BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat profesional adalah seorang perawat yang memiliki
dan menerapkan teknologi keperawatan dalam menjalankan praktek
keperawatan.Ketrampilan tehnikal dan ketrampilan interpersonal
menggunakan etika profesi baik dalam melaksanakan praktek
profesi maupun dalam kehidupan profesi.Untuk meningkatkan mutu
dan citra suatu rumah sakit, perawat perlu peningkatan komunikasi
antar personal khususnya dalam hubungan antar personal antara
perawat dengan keluarga pasien.Oleh karena itu perawat harus
mempunyai bekal berkomunikasi dengan baik (Mubarak, 2009).
Karena komunikasi merupakan penghubung dalam bersosial,
oleh karena itu ilmu komunikasi sekarang sangat berkembang
pesat.Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi
kesehatan, yang selalu dilakukan saat berhubungan dengan pasien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya (Setianti, 2007).Kemampuan
komunikasi perawat telah didapatkan pada saat pendidikan
keperawatan maupun saat pelatihan-pelatihan dalam bidang
keperawatan. Namun demikian masih ada perawat yang
komunikasinya kurang baik. Hal ini di karenakan perawat
pasien dan keluarga pasien. Mungkin bahasa yang dipergunakan
atau yang disampaikan kurang jelas atau bahasa yang dipergunakan
tidak mudah untuk dimengerti (Baryani Artha, 2008).
Komunikasi yang kurang baik dari perawat akan berdampak
buruk bagi pasien maupun keluarga pasien, diantaranya yaitu bisa
menimbulkan kesalahpahaman antara perawat dengan pasien
maupun keluarga pasien. Perawat harus bisa menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga pasien. Dalam
menerangkan tindakan komunikasi dengan menjawab pertanyaan
“siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran
apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya” (Canggara, 2006).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Arofati (2001),
terhadap tingkat kecemasan individu keluarga pasien yang
menjalani perawatan diruang ICU, didapatkan hasil 80,6% keluarga
pasien mengalami kecemasan dari tingkat ringan sampai berat
(panic).Sedangkan angka kesakitan gangguan kecemasan
(ansietas) berkisar pada angka 6-7%.
Dari hasil wawancara singkat penulis dengan 4 anggota
keluarga pasien yang di rawat di ruang ICU RSUD Salatiga pada
tanggal 07 Juni 2012, keempat responden mengatakan sangat
cemas dan takut terhadap penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya. Rasa takut kehilangan anggota keluarga menjadi
pemicu rasa cemas tersebut. Demikian juga kondisi ruangan di
mana keluarga pasien tidak boleh mendampingi pasien setiap saat
dan tidak bisa melihat perkembangan pasien secara langsung,
sehingga menyebabkan keluarga pasien khawatir dan cemas.
Keluarga pasien yang cemas akan mengalami berbagai macam
gangguan seperti tidak dapat istirahat dan tidur nyenyak, kehilangan
minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari, muka berubah menjadi
pucat, merasa lemas dan dada berdebar-debar.
Penyebab terjadinya kecemasan atau ansietas dalam diri
keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit, salah satunya
adalah komunikasi terapeutik perawat. Keluarga akan mengalami
ansietas dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya
mengalami sakit yang harus di rawat. Hal ini tampak lebih jelas
ditemukan di ruang ICU pasien yang dirawat di ruang ICUtidak
hanya membutuhkan teknologi dan terapi tapi juga memerlukan
perawatan humanistic dari keluarganya.Pada umumnya pasien yang
datang di ruang ICU adalah dalam keadaan mendadak dan tidak
direncanakan. Hal ini yang menyebabkan keluarga dari pasien
datang dengan wajah yang sarat dengan bermacam-macam
stressor yaitu ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil,
perubahan pola, kekhawatiran akan biaya perawatan, situasi dan
keputusan akan hidup dan mati, rutinitas yang tidak beraturan,
ketidakberdayaan untuk tetap atau selalu berada disamping orang
4
kecemasan adalah peraturan kunjungan yang ketat, tidak terbiasa
dengan perlengkapan atau lingkungan di ruang ICU, personel atau
staff di ruang perawatan. Semua stressor ini menyebabkan keluarga
jatuh pada kondisi krisis di mana koping mekanisyang digunakan
menjadi tidak efektif dan perasaan menyerah atau apatis dan
kecemasan akan mendominasi perilaku keluarga. Pada saat
demikan apabila perawat tidak dapat melaksanakan komunikasi
terapeutik secara efektif maka keluarga akan terus terpuruk dalam
situasi yang demikan dan pada akhirnya asuhan keperawatan yang
kita berikan secara kompherensif dan holistic tidak akan tercapai
dengan baik (Sullivanet al., 2005).
Keterampilan berkomunikasi bagi perawat bukanlah
kemampuan yang di bawa sejak lahir dan juga tidak akan muncul
secara tiba-tiba saat di perlukan. Keterampilan tersebut harus
dipelajari dan dilatih secara terus-menerus melalui kemampuan
belajar mandiri, penyegaran dan pelatihan terutama berhubungan
dengan upaya untuk mendapatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang di perlukan (Sullivanet al., 2005). Selain itu ada
faktor-faktor penghambat komunikasi yang merupakan faktor yang
dapat menganggu atau bisa sama sekali membuat perawat tidak
mampu berkomunikasi secara terapeutik. Solusi-solusi ini dapat di
dalam memperbaiki penampilan kerja guna memperbaiki pelayanan
keperawatan yang berkualitas.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang
dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut : “Apakah ada hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien
yang dirawat di ruang ICU di RSUD Salatiga”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat
dengan tingkat kecemasan anggota keluarga pada pasien
yang dirawat di ruang ICU di RSUD Salatiga
1.3.2 Tujuan khusus
a) Mengukur kekuatan korelasi komunikasi terapeutik
perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pada pasien
yang dirawat di ICU
b) Menghitung tingkat kecemasan keluarga pada pasien
yang dirawat di ICU.
c) Menghitung tingkat komunikasi terapeutik perawat di
ruang ICU.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara teoritis
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan suatu
sumbangan teoritik untuk keperawatan dan untuk
memperkaya ilmu keperawatan dalam bidang komunikasi
1.4.2 Secara praktis a) Bagi perawat
Penelitian ini dapat menjadi suatu informasi tentang
hubungan komunikasi perawat dengan tingkat
kecemasan keluarga yang dirawat di ruang ICU serta
meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
b) Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan khususnya tentang
komunikasi perawat dengan pasien dan keluarga,
sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit tercapai.
c) Bagi pendidikan
Penelitian ini diharapkan untuk memperbanyak khasanah
ilmu keperwatan dan menjadi suatu bahan masukan
untuk penelitian penelitian lebih lanjut yang terkait