pengasuh pondok
pesantren Tebuireng saat itu KH. Abdul Kholiq Hasyim meninggal dunia.
Kepergian KH. Kholiq mengharuskan KH. Yusuf Hasyim meneruskan
perjuangan KH. Kholiq di pondok pesantren Tebuireng. Saat menjadi pengasuh
pondok pesantren Tebuireng KH. Yusuf Hasyim masih menjabat sebagai
anggota fraksi DPR RI fraksi PPP.22
21 Bahrul Ulum, Bodohnya NU atau NU dibodohi; jejak langkah NU era reformasi (Yogyakarta:
Ar-Ruzz, 2002), 177.
22A. Mubarok Yasin dan Fathurrahman Karyadi, Profil Pesantren Tebuireng (Jombang:Pustaka
32
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan berasrama yang terdapat di
Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang Alquran dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa
Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut
sebagai santri) belajar di sekolah yang ada didalamnya, sekaligus tinggal pada
asrama yang disediakan oleh pesantren.
Pondok pesantren tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta
telah teruji kemandiriannya sejak berdirinya sampai sekarang. Pada awal
berdirinya pesantren masih sangat sederhana, kegian belajar mengajar dilakukan
di sebuah masjid dengan beberapa orang santri. Kemudian semakin banyak
santri yang belajar maka didirikanlah pondok-pondok sebagai tempat tinggal.
pesantren paling tidak mempunayai tiga peran utama, yaitu sebagai lembaga
pendidikan Islam, lembaga dakwah, dan sebagai lembaga pengembangan
masyarakat.
Dalam perkembangannya pesantren menjadi lembaga sosial yang
memberikan warna khas bagi perkembangan masyarakat sekitarnya. Perananya
pun berubah menjadi agen pembaharuan dan agen pembangunan masyarakat.23
Sehingga Jombang mempunyai motto kota Beriman dan mendapat sebutan
sebagai kota santri karena banyaknya pondok pesantren di Jombang.
Dalam kepemimpinan KH. Yusuf Hasyim pesantren Tebuireng mengalami
beberapa kemajuan diantaranya membuka Universitas Hasyim Asy’ari (1967),
mendirikan Madrasah Huffadz Alquran sekarang Madrasatul Qur’an/MQ
23
33
(1971), mendirikan SMP dan SMA (1975).24 Pada tahun 1972 dibentuklah
madrasah persiapan Tsanawiyah sebagai jawaban atas kebutuhan santri lulusan
sekolah dasar dan lanjutan umum untuk dapat memasuki madrasah Tsanawiyah
Tebuireng yang sarat dengan pelajaran agama.
Pada tahun 1974 KH. Yusuf Hasyim mendirikan perpustakaan yang sekarang
dikenal dengan perpustakaan Wahid Hasyim. KH. Yusuf Hasyim adalah
pemerkasa berdirinya perpustakaan Wahid Hasyim yang berada di gedung KH.
Yusuf Hasyim.25
Kemudian pada tahun 1975 didirikan SMP dan SMA Wahid Hasyim.
Disamping sebagai lembaga pendidikan umum SMP dan SMA Wahid Hasyim
mendirikan kelas yang menampung laki-laki dan perempuan dalam satu kelas.
Pemberlakuan kelas ini mendapatkan reaksi keras dikalangan masyarakat karena
merupakan suatu budaya yang belum ada pada dunia pesantren saat itu. Namun
hal itu lambat laun hilang dengan sendirinya karena banyak yang berminat,
hingga pada tahun 2000-an telah dipenuhi oleh 1000-an siswa dari berbagai
penjuru tanah air. Pada tahun 1989 KH. Yusuf Hasyim mendirikan koperasi Jasa
Boga (Jabo) sebagai antisipasi semakin padatnya kegiatan belajar santri.
Koperasi ini khusus melayani dan menangani kebutuhan makan santri
sehari-hari. Dengan adanya koperasi ini diharapkan para santri tidak perlu khawatir
dengan kebutuhan pokoknya. Santri dapat berkonsentrasi dengan baik pada
belajarnya. Sedangkan madrasah aliyah yang pada awalnya memiliki siswa
150-an siswa pada tahun 1990 jumlah sisw150-anya mencapai 600-700 siswa d150-an pada
24 Fadeli, Antologi NU Jilid I, 307.
34
tahun 2000-an ruang belajar madrasah aliyah telah dilengkapi dengan Over
Head Proyektor (OHP) di setiap kelas.
KH. Yusuf Hasyim juga melakukan peraturan yaitu mengharamkan rokok
bagi santri, karena banyaknya mudharat yang dihasilkan oleh rokok, yaitu:
borosnya keuangan santri karena digunakan untuk merokok, akhirnya santri
menggunakan uang yang akan dibayarkan SPP untuk membeli rokok, banyak
walisantri yang mengeluhkan hal tersebut; banyaknya santri yang tidak merokok
terkena penyakit karena menghirup asap rokok, hal itu terjadi ketika malam hari
santri yang merokok didalam kamar menutup jendela kamar, sehingga asap
rokok yang dihasilkan dihirup oleh santri lain yang sedang tidur. Apabila santri
melanggar dengan tiga kali peringatan, maka KH. Yusuf Hasyim akan
mengeluarkan santri tersebut.26
Ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa pengasuhan KH. Yusuf Hasyim
mengalami kemunduran yakni banyaknya santri yang keluar dari pesantren
karena menganggap tidak ada pengasuhnya. Hal tersebut di klarifikasi oleh
Bapak Muhsin salah satu abdi ndalem yang juga akrab dengan KH. Yusuf
Hasyim. Setiap pondok pesantren pasti mengalami pasang surut begitu juga
Tebuireng, namun hal tersebut dapat diatasi dengan baik karena selama KH.
Yusuf Hasyim menjabat sebagai DPR beliau juga masih sering mengunjungi
Tebuireng, dan ketika KH. Yusuf Hasyim tidak di Tebuireng pengurusan
pondok dilaksanakan oleh KH. Syansuri Badawi di bidang kepondokan dan
35
adanya bagian-bagian tiap bidang yakni bidang universitas dan bidang
madrasah.27
Setelah 41 tahun mengasuh pondok pesantren Tebuireng KH. Yusuf Hasyim
menyerahkan tongkat kepemimpinan Pondok Pesantren Tebuireng kepada
keponakannya, KH Salahudin Wahid (Gus Sholah). Gus sholah adalah putra
almarhum KH Wahid Hasyim dan Ibu Solichah binti Bisri Syansuri.28 Acara
penyerahan digelar bersamaan Tahlil Akbar dan Pertemuan Alumni Ponpes
Tebuireng. Dalam kesempatan itu KH. Yusuf Hasyim menyatakan, sudah
saatnya Pondok Pesantren Tebuireng melakukan regenerasi pada pucuk
pimpinan. Ini diperlukan agar terjadi proses yang sehat dalam tradisi suksesi.
Usia KH. Yusuf Hasyim pada saat itu sudah mencapai 77 tahun. Dengan usia 77
tahun KH. Yusuf Hasyim menjadi pimpinan tertua di kalangan ponpes
se-Kabupaten Jombang. Tidak berapa lama setelah penyerahan pimpinan, KH.
Yusuf Hasyim juga meninggalkan ''rumah dinas'' yang disebutnya sebagai
ndalem kasepuhan, yang dulunya rumah pribadi almarhum KH Hasyim Asyari.
KH. Yusuf Hasyim pindah di kediamannya sendiri daerah Cukir yang masih
dekat dengan Tebuireng. Kepada Gus Sholah, KH. Yusuf Hasyim meminta agar
istiqamah dan berpegang teguh pada semangat perjuangan pondok yang
digariskan mendiang KH Hasyim Asy’ari.
E. Wafatnya KH. Yusuf Hasyim
Setelah 41 tahun mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng akhirnya pada 13
April 2006 KH. Yusuf Hasyim menyerahkan jabatan kepemimpinan pondok
36
pesantren kepada Ir. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah. Pada waktu itu usia KH.
Yusuf Hasyim sudah mencapai 77 tahun. KH. Yusuf Hasyim menjadi Kiai tertua
dalam memimpin pondok pesantren se-kabupaten Jombang jika dibandingkan
dengan KH. Sholeh Tambakberas Jombang (72 tahun), KH. Asad Umar Darul Ulum
Peterongan Jombang (73 tahun) dan menjadi pengasuh terlama di pondok pesantren
Tebuireng.
Setelah penyerahan jabatan kepemimpinan KH Yusuf Hasyim pindah ke
kediamannya sendiri yakni dari ndalem kesepuhan atau yang dulu ditempati sebagai
rumah KH. Hasyim Asyari ke rumah Cukir tepatnya di selatan Tebuireng.
Pada akhir tahun 2006 kesehatan KH. Yusuf Hasyim sudah menurun, hingga
pada 30 Desember 2006 KH. Yusuf Hasyim jatuh dari kamar mandi kemudian
dirujuk ke RSUD Jombang dan dirawat selama tiga hari. Kesehatan yang semakin
menurun membuat KH. Yusuf Hasyim di rujuk ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Kemudian pada 11 Januari 2007 KH. Yusuf Hasyim menjalani operasi kecil untuk
mengeluarkan lendir dari tenggorokan yang terluka akibat terlalu sering muntah.
Namun ternyata virus yang di lendir sudah menjalar sampai ke paru-paru. 14 Januari
2007 KH. Yusuf Hasyim meninggal dunia di rawat inap Graha Amerta DR. Soetomo
Surabaya. Pemakaman dilakukan pada tanggal 15 Januari 2007 di Pondok Pesantren
Tebuireng.29
Menurut beberapa sumber buku, beberapa hari sebelum meninggal, KH.
Yusuf Hasyim berkeliling ke beberapa pondok pesantren di Jombang untuk menemui
kiai-kiai. Dalam kunjungan tersebut KH. Yusuf Hasyim tidak terlalu banyak yang
29Syaifullah Ibnu Nawawi, “Yusuf Hasyim Sang Pendobrak Tebuireng” dalam
37
dibicarakan kecuali masalah umat dan masalah pondok pesantren. Apa yang
dilakukan KH. Yusuf Hasyim ini dibilang tidak seperti biasanya, sehingga dianggap
sebagai pamitan sebelum pergi selamanya menurut masyarakat Jawa.
Kepergian KH. Yusuf Hasyim meninggalkan kepedihan yang luar biasa bagi
kalangan keluarga Pondok pesantren Tebuireng khususnya. KH. Yusuf Hasyim
38
BAB III
LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBULLAH
A. Latar Belakang Berdirinya Hizbullah
Jika berbicara mengenai Hizbullah maka tidak akan lepas dari kedudukan
Jepang di Indonesia, karena akibat dari kebijakan-kebijakan Jepang maka Hizbullah
terbentuk. Jepang merupakan negara tertutup dibawah pemerintahan militer yang
disebut shogun yang berarti Jendral. Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1940
untuk mempengaruhi pemerintahan Hindia Belanda di Batavia karena pada waktu itu
Indonesia masih dibawah kekuasaan Belanda tetapi karena sikap permusuhan dan
penolakan kerjasama yang ditunjukkan pemerintah Hindia Belanda menyebabkan
Jepang memutuskan menguasai Hindia Belanda dengan kekerasan.
Dalam upaya untuk merebut Hindia Belanda, Jepang telah membuat beberapa
strategi penyerangan untuk merebut Indonesia. Hingga pada 8 maret 1942, Letnan
Jenderal H. Terpoorten selaku panglima sekutu di Hindia Belanda akhirnya
menandatangani dokumen penyerahan kepada Letnan Jenderal Immamura di lapangan
terbang Kalijati, Jawa Barat. Seluruh wilayah Indonesia yang dipimpin oleh Hindia
Belanda ditaklukkan oleh Jepang dan hampir 100.000 orang Eropa dimasukkan ke
kamp-kamp tawanan.1
Penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Terpoorten, panglima
angkatan perang Hindia Belanda atas nama angkatan perang serikat di Indonesia
kepada tentara ekspedisi Jepang dibawah pimpinan Letnan Hithosi Immamura
39
berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi ditegakkan
kekuatan Jepang. Indonesia memasuki suatu periode baru yaitu periode pendudukan
militer Jepang.2
Pada mulanya kedatangan Jepang disambut dengan sukacita, karena Jepang
telah membantu rakyat Indonesia bebas dari penjajahan Belanda selama 3,5 abad.
Jepang datang ke Indonesia dengan membawa semboyan 3A yakni, Nippon cahaya
Asia, Nippon pemimpin Asia dan Nippon pelindung Asia. Kedatangan Jepang
membuat rakyat Indonesia menaruh harapan pada Jepang akan kemerdekaan
Indonesia, ternyata itu hanyalah sebuah cita-cita yang tidak tercapai karena Jepang
sebenarnya sama saja seperti Belanda yakni ingin menguasai Indonesia. Kebijakan
dari pemerintahan Jepang membuat semua orang tersadar bahwa Jepang tidak lebih
dari sekedar negara penjajah sama dengan negara-negara Eropa.
Jepang membuat kebijakan-kebijakan baru yang pada intinya adalah
menguntungkan Jepang terutama untuk menghadapi perang Asia Timur Raya. Lagu
Indonesia raya dan bendera merah putih dilarang digunakan digantikan dengan lagu
kebangsaan Jepang kimigayo dan bendera Jepang Hi-no-maru. Hanya beberapa
organisasi yang diperbolehkan Jepang, itupun organisasi yang dibuat sendiri oleh
Jepang, seperti gerakan Tiga A. Gerakan Tiga A merupakan merupakan organisasi
propaganda untuk kepentingan perang Jepang tujuannya agar rakyat Indonesia dengan
sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang.
2 Nugroho Notosusanto dan Marwati D.P, Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
40
Gerakan Tiga A tidak bertahan lama kemudian digantikan dengan PUTERA
(Pusat Tenaga Rakyat). Tujuannya masih sama yakni untuk membantu usaha Jepang
menghadapi perang Asia Timur Raya. Kemudian karena Jepang menganggap
PUTERA hanya menguntungkan pihak Indonesia dibanding Jepang maka Jepang
membubarkan PUTERA dan kemudian membentuk Jawa Hokokai yang mencakup
semua golongan masyarakat termasuk Cina dan Arab. Secara tegas Jawa Hokokai
dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah.
Dilain sisi Jepang juga menyadari bahwa Islam merupakan agama mayoritas
di Indonesia. Oleh karena itu Jepang mengambil simpati masyarakat Islam di
Indonesia agar kedudukan Jepang semakin aman. Jepang menyadari bahwa Islam
merupakan salah satu sarana terpenting untuk langkah infiltrasi guna menanamkan
pengaruh dan pikiran serta cita-cita fasisme mereka.
Golongan Islam memperoleh lebih banyak kelonggaran dibandingkan dengan
golongan nasionalis sekuler karena menurut Jepang golongan Islam dinilai lebih anti
Barat karena soal agama, sehingga Jepang dapat mengandalkan golongan Islam.3
Berbagai cara dilakukan Jepang untuk menarik simpati umat Islam. Jepang menerima
permintaan para ulama untuk tidak membubarkan MIAI. MIAI merupakan organisasi
Islam yang dibentuk pada masa penjajahan Belanda. MIAI merupakan wadah
organisasi penting bagi umat islam untuk melakukan konsolidasi dan mengatur siasat
menghadapi penguasa pendudukan Jepang, tetapi karena adanya dekrit pemerintahan
Jepang yang melarang aktifitas politik bangsa Indonesia menjadikan MIAI mengalami