PENYELIDIKAN GEOFISIKA TERPADU
DAERAH PANAS BUMI GUNUNG ARJUNO-WELIRANG PROVINSI JAWA TIMUR
Ahmad Zarkasyi, Eddy Sumardi, Bakrun
Gunung Arjuno-Welirang merupakan salah satu gunung api yang berada di Provinsi
Jawa Timur yang memiliki potensi energi panas bumi. Indikasi keberadaan sistem panas bumi
Arjuno-Welirang dicirikan dengan manifestasi berupa mata air panas dengan temperatur 39 -55 0
C, fumarol dengan 94,1 – 137,5°C dan batuan teralterasi. Penyelidikan geofisika terpadu
dilakukan pada tahun 2010 dengan menggunakan metode geolistrik, gaya berat dan magnet.
Kompilasi hasil dari tiga metode bertujuan untuk mengindetifikasi sistem panas bumi,
mendeliniasi zona prospek dan menghitung besar potensi panas bumi Arjuno Welirang. Hasil
interpretasi geofisika terpadu memperlihatkan adanya zona tahanan jenis rendah dan magnet
rendah di lereng barat Arjuno welirang dengan luas sekitar 10 Km² sebagai daerah prospek
panas bumi yang dibatasi oleh Sesar Cangar di bagian barat dan Sesar welirang di bagian
timur, sedangkan kedalaman puncak resevoir belum dapat diketahui. Estimasi potensi panas
bumi Arjuno Welirang dengan mengacu temperatur resevoir 260 0C adalah 180 MWe.
Kata Kunci: Panas bumi, Arjuno-Welirang, Geofisika
1. PENDAHULUAN
Komplek Gunung api Arjuno-Welirang
secara administratif masuk dalam 4 wilayah
kabupaten yaitu Kabupaten Malang,
Mojokerto, Pasuruan dan Kota Batu yang
semuanya masuk dalam Provinsi Jawa
Timur (Gambar 1). Survei geofisika terpadu
dilakukan pada tahun 2010 dengan tiga
metode: geolistrik, gaya berat dan magnet
yang bertujuan untuk memperoleh data
keprospekan (letak dan delineasi) panas
bumi yang selanjutnya dipadukan dengan
geologi dan geokimia sehingga potensinya
dapat diketahui.
Sistem panas bumi Arjuno-Welirang
dicirikan dengan keberadaan manifestasi
panas bumi di permukaan berupa mata air
panas (Padusan, Coban dan Cangar)
dengan temperatur 39-55 0C, fumarola di
puncak Komplek Gunung Arjuno-Welirang
dengan temperatur 94,1 – 137,5°C dan
batuan teralterasi hidrotermal di sekitar
Gunung Pundak dan sekitar Kawah Plupuh
Berdasarkan survei geologi pada tahun
2010 (Nurhadi dkk, Survei Terpadu, 2010)
geologi permukaan dikelompokkan menjadi
16 satuan batuan dengan urutan satuan
batuan dari tua ke muda (Gambar 2) adalah
Satuan Lava Anjasmara (Qla), Lava Tua
Arjuno Welirang (Qltaw), Aliran Piroklastik
Tua Arjuno Welirang (Qaptaw), Aliran
piroklastik Penanggungan (Qapp), Erupsi
Samping (Qes), Lava Welirang I (Qlw I),
Aliran Piroklastik Welirang I (Qapw I), Lava
(Qapa), Lava Welirang II (Qlw II), Lava
Kembar II, Aliran Piroklastik Kembar II,
Lava Kembar I, Aliran piroklastik Kembar I,
Lava Bakal, Lava Kembar II.
Struktur geologi yang berkembang
umumnya berarah utara–selatan (Sesar
Cangar, Sesar Puncung dan Sesar Claket),
baratlaut–tenggara (Sesar Padusan, Sesar
Kemiri, dan Sesar Bakal),
baratdaya-timurlaut (Sesar Welirang, Sesar Kembar
dan Sesar Bulak), dan barat–timur (Sesar
Ledug dan Sesar Ringit.). Selain itu
terbentuk beberapa stuktur vulkanik seperti
ring fracture dan zona amblasan.
Hasil analisis air memperlihatkan mata air
panas Padusan, Coban, dan Cangar
termasuk ke dalam tipe air bikarbonat yang
mengindikasikan adanya pengenceran air
klorida dengan air bikarbonat yang berasal
dari permukaan. Analisis gas dari fumarol
menunjukkan konsentrasi SO2 yang
signifikan yang mengindikasikan sistem
berkorelasi dengan daerah vulkanik. Hasil
penghitungan geotermometer gas CO2
diperoleh temperatur resevoir di daerah ini
adalah 260 oC (Dedi Kusnadi dkk, Survei
Terpadu 2010).
2. AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA Area survei geofisika melingkupi area 9 x
13 km2 dengan distribusi titik di sisi utara
dan dari barat lereng komplek Gunung
Arjuno-Welirang (Gambar 3) dengan pola
sebaran titik berbentuk grid dengan
panjang 4 - 7 km sebanyak tujuh lintasan
dan sebagian titik tersebar secara acak
atau random (gaya berat dan magnet).
Akuisisi data gaya berat, meliputi
pengukuran data dan pengukuran densitas
conto batuan, kemudian data diolah dan
untuk mendapatkan anomali Bouguer,
Regional dan Sisa. Metode magnetik
meliputi pengukuran suseptibilitas magnet
conto batuan dan intesitas magnet total dan
harian, kemudian data dikoreksi terhadap
IGRF dan variasi harian. Pengukuran
geolistrik menggunakan sumber arus
searah, yang metodenya meliputi pemetaan
dan pendugaan tahanan jenis. Untuk
penafsiran sistem panas bumi dilakukan
kompilasi dari semua metode geofisika
Penafsiran sistem panas bumi data
geofisika dilakukan dengan membuat
model berdasarkan anomali yang diperoleh
untuk menggambarkan informasi bawah
permukaan dalam bentuk model yang
selanjutnya dijadikan data acuan untuk
evaluasi prospek dan penelitian lebih lanjut.
3. HASIL
Hasil pengolahan data geofisika
menghasilkan peta anomali Bouguer,
Regional dan Residual untuk metode gaya
berat, peta intesitas magnet dan peta
tahanan jenis serta penampang tahanan
jenis untuk geolistrik.
Gaya Berat
Nilai anomali Bouguer (Gambar 4a) di
bagian tengah ke arah barat
memperlihatkan nilai anomali 30-50 mgal,
sedangkan sisi utara anomali relatif lebih
rendah dan seragam dengan rentang nilai
25–30 mgal. Di bagian timur, anomali
cenderung menurun sampai dengan <20
mgal dengan perubahan nilai yang cukup
kontras. Anomali tertinggi terukur di bagian
selatan sekitar manifestasi air panas
kontras. Anomali Residual (Gambar 4.b)
memperlihatkan anomali sangat rendah (<
-5 mgal) di Gunung Pundak dan bagian
barat Komplek Arjuno Welirang. Bagian
tengah anomali sisa relatif memiliki rentang
anomali 0-8 mgal dengan gradiasi anomali
yang rendah. Anomali tertinggi berada di
selatan atau sekitar mata air panas Cangar.
Manifestasi panas bumi di area ini muncul
ke permukaan akibat adanya suatu jalur
sesar yang mengarah dari komplek
Gunungapi Arjuno-Welirang. Struktur yang
mengontrol manifestasi tersebut terdeteksi
dari anomali gaya berat seperti liniasi di
utara puncak Gunung Welirang yang
berarah tenggara-baratlaut. Struktur ini
diperkirakan mengontrol kemunculan mata
air panas Padusan. Untuk manifestasi
panas bumi di barat komplek Gunungapi
Arjuno-Welirang (AP Coban dan Cangar)
muncul ke permukaan melalui jalur sesar
yang berarah timur-barat. Berdasarkan
kelurusan struktur pengontrol dari ketiga
manifestasi panas tersebut, kemungkinan
sumber panasnya berasal dari komplek
Gunungapi Arjuno-Welirang.
Geomagnet
Anomali Magnet (Gambar 5) relatif rendah
terlihat di sebelah tenggara, baratdaya,
baratlaut, dan timurlaut mata air panas
Padusan. Anomali rendah yang mengisi
bagian tenggara dan baratdaya ditafsirkan
berkaitan dengan batuan yang bersifat non
magnetik yang disusun oleh batuan andesit
yang telah terubah lemah, terutama
anomali rendah ini di tenggara yang
membuka ke arah kaldera Gunung
Welirang, sedangkan anomali rendah di
bagian baratdaya kemungkinan berkaitan
dengan aktivitas panas bumi yang dicirikan
dengan keberadaan manifestasi air panas
Cangar dan Coban.
Anomali rendah di baratlaut, utara dan
timurlaut membentuk pola anomali yang
membuka ke arah utara di luar daerah
Arjuno Welirang, dan ditafsirkan sebagai
respon batuan piroklastik dan lava breksi.
Pada anomali rendah ini pula muncul
manifestasi air panas Padusan dimana
kemunculan mata air panas ini diduga
berasal dari anomali rendah di bagian
baratlaut atau merupakan outflow dari
anomali rendah dari bagian tenggara.
Anomali Magnet memberikan gambaran
struktur sesar (kelurusan anomali) yang
mempunyai trend hampir utara-selatan,
barat-timur baratlaut-tenggara,
Geolistrik
Pada peta tahanan jenis semu bentangan
AB/2= 800 dan 1000 meter (Gambar 6),
terlihat adanya sebaran tahanan jenis tinggi
(>250 Ohm-m) di sebelah tenggara mata air
panas Padusan dan sebaran tahanan jenis
sedang (antara 50 Ohm-m sampai dengan
250 Ohm-m) di sebelah timur dan timurlaut
mata air panas Padusan. Tahanan jenis
sedang dan tinggi ini diinterpretasikan
sebagai respon dari batuan produk Gunung
Welirang yang masif dan diperkirakan tidak
terubahkan oleh adanya aktivitas panas
bumi.
Tahanan jenis rendah (<50 Ohm-m)
tersebar di sekitar mata air panas Padusan,
menerus ke arah selatan dan cenderung
membuka ke arah utara. Tahanan jenis
rendah ini diinterpretasikan sebagai respon
dari batuan yang terubahkan akibat adanya
di sekitarnya. Batuan ubahan ini
diperkirakan merupakan batuan penudung
pada sistem panas bumi di daerah Gunung
Arjuno-Welirang.
4. PEMBAHASAN
Tahanan jenis semu rendah (<50 Ohm-m)
yang mengisi sekitar mata air panas
Padusan menerus ke arah selatan (mata air
panas Coban) mengindikasikan adanya
batuan teralterasi yang disebabkan oleh
fluida panas. Pola sebaran tahanan jenis
rendah ini terlihat tegas dengan semakin
mendalamnya penetrasi arus. Hal yang
sama ditunjukkan oleh hasil geomagnetik
yang memperlihatkan anomali magnet
rendah yang kemungkinan berhubungan
dengan zona demagnetisasi batuan
vulkanik di sekitar mata air panas Coban.
Pola sebaran tahanan jenis rendah dan
zona demagnetisasi ini digunakan untuk
mendeliniasi daerah prospek panas bumi
(Gambar 7) yang berada di baratlaut
puncak G. Welirang, dengan pola melidah
ke utara di sekitar mata air panas Padusan,
membuka ke utara hingga ke timur dari
mata air panas Coban, dan cenderung
menerus ke selatan hingga ke daerah
lereng barat dari G. Welirang – G. Kembar.
Batas sebaran tahanan jenis rendah
memiliki bentuk yang tegas di sisi timur dan
kurang tegas di barat. Liniasi dari anomali
gaya berat menunjukkan bahwa zona
prospek berada dalam suatu struktur mirip
graben, dimana sisi barat daerah prospek
bertepatan dengan Sesar Cangar sebagai
batas barat graben dan sisi timur
bertepatan dengan Sesar Padusan sebagai
batas timur graben. Struktur graben ini
masih menerus dan melebar ke selatan dan
di selatan kemungkinan dibatasi oleh Sesar
Welirang berarah baratdaya-timurlaut. Oleh
karena itu, daerah prospek kemungkinan
masih menerus ke selatan hingga dibatasi
sekitar zona Sesar Welirang.
Luas daerah prospek berdasarkan
kompilasi hasil geofisika (Gambar 7) dan
didukung oleh struktur geologi dan
geokimia (Survei Terpadu, 2010) adalah
sekitar 10 km2, namun akan lebih meluas
lagi ke selatan atau ke lereng barat G.
Welirang – G. Kembar hingga ke mata air
panas Cangar. Mengacu pada hasil geologi
dan geokimia temperatur resevoir daerah
ini sebesar 260°C , dan temperatur cut-off
180°C dan menggunakan metode
penghitungan volumetrik, melalui beberapa
asumsi yaitu tebal reservoir = 2 km,
recovery factor = 50%, faktor konversi =
10%, dan lifetime = 30 tahun, maka potensi
sumber daya terduga panas bumi di daerah
ini adalah sekitar 180 MWe.
5. KESIMPULAN
Liniasi anomali gaya berat menunjukkan
struktur geologi berupa sesar berarah
hampir utara-selatan, zona ‘ring fracture’
yang membuka ke puncak Welirang dan
sesar berarah baratlaut-tenggara dan
barat-timur sebagai pengontrol munculnya
manifestasi panas bumi Coban, Cangar
dan Padusan. Deliniasi daerah prospek
berdasarkan zona tahanan jenis rendah
dan magnet rendah berada di lereng barat
dengan luas sekitar 10 Km², berada dalam
struktur graben dan dibatasi Sesar Cangar
di bagian barat dan Sesar Padusan di sisi
berdasarkan gabungan data geologi,
geokimia dan geofisika adalah sekitar 180
Mwe.
DAFTAR PUSTAKA
Kadir, W.G.A., 2000, Eksplorasi Gaya Berat
dan Magnetik, Jurusan Teknik
Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian
dan Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Bandung
Telford, W.M. et al, 1982. ”Applied
Geophysics”, Cambridge University
Press. Cambridge.
Tim Survei Terpadu, 2009, ‘Laporan Survei
Geologi dan Geokimia Daerah Panas
Bumi Arjuno-Welirang, Kabupaten
Malang, Mojokerto dan Pasuruan’,
Pusat Sumber Daya Geologi, Badan
Geologi, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral Indonesia.
(Unpubl. Report)
Tim Survei Geofisika Terpadu, 2009,
‘Laporan Survei Geofisika Terpadu
Daerah Panas Bumi Arjuno-Welirang,
Kabupaten Malang, Mojokerto dan
Pasuruan’, Pusat Sumber Daya
Geologi, Badan Geologi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral
Indonesia. (Unpubl. Report)
:
Gambar 2. Peta geologi daerah Gunung Arjuno-Welirang (modifikasi dari peta geologi daerah
panas bumi Arjuno-Welirang, Survei Terpadu, 2010)
Gambar 4. Anomali Bouguer (A) dan Anomali Residual (B) Gunung Arjuno-Welirang
Gambar 6. Peta tahanan jenis AB/2=800 m (A) dan AB/2=1000 m (B) daerah panas bumi
Gunung Arjuno-Welirang