• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.BAB 2 - Evaluasi Kinerja Tahun Lalu PART 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "7.BAB 2 - Evaluasi Kinerja Tahun Lalu PART 1"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RKPD merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. RKPD ini disusun dengan menggunakan pedekatan teknokratik, politik, top-down, bottom-up dan partisipatif dengan demikian RKPD menjadi dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahunan yang mencerminkan hasil karya seluruh pemangku kepentingan pembangunan dan cerminan keterkaitan antar program daerah dan Program Pemerintah Pusat. Oleh karena itu agar RKPD ini dapat dimplementasikan dan tercapai hasil yang optimal maka dalam proses evaluasi ini lebih terfokus pada evaluasi RKPD tahun 2015 yang telah dilaksanakan oleh SKPD dan UKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terutama untuk kegiatan yang penting dan strategis.

Pelaksanaan pembangunan di Jakarta merupakan proses yang melibatkan multi pemangku kepentingan baik dari dunia usaha, pemerintah, masyarakat maupun akademisi. Dengan proses seperti ini semua pihak dapat berkontribusi dalam pembangunan Jakarta secara proporsional. Dengan demikian maka diharapkan pembanguan yang dilakukan di DKI Jakarta benar-benar memenuhi prinsip keterbukaan, demokratis, transparansi, akuntabilitas, efisien efektif, serta memenuhi azas kepatutan dan kewajaran.

Tujuan Pembangunan di DKI Jakarta adalah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jakarta lahir dan bathin serta mengupayakan tidak terjadinya ketimpangan baik dari sisi sosial ekonomi maupun lingkungan. Untuk mewujudkan hal ini maka pembangunan dilakukan dengan memperhatikan posisi geografi dan potensi demografi, memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia, serta mengoptimalkan faktor-faktor lingkungan strategis lainnya.

Dalam perspektif pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan telah dilaksanakan untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan yang tercantum dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan ditentukan oleh kinerja seluruh Lurah dan Camat, serta seluruh SKPD di lingkungan Provinsi DKI Jakarta; dukungan dari Pemerintah Pusat; serta kerjasama dan kemitraan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten.

(3)

Sejarah Kota Jakarta bermula dari sejarah berdirinya kerajaan yang terletak di daerah Jawa Barat dekat Kota Bogor sekarang, bernama Pajajaran yang diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Sisi utara Kerajaan Papajaran berbatasan dengan Muara Kali Ciliwung yang menjadi letak sebuah bandar bernama Sunda Kelapa yang berfungsi sebagai kota perdagangan. Sebagian besar perdagangan di semenanjung Malaka pada masa itu dikuasai oleh bangsa Portugis, yang selalu berusaha mengembangkan kegiatannya di Asia Tenggara.

Pada awal abad 16, Falatehan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fatahillah, segera menunjuk pembantunya untuk memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda Kelapa dengan Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti “Kemenangan Akhir”. Pada tanggal 22 Juni 1527 dinyatakan sebagai tanggal dikuasainya oleh Falatehan yang pada akhirnya Jayakarta disingkat menjadi “Jakarta“.

Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang menjadi Gemeente Batavia dan diberikan kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda. Gemeente Batavia merupakan Pemerintah Daerah yang pertama kali dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah Gemeente Batavia kurang lebih 125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta (Kepulauan Seribu).

Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 Distrik, yakni Distrik Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub Distrik (Onderdistrik). Distrik Batavia terdiri dari sub Distrik Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priuk sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah Abang.

Pada tanggal 5 Maret 1942 Kota Batavia jatuh ke tangan bala tentara Jepang dan pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pemerintah Jepang menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi satuan-satuan daerah yang disebut Pemerintahan Keresidenan (Syuu). Keresidenan (Syuu) dibagi lagi menjadi beberapa Kabupaten (Ken) dan Kota (Shi).

(4)

Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 setelah kemerdekaan, kedudukan kota Djakarta ditetapkan sebagai daerah Swatantra yang disebut “Kotapradja Djakarta Raya” dengan Walikotanya adalah Soewiryo (1945-1951), Syamsuridjal (1951-1953), dan Soediro (1953-1960).

Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I dengan Kepala Daerah yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari 1960. Pada periode Gubernur Soemarno (1960-1964) terbit UU Nomor 2 Tahun 1961 tentang pembentukan “Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya”. Sejak itu disebut Pemerintah DCI Djakarta Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung (1964-1966) terbit UU Nomor 10 Tahun 1964 tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia dengan nama “Djakarta”. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta Raya berubah menjadi Pemerintah DCI Djakarta.

Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI Djakarta pada periode Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Adapun gubernur selanjutnya berturut-turut yaitu Tjokropranolo (1977-1982), Soeprapto (1982-1987) dan Wiyogo Atmodarminto (1987-1992).

Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Daerah DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sampai dengan periode Gubernur Surjadi Soedirdja (1992 – 1997).

Pada periode Gubernur Sutiyoso (1997-2007) terbit Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada akhir masa jabatan Gubernur Sutiyoso terbit Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebutan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berubah.

(5)

Dengan Otonomi Provinsi DKI Jakarta yang diletakkan pada tingkat provinsi maka Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta harus mengikuti dan menuruti asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selanjutnya pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tersebut juga disebutkan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.

Sebagai konsekuensi kedua peran di atas, maka dalam hal perencanaan pembangunan juga mempunyai metode pendekatan tersendiri dan berbeda dengan provinsi lainnya. Dalam hal ini proses ini dimulai dari tingkat Rukun Warga sampai tingkat provinsi dan diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Kota dan Kabupaten hanya bersifat kota administrasi. Kemudian DPRD hanya ada pada tingkat provinsi, tidak ada pada tingkat Kota dan Kabupaten Administrasi.

Selain sebagai ibukota negara kesatuan republik Indonesia, Jakarta mempunyai peran yang penting dan multifungsi. Secara ekonomi Jakarta merupakan kota yang berkontribusi paling tinggi bagi perekonomian nasional, yaitu sekitar 17 persen dari total produk demostik bruto nasional. Selain itu, Jakarta juga merupakan pusat kegiatan keuangan di tingkat nasional. Jakarta juga merupakan pusat kegiatan pemerintahan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Dengan demikian maka Jakarta akan sangat penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan untuk aspek luar negeri.

Sebagai kota internasional tempat komunikasi antar berbagai suku bangsa, maka penting bagi Jakarta dalam melakukan dialog budaya. Jadi secara umum budaya Jakarta dapat dikatakan sebagai pusat akulturasi antara budaya asing dan budaya domestik. Fungsi lainnya adalah bahwa Provinsi DKI Jakarta juga sebagai daerah otonom. Fungsi ini mendorong Pemerintahan provinsi DKI Jakarta harus mempunyai pemerintahan yang solid, kompeten, berwibawa, tanggap, bersih dan profesional. Sehingga masyarakat dapat terlayani dengan baik dan puas.

(6)

permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen.

Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki peran strategis, yaitu sebagai Ibukota NKRI. Sebagai ibukota NKRI berimplikasi bahwa Jakarta mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan provinsi lain. Hal ini menngakibatkan bahwa tantangan dan permasalahan yang dimiliki lebih kompleks dibandingkan daerah lain.

Dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan yang ada, perlu memperhatikan kondisi dan potensi eksisting yang ada termasuk posisi geografis. Hal ini dimaksudkan agar upaya pembangunan yang dilakukan dapat berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang sehingga keberlanjutannya dan kelestarian lingkungan terjaga dengan baik.

(7)
(8)

Batas sebelah utara Jakarta terbentang pantai sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way. Sebagian besar karakteristik wilayah Provinsi DKI Jakarta berada di bawah permukaan air laut pasang. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian wilayah di Provinsi DKI Jakarta rawan genangan, baik karena curah hujan yang tinggi maupun karena semakin tingginya air laut pasang (rob). Selanjutnya dapat dilihat pada gambar di atas bahwa batas wilayah sebelah barat Provinsi DKI Jakarta adalah Provinsi Banten, serta di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat.

Dalam hal administrasi pemerintahan, Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi. Hal tersebut dimaksudkan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Wilayah kecamatan terbagi menjadi 44 Kecamatan, dan Kelurahan menjadi 267 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2.1

Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

No. Kota/Kabupaten Administrasi

Luas Area (km2)

Jumlah

Kecamatan Kelurahan RW RT

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Jakarta Pusat 48,13 8 44 390 4.608

2. Jakarta Utara 146,66 6 31 446 5.200

3. Jakarta Barat 129,54 8 56 583 6.455

4. Jakarta Selatan 141,27 10 65 644 6.089

5. Jakarta Timur 188,03 10 65 703 7.893

6. Kepulauan Seribu 8,70 2 6 24 127

Jumlah 680,33 44 267 2.790 30.372

Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007

(9)

Gambar 2.2

Komposisi Pembagian Wilayah Kota dan Kabupaten Administrasi

Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007

Secara astronomis, Provinsi DKI Jakarta berada antara 106.22’42” dan 106.58’18” Bujur Timur, serta antara 5.19’12” dan 6.23’54” Lintang Selatan. Dilihat dari posisi geostrategis, Provinsi DKI Jakarta terletak di sisi utara bagian barat Pulau Jawa, dengan bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa, sedangkan sisi timur dan selatan Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, serta sisi barat berbatasan dengan wilayah Provinsi Banten.

Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia sehingga tidak memiliki kawasan pedalaman maupun kawasan terpencil. Sebagian wilayah Provinsi DKI Jakarta

merupakan kawasan pesisir, dengan luas wilayah pesisir sekitar 155 km yang membentang dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan menjorok ke

darat sekitar 4-10 km. Selain memiliki daerah pesisir, DKI Jakarta juga memiliki 110 pulau yang tersebar pada 2 (dua) Kecamatan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pulau-pulau di wilayah tersebut memiliki luas beragam, sebanyak 30 persen memiliki luas lebih dari 10 Ha, sebanyak 25 persen memiliki luas antara 5 - 10 Ha, dan sisanya sebanyak 45 persen berukuran kurang dari 5 Ha. Pulau-pulau tersebut memanjang dari utara ke selatan dengan ciri-ciri berpasir putih dan bergosong karang, serta beriklim tropis panas dengan kelembaban berkisar antara 75 - 99 persen. Dari 110 pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, hanya 11 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang Besar, Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Tidung Besar,

Jakarta Pusat 7,07%

Jakarta Utara 21,56%

Jakarta Barat 19,04% Jakarta

Selatan 20,76% Jakarta Timur

27,64% Kepulauan

(10)

Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira.

Topografi Provinsi DKI Jakarta dianalisis dari aspek ketinggian lahan dan kemiringan lahan. Provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 8 meter di atas permukaan laut. Sedangkan, sekitar 40 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya berada 1-1,5 meter di bawah muka laut pasang. Hal tersebut mengakibatkan kemiringan lahan sebagaimana digambarkan pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3

Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Dari Gambar 2.3 tersebut, dapat dilihat bahwa sekitar 0-3 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu memiliki kecenderungan datar, sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang bermuara di Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-15 persen di wilayah Bogor dan Cibinong, sedangkan daerah Ciawi-Puncak memiliki ketinggian lebih dari 15 persen.

(11)

Bekasi memiliki karakteristik yang sama, sehingga dapat dinyatakan bahwa sebagian besar kawasan Jabodetabek berada pada kemiringan lereng relatif landai.

Dengan kondisi kemiringan lahan yang demikian, ditambah dengan 13 sungai yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta menyebabkan kecenderungan semakin rentannya wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir pada musim hujan. Terlebih jika memperhatikan tingginya tingkat perkembangan wilayah di sekitar Jakarta, menyebabkan semakin rendahnya resapan air kedalam tanah dan menyebabkan run off air semakin tinggi, yang pada gilirannya akan memperbesar ancaman banjir di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Secara geologis, seluruh daerah di Jakarta terlihat bahwa strukturnya terdiri dari endapan Pleistocene yang terdapat ± 50 meter di bawah permukaan tanah. Di sisi utara, permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10 - 25 meter, semakin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8 - 15 meter, pada sebagian wilayah, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40 meter. Sedangkan struktur di sisi selatan terdiri atas lapisan alluvial.

(12)

Gambar 2.4

Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Secara umum, karakteristik keteknikan tanah dan batuan Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa terdapat 4 karakteristik utama, yaitu:

(13)

Pada beberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2 dan lempung pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5-5 m, lanau pasiran antara 0,5-3 meter dan lempung pasiran antara 1-4 m dan kisaran nilai tekanan konus lanau lempungan antara 2-20 kg/m2, lanau pasiran antara 15-25 kg/m2 dan lempung pasiran antara 10-40 kg/m2.

b. Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan antara 4,5-13 meter. Di permukaan didominasi oleh pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas sedang.

Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk pasir lempungan antara 0,75-2 kg/cm2 dan lanau pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) pasir lempungan antara 3-10 m dan lanau pasiran antara 1,5-3 meter dan kisaran nilai tekanan konus pasir lempungan antara 10-25 kg/m2 dan lanau pasiran antara 2-10 kg/m2.

c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir sungai. Satuan tersebut tersusun beselang-selang antara lempung pasrian dan pasir lempungan. Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5-17 meter.

(14)

Gambar 2.5

Potongan Melintang Selatan – Utara

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter yang terdiri dari 3 (tiga) formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 meter. Formasi Citalang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya dengan bagian atasnya merupakan batu lempung, sedangkan di beberapa tempat terdapat breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas. Formasi Kaliwangu didominasi oleh batu lempung diselingi oleh batu pasir yang memiliki kedalaman sangat bervariasi, dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 meter dan di sekitar Babakan, formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 meter.

(15)

alami, sehingga penataan kota tidak dapat dilakukan secara optimal khususnya dalam sistem tata air/drainase dan jalan. Sebagian besar tanah di Jakarta sudah menjadi hak milik atau dikuasai perorangan sehingga menyulitkan dalam penataan kota, karena memerlukan dana yang sangat besar untuk pembebasan lahan milik warga.

Potensi air bawah tanah di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar terletak dalam cekungan air bawah tanah yang tidak mengenal batas administrasi pemerintahan dan bersifat lintas Kabupaten/Kota yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, yang secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 716 K/40/MEM/2003 tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah Di Pulau Jawa dan Pulau Madura, berikut Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Menurut keputusan tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta yang merupakan cekungan air tanah lintas Provinsi, yang berada di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar 1.439 km2. Sebarannya mencakup sebagian Kota Tangerang dan sebagian Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi.

Litologi akuifer utama dari cekungan air tanah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan: endapan sungai pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah; endapan kipas gunung api; pasir, kerikil, dan kerakal; endapan pematang pantai; pasir halus-kasar mengandung cangkang moluska; tuf Banten; tuf, tuf batu apung; dan batu pasir tufan. Jumlah air tanah bebas 803 juta m3/tahun, sedangkan jumlah air tanah tertekan 40 juta m3/tahun.

Sistem akufiernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 250 meter. Ketebalan akuifer tunggal antara 1 – 5 meter, terutama berupa lanau sampai pasir halus. Kelulusan horizontal antara 0,1 – 40 meter/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah CAT Jakarta sekitar 250 m2/hari air tanah pada endapan kuarter mengalir pada system akuifer ruang antar bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oelh air tanah panyau/asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai sekitar kedalaman 40 mbmt dan mencapai kedalaman maksimum 150 mbmt.

(16)

o Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer I

o Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman 40-140 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer II

o Sistem akuifer tertekan bawah yang berada pada kedalaman 140 – 250 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer III

Pembagian akuifer di CAT Jakarta tersebut didasarkan atas dijumpainya lempung berfaies laut yang memisahkan sistem akuifer yang satu dengan lainnya. Mengatasi sistem akuifer di daerah pemantauan adalah endapan tersier yang bersifat relatif sangat kedap air.Berdasarkan letaknya, Kota Jakarta termasuk kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai yang umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun demikian, keberadaan sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memiliki keunggulan strategis, terutama dalam hal transportasi perairan. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Adapun Peta Aliran Sungai, Kanal dan flood way yang melalui Wilayah DKI Jakarta, dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6

Tematik Sungai di Provinsi DKI Jakarta

(17)

Panjang dan luas dari masing-masing sungai tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

No. Sungai/Kanal Panjang Luas

(1) (2) (3) (4)

1. Cengkareng Drain 2.950 147.500

2. Banjir Kanal Barat 14.250 855.000

3. Cakung Drain 8.605 301.175

4. Banjir Kanal Timur 23.500 2.159.200

5. Cakung 18.100 181.000

6. Jati Kramat 3.270 21.255

7. Buaran 8.800 154.000

8. Sunter 21.290 540.900

9. Cipinang 9.060 72.480

10. Kalibaru Timur 14.250 106.875

11. Ciliwung 21.660 515.600

12. Kalibaru Barat 14.250 106.875

13. Krukut 18.370 206.340

14. Sungai Grogol 21.600 367.325

15. Kali Pesanggrahan 11.400 142.500

16. Kali Angke 4.350 175.375

17. Mookervart 8.600 215.000

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Selain sungai, Provinsi DKI Jakarta memiliki 6 buah situ dan 15 tempat parkir air (retention basin). Fungsi utama tempat parkir ini adalah sebagai wadah ”retention” atau tempat menahan sementara luapan air sungai pada saat muka air sungai meningkat.

(18)

tertinggi pada bulan Januari dan hari hujan tertinggi selama 26 hari terjadi pada bulan Januari, sebagaimana dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.3

Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Dengan posisi yang spesifik, cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Dalam hal temperatur, temperatur Jakarta rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari, sedangkan tertinggi pada bulan September. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Kondisi ini dapat dipahami karena perubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti wilayah lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan oleh perbedaan ketinggian wilayah. Suhu udara harian rata-rata pada daerah pantai di wilayah Utara Jakarta umumnya relatif tidak berubah, baik pada siang maupun malam hari. Secara rinci data suhu udara Provinsi DKI Jakarta tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:

(19)

No. Bulan Suhu Udara (°C)

Maksimum Minimum Rata-rata

(1) (2) (3) (4) (5)

4. April 35,2 23,2 28,8

5. Mei 35,2 25,0 29,3

6. Juni 34,4 24,2 28,6

7. Juli 34,2 23,4 28,0

8. Agustus 34,6 24,0 28,7

9. September 37,0 24,0 29,2

10. Oktober 36,8 25,0 29,8

11. November 36,0 23,8 29,4

12. Desember 34,8 24,1 28,1

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Kelembaban udara tercatat minimum 31 persen dan maksimum 100%, tekanan udara antara 1.009,8 – 1.011,2 mb dengan arah angin antara 45-360 point dan kecepatan antara 3-6 M/SE.

Penggunaan lahan terbagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, pertanian, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, pendidikan tinggi, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kawasan militer dan kepolisian.

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan fisik wilayah DKI Jakarta ditandai oleh semakin luasnya lahan terbangun. Perkembangan lahan terbangun berlangsung dengan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktifitasnya. Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwasanya ketersediaan lahan menjadi permasalahan yang penting bagi pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan fisik di Jakarta terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai oleh pembangunan gedung perkantoran, sarana ekonomi dan sosial serta infrastruktur kota lainnya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya pembangunan dan perekonomian Jakarta. Gambaran penggunaan lahan di DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut.

(20)
(21)

Jakarta merupakan wilayah yang sangat strategis baik dalam lingkup nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itulah, dalam pengembangan wilayah memperhatikan lingkungan strategis sekitarnya. Dalam pengembangan wilayah, rencana struktur ruang DKI Jakarta merupakan perwujudan dan penjabaran dari struktur ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur.

Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan struktur ruang telah memperhatikan berbagai aspek lingkungan strategis yang diduga akan mempengaruhi perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan. Rencana struktur ruang yang dikembangkan di DKI Jakarta meliputi empat struktur ruang, yaitu sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan transportasi, sistem prasarana sumber daya air, dan sistem dan jaringan utilitas perkotaan.

Sistem pusat kegiatan terdiri dari sistem pusat kegiatan primer dan sekunder. Sistem dan jaringan trasnportasi terdiri dari sistem dan jaringan transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Selanjutnya sistem prasarana sumber daya air terdiri dari sistem konservasi sumber daya air, sistem pendayagunaan sumber daya air, dan sistem pengendalian daya rusak air.

(22)
(23)

Bencana yang berpotensi melanda wilayah Jakarta adalah banjir dan genangan air, kebakaran serta gempa bumi. Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi Jakarta adalah banjir. Banjir dan genangan air di Jakarta utamanya disebabkan oleh curah hujan lokal yang tinggi, curah hujan yang tinggi di daerah hulu yang berpotensi menjadi banjir kiriman, dan Rob atau air laut pasang yang tinggi di daerah pantai utara. Selain itu, terjadinya banjir dan genangan air di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi dengan optimal, tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah dan berkurangnya wilayah-wilayah resapan air akibat dibangunnya hunian pada lahan basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya pembangunan fisik. Hal lainnya adalah prasarana dan sarana pengendalian banjir yang belum berfungsi maksimal.

Jika dilihat historis peristiwa banjir yang terjadi di Jakarta cenderung meningkat luasannya, pada tahun 1980 daerah genangan Jakarta adalah seluas 7,7 Km2, pada tahun 1996 seluas 22,59 Km2, pada tahun 2002 adalah seluas 167,88 Km2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 238,32 Km2. Pada tahun 2002 daerah genangan diperkirakan mencapai sekitar 13 persen dari wilayah DKI Jakarta sedangkan pada banjir tahun 2007 sekitar 37 persen dari wilayah DKI Jakarta. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak akibat banjir, telah dipasang 34 unit early warning khususnya untuk sungai yang sering menjadi tampungan air hujan yaitu di Sungai Sunter, Sungai Cipinang, Sungai Ciliwung, Sungai Krukut, Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke.

Hal lain yang dapat memperparah dampak banjir dan genangan adalah penurunan permukaan tanah (land subsidence). Secara umum laju penurunan tanah yang terdeteksi adalah sekitar 1-15 cm per tahun, bervariasi secara spasial maupun temporal. Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan (settlement), penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan- lapisan tanah, serta penurunan karena gaya- gaya tektonik.

(24)
(25)

Bencana lain yang sering terjadi di Jakarta adalah kebakaran. Bencana ini umumnya terjadi di lokasi permukiman padat penduduk dan lingkungan pasar yang pada umumnya disebabkan oleh arus pendek listrik. Bahaya kebakaran diperkirakan akan terus menjadi ancaman apabila tidak tumbuh kesadaran masyarakat untuk hidup dengan budaya perkotaan. Di wilayah DKI Jakarta terdapat 53 Kelurahan rawan bencana kebakaran.

Secara ekonomi, kebakaran mengakibatkan kerugian materi yang tidak sedikit. Pada tahun 2015, kebakaran yang terjadi di Jakarta telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp285 Miliar dengan total kejadian kebakaran sebanyak 1.473 kejadian kebakaran. Tahun 2016, hingga akhir April 2016, telah terjadi 335 kejadian kebakaran dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp72 Miliar.

Terkait dengan potensi gempa bumi, di sekitar Jakarta diperkirakan terdapat 10 sumber gempa dengan potensi terbesar di sekitar Selat Sunda, yang selama ini aktif dan berpotensi menimbulkan risiko bencana. Berdasarkan data seismik kegempaan seluruh Indonesia, di selatan Jawa bagian barat terdapat seismic gap (daerah jalur gempa dengan kejadian gempa yang sedikit dalam jangka waktu lama) yang juga menyimpan potensi gempa yang tinggi terhadap Jakarta. Kondisi Jakarta Bagian Utara yang merupakan batuan atau tanah lunak akan lebih rentan terhadap dampak gempa dibandingkan wilayah Jakarta bagian selatan. Kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2.10.

(26)
(27)

Pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan migrasi. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mencapai 10.177.924 jiwa. Dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 sebanyak 5.115.357 jiwa atau 50,25 persen dari jumlah keseluruhan penduduk, lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan yaitu sebanyak 5.062.567 jiwa atau 49,74 persen. Oleh karenanya, Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 memiliki sex ratio sebesar 101,04 penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. Rincian perkembangan komposisi penduduk dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5

Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Uraian Satuan SP2000 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Laki-laki Jiwa 4.223.125 4.976.100 5.023.400 5.069.900 5.115.357 2. Perempuan Jiwa 4.123.958 4.886.000 4.946.500 5.005.400 5.062.567 3. Jumlah Jiwa 8.347.083 9.862.100 9.969.900 10.075.300 10.177.924 4. Pertumbuhan % 0,78 1,13 1,09 1,06 1,09 5. Densitas Ribu jiwa/

Km2

12,60 14,89 15,05 15,23 15,37

6. Sex Ratio % 102,00 101,80 101,60 101,70 101,04

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan laju pertumbuhan pada tahun 2012 sebesar 1,13 persen, tahun 2013 sebesar 1,09 persen, tahun 2014 sebesar 1,06 persen, dan tahun 2015 sebesar 1,09 persen. Provinsi DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia, dengan kepadatan penduduk 15,37 ribu jiwa/Km2.

(28)

ekonomi sebesar 28,49 penduduk usia tidak produktif. Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 dapat dilihat melalui piramida penduduk pada gambar 2.11 berikut:

Gambar 2.11

Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Secara umum, komposisi penduduk menurut jenis kelamin memiliki tren yang hampir sama antar wilayah Kota/Kabupaten Administrasi, yaitu penduduk laki-laki cenderung berjumlah lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, hanya Kota Administrasi Jakarta Utara yang memiliki penduduk perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Jumlah penduduk tertinggi adalah Kota Administrasi Jakarta Timur yaitu sebanyak 2.817.994 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu sebanyak 23.011 jiwa. Rincian jumlah penduduk menurut Kota/Kabupaten Administrasi sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

No Kota/Kab. Administrasi

Jumlah Penduduk Rasio Jenis Kelamin

L P Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Jakarta Pusat 455.668 454.713 910.381 100,21

(29)

No Kota/Kab.

3 Jakarta Barat 1.231.126 1.199.284 2.430.410 102,66 4 Jakarta Selatan 1.086.989 1.077.081 2.164.070 100,92 5 Jakarta Timur 1.424.565 1.393.429 2.817.994 102,23

6 Kep. Seribu 11.629 11.382 23.011 102,17

Jumlah 5.069.925 5.005.385 10.075.310 101,29

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Faktor utama yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta yaitu jumlah kelahiran dan kematian. Secara keseluruhan, jumlah kelahiran di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014 sebanyak 156.935 kelahiran, dan 7.832 kematian. Jumlah kelahiran tertinggi pada tahun 2014 terdapat pada Kota Administrasi Jakarta Timur sebanyak 53.490 kelahiran, sednagkan jumlah terendah terdapat pada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sebanyak 1.645 kelahiran. Sedangkan jumlah kematian selama 1 (satu) tahun terbanyak di Kota Administrasi Jakarta Barat sebanyak 2.352 kematian. Jumlah registrasi kelahiran dan kematian di masing-masing Kota/Kabupaten Administrasi adalah sebagai berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

(30)

sebagaimana dicatat oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, realisasi transmigrasi tahun 2014 hanya 42 Kepala Keluarga dengan jumlah anggota keluarga 164 jiwa.

Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat ekonomi, bisnis, hiburan, pendidikan, perdagangan dan olahraga justru menjadi daya tarik bagi penduduk di sekitar DKI Jakarta yang dikenal dengan sebutan komuter. Komuter melakukan kegiatan bekerja, sekolah, dan kursus di luar Kota/Kabupaten tempat tinggal dan secara rutin pergi dan pulang ke tempat tinggal pada hari yang sama. Komuter di Jabodetabek dikelompokkan berdasarkan tempat tinggal menjadi Komuter DKI Jakarta dan Komuter Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).

Hasil survei BPS DKI Jakarta tentang Komuter Jabodetabek pada tahun 2014 menunjukkan bahwa sebanyak 3.566.178 orang, terdiri dari 2.429.751 orang melakukan kegiatan bekerja, sekolah, dan kursus di DKI Jakarta, sedangkan sisanya sebanyak 1.067.762 orang merupakan komuter di Bodetabek, dan 68.665 orang di luar Jabodetabek. Komuter Bodetabek yang melakukan kegiatan di DKI Jakarta tercatat sebanyak 1.382.296 orang. Kota Jakarta Pusat menjadi tujuan 34,78 persen komuter, Jakarta Selatan menjadi tujuan 21,65 persen komuter dan Jakarta Utara menjadi tujuan 19,68 persen komuter.

Arus komuter Bodetabek yang masuk ke DKI Jakarta terbesar berasal dari Kota Bekasi sebesar 14,80 persen, diikuti oleh komuter yang berasal dari Kota Depok sebesar 11,69 persen dan komuter yang berasal dari Kota Tangerang Selatan sebesar 8,68 persen. Sebagian besar komuter DKI Jakarta yaitu 85,47 persen melakukan kegiatan utama bekerja sisanya sekolah sebesar 14,28 persen dan kursus sebesar 0,25 persen.

(31)

Tabel 2.8

Presentase Komuter Menurut Tempat Tinggal dan Moda Angkutan Di Jabodetabek Tahun 2014

Pribadi Kendaraan Umum, Kereta, TransJakarta/

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Dengan panjang dan lebar jalan yang tidak bertambah secara nyata dan jumlah kendaraan yang terus bertambah, maka mobilitas penduduk yang sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi akan menyebabkan terjadinya penumpukan kendaraan dan kemacetan di jalan terutama di pagi hari dan sore hari. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 akan tetap memberikan prioritas penanganan kemacetan dengan mengembangkan transportasi publik yang lebih baik, nyaman dan terpadu.

Tabel 2.9

Komuter Menurut Moda Transportasi Utama Yang Dipergunakan (dalam persen) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

No. Moda Transportasi Utama yang dipergunakan

(32)

No. Moda Transportasi Utama yang dipergunakan

DKI Jakarta Bodetabek Jabodetabek Pergi Pulang Pergi Pulang Pergi Pulang

Jumlah Komuter 1.303.441 2.262.737 3.556.178

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Berdasarkan Tabel 2.8 di atas diperoleh informasi bahwa komuter Jabodetabek didominasi pengguna kendaraan pribadi yang menggunakan moda sepeda motor berada pada kisaran 58,19 – 56,90 persen dan moda pada kisaran 12,76 – 12,25 persen. Selanjutnya berdasarkan hasil perkiraan kasar jumlah motor dan mobil komuter bodetabek yang memasuki ke Jakarta yaitu 1,41 juta untuk sepeda motor dan 310 ribu untuk mobil pribadi. Selanjutnya untuk mengindentifikasi karakteristik komuter di DKI Jakarta secara lebih lanjut, pada Gambar 2.8 berikut akan ditunjukkan persentase komuter jabodetabek menurut lapangan pekerjaan:

Gambar 2.12

Persentase Komuter Jabodetabek Menurut Lapangan Pekerjaan

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

(33)

Fokus kesejahteraan dan pemerataan ekonomi diwujudkan dalam:

a. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Perkembangan nilai PDRB menggambarkan dinamika kegiatan ekonomi masyarakat dan daerah. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp1.224,22 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp1.983,42 triliun pada tahun 2015 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.13. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta tercatat lebih tinggi dibanding provinsi lainnya, dengan sumbangan terhadap PDB Nasional sekitar 17 persen. Dengan kata lain, Provinsi DKI Jakarta mempunyai peran sangat penting sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional.

Gambar 2.13

Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Provinsi DKI Jakarta Tahun2011 s.d. 2015 (Triliun Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta, berikut disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku:

Tabel 2.10

Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Sektor 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.488.288 1.617.666 1.718.712 1.867.185

2 Pertambangan & Penggalian 4.011.417 4.287.998 4.540.965 5.032.726 3 Industri Pengolahan 188.822.070 209.779.300 239.287.410 274.492.251 4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.150.905 5.094.206 5.591.803 6.027.200

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 611.522 654.899 703.948 747.858

6 Konstruksi 188.935.057 210.651.141 235.090.027 261.073.842 7 Perdagangan Besar dan Eceran, 224.375.960 261.099.629 304.598.489 330.319.573

1.224,22 1.369,43 1.547,04 1.760,22

1.983,42

(34)

No. Sektor 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

8 Transportasi dan Pergudangan 37.475.327 44.161.745 54.853.457 65.120.229

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 69.531.496 79.770.098 92.190.044 105.882.374

10 Informasi dan Komunikasi 102.750.295 115.909.491 128.385.278 141.788.699 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 143.347.880 163.028.257 177.535.929 205.312.754 12 Real Estat 90.061.955 98.684.130 111.671.973 122.622.359 13 Jasa Perusahaan 93.199.640 105.903.828 122.924.324 141.772.604

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

83.862.784 89.312.049 98.084.955 107.011.443

15 Jasa Pendidikan 69.871.172 79.619.389 92.477.342 109.694.480

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 21.759.582 25.065.342 28.886.967 32.931.429

17 Jasa Lainnya 44.177.288 52.398.608 61.675.629 71.723.521 PDRB 1.369.432.639 1.547.037.777 1.760.217.252 1.983.420.526

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.10 diatas, dapat dilihat perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor pada tabel 2.11 berikut:

Tabel 2.11

Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Sektor 2012 2013 2014 2015 Pertumbuhan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,11 0,10 0,10 0,09 0,10

2 Pertambangan & Penggalian 0,29 0,28 0,26 0,25 0,28 3 Industri Pengolahan 13,79 13,56 13,59 13,84 13,73 4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,38 0,33 0,32 0,30 0,34

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

6 Konstruksi 13,80 13,62 13,36 13,16 13,56

7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda

(35)

No. Sektor 2012 2013 2014 2015 Pertumbuhan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,08 5,16 5,24 5,34 5,17

10 Informasi dan Komunikasi 7,50 7,49 7,29 7,15 7,38 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 10,47 10,54 10,09 10,35 10,26 12 Real Estat 6,58 6,38 6,34 6,18 6,46 13 Jasa Perusahaan 6,81 6,85 6,98 7,15 6,92

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

6,12 5,77 5,57 5,40 5,76

15 Jasa Pendidikan 5,10 5,15 5,25 5,53 5,21 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,59 1,62 1,64 1,66 1,61 17 Jasa Lainnya 3,23 3,39 3,50 3,62 3,38 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Sedangkan perkembangan PDRB menurut harga konstan 2010 dapat dilihat sebagaimana gambar 2.14 berikut:

Gambar 2.14

NilaiPDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 s.d. 2015 (Triliun Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Dari perkembangan PDRB Harga Konstan Tahun 2010 pada gambar 2.14, dapat dilihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.15

PertumbuhanEkonomi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

1.147,6 1.222,5 1.297,2 1.373,4 1.454,1

2011 2012 2013 2014 2015

6,53

6,11 5,91 5,88

(36)

Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta, berikut disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga konstan tahun 2010:

Tabel 2.12

Nilai Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No Sektor 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.319.310 1.344.813 1.360.073 1.375.396

2 Pertambangan & Penggalian 3.009.260 3.002.787 2.976.969 2.950.561 3 Industri Pengolahan 160.011.696 168.790.753 177.829.006 186.803.041 4 Pengadaan Listrik dan Gas 3.642.496 3.678.887 3.754.453 3.770.946

5

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur

Ulang 588.515 610.155 631.773 643.786

6 Konstruksi 168.958.210 179.200.527 188.294.710 195.741.998

7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

206.961.971 218.028.632 228.775.732 234.872.712

8 Transportasi dan Pergudangan 34.306.413 36.734.135 41.779.740 45.535.828

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 61.258.499 65.212.521 68.850.215 72.582.234

10 Informasi dan Komunikasi 103.212.678 115.748.680 128.573.633 141.519.407 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 125.417.028 135.147.548 140.160.373 155.189.393 12 Real Estat 84.689.742 88.985.511 93.399.192 97.809.806 13 Jasa Perusahaan 83.916.951 90.835.653 98.965.444 106.646.598

14

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib 62.651.012 60.859.266 61.594.054 62.319.343 15 Jasa Pendidikan 62.220.200 64.427.115 66.798.033 71.191.439

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 19.268.301 20.379.279 21.775.260 23.429.168

17 Jasa Lainnya 41.095.643 44.209.165 47.870.886 51.720.453 PDRB 1.222.527.925 1.297.195.426 1.373.389.547 1.454.102.107

(37)

Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.12 diatas, dapat dilihat perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor pada tabel 2.13 berikut:

Tabel 2.13

Kontribusi Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Sektor 2012 2013 2014 2015 Pertumbuhan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,11 0,10 0,10 0,09 0,10 2 Pertambangan & Penggalian 0,25 0,23 0,22 0,20 0,23 3 Industri Pengolahan 13,09 13,01 12,95 12,85 13,10 4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,30 0,28 0,27 0,26 0,28

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,05 0,05 0,05 0,04 0,05

6 Konstruksi 13,82 13,81 13,71 13,46 13,75

7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 16,93 16,81 16,66 16,15 16,69

8 Transportasi dan Pergudangan 2,81 2,83 3,04 3,13 2,92

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,01 5,03 5,01 4,99 5,01

10 Informasi dan Komunikasi 8,44 8,92 9,36 9,73 8,87 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 10,26 10,42 10,21 10,67 10,31 12 Real Estat 6,93 6,86 6,80 6,73 6,85 13 Jasa Perusahaan 6,86 7,00 7,21 7,33 7,05

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5,12 4,69 4,48 4,29 4,79

15 Jasa Pendidikan 5,09 4,97 4,86 4,90 4,99 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,58 1,57 1,59 1,61 1,58 17 Jasa Lainnya 3,36 3,41 3,49 3,56 3,42

PDRB 100 100 100 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

(38)

Jakarta Utara menjadi pusat kegiatan industri; perdagangan, hotel dan restoran; serta pengangkutan dan komunikasi.

Tabel 2.14

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kota/Kabupaten Administrasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2014

(Rp. Miliar)

No. Kota/Kabupaten Administrasi 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Jakarta Pusat 333.572,90 378.834,29 428.655,83 2. Jakarta Utara 259.529,34 291,573,35 335.220,48 3. Jakarta Barat 228.382,46 258.566,47 292.709,89 4. Jakarta Selatan 307.189,77 346.964,03 394.348,14 5. Jakarta Timur 237.081,96 267.575,41 305.285,71

6. Kepulauan Seribu 4.865,06 5.264,63 5.645,21

PDRB 1.103.693 1.255.998 1.373.389

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

b. b. b. b. b. b. b.

b. Laju Inflasi

Laju inflasi DKI Jakarta dari tahun ke tahun berfluktuasi nilainya, karena sangat bergantung pada kondisi perekonomian baik nasional maupun global. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.11, dimana inflasi DKI Jakarta mengikuti fluktuasi inflasi nasional, dengan nilai yang hanya sedikit berbeda. Data terkini menunjukkan bahwa inflasi DKI Jakarta tahun 2015 adalah sebesar 3,30. Nilai tersebut merupakan capaian terendah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Rincian mengenai nilai inflasi DKI Jakarta sebagaimana dapat dillihat pada tabel berikut:

Tabel 2.15

Laju Inflasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 s.d. 2015

No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Inflasi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Inflasi Nasional 3,79 4,3 8,38 8,36 3,35 5,64 2. Inflasi DKI Jakarta 3,97 4,52 8,00 8,95 3,30 5,75

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

c. PDRB Perkapita

(39)

Rp155,15 juta pada tahun 2013 menjadi Rp194,87 juta pada tahun 2015 sebagaimana terlihat pada Tabel 2.16.

Rata-rata pertumbuhan PDRB perkapita cenderung menurun dari 5,34 persen pada tahun 2012 menjadi 4,84 persen pada tahun 2014. Kondisi ini menyiratkan bahwa laju pertumbuhan penduduk terutama migrasi dari luar daerah lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, permasalahan yang harus diatasi pada tahun 2016 adalah mendorong perluasan kegiatan ekonomi untuk mendukung pertambahan angkatan kerja baru; dan sekaligus mengembangkan kerjasama dengan pemerintah daerah lainnya dalam mencegah perpindahan penduduk ke DKI Jakarta.

Tabel 2.16

Nilai PDRB dan PDB Perkapita Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Lapangan Usaha Satuan 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. PDB Perkapita Nasional Atas

Dasar Harga Berlaku Juta Rupiah 33,5 36,5 41,81 45,18 2. PDRB Perkapita DKI Jakarta Atas

Dasar Harga Berlaku Juta Rupiah 138,85 155,17 174,82 194,87 3. Pertumbuhan PDRB DKI Jakarta

Perkapita % 5,34 4,96 4,84 4,81

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

d. Indeks Gini

Salah satu indikator untuk mengukur ketimpangan pendapatan adalah koefisien Gini (Gini Ratio). Koefisien Gini di DKI Jakarta selama periode 2012 - 2015 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.5 relatif fluktuatif. Hal ini ditunjukkan dengan ketimpangan pendapatan yang terjadi di DKI Jakarta selama periode 2012-2015 semakin besar meskipun masih dalam kategori ketimpangan rendah. Pada tahun 2012 kategori ketimpangan sebesar 0,397, tahun 2013 sebesar 0,364, tahun 2014 sebesar 0,436, dan pada tahun 2015 sebesar 0,460.

Tabel 2.17

Distribusi Penduduk Menurut Pengeluaran dan Indeks Gini Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

(persen)

No. Distribusi

Pengeluaran Perkapita 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

(40)

No. Distribusi

Pengeluaran Perkapita 2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

2. 40% Menengah 33,94 31,51 35,55 29,70

3. 20% Tinggi 50,39 50,90 49,79 56,20

Indeks Gini 0,40 0,36 0,44 0,46

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempersempit ketimpangan pendapatan antara yang kaya dan yang miskin, adalah dengan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan penduduk khususnya penduduk miskin melalui berbagai program antara lain PPMK, pengembangan UKM dan peningkatan peran koperasi serta upaya mengurangi beban pengeluaran penduduk miskin dengan pemberian Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar.

e. Persentase Penduduk di Atas Garis Kemiskinan

Selain koefisien gini, indikator kesejahteraan ekonomi diukur dari jumlah penduduk miskin. Secara makro, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal makanan dan non makanan, yang merupakan rata-rata pengeluaran perbulan perkapita. Metode penghitungan penduduk miskin melalui metode ini dilakukan dengan menghitung komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

(41)

Gambar 2.16

Gambaran Kemiskinan di DKI Jakarta

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Sebagaimana diketahui, peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan September 2015 sebesar 65,14 persen atau sebesar Rp 327.678, sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 34,86 persen atau sebesar Rp175.361.

Fakta kemiskinan DKI Jakarta tersebut menegaskan bahwa penduduk miskin masih sangat rentan terhadap perubahan harga terutama harga kebutuhan pokok, biaya angkutan dan biaya kesehatan. Penduduk miskin umumnya tinggal di kawasan kumuh, berusaha di sektor informal dan rentan terhadap perubahan lingkungan sekitar.

f. Angka Kriminalitas Tertangani

Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus kota terbesar di Indonesia, dihadapkan pada masalah kerentanan akan kriminalitas, sebagaimana kota-kota besar lainnya di dunia. Data stastistik menunjukkan bahwa jumlah kriminalitas pada tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan masalah terbanyak adalah kasus narkotika yaitu sebanyak 24,74 persen, kemudian penipuan sebanyak 18,45 persen, pencurian kendaraan bermotor sebanyak 17,78 persen, dan pencurian dengan pemberatan 16,38 persen, berikut adalah rincian jumlah kriminalitas

407.437 434.322 447.797

459.560 487.388 503.038

268.419 278.706 290.030 297.543

319.595 327.678

139.018 155.615 157.766 162.017 167.793 175.361

Mar 2013 Sep 2013 Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015

(42)

berdasarkan jenisnya yang tertangani. Berikut adalah rincian mengenai jumlah kriminalitas yang tertangani di Provinsi DKI Jakarta:

Tabel 2.18 Jumlah Kriminalitas

Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2014

No. Jenis Kriminalitas 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Pembunuhan 35 86 34

2. Pemerkosaan 28 50 18

3. Penganiayaan ringan 462 741 310

4. Penganiayaan berat 1.362 2.888 1.168

5. Penculikan 41 44 8

6. Pembakaran dengan sengaja 7 9 -

7. Pengrusakan 263 328 -

8. Pencurian dengan pemberatan 2.851 4.937 2.060

9. Pencurian ringan 93 178 104

10. Pencurian dengan kekerasan 715 1.069 502

11. Pencurian dalam keluarga 19 40 6

12. Penipuan 2.903 5.932 2.321

13. Penadahan 67 146 25

14. Pencurian kendaraan bermotor 1.509 3.644 2.110

15. Pencurian biasa 1.353 1.750 799

16. Kasus narkotika 2.685 7.182 3.111

17. Penggunaan obat keras 7 - 1

Jumlah Kriminalitas 14.400 29.024 12.557

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

(43)

dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu wilayah. Mulai tahun 2014, IPM dihitung menggunakan metode baru, mengikuti rekomendasi dari United Nations Development Programme (UNDP). Perubahan metode tersebut adalah pada penggunaan variabel rata-rata lama sekolah serta indeksnya dihitung dengan rata-rata geometrik. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2012 s.d. 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.19 berikut:

Tabel 2.19

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015

No. Uraian 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. IPM DKI Jakarta 78,33 78,59 78,39 78,99 2. IPM Nasional 67,70 68,31 68,90 N/A

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Data BPS menunjukkan bahwa nilai IPM DKI Jakarta lebih tinggi dari rata-rata nasional. Nilai IPM DKI Jakarta pada tahun 2014 tercatat sebesar 78.39, lebih tinggi dari rata-rata IPM nasional sebesar 68,90. Perbandingan antarprovinsi membuktikan bahwa nilai IPM DKI Jakarta tertinggi dibanding provinsi lainnya.

a. Angka Melek Huruf

Angka Melek Huruf (AMH) Provinsi DKI Jakarta terus menunjukkan perbaikan, dari 99,13 persen pada tahun 2013 menjadi 99,54 persen pada tahun 2014. Dengan capaian AMH laki-laki pada tahun 2014 sebesar 99,9, lebih tinggi dibandingkan angka melek huruf perempuan yaitu sebesar 99,17. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir sebagian besar penduduk Provinsi DKI Jakarta mampu untuk membaca dan menulis serta menyerap informasi dengan baik. Persentase angka melek huruf yang tinggi di Provinsi DKI Jakarta ini juga mengindikasikan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang cukup memadai.

b. Angka Rata-Rata Lama Sekolah

(44)

c. Kerawanan Sosial

Kondisi DKI Jakarta yang padat penduduk dan heterogen serta adanya kesenjangan ekonomi yang tinggi berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil survei Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS) DKI Jakarta tahun 2014 di seluruh kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, yang terdiri dari 44 kecamatan dan 267 kelurahan, diperoleh Gambar 2.17 sebagai berikut :

Gambar 2.17

Kelurahan menurut Kategori IPKS tahun 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016

Kelurahan dengan kategori IPKS tidak rawan yaitu kelurahan dengan nilai IPKS 0,00–19,99, Kelurahan dengan kategori IPKS rawan sangat ringan adalah kelurahan dengan nilai IPKS 20,00–24,99, Kelurahan dengan kategori IPKS rawan ringan adalah kelurahan dengan nilai IPKS 25,00–33,99, Kelurahan dengan kategori IPKS rawan sedang yaitu Kelurahan dengan nilai IPKS 34,00–42,99, dan Kelurahan dengan kategori IPKS rawan berat yaitu Kelurahan dengan nilai IPKS di atas 43,00.

Kelurahan di DKI Jakarta dengan ketagori tidak rawan adalah sebesar 36,70 persen, sedangkan Kelurahan dengan kategori rawan sangat ringan sebesar 31,46 persen, sementara Kelurahan dengan kategori rawan ringan sebesar 26,96 persen, dan kategori rawan sedang sebesar 4,86 persen. Dari keseluruhan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta, tidak ada Kelurahan yang berada dalam kategori rawan berat. Data mengenai jumlah Kelurahan berdasarkan IPKS selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.20 berikut:

Rawan Sedang 13 kelurahan

(4,86%) Rawan Ringan 29 kelurahan

(26,96%)

Rawan sangat Ringan 197

kelurahan (31,46%) Tidak Rawan 98

(45)

Tabel 2.20

Jumlah Kelurahan Berdasarkan IPKS

di Kota dan Kabupaten Admistrasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 s.d. 2014

No Kab/Kota

Tidak Rawan

Rawan Sangat Ringan

Rawan

Ringan Sedang Rawan Rawan Berat

2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

1. Jakarta Pusat 1 0 1 33 33 7 7 10 2 0

2. Jakarta Utara 1 7 6 17 17 5 5 2 2 0

3. Jakarta Barat 1 26 5 45 45 5 5 0 0 0

4. Jakerta

Selatan 1 38 12 49 50 3 3 0 0 0

5. Jakarta Timur 0 26 9 49 49 7 7 1 0 0

6. Kep. Seribu 0 1 0 4 4 2 2 0 0 0

DKI Jakarta 4 98 33 197 198 29 29 13 4 0

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa pada tahun 2014, mayoritas Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta telah berada dalam kategori Rawan Sangat Ringan yaitu sebesar 197 Kelurahan. Selanjutnya untuk kategori Rawan Ringan sebesar 29 Kelurahan, Rawan Sedang 13 Kelurahan dan khususnya pada tahun 2014 sudah tidak ada lagi kelurahan yang tergolong dalam klasifiksi Rawan Berat.

(46)

Gambar 2.18

Presentase Rumah Tangga Berpendapatan di Bawah GKHC dan Rumah Tangga Berpendapatan Menengah-Atas

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Rumah tangga pendapatan menengah-atas di Provinsi DKI Jakarta tercatat sebanyak 82,32 persen sebagaimana terlihat pada Gambar 2.18. Selanjutnya berdasarkan pembagian Kota dan Kabupaten Administrasi, rumah tangga berpendapatan menengah-atas di Kepulauan Seribu sebesar 59,58 persen, Jakarta Selatan sebesar 85,61 persen, Jakarta Timur sebesar 82,32 persen, Jakarta Pusat sebesar 74,82 persen, Jakarta Barat sebesar 86,07 persen, dan Jakarta Utara sebesar 77,18 persen.

(47)

Selanjutnya berdasarkan hasil survei maka sebaran rumah tangga dengan pendapatan di bawah garis KHC di DKI Jakarta tahun 2014 adalah Gambar 2.22 berikut:

Gambar 2.19

Sebaran Rumah Tangga Berpendapatan di Bawah Garis KHC DKI Jakarta tahun 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015

Berdasarkan Gambar 2.22 di atas maka Jakarta Utara memiliki proporsi rumah tangga berpendapatan di bawah garis KHC terbesar yaitu sebesar 22,53%. Sementara proporsi rumah tangga berpendapatan di bawah garis KHC terkecil adalah Kepulauan Seribu yaitu sebesar 0,46%. Sisanya, yaitu Jakarta Timur sebesar 27,45%, Jakarta Pusat sebesar 12,87%, Jakarta Barat sebesar 19,39% dan Jakarta Selatan sebesar 17,29%.

Pengembangan seni budaya, kepemudaan, dan olahraga menjadi kegiatan penting. Salah satu kinerja pengembangan seni dan budaya ditunjukan oleh meningkatnya jumlah pemuda aktif dalam berbagai kegiatan. Meningkatnya persentase pemuda yang dilatih sehingga mandiri dan berdaya saing sebanyak 357.242 (14%) pemuda dari 2.551.728 pemuda yang dilatih pada tahun 2014 menjadi sebanyak 87.008 (15,1%) pemuda dari 2.580.302 pemuda yang dilatih pada tahun 2015 dengan persentase peningkatan 1,11% sebanyak 29.766 pemuda.

Selanjutnya pembinaan kepemudaan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain pembinaan kepramukaan. Kinerja pembinaan kepramukaan ditunjukkan dengan Meningkatnya jumlah pemuda yang aktif dalam kepramukaan sebanyak 569.765 orang pada tahun 2014 menjadi 1.135.522 orang pada tahun 2015. Selain itu, juga umlah gugus depan pramuka yang terdaftar pada tahun 2014 dan 2015 sebanyak 8.893 gugus depan. Pada tahun 2014 yang aktif sebanyak 6.187 (70%) gugus depan dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 7.071 (80%) gugus depan atau

Kep Seribu

0,46%

Jakarta Selatan

17,29%

Jakarta Timur

27,45%

Jakarta Pusat

12,87%

Jakarta Barat

19,39%

(48)

peningkatan sebanyak 884 gugus depan (10%). Permasalahan yang terjadi adalah belum optimalnya pengembangan seni dan budaya pemuda dan masih tingginya angka tawuran anak sekolah dan kenakalan remaja. Oleh sebab itu, tantangan yang harus diatasi pada tahun 2016 adalah mengembangkan dan memperluas kegiatan seni dan budaya, menggalakkan kegiatan kepramukaan, mencegah dan mengatasi tawuran anak sekolah dan kenakalan remaja.

Kinerja pembinaan bidang olahraga sampai dengan tahun 2014 selain diukur dari penyediaan fasilitas dan sarana olahraga juga prestasi. Pembangunan fasilitas olahraga ditandai dengan beroperasinya Gelanggang Olahraga yang memiliki fasilitas sesuai standar Internasional sebanyak 4 Gelanggang Olahraga yaitu Gelanggang Olahraga Kecamatan Pulo Gadung, Gelanggang Olahraga Ciracas, Gelanggang Olahraga Kecamatan Tanjung Priok dan Gelanggang Olahraga Judo Kelapa Gading Jakarta Utara.

Sejalan dengan pembangunan fasilitas olah raga, jumlah pengguna fasilitas olahraga dan pemuda dari 4.530.425 orang pada tahun 2014 menjadi 4.825.381 orang pada tahun 2015. Indeks Pembangunan Olahraga (IPO) Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 dipertahankan sebesar 34 persen. Selain itu, prestasi olahraga dan pemuda yang diraih DKI Jakarta pada single event dan multi event dalam dan luar negeri juga meningkat antara lain: Juara Umum POPWIL II Tahun 2014 di Kalimantan Barat dengan perolehan medali 23 emas 5 perak dan 7 perunggu, Medali Perak pada 4th Asia Pasific Deaf Badminton Champion di Taiwan dan prestasi lainnya.

(49)

8th Asia Pasific Deaf Games 2015 di Taiwan. Meraih 1 medali emas, 1 perunggu dan masuk 8 Besar pada Bayreuth Open Table Tennis Paragames ke III Tahun 2015 di Bayreuth Jerman. Meraih 19 medali emas, 12 perak dan 5 perunggu pada Special Olympic World Summer Games tahun 2015 di Los Angeles, Amerika Serikat. Meraih 6 medali Emas dan 3 Perunggu pada mengikuti Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (PEPARPENAS) di Bandung Jawa Barat. Meraih peringkat 9 dari 16 peserta pada Pembinaan dan Pengiriman Tim Sepakbola Pelajar Usia 14 Tahun menuju Tokyo International Football.

Penyelenggaraan pendidikan di DKI Jakarta diarahkan untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Provinsi DKI Jakarta, mewujudkan pendidikan yang kompetitif untuk menghadapi perubahan, meningkatkan standar kualitas layanan pendidikan, meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan p

elayanan

d

asar yakni pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga

negara. Daerah Kabupaten/Kota mengelola memiliki kewenangan atas

pengelolaan

pendidikan dasar, pendidikan usia dini, dan pendidikan non formal. Sedangkan Daerah Provinsi memiiliki kewenangan atas pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus. Provinsi DKI Jakarta memiliki otonomi khusus dimana kewenangan pemerintahan berada terpusat di tingkat provinsi, sehingga pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan usia dini, pendidikan non formal, dan pendidikan khusus dilakukan di tingkat Provinsi.

Angka Partisipasi Sekolah

(50)

menunjukkan perubahan jumlah murid yang mampu ditampung di setiap jenjang sekolah. Angka Partisipasi Sekolah (APS) memberikan gambaran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum.

Pendidikan anak tidak hanya pada sekolah formal seperti SD, SMP dan SMA namun pendidikan anak dimulai sejak anak usia balita (bawah lima tahun), bahkan batita (bawah tiga tahun). Diyakini bahwa masa balita seorang anak adalah masa keemasan pertumbuhan otaknya. Dimasa keemasan ini jika pertumbuhan anak dirangsang dengan benar dan baik maka akan sangat berpengaruh saat mereka nantinya dewasa.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pada pendidikan tingkat dasar, APS merupakan jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar, yaitu usia 7-12 tahun atau setara SD dan usia 13-15 tahun atau setara SMP yang sedang bersekolah di SD dan SMP per 1.000 jumlah penduduk usia SD dan SMP. Berikut adalah gambaran APS pendidikan dasar di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sampai dengan tahun 2016:

Tabel 2.21

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012/2013 s.d. 2014/2015

No. Jenjang Pendidikan 2012/2013 2013/2014 2014/2015

(1) (2) (3) (4) (5)

1. SD/MI

1.1. Jumlah Murid Usia 7-12 tahun 785.086 864.570 854.494 1.2. Jumlah Penduduk Usia 7-12 tahun 800.503 906.000 904.880

1.3. APS SD/MI 98,07 95,43 95,54

2. SMP/MTs

2.1. Jumlah Murid Usia 13-15 tahun 349.134 384.042 385.272 2.2. Jumlah Penduduk Usia 13-15 tahun 365.406 405.700 411.960

2.3. APS SMP/MTs 95,55 94,66 93,52

Gambar

Tabel 2.9 Komuter Menurut Moda Transportasi Utama Yang Dipergunakan (dalam persen)  Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014
Gambar 2.12
Gambar 2.13
tabel 2.10 diatas, dapat dilihat perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor pada tabel Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku sebagaimana ditunjukkan pada 2.11 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti menemukan semua dimensi nilai religi pada novel Assalamualaikum Beijing karya Asama Nadia yaitu: keyakinan Bergama merupakan dimensi yang berkaitan dengan

Seluruh asli dokumen penawaran Saudara yang telah diunggah melalui LPSE Kota Medan.. Asli Dokumen Kualifikasi sesuai data isian kualifikasi dan fotokopinya sebanyak 1(satu)

Keuntungan dari menggunakan strategi ini adalah: (1) memaksimalkan kontrol terhadap output yang dihasilkan pada retailer tersebut; (2) meningkatkan imej produk

bahwa untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Riset dan Teknologi sebagaimana diatur

Interaksi interpersonal seringkali mengalami dinamika permasalahan yang bersumber dari disfungsi kemampuan mental individu (misal: regulasi diri yang buruk, cara berpikir

Karyawan lapor ke Atasan Langsung atau ke Legal / Sekuriti / HC / Sek Perseroan. Team me ngumpulkan data terkait dengan

Dengan melakukan pengamatan langsung dalam kelompok, siswa mampu membandingkan bagian-bagian tumbuhan, seperti perakaran, batang, bunga dan daun dengan mandiri.. Dengan

Penelitian pengembangan bahan ajar BIPA yang lain adalah yang dilakukan oleh Anneke Heritaningsih Tupan yang berjudul Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi Otentik