• Tidak ada hasil yang ditemukan

18.SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "18.SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEI MAGNETOTELURIK DAERAH PANAS BUMI LAINEA

KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

Oleh:

Asep Sugianto

1)

, Ahmad Zarkasyi

1)

, Dadan Dani Wardhana

2)

, dan Iwan Setiawan

2)

1)Pusat Sumber Daya Geologi

2)Puslitbang Geotek LIPI

SARI

Daerah panas bumi Lainea berada lengan Sulawesi Bagian Tenggara dan berasosiasi dengan Sesar

Boro-boro yang berarah Baratlaut-Tenggara. Keberadaan sistem panas bumi di daerah ini ditandai dengan

manifestasi panas bumi berupa 4 kelompok mata air panas dengan temperatur 48 – 80

0

C dan batuan

teralterasi. Survei magnetotellurik merupakan kelanjutan dari survei panas bumi terpadu dengan metode

geologi, geokimia, dan geoisika (gaya berat, geomagnet, dan geolistrik) yang dilakukan pada tahun 2010.

Hasil MT mengidentiikasi lapisan batuan penudung dengan tahanan jenis <50 Ohmm yang diikuti oleh

lapisan resevoir bertahanan jenis 50 – 200 Ohmm dengan puncak resevoir berada pada kedalaman sekitar

800 – 1000 meter dan tebal sekitar 1000 meter. Terdapat indikasi batuan intrusi/plutonik yang

diperkira-kan sebagai sumber panas bagi sistem panas bumi Lainea dengan posisi elevasi di bawah -1500 meter dari

permukaan laut rata-rata.

Hasil kompilasi data MT dengan hasil penyelidikan terdahulu menunjukkan daerah prospek panas bumi

melingkupi 4 daerah pemunculan mata air panas dan berada di zona struktur geologi dengan luas sekitar

17 km

2

.

(2)

PENDAHULUAN

Daerah panas bumi Lainea secara adminis-trasi berada di Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 1). Daerah panas bumi ini berada di lengan bagian tenggara Pulau Sulawesi dan berasosiasi dengan Sesar Boro-Boro yang terbentuk akibat adanya tumbukan antara lem-peng Asia bagian timur/Sulawesi bagian barat dan lempeng Pasifik.

Pada tahun 2010, Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan survei terpadu geologi dan geokimia dan survei geofisika terpadu di dae-rah ini. Hasil survei tersebut memperlihatkan adanya potensi panas bumi yang ditandai den-gan munculnya beberapa kelompok mata air panas dengan temperatur antara 48-80 oC di sekitar Sesar Boro-boro dan memiliki tempera-tur reservoir sekitar 200 oC (Nur Hadi, M., dkk, 2010). Adanya indikasi potensi panas bumi ini juga didukung dengan adanya sebaran tahanan jenis rendah, anomali magnet rendah, anomali sisa tinggi, dan anomali Hg tinggi di sekitar sebaran manifestasi ke arah selatan. Anomali-anomali tersebut dapat dijadikan ciri adanya prospek panas bumi di daerah ini (Sumardi, E., dkk, 2010).

Oleh karena itu, untuk melihat keadaan bawah permukaan yang lebih dalam dan lebih jelas, maka dilakukan survei magnetotelurik (MT) di daerah ini. Tujuan dari survei MT ini adalah untuk lebih menegaskan keprospekan (letak, delineasi, kedalaman dan besarnya potensi) daerah panas bumi Lainea dari tinjauan data geofisika dan menjadi data pendukung yang menguatkan bagi evaluasi geosain terpadu

keprospekan daerah panas bumi Lainea.

GEOLOGI DAN MANIFESTASI PANAS

BUMI

Stratigrafi batuan daerah Lainea (Gambar 2) terdiri dari 7 satuan batuan dengan umur Trias hingga Resen dengan urutan dari yang tertua yaitu satuan batuan metamorf, satuan meta-ba-tugamping, satuan meta-batupasir, satuan batupasir non-karbonatan, satuan batupasir gampingan, satuan konglomerat dan endapan alluvium.

Pergerakan lempeng Australia ke arah utara menyebabkan terjadinya tumbukan dengan lempeng Asia bagian timur / Sulawesi bagian barat dan lempeng Pasifik dan menghasilkan pergerakan tektonik yang berarah relatif barat-laut–tenggara yang dikenali sebagai Sesar Boroboro dan selaras dengan satuan metamorf. Periode tektonik selanjutnya terjadi pada zaman Tersier yang menghasilkan sesar- sesar yang berarah baratdaya–timurlaut dan diduga mengkontruksi sistem panas bumi di daerah ini dengan mengontrol munculnya manifestasi panas bumi yang ada di permukaan. Secara umum, struktur utama yang berkembang di daerah ini dan mengontrol sistem panas bumi Lainea adalah Sesar Boroboro (normal) yang berarah baratlaut-tenggara, Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan Sesar Rumbalaka (mendatar).

(3)

manifestasi panas bumi ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut.

Kelompok Lainea: Berada di sungai Lainea/ Pambuanga, Desa Lainea dengan koordinat 459173 mT dan 9515350 mS, ketinggian 71 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi muncul berupa mata air panas dan batuan ubahan. Kelompok ini ini memiliki suhu 58-80 oC, dengan daya hantar listrik 1200-1350 µS/cm, pH 5,8-6,3 dan debit 0,5 liter/detik.

1) Kelompok Landai: berada di Sungai Landai, Desa Kaendi dengan koordinat 456907 mT dan 9516314 mS, ketinggian 128 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi berupa mata air panas, dan batuan ubahan. Kelompok ini ini memiliki suhu 52-67,7 oC, dengan daya hantar listrik 1100-1300 µS/cm, pH 6,6-6,9 dan debit 0,5 -5 liter/detik.

2) Kelompok Amowolo: terdapat di sungai

Mowolo Desa Kaendi dengan koordinat 455309 mT dan Y 9516354 mS, ketinggian 81 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi muncul berupa mata air panas, sinter

karbonat dan batuan ubahan. Temperatur

air panas 48-68,7 oC, pH 6,3-6,90, daya hantar listrik 1130-1450 µS/cm dan debit 0,5-1 liter/detik.

3) Kelompok Kaendi: terdapat di sungai Kaendi Desa Pamandati pada koordinat 455296 mT dan 9517513 mS, ketinggian 110 m dpl (UTM zona 51 S). Manifestasi yang muncul berupa mata air panas dan batuan

ubahan. Temperatur air panas berkisar

53-73 oC, pH 6,25-6,35, daya hantar listrik 845-1500 µS/cm, dan debit 0,5-20 liter/detik.

METODE PENGUKURAN

Survei MT di daerah Lainea ini dilaksanakan pada akhir tahun 2011. Pengukuran dilakukan

pada 22 titik ukur yang tersebar membentuk 6 buah lintasan berarah baratdaya-timurlaut dengan jarak antar titik ukur sekitar 1500 meter (Gambar 3). Pengukuran dilakukan dari siang/ sore hari hingga pagi hari dengan lama pen-gukuran 15 hingga 18 jam. Untuk menghindari

noise yang diakibatkan oleh aktivitas manusia pada siang hari, maka data yang digunakan hanya sekitar 12 jam yaitu dari sore hingga pagi.

Pengukuran MT ini dilakukan dengan meng-gunakan metode single site pengukuran tanpa menggunakan remote reference. Pada pen-gukuran MT ini juga tidak disertai dengan pengukuran TDEM, sehingga untuk analisis dan koreksi statik penulis menggunakan metode statistik yang dikembangkan oleh West JEC/ JICA. Prinsip dari metode ini adalah menen-tukan median nilai tahanan jenis semu yang diambil dari sejumlah data MT di sekitar titik yang akan dikoreksi. Data MT yang digunakan untuk menentukan median ini berupa invarian nilai tahanan jenis semu dari TE Mode dan TM Mode.

ANALISIS DATA

(4)

yang semakin rendah. Kelompok ke 3 (Gambar 4. c) adalah kelompok dengan pola kurva ber-tahanan jenis tinggi (>90 ohmm) pada frekuensi 320 – 1 Hz dan cendrung naik dengan semakin rendah frekuensi.

Hasil analisis lanjut dari kurva MT menunjuk-kan kelompok pola kurva pertaman adalah hasil pengukuran di titik-titik yang lokasinya berada di bagian selatan atau daerah pedataran yang terisi oleh endapan permukaan, kelompok kedua adalalah kurva hasil pengukuran di seki-tar mata air panas dan kelompok ke tiga adalah hasil pengukuran di daerah perbukitan.

PETA TAHANAN JENIS

Kedalaman 250, 500, 750, dan 1000

meter

Gambar 5 memperlihatkan sebaran tahanan jenis pada kedalaman 250, 500, 750, dan 1000 meter. Pola sebaran tahanan jenis pada kedala-man 250 dan 500 meter memiliki pola umum yang serupa yaitu nilai tahanan jenis rendah menempati bagian selatan dan nilai tinggi di bagian utara. Nilai tahanan jenis rendah <25 ohmm yang menempati bagian selatan diperkirakan sebagai respon dari batuan alu-vium atau batupasir-gampingan atau meta batupasir (mengacu hasil pemetaan geologi permukaan, Survei Terpadu, PSDG 2010). Sedangkan nilai tinggi >50 ohmm di bagian utara diperkirakan sebagai cermin dari litologi batuan metamorf yang mengisi morfologi perbukitan. Gradasi nilai tahanan jenis rapat terjadi di bagian tengah (25-50 ohmm), di area

yang diperkirakan sebagai zona sesar. Zona ini diindikasikan dengan kelurusan kontur yang arahnya selaras dengan Sesar Boro-boro bera-rah baratlaut-tenggara.

Daerah pemunculan manifestasi panas bumi Awomolo, Landai dan Lainea pada kedalaman 250 berada pada tahanan jenis rendah <25 ohmm. Di kedalaman 500 meter manifestasi Landai dan Lainea masih berada di tahanan jenis rendah sedangkan sekitar manifestasi Awomolo nilai tahanan jenis berubah menjadi semakin besar (50-60 ohmm) serupa dengan nilai tahanan jenis di sekitar manifestasi Kaendi. Nilai tahanan jenis rendah di sekitar manifes-tasi panas bumi di daerah ini dapat disebabkan keberadaan batuan yang teralterasi oleh fluida panas, tetapi nilai tahanan jenis rendah akibat alterasi batuan ini tidak dapat dipisahkan atau dibedakan dengan nilai rendah yang diakibat-kan dari respon batuan aluvium.

Sebaran tahanan jenis pada kedalaman 750 dan 1000 meter mempertegas litologi batuan daerah survei. Bagian tengah ke arah utara ditempati nilai tahanan jenis tinggi sebagai respon batuan metamorf yang menyusun dae-rah perbukitan sedangkan bagian selatan dan timur ditempati oleh nilai tahanan jenis rendah sebagai respon batuan aluvium atau batuan hasil rombakan dari daerah perbukitan.

(5)

berada di nilai tahanan jenis >100 ohmm pada kedalaman 750 meter dan >125 ohmm pada kedalaman 1000 meter, kecuali manifestasi Landai (<50 ohmm) dan Lainea (<70 ohmm). Hal ini mengindikasikan terjadi proses alterasi yang lebih intensif di sekitar manifestasi Landai dan Lainea dibandingkan di Awomolo dan Kaendi.

Kedalaman 1250, 1500, dan 2000 meter

Pola sebaran tahanan jenis pada kedalaman 1250 meter (Gambar 6) sangat mirip dengan tahanan jenis pada kedalaman 1000 meter tetapi dengan nilai tahanan jenis yang lebih tinggi. Daerah sekitar manifestasi Landai masih terindikasi adanya batuan teralterasi diband-ingkan dengan daerah manifestasi lainnya yang berada pada batuan bernilai tahanan jenis tinggi >125 ohmm.

Perubahan signifikan nilai tahanan jenis terlihat pada kedalaman 1500 dan 2000 meter (Gam-bar 6). Berdasarkan pola se(Gam-baran, tahanan jenis pada dua kedalaman tersebut memiliki pola serupa dengan kedalaman sebelumnya, tetapi berdasarkan nilai tahanan jenisnya ter-jadi perubahanan yang besar. Pada Kedalaman 1500 dan 2000 meter nilai tahanan jenis relatif tinggi (>125 ohmm). Nilai paling tiiggi >180 ohmm berada di bagian tengah yang melingkupi manifestasi Kaendi dan Awomolo dan memben-tuk kontur tertutup. Nilai tinggi ini mencirikan adanya suatu blok batuan yang berbeda dengan sekitarnya (batuan metamorf).

MODEL TAHANAN JENIS 2D

Penampang tahanan jenis line 2 (Gambar 7) memotong 5 titik MT (04,05,06,07 dan 08) dan manifestasi panas bumi Kaendi. Secara umum terdapat 3 struktur tahanan jenis, batuan bertahanan jenis rendah <50 ohmm, batuan bertahanan jenis 50 – 150 ohmm dan batuan bertahanan jenis tinggi >150 ohmm. Struktur batuan bertahanan jenis rendah <50 ohmm menempati permukaan di bagian baratdaya sampai ke bagian tengah sekitar manifestasi Kaendi. Lapisan rendah di baratdaya diperkira-kan sebagai respon batuan aluvium/meta batupasir/batupasir-gampingan sedangkan di bagian tengah (sekitar manifestasi Kaendi) struktur batuan bertahanan jenis rendah ini diperkirakan lapisan batuan yang teralterasi oleh fluida panas. Di bawah lapisan berta-hanan jenis rendah terdapat struktur batuan bertahanan jenis sekita 50-150 ohmm yang terdeteksi di kedalaman sekitar 1000 meter di bagian baratdaya dan makin dangkal sampai ke permukaan di bagian timurlaut. Struktur bat-uan ini diperkirakan merupakan satbat-uan batbat-uan metamorf.

(6)

berperan sebagai zona lapisan resevoirnya.

Penampang tahanan jenis lintasan 4 (Gambar 7) memotong 4 titik MT (15, 16, 17, dan 18). Penam-pang memperlihatkan zona batuan teralterasi yang lebih dalam bila dibandingkan dengan area lain (penampang 1,2 dan 3). Zona alterasi yang diindikasikan dengan tahanan jenis ren-dah <50 ohmm terdeteksi sampai kedalaman 1000 meter di sekitar manifestasi Lainea. Zona alterasi ini berperan sebagai lapisan penudung dan diikuti oleh lapisan batuan bertahanan jenis 50-175 ohmm di bawahnya yang diperkirakan sebagai zona resevoir sistem panas bumi di daerah ini.

Terdapat struktur batuan bertahanan jenis >200 ohmm yang diduga masih bagian dari tubuh plutonik yang terdeteksi pada penampang sebelumnya. Puncak dari tubuh ini terdeteksi paling dangkal di sekitar titik 17 pada kedala-man sekitar 1000 meter.

DISKUSI

Dengan melihat sistem panas bumi Lainea yang terbentuk di lingkungan batuan tua dan sekitar zona struktur maka kemungkinan sistem panas bumi Lainea adalah sistemheat sweep. Sistem ini pada setting tabrakan lempeng kemung-kinan berupa kerak benua yang mengalami deformasi (shearing) atau karena tubuh intrusi batuan plutonik (Suver Terpadu, PSDG 2010). Hasil pemodelan MT memperlihatkan adanya zona tahanan jenis tinggi yang kontras yang mencirikan blok batuan berbeda dibanding sekitarnya. Blok batuan tersebut diperkirakan sebagai batuan yang mengintrusi batuan

meta-morf dan menyimpan panas. Posisi batuan yang diperkirakan tubuh intrusi ini berada pada ele-vasi di bawah -1500 meter dpl.

Lapisan resevoir di daerah Lainea disusun oleh batuan metamorf yang telah mengalami deformasi dan memiliki banyak rekahan. Hasil MT menunjukkan secara jelas sebaran batuan metamorf secara lateral dan vertikal. Batuan metamorf diindikasikan dengan nilai tahanan jenis sekitar 50-200 ohmm yang tersebar di bagian tengah dan terdeteksi dari permukaan sampai kedalaman yang belum dapat dipasti-kan. Sedangkan zona resevoir yang tersusun dari batuan metamorf terdeformasi diperkira-kan berada di bagian tengah, di atas blok batuan intrusi dengan puncak resevoir berada pada kedalalaman sekitar 800-1000 meter. Sedan-gkan lapisan yang berperan sebagai lapisan penudung tersusun dari batuan metamorf yang teralterasi dan atau sedimen yang berupa alterasi lempung. Lapisan penudung ini diindi-kasikan dengan nilai tahanan jenis rendah <50 ohmm

Hasil penarikan zona prospek berdasarkan kompilasi geosain menunjukkan daerah pros-pek panas bumi Lainea berada di zona struktur geologi yaitu sekitar Sesar Boro-boro yang berarah baratlaut-tenggara dan sesar-sesar berarah baratdaya-timurlaut (Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan sesar Rum-balaka). Luas daerah prospek melingkupi area pemunculan mata air panas Kaendi, Awomolo, Landai dan Lainea dengan luas sekitar 17 km2 (Gambar 8).

(7)

Daerah prospek panas bumi Lainea berada di zona struktur geologi yaitu sekitar Sesar Boro-boro yang berarah baratlaut-tenggara dan sesar-sesar berarah baratdaya-timurlaut (Sesar Kaendi, Landai, Amowolo, Lainea dan sesar Rumbalaka). Lapisan batuan penudung diperkirakan tersusun dari batuan metamorf dan sedimen yang teralterasi dengan tahanan jenis <50 Ohmm. Lapisan resevoir diduga ter-susun dari batuan metamorf bertahanan jenis 50 – 200 Ohmm dengan puncak resevoir berada pada kedalaman sekitar 800 – 1000 meter dan tebal sekitar 1000 meter. Terdapat indikasi bat-uan intrusi/plutonik yang diperkirakan sebagai sumber panas bagi sistem panas bumi Lainea dengan posisi elevasi di bawah -1500 meter dari permukaan laut rata-rata. Luas daerah prospek panas bumi sekitar 17 km2.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan dan Pusat Sumber Daya Geologi yang telah mem-berikan ijin untuk menggunakan data hasil survei MT dalam penulisan makalah ini. Penu-lis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim survei MT daerah panas bumi Lainea baik staf dari Pusat Sumber Daya Geologi maupun dari Puslitbang Geotek LIPI dan anggota tim survei terpadu tahun 2010 yang telah bersedia untuk banyak berdiskusi dengan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Geothermal Departement, Basic Concept of Magnetotelluric Survey in Geothermal Fields.,

West Japan Engineerring Consultants, Inc.

Nur Hadi, M., Kusnadi, D., dan Widodo, S., 2010, Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Prosid-ing Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2010.

Rodi, W., dan Mackie, R.L., 2001, Non Linear Conjugate Gradients Algoritm for 2-D Magne-totelluric Inversion. Gophysic, Vol. 66 No.1 P. 174-187.

Santoso dan Alzwar, M. 1975 Laporan Inventa-risasi Kenampakan Gejala Panasbumi di Daerah Sulawesi Tenggara, Direktorat Vulkanologi, Bandung, Indonesia, Tidak dipublikasikan .

Sulaeman, B., dkk., 2008, 2008, Uji Petik di Dae-rah Panas Bumi Lainea, Sultra. P.M.G, Bandung

Sumardi, E., Arsadipura, S., dan Kristianto, A.A.W., 2010, Survei Geofisika Terpadu Metode Geomagnet, Gaya Berat, dan Geolistrik Dae-rah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Prosid-ing Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun Anggaran 2010.

Tim Survei Geofisika Terpadu (2010). Laporan Survei Geofisika Terpadu Daerah Panas Bumi Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

(8)

.

Gambar 1. Peta indeks lokasi survei

(9)

Gambar 3. Peta sebaran titik ukur MT daerah panas bumi Lainea

(10)
(11)
(12)

Gambar 7. Model tahanan jenis lintasan 2 dan lintasan 4

Gambar

Gambar 1. Peta indeks lokasi survei
Gambar 3. Peta sebaran titik ukur MT daerah panas bumi Lainea
Gambar 5. Peta tahanan jenis pada kedalaman 250 m, 500 m, 750 m, dan 1000 m
Gambar 6. Peta tahanan jenis pada kedalaman 1250 m, 1500 m, dan 2000 m
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan implan vitamin E dosis lb0 pg terhadap perkembangan sel telur maupun sperma diketahui mulai berkembang satu bulan setelah implantasi yaitu betina

Namun perdagangan kadang dilakukan dengan cara yang curang dan melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Contohnya: fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu

Adapun dalam penelitian ini untuk menjaring data awal prestasi kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa akan dikumpulkan kemudian setiap siswa maju ke depan kelas untuk berbicara

Seperti terlihat pada gambar 10 dengan kecepatan gerak piston yang sama tetapi lubang aliran oli berbeda akan memberikan efek peredaman berbeda pula, gambar 10a (mempunyai

Metode factorial design digunakan untuk melihat efek dari dua faktor atau variabel yang berbeda (Bolton, 1997) dari manitol dan gelatin, sehingga dengan metode factorial

persentase aktivitas belajar siswa mencapai 70%. Dengan demikian perlu dilakukan tindakan lanjutan yaitu siklus II dengan melihat refleksi dari beberapa hambatan dari

Gedung Stasiun Kereta Api adalah gedung untuk operasional kereta api yang terdiri dari gedung untuk kegiatan pokok, gedung untuk kegiatan penunjang dan gedung untuk kegiatan

Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010:59) object adalah “sesuatu yang di dalam sistem komputer yang mampu menanggapi pesan”. Jadi object secara umum adalah suatu entitas