• Tidak ada hasil yang ditemukan

2016 Randu Naskah HCVF HBKT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "2016 Randu Naskah HCVF HBKT"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 1 I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Konsep HCVA (High Conservation Value Area) atau Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) muncul pada tahun 1999 sebagai “Prinsip ke 9” dari standart pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dikembangkan oleh Majelis Pengurus Hutan (Forest Stewardship Council / FSC). Konsep KBKT yang didesain dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha-usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam kegiatan produksi kayu. Hingga saat ini efektifitas upaya pengelolaan di kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi belum diketahui bersama. Oleh sebab itu diperlukan adanya monitoring guna mengetahui keberhasilan upaya – upaya tersebut. Monitoring juga diperlukan sebagai bahan masukan untuk kegiatan pengelolaan di masa yang akan datang.

2. Maksud dan Tujuan

a. Memberi informasi kondisi KBKT yang di dalamnya memuat stress / source of stress di kawasan tersebut.

b. Membangun System Monitoring pengelolaan KBKT untuk mengetahui ketepatan strategi yang telah dikembangkan sebagai pemenuhan Prinsip FSC 9.4.

c. Mengetahui kondisi viabilitas target konservasi. d. Memberikan informasi mengenai realisasi pengelolaan 3. Ruang Lingkup

Monitoring dan evaluasi KBKT dilakukan di kawasan pengelolaan hutan di wilayah KPH Randublatung dengan luas Ha yang terdiri dari :

• HAS Bekutuk (habitat Monyet Ekor Panjang, Merak dan Elang Bido): 331,3 Ha • HAS Bangklean (Habitat Jelarang Bilalang, Kijang dan Merak) : 251,1 Ha • Has Kesongo (Habitat Kuntul Putih, Elang bido) : 659,7 Ha • Has Randublatung 1 (Habitat Kijang, Merak dan Biawak) : 199,5 Ha • Has Randublatung II (Habitat Katak Pohon Jawa dan Biawak) : 551,5 Ha • Kawasan Curam (Habitat Merak, Elang bido dan Kijang) : 159 Ha

• Situs Ekologi dan Budaya : 110,1 Ha

• KPS Sempadan Sungai : 1,034,0 Ha

(2)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 2 Monitoring dilakukan melalui pengamatan langsung (Survey Biodiversity) dan pengamatan tidak langsung (Laporan Tahunan Lingkungan, PHBM, Hugra dan Keamanan) pada unit contoh pengamatan, pelaporan dan penyajian data. Evaluasi dilakukan dengan menganalisa data dan informasi monitoring.

4. Daftar Istilah

Appendix I adalah jenis dan jumlah dialam sudah sangat sedikit dan dikawatirkan akan punah (perdagangannya tidak boleh sama sekali).

Appendix II adalah jenis yang pada saat ini tidak termasuk terancam punah, tetapi memiliki kemungkinan untuk terancam punah, jika perdagangannya tidak diatur.

Appendix III adalah Jenis ini tidak berbeda jauh dengan Appendix II, bedanya jenis ini diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu.

Budaya adalah istilah yang mengacu kepada suatu hasil bersama dari kelompok manusia atau komunitas lokal, termasuk nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan, perilaku, acara atau ritual, bahasa, pengetahuan dan obyek material.

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainnya.

Banjarharian adalah sistem pembutan tanaman hutan yang dikerjakan dengan upah harian atau borongan. Tanpa penanaman tanaman pertanian pada lahan yang sama

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) adalah wilayah kerja administrasi perum perhutani. BKPH tingkatanya 1 level lebih tinggi dari RPH • Bagian Hutan (BH) adalah daerah hutan dalam satuan kelola yang diperuntukan

untuk pengusahaan hutan sesuai dengan tujuan perusahaan.

CITES : Convention on International Trades of Endangered Species ; konvensiuntuk perdagangan internasional spesies langka.

(3)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 3Debit aliran adalah banyaknya volume air yang melewati suatu penampang

aliran per satuan waktu (m3/detik).

Derajat Keberadaan/Co occurance Index (PCS=percentage of co-occurring species/PCS) merupakan ukuran rata-rata kekayaan spesies pada suatu lokasi yang memiliki spesies tertentu.

Derajat Kelangkaan adalah ukuran sebaran spesies pada suatu lokasi yang memiliki spesies interes (ditemukan atau tidak ditemukannya spesies pada lokasi). • Derajat Sensitifitas (Disturbance Sensitivity Index / DSI) adalah ukuran

kepekaan spesies terhadap gangguan manusia.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah atau cekungan air yang dibatasi punggung bukit yang berfungsi menerima dan menampung air hujan melalui sungui utama menuju pantai/laut.

Erosi tanah adalah peristiwa terpindahkannya sebagian massa tanah oleh suatu faktor penyebab erosi dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Erosi percikan adalah lepasnya partikel-partikel tanah akibat tetesan air hujan yang memukul permukaan tanah.

Erosi permukaan tanah adalah terbawanya butir-butir tanah yang terdapat dipermukaan tanah akibat aliran air pada permukaan tanah.

Erosi alur adalah kelanjutan dari erosi aliran permukaan yang terkonsentrasi pada suatu tempat sehingga membentuk alur-alur.

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara organisme (makhluk hidup) atau unsur biotik dengan lingkungannya atau unsur abiotik.

Endemik Bird Area (EBA) adalah kawasan yang secara geografis merupakan tempat tinggal bagi sedikitnya dua species burung endemic dimana wilayah jelajahnya terbatas pada kawasan relatif kecil.(menurut BirdLife International). • Forest Stewardship Council (FSC) adalah lembaga yang bertugas melakukan

proses penilaian sertifikasi sesuai standart yang berlaku kepada unit manajemen untuk memperoleh sertifikasi ekolabel.

(4)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 4Habitat adalah suatu kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik

maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra,1990).

Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HBKT) adalah suatu areal hutan yang memiliki satu atau lebih NKT (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia,2008). • Hutan Alam Sekunder (HAS) adalah lapangan-lapangan berupa hutan alam

atau hutan alam sekunder hasil restorasi/akan direstorasi.

Hutan Lindung Terbatas (HLT) adalah kawasan hutan yang diperuntukan untuk perlindungan terbatas.

IUCN : International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. • Indek Erosi (IE) adalah rasio antara laju erisi aktual terhadap laju erosi yang

terjadi/diperbolehkan.

Important Bird Area (IBA) adalah kawasan dimana terdapat species kunci burung yang keberadaanya rentan terhadap kepunahan global atau dimana populasinya tidak dapat tergantikan.

Jasa Lingkungan adalah jasa-jasa biofisik yang dihasilkan oleh suatu ekosistem secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia.

Keanekaragaman hayati atau biological diversity (biodiversity) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan keanekaragaman sumberdaya alam hayati, yang mencakup jenis-jenis flora dan fauna dalam suatu ekosistem.

KRS (Kofisien Rejim Sungai) merupakan perbandingan antara nilai debit aliran terbesar dan nilai debit aliran terkecil.

Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) merupakan kawasan perlindungan terutama untuk perlindungan tata air terdiri dari Sempadan Sungai, Mata Air dan Sempadan Jurang.

Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh) merupakan kawasan perlindungan untuk tujuan perlindungan khusus. KPKh meliputi : Situs Budaya, Kuburan, Pohon Plus, Hutan Koleksi, Kawasan Pelindungan Plasma Nuftah (KPPN) serta Hutan Alam Sekunder (HAS).

(5)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 5Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) adalah suatu areal yang memiliki

satu atau lebih NKT .

Kebutuhan Dasar (Pokok) adalah jenis barang atau jasa yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat pokok, termasuk pangan, air, sandang, bahan untuk rumah dan peralatan, kayu bakar, obat-obatan, pendidikan dan pakan hewan.

Komunitas Lokal adalah istilah yang mengacu kepada sekumpulan orang yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan atau ekosistem alam lain yang memiliki jaringan komunikasi, memiliki kepentingan bersama dengan hutan atau ekosistem alam lain dan memiliki simbol lokal tertentu berkaitan dengan kawasan tersebut.

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah (KPPN) adalah areal-areal yang berfungsi untuk perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity) flora dan fauna.

Kelas Umur (KU) adalah kawasan yang ditumbuhi dengan hutan jati produktif yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) adalah salah satu unit usaha pada Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dengan daya dukung potensi Sumber daya hutan, kinerja pengusahaan, dinamika lingkungan dan faktor-faktor lain.

Landscape Context adalah ukuran terintegrasi dua faktor yaitu regim dan proses-proses lingkungan yang dominan terhadap perkembangan dan pemeliharaan keberadaan target; dan koneksitas.

Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI ), kedalam golongan ini adalah alur, jalan rel, dan jalan mobil, pekarangan,, tempat penimbunan kayu, kuburan dst.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan.

(6)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 6 langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainya.

Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya.

Natural Forest adalah kawasan hutan dengan kodisi ekosistem belum mengalami gangguan.

Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilai ekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya.

NKT 1 adalah kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting.

NKT 1.1 adalah kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan / atau konservasi.

NKT 1.2 adalah spesies hampir punah.

NKT 1.3 adalah kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup. • NKT 1.4 adalah kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan

spesies yang digunakan secara temporer.

NKT 2 adalah kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami.

NKT 2.1 adalah kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi.

NKT 2.2 adalah kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (bersesinambungan).

NKT 2.3 adalah kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami.

NKT 3 adalah kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah. • NKT 4 adalah kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami.

NKT 4.1 adalah kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir.

(7)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 7NKT 4.3 adalah kawasan yang berfungsi sebagai sekat bakar alam untuk

mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan.

NKT 5 adalah kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal.

NKT 6 adalah kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional komunitas lokal.

Pemantauan biodiversity adalah kegiatan pengumpulan dan analisis hasil pengamatan atau pengukuran yang dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi perubahan kondisi dan kemajuan pencapaian tujuan pengelolaan.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan(stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proposional.

Participatory Conservasion Planning (PCP) adalah Perencanaan Konservasi Parsitisipatif terhadap situs dalam bentuk konsultasi Publik. Kegitannya berupa Identifikasi, inventarisasi dan penyusunan strategi serta rencana pengelolaan secara partisipasi dengan melibatkan masyarakat pengguna dan yang bermukim disekitar situs.

Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan (PLDT) adalah suatu bentuk kegiatan mengolah lahan untuk lahan pertanian dan atau pemanfaatan lahan untuk kegiatan usaha yang mendapatkan hasil, kegiatan tersebuat dilakukan sekelompok masyarakat pada sutau wilayah kawasan hutan.

Pesanggem adalah orang perorangan yang memenuhi kriteria tertentu yang telah menandatangani perjanjian kontrak kerja tanaman.

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) adalah suatu proses pengelolaan Htan yang menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dengan memperhatikan keberlanjutan fungsi ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang.

(8)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 8Preventif adalah suatu kegiatan pengamanan hutan dengan cara patroli secara

rutin untuk mencegah secara dini sebelum pohon roboh.

RTE adalah spesies yang masuk ke dalam kategori jarang, terancam dan hampir punah menurut IUCN.

Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) adalah rencana jangka panjang pengelolaan hutan agar kelestarian hutan dapat dipertahankan, merupakan sub sistem perencanaan sumberdaya hutan. Jangka berlaku 10 tahun untuk daur panjang, dan 5 tahun untuk daur pendek.

Rencana Teknik Tahunan (RTT) adalah Rencana Tehnik Tahunan yang meliputi rencana kegiatan persemaian, tanamam, pemeliharaan dan tebangan. • Resort Pemangkuan Hutan (RPH) adalah wilayah kerja administrasi perum

perhutani di bawah BKPH.

Reboisasi adalah kegiatan penanaman tanaman jati atau rimba pada kawasan produksi di lokasi bekas tebangan.

Rehabilitasi adalah upaya memperbaiki dan memulihkan kondisi hutan dan lahan melalui penanaman tanaman jati atau rimba di lokasi tanah kosong.

Represif adalah suatu kegiatan pengamanan hutan dengan cara penangkapan atau penggeledahan.

Semi Natural Forest adalah kawasan hutan dengan kondisi ekosistem sudah mengalami gangguan dan perlu kegiatan restorasi untuk pemulihan habitat

Sedimentasi adalah proses pengendapan material–material sedimen yang terbawa oleh muatan air.

Satwaliar adalah binatang yang hidup dalam ekosistem alam.

Species indikator adalah jenis satwa yang peka terhadap perubahan yang terjadii disekitarnya sehingga menyebabkan perubahan baik perilaku maupun pergerakannya.

Spesies interes adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi spesise interest diharapkan spesies lain otomatis akan ikut terlindungi, ditentukan berdasarkan pertimbangan Derajat Keberadaan, Derajat Kelangkaan dan Derajat Sensitifitas.

(9)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 9 menggunakan komponen 5-S yaitu System, Stress, Source of Stress, Strategy dan Success.

System Viability (kelangsungan hidup sistem) adalah kelangsungan hidup system atau target konservasi dilihat dari hasil penilaian terhadap Size, Condition, dan Landscape Context dari masing-masing system.

Sizeadalah ukuran luasan atau kelimpahan keberadaan target konservasi.

Studi Dampak Sosial (SDS) adalah suatu pengaruh terhadap masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial, ekonomi dan lingkungan dari pengelolaaan hutan.

Standart Operasional Prosedur (SOP) adalah acuan stadar dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.

Stasiun Pemantauan Lingkungan (SPL) adalah lokasi yang ditetapkan untuk pemantauan lingkungan.

Tumpangsari adalah sistem pembuatan tanaman hutan yang dikerjakan bersama-sama dengan tanaman pertanian.

Total Dissolve Solid (TDS) adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik, misal garam, dll) yang terdapat pada suatu larutan.

Total Suspension Solid (TSS) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat menyebabkan kekeruhan air.

Unit contoh adalah unit bagian dari populasi dimana pengamatan, pengukuran dan atau pencacahan dilakukan secara aktual terhadap ciri-ciri atau karakteristik obyek.

4. DASAR PELAKSANAAN

1. Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Undang-undang no.41 tahun 1999 tentang Kehutanan

3. Undang-undang no.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

4. SNI 3-1724-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Hidrologi dan Hidraulik untuk Bangunan Sungai

(10)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 10 6. SNI 03-2820-1992 tentang MetodePengukuran debit Sungai dan Saluran Terbuka

dengan Pelampung Permukaan

7. SNI 13-060-10 tentang Air dari Sumber Alam

8. Peraturan Pemerintah No.150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untun Produksi Biomassa

9. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air 10. Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air

11. Peraturan Pemerintah No.35 tahun 1991 tentang Sungai

12. Keputusan Menteri Kehutanan No.52/Kpts-II/2001 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu

13. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.37 tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan

14. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

15. Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2011 tentang Sungai

16. Peraturan Menteri Kehutanan No.11/MenHut/II/2009 tentang Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.

17. Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan No.P.9/VI-BPHA/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan. 18. F. Backer, 2001. Prinsip-prinsip Silvikultur, Gadjah Mada Press.

19. Tony Written, 1999. Ekologi Jawa dan Bali Jilid II, Canadian Int.Dev. Agency 20. Forest Stewardship Council (FSC) Prinsip 9. Pemeliharaan HCVF

21. Toolkit For Identifying and Managing HCVF (Jennings, Nussbaum, Synnott, 2002) yang dikenal sebagai Proforest Toolkit.

22. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia oleh Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Tropenbos Indonesia, 2008.

(11)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 11 II.KEADAAN UMUM

1. Identitas Perusahaan

2. Kondisi Umum KPH

Luas wilayah KPH Randublatung 32.438,72 ha terletak di antara 04°25' BT sampai dengan 04° 40' BT dan Lintang Selatan 07°05' sampai dengan 07° 20' LS. Secara administratif pemerintahan, wilayah KPH Randublatung berada pada wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari: 31.736,0 ha (97,83%) berada di wilayah Kabupaten Blora dan seluas 702,70 ha ( 2,17%) berada di wilayah Kabupaten Grobogan.

Batas wilayah secara administratif meliputi: • Sebelah Utara : KPH Blora • Sebelah Timur : KPH Cepu • Sebelah Selatan : KPH Ngawi • Sebelah Barat : KPH Gundih

Nama Perusahaan : Perum Perhutani KPH Randublatung Jenis Badan Hukum : BUMN

Alamat Perusahaan : Jl. Cepu Blok III/28 Randublatung No. Telpon dan Fax : 0296-810012/ 0296-810024 Alamat e-mail : kphrandublatung@yahoo.co.id Bidang usaha : Kehutanan

Penanggung Jawab Nama

Jabatan

: : :

Administratur/ KKPH Randublatung Ir. Herdian Suhartono

(12)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 12

Gambar1. Peta lokasi KPH Randublatung

KPH Randublatung merupakan Kelas Perusahaan Jati dengan wilayah hutan terdiri dari 6 Bagian Hutan (BH), yaitu : BH Doplang, BH Bekutuk, BH Ngliron, BH Randublatung, BH Bangklean dan BH Banyuurip. Secara administratif KPH Randublatung dibagi menjadi 12 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 44 Resort Pemangkuan Hutan. Masing-masing BKPH dan RPH di wilayah KPH Randublatung adalah : BKPH Trembes (RPH Balong, Nglencong, Botoreco, Padas), BKPH Temuireng (RPH Alas malang, Dawung, Kaligawan dan Trembes), BKPH Tanggel (RPH Bogorejo, Delok, dan Kalipang ), BKPH Temanjang(RPH Gumeng, Banyuurip, Jambean dan Temetes), BKPH Ngliron (RPH Banyuasin, Kedungringin, Ngliron dan Ngodo), BKPH Kedung Jambu (RPH Gedang becici, Jatikusumo, Kedung jambu, dan Soko) BKPH Kemadoh (RPH jegong, Karang, Klanding dan Singget) BKPH Pucung (Bangklean, Kemadoh dan Pucung) BKPH Banyuurip (RPH Banyuurip, Gadung, Ngampel dan Serut) BKPH Selogender ( RPH Kepoh, Selogender dan Kuwojo) BKPH Boto (RPH Beran, Boto, Sugih dan Sumengko) dan BKPH Beran ( RPH Bodeh, Kedungsambi dan Menden).

KPH Randublatung.merupakan salah satu Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) di Wilayah Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dengan luas wilayah 32.438,7 ha, terdiri dari kawasan untuk produksi seluas 28.082,8 Ha (86,57%), kawasan perlindungan seluas 3.318,3 Ha (10,23 %) serta kawasan penggunaan lain seluas 1.037,6 Ha (3,20%). Kawasan untuk perlindungan terdiri dari Kawasan

PETA LOKASI

KPH RANDUBLATUNG

(13)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 13 Perlindungan Setempat (KPS) seluas 1.250,2 Ha (3,24%) yang terdiri dari Sempadan Sungai (1.034 Ha), Sempadan Mata Air (57,2 Ha) dan Sempadan Jurang (139 Ha), Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh) seluas 3,8 Ha (6,80%). Selain itu juga terdapat Cagar Alam Jati seluas 25,4 Ha yang pengelolaannya berada dibawah BKSDA wilayah Pati (Sumber : hasil audit SDH akhir tahun 2007).

Kegiatan pengelolaan hutan didasarkan pada aspek kelestarian produksi, kelestarian sosial, dan kelestarian lingkungan guna pencapaian pembangunan berkelanjutan/ lestari (sustainable development). Pengelolaan hutan berbasis kelestarian tersebut merupakan komitmen perusahaan dalam mengimplementasikan Standar FSC (Forest Stewardship Council) dan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari), sebagai wujud ketataatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan terbukti pada tanggal 30 Maret 2012 Perum Perhutani Randublatung telah mendapatkan “Sertifikat SGS-FM/COC-009321 yang berlaku sampai dengan 29 Maret 2017 dan Sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu dari PT. Equality Indonesia dengan Nomor Sertifikat : 052-17/EQC-VLK/V/2013 yang berlaku sampai dengan tanggal 23 Mei 2016.

(14)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 14 III. METODE MONITORING

Metode Monitoring KBKT KPH Randublatung berdasarkan pada pendekatan 5-S. Pendekatan 5-S difokuskan pada komponen-komponen di bawah ini dengan ilustrasi bentuk hubungan antar komponen disajikan dalam Gambar 1. Komponen-komponen 5-S site conservation planning tersebut adalah : (1) System, (2) Stress, (3) Source of Stress (Stressor), (4) Strategy, dan (5) Success

Bentuk Hubungan antar Komponen Kerangkakerja 5 – S

Site Conservation Planning

SYSTEM : adalah merupakan spesies, komunitas, dan ekosistem, serta proses-proses alam yang memelihara dan melestarikan mereka, yang merupakan perwujudan dari keseluruhan keanekaragaman hayati tapak setempat. System ini

dikenal sebagai “Target Konservasi”, dan menjadikannya sebagai fokus dalam membuat rencana konservasi.

(15)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 15 environment regimes dan ketersediaan habitat dan sumber daya alam lain untuk kelangsungan hidup target.

STRESS : Kerusakan atau degradasi pada system yang menyebabkan berkurangnya kemampuan system untuk bertahan dan berkembang. Kerusakan bisa terjadi langsung pada target atau proses ekologi penting bagi target untuk melangsungkan kehidupannya.

SOURCE OF STRESS (STRESSOR): Suatu kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi sistem yang bisa berupa ketidaksesuaian penggunaan lahan, air dan sumber daya alam lainnya, atau suatu kegiatan yang menyebabkan terjadinya tekanan. Source of stress ini bisa berupa aktivitas yang sedang berjalan atau active dan juga bisa berupa aktivitas yang sudah berlalu atau histories tetapi masih menimbulkan dampak pada target.

Stressor yang sudah teridentifikasi kemudian dilakukan scoring tingkat kontribusi dan irreversibility stress yang diakibatkan oleh stressor.

STRATEGY : Langkah-langkah atau upaya pendekatan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi sistem akibat tekanan, dan mengendalikan sumber tekanan atau ancaman kritis yang mana sedapat mungkin menyenangkan/menguntungkan para pihak.

Langkah-langkah strategy yang dibangun didasarkan pada ancaman pada target konservasi yang merupakan kombinasi dari stress dan source of stress pada target. Tujuan dari strategy ini adalah untuk restorasi stress dan eliminasisource of stress.

SUCCESS : Menetapkan ukuran keberhasilan bagi setiap langkah perbaikan kondisi sistem akibat tekanan dan ukuran keberhasilan bagi setiap langkah pengurangan atau pengendalian sumber tekanan.

(16)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 16 Monitoring keberhasilan pengelolaan target konservasi dibedakan menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah monitoring keberhasilan perbaikan target konservasi secara ekologis. Kedua adalah monitoring kemampuan institusi dalam melaksanakan kegiatan konservasi.

1. Program-program Monitoring Keberhasilan Pengelolaan Target Konservasi Secara Ekologis

Tabel-tabel berikut adalah merupakan program monitoring pengelolaan target-target konservasi ditinjau dari segi ekologis. Metodologi monitoring yang tercantum dalam table-tabel tersebut secara lengkap disajikan dalam lampiran laporan ini.

Secara umum desain sampling lapangan untuk aspek ekologi dibagi kedalam dua kategori yaitu : 1) point sampling pada seri poin sepanjang garis transek, 2) plots sampling dalam seri poin sepanjang transek.

Seluruh sampling yang dibuat di desain permanen, diketahui koordinat starting point dan ending point transek. Ukuran sample, jumlah, dan penempatan sample didesain mengikuti kaedah statistik dengan tujuan untuk mendapatkan data sample yang merupakan representasi dari kondisi ekologis yang di sampling.

(17)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 17 Tabel 1. Program Monitoring Pengelolaan Hutan Alam Sekunder (HAS)

Kerapatan kehilangan tanah Pengukuran erosi Bulanan musim hujan

Metode sampling

Tabel 2. Program Monitoring Pengelolaan Mata Air

Target

Debit Ukur debit Setiap Bln Januari - Desember Penutupan

Lahan Line Transek 1x/ Tahun Juli - Agustus Kerapatan

Tegakan Line Transek 1x/ Tahun Juli - Agustus

Tabel 3. Program Monitoring Pengelolaan Species Interest dan endemik (Elang Bido, Merak, Kuntul Kerbau, Jelarang Bilalang, Biawak dan

individu line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

Kelimpahan

jenis line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

Jenis Pakan line transek+ pvc 1x/th Juli-agustus

(18)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 18 2. Program-program Monitoring Keberhasilan Pengelolaan Target

Konservasi Secara Institusi

Tingkat keberhasilan pengelolaan target konservasi secara ekologis mencerminkan bagaimana kapasitas institusi pengelola target konservasi tersebut. Sebagai institusi pengelola target konservasi disini adalah Perum Perhutani

3. Metode Survey / Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora Vegetasi Hutan Tanaman

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan unit contoh berbentuk lingkaran berdiameter 17,8 m. Unit contoh diletakkan secara sistematik dengan jarak antar unit contoh 100 m.

Vegetasi Hutan Alam

Pengamatan vegetasi dilakukan pada suatu petak yang dibagi-bagi ke dalam petak-petak berukuran 20x20 m2, 10x10 m2, 5x5 m2 dan 2x2 m2. Petak berukuran 20x20 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat

pertumbuhan pohon (diameter ≥20 cm), petak berukuran 10x10 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan tiang (diameter 10 – <20 cm), petak berukuran 5x5 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan pancang (anakan pohon dengan tinggi >1,5 dan diameter <10 cm), dan petak berukuran 2x2 m2 untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai (anakan pohon dengan tinggi <1,5 m; diameter <3 cm). Bentuk unit contoh pengamatan tumbuhan disajikan pada Gambar.

100 m

r =17.8 m r

r r

20 m

(19)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 19

Gambar3 . Bentuk unit contoh pengamatan vegetasi; A petak 2x2 m2, B

petak 5x5 m2, C petak 10x10 m2 dan D petak 20x20 m2 Tumbuhan Bawah

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan unit contoh yang didasarkan atas pendekatan metode garis berpetak. Setiap unit contoh memiliki dimensi panjang 100 m dan lebar 1,0 m. Setiap unit contoh akan dibagi-bagi dalam petak ber-ukuran 1x1 m2, yang diletakkan pada setiap jarak 10 m dari titik pusat petak. Bentuk unit contoh untuk pengumpulan data tumbuhan bawah disajikan pada Gambar berikut.

Gambar4. Bentuk unit contoh pengamatan tumbuhan bawah

2. Pengumpulan Data Keanekaragaman Fauna Pengamatan Mamalia

(20)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 20 pengamat dan sudut antar posisi ditemukannya satwa liar dengan lintasan pengamatan yang dibuat. Pembuatan transek pengamatan mamalia besar seperti disajikan pada Gambar 5. Pengamatan mamalia dilakukan tiga kali, yakni pada periode waktu pagi hari (sekitar pukul 05:30–09:00), sore hari (sekitar pukul 15:30–18:00), dan malam (sekitar pukul 19:00 – 23:00).

Gambar5. Desain transek garis pengamatan mamalia besar; d=jarak tegak lurus antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan (d=r.Sinθ), r=jarak antar satwaliar dengan pengamat, =sudut antar posisi satwa dengan lintasan pengamatan, O=posisi pengamat, dan S=posisi satwa

Pengamatan Burung

Pengamatan burung dilakukan dengan menggunakan unit contoh kombinasi transek garis dengan variable circular plot (VCP). Jarak antar titik pusat plot yang satu dengan lainnya adalah 100 m, sedangkan panjang setiap transek adalah 500 m. Bentuk unit contoh pengamatan burung seperti disajikan pada Gambar 6. Data yang diambil dari proses pengamatan burung adalah jenis, jumlah, perilaku, dan jenis perjumpaan.

Gambar6. Desain inventarisasi burung dengan metode VCP

r

100 m

500 m S

O

S

S

d r



500m

(21)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 21 Pengamatan Amphibia & Reptilia

Pengumpulan data amphibia dan reptilia dilakukan dengan menggunakan metode penghitungan secara visual (visual encounter survey= VES) pada transek pengamatan sepanjang 500 m dan lebar 20 m, baik di habitat terestrial maupun riparian. Pengumpulan data dilakukan pada malam hari (19:00 hingga 23:00). Data yang dicatat meliputi: jenis yang ditemukan, jumlah individu setiap jenis yang ditemukan .

4. Metode Pengolahan Data

1. Komposisi dan Struktur Vegetasi

Komposisi jenis diperhitungkan berdasarkan nilai-nilai parameter kuantitatif tumbuhan yang mencerminkan tingkat penyebaran, dominansi dan kelimpahannya dalam suatu komunitas hutan. Nilai-nilai ini dapat dinyatakan dalam bentuk nilai mutlak maupun nilai relatif. Berdasarkan pengambilan contoh dengan menggunakan metode jalur berpetak maka nilai-nilai tersebut dirumuskan sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 1983):

Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis Total luas unit contoh

Kerapatan Relatif (KR) =

Kerapatan suatu jenis

x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah total unit contoh

Frekuensi Relatif (FR) =

Frekuensi suatu jenis

x 100% Total frekuensi seluruh jenis

Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis Total luas unit contoh

Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100% Total dominansi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP)

= KR+DR+FR

(22)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 22 Indeks keanekaragaman (diversity index) merupakan ukuran matematis bagi keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas. Indeks keanekaragaman memberikan informasi yang lebih baik tentang komposisi komunitas dibandingkan dengan kekayaan spesies yang dihitung secara sederhana (seperti jumlah spesies yang ada) serta telah memperhitungkan kelimpahan relatif dari spesies-spesies yang berbeda. Indeks keanekaragaman memadukan kekayaan dan kemerataan spesies ke dalam satu nilai.

Keanekaragaman spesies berdasarkan tipe penutupan lahan dianalisis dengan menggunakan indeks keanekaragaman alpha yang mencakup: (a) indeks keanekaragaman Shannon, (b) indeks keanekaragaman Simpson, dan (c) indeks kemerataan Simpson (Krebs 1989). Indeks keanekaragaman Shannon dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

'

H = indeks keanekaragaman Shannon

N = total jumlah individu semua jenis yang ditemukan

i

n = jumlah individu spesies ke-i

s = jumlah spesies ditemukan Kriteria Indeks : H’<1, keanekaragaman rendah

H’= 1 - 3, keanekaragaman sedang

H’ >3, keanekaragaman tinggi

(23)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 23 hutan tersebut bisa dikatakan sedang mengalami suksesi (Resosoedarmo, et all,1992).

Harapan H’ dapat digunakan sebagai alternatif bagi H’. Harapan H’ ekuivalen

dengan kesamaan jumlah spesies umum yang diperlukan untuk

menghasilkan nilai H’ tertentu dari suatu contoh. Menurut Whittaker (1972),

ragam H’ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

)

Var = ragam indeks keanekaragaman Shannon pada sampel pertama

) ( '

2

H

Var = ragam indeks keanekaragaman Shannon pada sampel kedua

H = indeks keanekaragaman Shannon pada sampel kedua N1 = total jumlah individu pada sampel pertama

(24)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 24 Simpson (1949) memberikan peluang bagi dua individu yang ditarik secara acak dari komunitas besar yang tidak terbatas berdasarkan perbedaan spesies sebagai berikut:

Indeks kemerataan spesies kemungkinan merupakan indeks yang paling banyak digunakan oleh ahli-ahli ekologi. Indeks kemerataan spesies berdasarkan Simpson dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

ED = indeks kemerataan spesies (ekuitabilitas=evenness) D = indeks Simpson

Dmax = S atau total jumlah spesies ditemukan pi = proporsi jumlah individu spesies ke-i, = ni/N ni = jumlah individu spesies ke-i

N = total jumlah individu seluruh spesies

3. Kesamaan Komunitas

(25)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 25 sama sekali tidak memiliki kesamaan dan tidak ada satupun spesies yang terdapat pada kedua lokasi yang diperbandingkan.

Salah satu keuntungan ukuran ini adalah penghitungannya mudah. Kelemahannya adalah tidak mempertimbangkan kelimpahan spesies karena semua spesies yang ditemukan dianggap memiliki kelimpahan yang sama. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka digunakan ukuran kesamaan yang didasarkan atas data kuantitatif seperti yang diusulkan oleh Bray dan Curtis (1957). Persamaan indeks kesamaan komunitas berdasarkan Jaccard adalah sebagai berikut:

J

C =

j b a

j

 

keterangan:

CJ = indeks koefisien Jaccard

j = jumlah spesies yang ditemukan di kedua komunitas

a dan b = jumlah spesies yang ditemukan di komunitas A dan komunitas B

Indeks kesamaan komunitas Sörensen yang telah dimodifikasi oleh Bray-Curtis adalah:

S

C =

b a

j 

2

Keterangan :

CS = indeks Sörensen atau koefisien Czekanowski

j = jumlah spesies yang ditemukan di kedua komunitas

(26)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 26

IV.

MONITORING VIABILITAS TARGET KONSERVASI

1.NKT 1 . Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting.

1.1 Has Bekutuk

Pengelolaan Cagar Alam Bekutuk berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam, namun untuk mendukung pengelolaan ekosistemnya KPH Randublatung menetapkan zona penyangga seluas 331,3 ha. Zona penyangga tersebut adalah HAS Bekutuk. HAS Bekutuk kondisi saat ini vegetasinya masih didominasi oleh tegakan jati dan Rimba Campur. HAS Bekutuk merupakan hutan yang akan dibentuk menjadi hutan alam dengan dilakukan kegiatan pengkayaan jenis secara bertahap. HAS bekutuk juga merupakan habitat untuk spesies interest maupun satwa RTE antara lain jenis (Elang Bido, Biawak, moyet ekor panjang, kijang, dan Merak dll). Adapun monitoring keanekaragaman pada kawasan Has Bekutuk tersaji di tabel di bawah ini.

Gambar 7. Restorasi di HAS Bekutuk petak 35 dan 52 BKPH Temanjang

Tabel 4. Hasil Monitoring Keanekaragaman Jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 2,07 2,28 2,07 2,26 2,22 2,21

2 Semai 1,54 2,09 2,11 2,26 1,98 1,94

3 Pancang 1,41 1,15 1,16 1,21 0,78 0,75

4 Tiang 0,03 0,04 0,06 0,11 0,11 0,12

5 Pohon 0,42 0,41 0,41 0,48 0,48 0,48

(27)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 27

Gambar 8. Grafik keanekaragaman tahun 2011-2016

Gambar 9. Peta Kawasan konservasi Has Bekutuk NKT I.1

(28)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 28 kawasan Has bekutuk masih tergolong baik dan menunjukan pengelolaan KBKT sesuai dengan proses yang diharapkan.

Tabel 5. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,55 2,31 3,06 3,25 3,49 3,47

2 Herpetofauna 1,84 1,58 2,02 2,49 2,28 2,53

3 Mamalia 1,73 1,68 2,3 2,21 2,52 2,39

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus HAS Bekutuk

Gambar 10. Grafik keanekaragaman Fauna tahun 2011-2016

(29)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 29 1.4 Kawasan Sumber Lumpur Kesongo

Sumber Lumpur Kesongo, Rawa Kesongo merupakan satu kesatuan dalam pengelolaan kawasan Kesongo dimana setatusnya menjadi TBP(Tak Baik Untuk Produksi dengan keluasan 134,4 ha. Dengan kekhasan dan keunikan perpaduan hamparan hutan rawa tentatif 16,0 ha dan savana 79,9 ha serta sumber lumpur 38,5 ha. Kawasan tersebut juga merupakan sarang 19 jenis aves sehingga perlu adanya perlindungan aves migran antara lain burung Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus) dan Cangak Merah (Ardea purpurea). Kawasan Has Kesongo juga mempunyai zona penyangga dengan keluasan 659,7 ha dimana kondisi tegakan masih di dominasi tanaman jati. Dari hasil survai biodiversity di tipe kawasan kesongo keanekaragamn flora hanya di temukan pada tingkat Tumbuhan bawah saja dan pada tingkat Fauna di temukan jenis Aves dan Herpetofauna. Untuk lebih jelas tersaji pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus Kesongo

Gambar 11. Grafik keanekaragaman Flora tahun 2011-2016

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 1,78 1,83 0,182 0,18 0,183 1,8

2 Semai - - - - -

3 Pancang - - - - -

4 Tiang - - - - -

(30)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 30 Tabel 7. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 khusus HAS Bekutuk.

Gambar 12. Grafik keanekaragaman Fauna tahun 2011-2016

Gambar 13 . Peta Kawasan NKT 1.4.

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,28 2,31 3,06 3,25 3,49 2,12

2 Mamalia - - - - -

(31)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 31 Gambar 14. Lokasi kesongo

2. NKT 2 .

NKT 2.2 Unit Managemen Hutan memiliki kawasan alami yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus / berkesinambungan.

Pada kawasan Sumber Lumpur Kesongo seluas 134,4 Ha, terdapat tiga kawasan alami yang tidak terpisahkan oleh garis batas yang tidak terputus/berkesinambungan, yaitu Savana Kesongo seluas 79,9 Ha, Rawa Kesongo seluas 16,0 Ha dan Lumpur Kesongo seluas 38,5 Ha. Ketiganya tidak mempunyai batas-batas yang jelas karena berada dalam satu lokasi/hamparan yang berdekatan dan tak terputus.

(32)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 32 Gambar 16. Lokasi Sumber Lumpur, Rawa dan Savana Kesongo.

Tabel 8. Hasil Monitoring Keanekaragaman jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2016 Kesongo

Gambar 17. Keragaman Flora di kesongo.

Berdasarkan data di atas hasil monitoring keanekaragaman jenis flora pada tipe habitat kawasan kesongo merupakan lokasi khas dimana pada areal lokasi tersebut merupakan kawasan savana hanya di tumbuhi tumbuhan bawah saja dan adapun untuk pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon tidak bisa tumbuh di

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 TB. Bawah 1,78 1,83 0,83 2,26 2,22 2,21

2 Semai - - - - -

3 Pancang - - - - -

4 Tiang - - - - -

(33)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 33 karenakan kondisi kawasan tersebut mengandung belerang setiap terjadi kurda/meletus. Untuk hasil pemantauan keanekaragaman jenis flora dan fauna di kawasan rawa kesongo, savana dan lumpur kesongo tidak terjadi perbedaan keanekaragaman di karenakan metode transek pengamatan dalam satu jalur. Tabel 9. Hasil Monitoring Keanekaragaman Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016

Sumber hasil survey biodiversity tahun 2011 – 2015 khusus Kesongo

Gambar 18. Keragaman Fauna di kesongo.

Begitu juga pada keanekaragaman jenis fauna pada tingkat aves pada tahun 2016 mengalami penurunan di banding pada tahun yang lalu, akan tetapi jika dilihat keseluruan pada tingkat aves dan herpetofauna pempunyai kreteria sedang artinya nilai rata-rata >2/ha. Untuk lebih jelasnya tersaji dalam dokumen monev biodiversty.

NKT 2.3

Spesies interes adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi species interest diharapkan spesies lain secara otomatis akan ikut terlindungi. Berdasarkan survey biodiversity telah ditetapkan 5 (lima) species interest yaitu :

No Parameter Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016

1 Aves 2,28 2,31 3,06 3,25 3,49 2,12

2 Mamalia - - - - -

(34)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 34 1. Jelarang Bilalang(Ratufa affinis)

Jelarang bilalang merupakan termasuk dalam spesies yang dilindungi sepenuhnya berdasarkan PP. RI No 7 Tahun 1999 dan termasuk salah satu jenis satwa yang terdaftar dalam Appendix II dokumen CITES, yaitu satwa yang dibatasi perdagangannya. Keberadaan Jelarang bilalang di kawasan hutan KPH Randublatung, menjadikannya sebagai salah satu target konservasi penting, karena jelarang bilalang merupakan Umbrella Species atau jenis mamalia yang umumnya menggunakan tajuk/kanopy pohon sebagai habitatnya, dan dapat dijadikan sebagai indikator baik tidaknya kondisi hutan pada kawasan tersebut. Habitat hutan dengan pepohonan menjadi kunci kehidupan Jelarang bilalang yang hidupnya sendirian maupun berpasangan dan aktif di pagi dan siang hari ini, menggunakan sebagian besar aktifitasnya di pepohonan baik aktifitas makan, istirahat, sosial ataupun berpindah dan makanannya berasal dari pepohonan meliputi buah-buahan, biji-bijian, kulit pohon, serangga dan telur burung. Kawasan yang menjadi daerah habitat Jelarang bilarang adalah KPPN Banglean dengan luas 251,1 Ha.

(35)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 35 Tabel 10. Monitoring Keanekaragamam jenis vegetasi/flora tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 2,26 2,22 2,21 2,26 1,98 1,94 1,21 0,78 0,75 0,11 0,11 0,12 0,48 0,48 0,48 2 Semp. Sungai 2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93 3 Semp. Jurang 2,33 2,14 2,15 1,81 1,67 1,68 1,59 1,14 1,14 0,21 0,21 0,26 0,15 0,07 0,07 4 KPPN Randu 2,65 2,25 2,51 2,42 2,1 2,16 1,59 2,18 2,16 1,06 0,94 0,92 0,22 0,22 0,22 5 KPPN Banglean 2,93 2,81 2,82 2,08 1,85 1,86 2,61 2,37 2,32 1,03 1,11 0,84 0,35 0,44 0,47 No Tipe Habitat

Keanekaragaman Flora

Pohon

TB Semai Pancang Tiang

Sumber survey biodiversity tahun 2014 dan 2016

Gambar 20. Keanekaragaman Jenis flora (Jelarang Bilalang)

(36)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 36 Gambar 21. Lokasi Kawasan KPPN Bangklean

Dari hasil monitoring species Jelarang Bilalang pada tahun 2016 di temukan 5 jenis tipe habitat yaitu Has Bekutuk, Sempadan Sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung, dan KPPN Bangklean.Jenis vegetasi pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Jelarang Bilalang sebagian besar tingkat keanekaragaman vegetasi menunjukan peningkatan pada setiap strata pertumbuhannya. Hal tersebut menunjukan pengelolaan kawasan HCVF sesuai dengan proses yang diharapkan.

Tabel 11. Monitoring Keanekaragamam jenis fauna tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 3,25 3,49 3,47 2,21 2,28 2,39 2,49 2,25 2,53 2 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 3 Semp. Jurang 2,3 2,39 2,63 2,08 2,29 2,19 2,46 2,35 2,33 4 KPPN Randu 3,41 2,54 2,23 2,22 2,19 2,43 2,64 2,56 2,56 5 KPPN Banglean 2,86 2,42 2,25 2,34 2,36 2,6 2,83 2,8 2,78

No Tipe Habitat Aves Mamalia

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna

(37)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 37

Gambar 22. Keanekaragaman Jenis fauna (Jelarang Bilalang)

Hasil monitoring fauna pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Has Bekutuk, Sempadan Sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN Bangklean jenis Aves, Herpetofauna maupun Mamalia sebagian besar tingkat keanekaragaman satwaliar menunjukan peningkatan pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan pada setiap kelasnya, namun perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keanekaragamannya sehingga dapat bertambah lebih baik. Kegiatan pengelolaan yang sudah di lakukan pada tipe kawasan KPPN Bangklean adalah:

1. Penandaan batas pada kawasan tersebut. 2. Patroli rutin.

3. Sosialisasi tentang kawasan perlindungan berserta jenis satwa yang dilindungi.

4. Pembuatan Plang informasi tentang keberadaan kawasan KPPN Bangklean. 5. Pemeliharaan permudaan alam dan buatan tanaman lokal dengan sistim

bronjong di petak 82 dan 47 BKPH Kemadoh RPH Jegong.

Tabel 12. Monitoring Populasi Spesies Interest Jelarang Bilalang di setiap Tipe kawasan tahun 2011-2016.

No Lokasi Tahun

(38)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 38

2 S. Sungai - - 0,35 0,70 0,69 0,64

3 S. jurang - - 1,10 1,64 1,09 1,12

4 KPPN Randu - - 0,67 1,33 1,33 1,24

5 Has Bekutuk - - 2,63 3,94 3,94 3,83

Sumber survey biodiversity tahun 2011 dan 2016

Gambar 23. Populasi Tipe habitat (Jelarang Bilalang)

Gambar 24. Jenis Jelarang Bilalang

(39)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 39 berkembang biak. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumya keanekaragaman di setiap habitat mengalami peningkatan untuk satwa jelarang bilalang dan sesuwai yang diharapkan. Pengelolaan yang sudah di lakukan yaitu antara lain :

a. Pengkayaan dengan jenis rimba lokal di mana jenis tersebut sebagai sumber pakan dan tempat bersarang.

b. Inventarisasi pohon tinggal bekas tebangan.

c. Sosialisasi kepada masyarakat desa hutan (KOMSOS)

d. Membuat papan informasi pelarangan perburuan satwa di kawasan hutan

Pendugaan populasi Jelarang Bilalang menunjukan angka tetap, naik dan turun pada tiap-tipe habitatnya, hal tersebut dimugkinkan karena homerange Jelarang Bilalang yang cukup luas dan tipe pergerakannya yang cepat. Hal tersebut menunjukan pengelolaan Jelarang Bilalang kawasan HCVF perlu ditingkatkan untuk mempertahankan dan meningkatkan populasi jelarang bilalang.

Tabel 13. Monitoring Kontek Landskape No Jenis

Sumber data Laporan Keamanan dan Lingkungan

Dari data Tabel di atas menunjukan bahwa hasil monitoring landskape pada kawasan tersebut faktor KRS maupun Curah Hujan masih tergolong normal artinya masih dibawah baku mutu yang telah di tetapkan. Intensita curah hujan tertinggi pada tipe kawasan sempadan jurang yaitu 106,5 ml/tahun adapun nilai KRS tertinggi pada tipe kawasan Sempadan jurang yaitu 22,08 ltr/detik. Faktor kebakaran pada tipe kawasan tersebut tidak terjadi kebakaran pada tahun 2016.

2. NKT 2.3 Kuntul Putih (Bubulcus ibis).

(40)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 40 menjadi daerah habitat Kuntul Putih pada tahun 2014 adalah Kesongo, HAS Kesongo, Has Randublatung dan sempadan sungai dengan luas 1.332,4 Ha.

Gambar 25. Peta lokasi NKT 2.3 (Kuntul Putih)

• Monitoring Kondisi Target

Tabel 14. Monitoring Keanekaragaman jenis vegetasi tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016

1 Kesongo

1,83 1,82 1,8

-

-

-

-

-2 Has Kesongo

2,54 2,59 2,44 1,6 1,12 1,12 1,58 0,96 0,98 0,08 0,09 0,09 0,32 0,41 0,41

3 Has Randu

1,8 1,71 1,86 2,11

1,9 1,91

1,6 1,32 1,26 0,18 0,26 0,25 0,37 0,37

0,5

4 Semp.Sungai

2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93

No Tipe Habitat

Keanekaragaman Flora

Pohon

TB

Semai

Pancang

Tiang

(41)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 41

Gambar 26. Grafik Keanekaragaman Tipe habitat (Kuntul Putih)

Dari hasil survey biodiversity keanekaragaman flora pada 4 tipe kawasan yaitu Kesongo, HAS kesongo, Has Randublatung dan Sempadan Sungai mengalami penurunan pada tingkat tumbuhan bawah, semai, Pancang, tiang dan pohon pada tahun 2016. Guna untuk mempertahankan jenis flora maka pengkayaan maupun pemeliharaan anakan pohon lokal pada 4 tipe kawasan tersebut perlu di tinggkatkan sehingga dapat berfungsi dengan baik.

(42)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 42 Tabel 15. Monitoring Keanekaragaman fauna tahun 2014-2016

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016

1 Kesongo 2,64 1,82 2,12 2,31 2,15 2,05

2 Has Kesongo 2,76 2,4 2,25 1,65 1,83 2,12 2,8 2,79 2,62 3 Has Randu 2,28 2,39 2,37 1,94 1,85 2,02 1,8 1,95 2,2 4 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 No Tipe Habitat

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna

Aves Mamalia

Sumber survey biodiversity tahun 2014 dan 2016

Gambar 28. Grafik Keanekaragaman Fauna Tipe habitat (Kuntul Putih)

Hasil monitoring fauna pada tahun 2014 dan 2016 pada kawasan habitat Kesongo, Has Kesongo, Has Randublatung dan Sempadan Sungai jenis Aves, Herpetofauna maupun Mamalia sebagian besar tingkat keanekaragaman satwaliar menunjukan peningkatan pada tahun 2016 menunjukkan peningkatan pada setiap kelasnya, namun perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keanekaragamannya sehingga dapat bertambah lebih baik.

Tabel 16. Monitoring Populasi Spesies Interes Kuntul Putih

No Lokasi Tahun

(43)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 43 3 HAS Randublatung - 0,49 0,57 0,7 0,35 0,283 4 Sempadan Sungai - - 0,14 0,35 0,42 0,283

Sumber survey biodiversity tahun 2011 dan 2016

Gambar 29. Grafik Populasi Tipe habitat (Kuntul Putih)

Penyebaran populasi Kuntul Putih terjadi peningkatan, berdasarkan pemantauan sampai dengan tahun 2016 ditemukan di 4 tipe kawasan hutan yaitu Kesongo, Has Kesongo, HAS Randublatung, sempadan sungai, sementara pada dua tahun sebelumnya (2009 dan 2012) hanya di temukan di 3 tipe kawasan hutan. Sedangkan Populasi kuntul putih juga mengalami penurunan, seperti pada kawasan kesongo pada tahun sebelumnya 6,58/ha pada tahun 2016 menjadi 5,378/ha penurunan populasi jenis satwa kuntul putih di sebabkan faktor alam dimana pada tahun 2016 kondisi cuaca sangan mendukung yang artinya curah hujan yang berkepanjangan sehingga jenis satwa kuntul putih sangat mudah untuk berinteraksi di berbagai tempat. Kuntul putih merupakan jenis satwa air sehingga perlu ditinggatkan dalam pengelolaan pada tipe kawasan tersebut. Adapun keberadaan Bufer Zona sebagai penyangga kesongo sangat penting sebagai habitat untuk berkembang biak kuntul putih. Di kawasan Has Kesongo sendiri Populasinya masih tinggi yaitu 5,378/ha.

Tabel 17. Monitoring Kontek Landskape

No Jenis Monitoring Kesongo Has Kesongo

Has Randu

Semp. Sungai

1 KRS 15,58 15,58 4,97 2,11

(44)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 44

3 Kebakaran - - - -

Sumber data laporan pemantuan lingkungan dan keamanan

Monitoring di kawasan Kesongo meliputi kegiatan mengevaluasi adanya pengukuran Koefisien Rejim Sungai (KRS), curah hujan dan monitoring kebakaran. Adapun dari hasil kegiatan evaluasi data KRS pada tahun 2016 lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumya. Dan data curah hujan pada tahun 2016 lebih tinggi dibanding pada tahun sebelumnya, dan itu tidak berpengaruh pada populasi jenis satwa. Adapun untuk kejadian kebakaran pada tahun 2016 nihil artinya tidak ada kejadian kebakaran dikarenakan pada tahun 2016 hampir tidak ada musim kering.

3. Merak (Pavo muticus)

Dilindungi oleh oleh pemerintah melalui UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam & Ekosistem, PP RI no 7 tahun 1999, mempunyai nilai umbrella index yang tinggi.

(45)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 45

Gambar 30. Peta lokasi NKT 2.3 (Merak Hijau) • Monitoring Kondisi Target

Tabel 18. Monitoring Keanekaragamam jenis vegetasi di tipe habitat

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 2,26 2,22 2,21 2,26 1,98 1,94 1,21 0,78 0,75 0,11 0,11 0,12 0.48 0,48 0,48 2 Has Kesongo 2,54 2,59 2,44 1,6 1,12 1,12 1,58 0,96 0,98 0,08 0,09 0,09 0,32 0,41 0,41 3 Has Randu 1,8 1,71 1,86 2,11 1,9 1,91 1,6 1,32 1,26 0,18 0,26 0,25 0,37 0,37 0,5 4 Semp.Sungai 2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93 5 Semp.Jurang 2,33 2,14 2,15 1,81 1,67 1,68 1,59 1,14 1,14 0,21 0,21 0,26 0,15 0,07 0,07 6 KPPN Randu 2,65 2,52 2,57 2,42 2,1 2,16 2,4 2,14 2,16 1,06 0,94 0,92 0,22 0,22 0,22 7 KPPN Bangklean 2,93 2,81 2,82 2,08 1,85 1,86 2,61 2,37 2,32 1,03 1,11 0,84 0,35 0,44 0,47 No Tipe Habitat

Keanekaragaman flora

Pohon

TB Semai Pancang Tiang

(46)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 46

Gambar 31. Grafik keanekaragaman Flora habitat Merak

Dari hasil monitoring Biodiversiy tahun 2016 jenis Tumbuhan Bawah, semai dan Pancang di berbagai kawasan menunjukkan penurunan di tingkat jenis walupun tidak signifikan, Begitu pula untuk jenis tiang dan pohon. Evaluasi Keanekaragaman jenis vegetasi pada kawasan hutan rutin dilaksanakan monitoring guna mendapatkan gambaran pengelolaan untuk mendukung keberadaan satwa liar yan berfungsi sebagai tempat habitat.

Tabe 19. Monitoring Keanekaragamam jenis fauna

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 1 Has Bekutuk 3,25 3,49 3,47 2,21 2,28 2,39 2,49 2,52 2,53 2 Has Kesongo 2,76 2,4 2,25 1,65 1,83 2,12 2,8 2,79 2,62 3 Has Randu 2,28 2,39 2,37 1,94 1,85 2,02 1,8 1,95 2,2 4 Semp. Sungai 2,22 2,23 2,38 2,29 2,29 2,52 2,16 2,14 2,53 5 Semp.Jurang 2,3 2,38 2,63 2,08 2,29 2,19 2,46 2,35 2,33 6 KPPN Randu 3,41 2,54 2,23 2,22 2,19 2,43 2,64 2,56 2,56 7 KPPN Bangklean 2,86 2,42 2,25 2,34 2,36 2,6 2,83 2,8 2,78 No Tipe Habitat

Keanekaragaman fauna

Herpetofauna

Aves Mamalia

(47)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 47

Gambar 32. Grafik keanekaragaman Fauna habitat Merak

Dari tabel di atas keanekaragaman jenis Aves, Herpetofauna dan Mamalia di Tipe kawasan Has Bekutuk, Has Kesongo, Has Randublatung, Sempadan sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN Bangklean mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak siknifikan jika di banding tahun sebelumya. Ada beberapa tipe kawasan yang mengalami penurunan pada jenis Aves yaitu pada Has Bekutuk dimana tahun 2015 3,49/ha pada tahun 2016 menjadi 3,47/ha. Untuk jenis mamalia pada tipe habitat Has Bekutuk juga mengalami kenaikan di banding tahun sebelumnya yaitu 2,28/ha menjadi 2,39/ha pada tahun 2016. Adapun jenis Herpetofauna yaitu pada tipe kawasan Has Bekutuk, sempadan sungai dan sempadan jurang pada tahun ini mengalami keniakan dibanding tahun sebelumnya artinya pengelolaan keanekaragaman fauna baik dan sesuwai yang di harapkan. Tabel 20. Monitoring Populasi Spesies Interest Merak

No Lokasi Populasi

2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 HAS bekutuk - 0,56 0,85 1,06 1,20 1,273 2 HAS Kesongo 0,07 - - 0,28 0,56 0,281

3 HAS Randu 0,28 0,49 0,56 0,849

(48)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 48 7 KPPN Banglean 0,14 0,35 1,70 1,84 1,41 1,273

Sumber survey biodiversity tahun 2011 dan 2016.

Gambar 33. Grafik populasi habitat Merak

Dari data tabel di atas populasi keberadaan sepecies interes atau penyebaran jenis satwa Merak pada tahun 2016 hampir merata di semua tipe kawasan dibanding pada tahun sebelumya. Jenis satwa Merak merupakan pemakan biji-bijian dan serangga kecil misalnya (rayap, semut) sehingga mudah untuk mencari sumber pakan dan juga tempat habitatnya tidak terlalu sulit di karenakan jenis satwa ini cukup menyediakan semak belukar. Seperti pada tipe kawasan Has Bekutuk di mana tahun 2015 sebesar 1,20/ha menjadi 1,273/ha pada tahun 2016 ada juga yang mengalami penurunan seperti di tipe kawasan KPPN Bangklean dimana tahun 2015 sebesar 1,41/ha tahun 2016 menjadi 1,273/ha. Jika dilihat dari tahun ke tahun mengalai kenaikan penyebaran jenis satwa Merak.

4. Biawak (Varanus salvator)

(49)

PERUM PERHUTANI KPH RANDUBLATUNG

Laporan Monitoring Dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Tahun 2016 49 kebiasaannya selepas mengigit biawak akan membiarkan mangsanya lemah dan mati dahulu sebelum memakannya. Ia dapat mencari bangkai tersebut menggunakan dari baunya. Biawak juga kadang kadang berkelahi berebut hasil buruannya. Namun tidak seperti hewan lain, mereka tahan kepada jangkitan bakteria dari gigitan mereka sendiri. Biawak memakan hampir semua hewan yang dapat mereka tangkap, seperti katak, tikus, burung. Kawasan yang menjadi daerah habitat Biawak adalah Has Bekutuk, Has Kesongo, Has Randublatung, Sempadan sungai, Sempadan Jurang, KPPN Randublatung dan KPPN Banglean.

Gambar 34. Peta lokasi NKT 2.3 (Biawak)

Tabel 21. Monitoring Keanekaragamam jenis vegetasi di tipe habitat Biawak

2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016 2014 2015 2016

1 Has Bekutuk 2,26 2,22 2,21 2,26 1,98 1,94 1,21 0,78 0,75 0,11 0,11 0,12 0.48 0,48 0,48

2 Has Kesongo 2,54 2,59 2,44 1,6 1,12 1,12 1,58 0,96 0,98 0,08 0,09 0,09 0,32 0,41 0,41

3 Has Randu 1,8 1,71 1,86 2,11 1,9 1,91 1,6 1,32 1,26 0,18 0,26 0,25 0,37 0,37 0,5

4 Semp.Sungai 2,64 2,48 2,5 2,69 2,44 2,44 3,05 2,72 2,67 0,79 0,79 0,76 0,87 0,87 0,93

5 Semp.Jurang 2,33 2,14 2,15 1,81 1,57 1,86 1,59 1,14 1,14 0,21 0,21 0,26 0,15 0,07 0,07

6 KPPN Randu 2,65 2,52 2,51 2,42 2,1 2,16 2,4 2,18 2,16 1,06 0,94 0,92 0,22 0,22 0,22

7 KPPN Bangklean 2,93 2,81 2,82 2,08 1,85 1,86 2,61 2,37 2,32 1,03 1,11 0,84 0,35 0,44 0,47 No Tipe Habitat

Keanekaragaman flora

Pohon

TB Semai Pancang Tiang

Gambar

Tabel 7. Hasil Monitoring Keanekaragama Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016
Gambar 14. Lokasi kesongo
Tabel 8. Hasil Monitoring Keanekaragaman jenis Flora Tahun 2011 s/d 2016
Tabel 9. Hasil Monitoring Keanekaragaman Jenis Fauna Tahun 2011 s/d 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti sayuran untuk kitchen, bagian penerima barang harus mengecek dan melihat kualitas dari sayuran tersebut, apakah masih segar atau tidak, kalau sayurannya

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik pada Fakultas Keperawatan USU, saya akan melakukan penelitian tentang “Hubungan Kepuasan Ibu Hamil Pada

Walaupun tidak mampu menjawab hujjah-hujjah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman ini, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad dari

Metode vogel dapat menyelesaikan kasustransportasi dengan cara lebih tepat dan mudah karena penentuan sel yang akan diisi dapat diketahui dengan lebih pasti, yaitu dengan

Secara umum longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Secara geologi

Relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Arab, antara lain (1) Subjek klausa utama dan Subjek klausa relatif; (2) Objek Langsung klausa

diperdagangkan dalam denominasi mata uang yang berbeda dengan denominasi mata uang Reksa Dana tersebut, wajib dihitung dengan menggunakan kurs tengah Bank

b) Ngaji subuh, Masyarakat muslim membutuhkan bimbingan seorang ulama yang paham tentang ilmu agama. Untuk mendapatkan bimbingan tentang ilmu agama pihak YAMUSPA