• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN YANG DISEBABKAN SUAMI MELALAIKAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA KARENA MEMENTINGKAN SAUDARANYA : STUDI PUTUSAN PA NO : 0530/PDT.G/2013/PA.PAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN YANG DISEBABKAN SUAMI MELALAIKAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA KARENA MEMENTINGKAN SAUDARANYA : STUDI PUTUSAN PA NO : 0530/PDT.G/2013/PA.PAS."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN YANG

DISEBABKAN SUAMI MELALAIKAN TANGGUNG JAWAB

KELUARGA KARENA MEMENTINGKAN SAUDARANYA

(STUDI PUTUSAN PA NO : 0530/Pdt.G/2013/PA.PAS)

SKRIPSI

Oleh

NUR AWWIN MASFUATIN NIM : C01211058

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Islam

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil studi kasus berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Perceraian Yang Disebabkan Suami Melalaikan Tanggung Jawab Keluarga Karena Mementingkan Saudaranya (Studi Putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas.). Penelitian ini bertujuan untuk menjawab 2 permasalahan yaitu pertama bagaimana pertimbangan hukum dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan PA Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. tentang perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya? Kedua bagaimana analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan PA Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. tentang perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya?

Guna mendapatkan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui dokumentasi dan studi kepustakaan yang terkait. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif untuk memperjelas kesimpulannya.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan, pertama tentang pertimbangan hukum dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan PA Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. tentang perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya yang dikabulkan oleh hakim berdasarkan persaksian saksi-saksi, dibuktikan dengan alat bukti yang ada sesuai pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juncto, hal ini juga diterapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Selain itu pula majelis hakim berdasar pada Hadits Kitab Al-Anwar Juz II. Di lain sisi, hakim berpandangan bahwa melihat fakta-fakta yang ada bahwa antara Penggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena hal itu gugatan Penggugat dikabulkan. Menurut pandangan penulis dalam analisis Hukum Islam dapat

disimpulkan bahwa hal perkara cerai gugat Putusan Nomor

0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. dengan sebab suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya, dengan adanya alasan bahwa pertengkaran dan perselisishan yang terus menerus terjadi dalam alasan putusan maka gugatan Penggugat patut dikabulkan. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Teknik Analisis Data ... 15

J. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II PERCERAIAN dan ALASAN-ALASANNYA DALAM HUKUM ISLAM ... .. 17

A. Pengertian Perceraian, Syarat-Rukun, Macam-macam dan Akibat Hukum …………... 17

1. Pengertian Perceraian……….. ... 17

(7)

ix

3. Macam-macam Perceraian………. ... 20

4. Akibat Hukum... 21

B. Sebab-sebab Pertengkaran atau Perselisishan ………... 22

1. Pengertia Pertengkaran ………. 22

2. Kewajiban Suami Terhadap Isteri……….. 25

3. Melalaikan Tanggung Jawab Materiil ………. ... 28

4. Melalaikan Tanggung Jawab Immateriil…………... ... 32

5. Gangguan Pihak Ketiga ………. ... 35

6. Sebab-Sebab Perceraian ... 36

C. Perceraian Dengan Alasan Perselisihan Yang Terus Menerus Antara Suami Isteri……… ... 43

BAB III PERTIMBANGAN HUKUM DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0530/PDT.G/2013/PA.PAs. CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA PASURUAN .…………... 45

A. Profil Pengadilan Agama Pasuruan ... 45

B. Wewenang dan Struktur Organisasi Pengadilan Agama Pasuruan ... 53

C. Deskripsi Putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas .. ... 60

D. Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum Putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. ……… ... . 61

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAMTERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM DAN DASAR HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PASURUAN NOMOR: 0530/PDT.G/2013/PA.PAS TENTANG CERAI GUGAT YANG DISEBABKAN SUAMI MELALAIKAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA KARENA MEMENTINGKAN SAUDARANYA ………... 66

A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. ………... ... 66

(8)

BAB V PENUTUP s... 77 A.Kesimpulan ... 77 B.Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu hubungan yang menimbulkan suatu akibat hukum yang dimulai dengan akad yang sakral bagi laki-laki dan perempuan untuk memulai suatu hubungan keluarga. Perkawinan merupakan sunnatullah yang berlaku bagi semua makhluk Tuhan sebagai hambanya karena itu merupakan ajaran Rasulullah untuk menghalalkan dan menyatukan antara kedua belah pihak yang sebelumnya belum halal untuk dijadikan mahram juga menimbulkan hak dan kewajiban bagi keduanya.

Perkawinan merupakan ikatan yang sangat sakral dan suci bagi manusia yang mempunyai tujuan membentuk keluarga bahagia sejahtera terkait dengan keyakinan kepada Allah SWT. Karena perkawinan itu sangat suci maka harus dijaga dengan baik agar tecapai tujuan dalam perkawinan islam yakni mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bisa terwujud.

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, dijelaskan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir dan batin

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1

1

Soemiyati, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (Surabaya: Winpress, 2007), 5

(10)

2

Kompilasi Hukum Islam juga merumuskan pengertian perkawinan yang lebih jelas dan tegas dalam pasal 2 “Perkawinan menurut Hukum Islam yaitu akad yang sangat kuat atau mi>s|a>qan gali>z{a> untuk menaati perintah

Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”2.

Perkawinan juga menjadi awal kehidupan yang baru bagi seseorang, oleh hal tersebut Tuhan tidak menjadikan manusia mempunyai sifat yang bebas untuk mengikuti nalurinya seperti makhluk lain yang bebas untuk melakukan suatu hubungan antara jantan dan betina yang tidak ada aturan dalam suatu kehidupan. Maka dari itu Tuhan menjadikan hukum bagi manusia untuk menjaga martabat dan kehormatan tersebut, dengan itu hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat berdasarkan kerelaan antara keduanya dalam sebuah perkawinan.

Ketika seorang laki-laki (suami) sudah mengikat seorang perempuan dalam sebuah ikatan janji perkawinan, maka mulai saat itu suatu tanggung jawab besar yang akan diemban sebagai seorang suami dan kepala rumah

tangga. Seperti yang dikatakan Sayyid Sabiq dalam kitab fikih sunnah “

apabila telah jatuh akad nikah yang sah (sesuai dengan ketentuan fikih), maka wajib bagi keduanya untuk memenuhi hak dan kewajiban didalam perkawinan, yaitu kewajiban suami atas isterinya, kewajiban isteri atas suaminya dan kewajiban bersama.3 Perkawinan merupakan sarana yang aman bagi manusia untuk mengembangkan keturunan yang baik dan juga menjaga harkat martabat perempuan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa tujuan

(11)

3

perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani juga sebagai jalan untuk membentuk dan memelihara keluarga, dan mencegah perzinahan.4 Allah Swt berfirman dalam surat Al-Nisa’ ayat 1:

Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya, dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu5.

Sunnatullah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk menikah, karena dengan menikah seseorang akan mampu untuk menjaga mata dan perbuatan dari pandangan terlarang dan mampu menjaga kehormatan dari perbuatan tercela, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad Saw yaitu:

Dari Abdullah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Hai

para pemuda, barang siapa yang telah sanggup di antaramu untuk kawin, maka kawinlah karena sesungguhnya kawin itu dapat mengurangi pandangan (yang liar) dan lebih menjaga kehormatan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaknya berpuasa

karena puasa merupakan tameng”6.

4 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 26.

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2005), 61 6

(12)

4

Dalam sebuah perkawinan terdapat satu prinsip yaitu menguatkan ikatan perkawinan agar berlangsung selama-lamanya karena sebuah perkawinan bukan hanya perbuatan perdata semata tetapi juga sebagai ikatan yang suci yag berkaitan dengan keimanan kepada Allah, sehingga harus ada usaha yang dilakukan agar hubungan itu terus berlanjut. Tetapi jika semua harapan dan kasih sayang yang ada dalam sebuah perkawinan itu musnah dan perkawinan menjadi suatu hubungan yang membahayakan dan memunculkan kemadharatan bagi tujuan perkawinan tersebut tindakan hukum yang mereka boleh lakukan ialah sebuah perceraian.

Perkawinan harusnya dijaga dengan baik agar tercapai tujuan dalam perkawinan yaitu supaya ketentraman dan kesejahteraan bisa terjaga. Bagaimanapun caranya suami isteri harusnya bisa mempertahankan sebuah ikatan perkawinan dengan saling menjaga ikatan tersebut antara satu dengan yang lain bila ada kesalahpahaman atau kesalahan dari salah satunya hendaknya saling mengingatkan karena mereka sudah menjadi satu dalam sebuah ikatan perkawinan.

(13)

5

alasan-alasan seperti yang disebutkan dalam pasal 39 ayat (2), hal ini juga diterapkan dalam pasal 19 peraturan pemerintah (pp) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Selain itu juga disebutkan dalam pasal 116 kompilasi hukum Islam yang dalam keduanya sama-sama menyebutkan alasan perceraian dari huruf a sampai huruf f, kecuali tambahan dua huruf g dan h dalam Peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975, alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut7:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Dalam KHI pasal 116 terdapat tambahan dua huruf tentang alasan perceraian, sebagai berikut8 :

1. Suami melanggar taklik talak

2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga

7

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

(14)

6

Adapaun kewajiban suami diatur oleh, sebagai berikut9:

1. Suami adalah pebimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami isteri bersama

2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya

3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi

agama, nusa dan bangsa.

4. Sesuai dengan penghasilannya sesuai menaggung : a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak

c. Biaya pendidikan bagi anak

5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya 6. Isteri dapat membebaskan suaminya dan kewajiban terhadap dirinya

sebagaiman tersebut pada ayat (4) huruf a dan b

7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz

Dengan memperhatikan ketentuan mengenai alasan dan kewajiban suami dalam perkawinan, jika tidak terpenuhi salah satunya maka isteri dapat mengajukan gugatan perceraian. Dalam menyusun pengajuan gugatan, suatu gugatan selain menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut. Disamping juga, isteri tidak hanya menyebut alasan perceraian tetapi harus juga menyebutkan kronologis perkara perkawinan.

Dalam putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.PAS menyebutkan bahwa isteri mengajukan gugatan dengan alasan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan suami tidak peduli kepada keluarga dan lebih memperdulikan saudara dan keponakannya. Padahal seharusnya suami

(15)

7

walaupun memperdulikan saudara dan keponakannya yang disebabkan saudaranya telah ditinggal meninggal oleh suaminya, suami juga tidak boleh melupakan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga terhadap isteri dan anak . Oleh sebab itu kami sebagai penulis ingin mengetahui lebih jelas pertimbangan dan dasar hukum hakim yang digunakan dalam putusan tersebut dari segi hukum Islam yang berlaku bagi masyarakat yang beragama Islam di Indonesia serta mengetahui bagaimana proses hakim memutus perkara tersebut dengan sebab suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya yang menjadikan tidak terpenuhinya kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga dalam pemenuhan nafkah lahir maupun batin.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis menulis judul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Perceraian Yang Disebabkan Suami

Melalaikan Tanggung Jawab Keluarga Karena Mementingkan Saudaranya (Studi Kasus No Perkara : 0530/Pdt.G/2013/Pa.Pas)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang yang di paparkan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Tidak diberi nafkah oleh suami kepada isteri

2. Percekcokan antara suami dan isteri yang terus-menerus

(16)

8

4. Pembuktian cerai gugat dalam perceraian tersebut

5. Analisis hukum islam terhadap pertimbangan dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

Dari permasalahan yang telah diidentifikasi dari putusan pengadilan Agama Pasuruan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas tentang gugatan isteri atas kelalaian suami dalam tanggung jawab pada keluarga akan dibatasi sebagai berikut :

1. Pertimbangan dan dasar hukum putusan hakim tentang sebab perceraian kedua belah pihak

2. Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan PA Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. tentang perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap Pertimbangan dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. tentang perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya? D. Kajian Pustaka

(17)

9

yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan tidak adanya pengulangan materi secara mutlak.

Sebab perceraian “suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya (Studi putusan PA Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas) belum pernah di angkat menjadi skripsi. Akan tetapi peneliti menemukan skripsi yang memiliki kaitan dengan masalah perceraian (perselisihan atau pertengkaran yang dijadikan sebagai alasan perceraian) yaitu :

1. Skripsi karya Karimatun Nisa’ yang memfokuskan penelitian pada tahun

1999 tentang cerai gugat terhadap suami di PA Pasuruan dengan judul

“Studi Terhadap Keputusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor

760/Pdt.G/1999/PA.Pas Tentang Kasus Perselisihan Sebagai Perceraian pada tahun 2004. Penelitian dilakukan demi mengetahui faktor-faktor alasan perceraian yang ada di Pengadilan Agama Pasuruan dan mengetahui dasar hukum serta pertimbangan hakim dalam memutus pada putusan Nomor 760/Pdt.G/1999/PA.Pas tentang perselisihan yang terus-menerus akibat adanya orang ketiga, faktor perkawinan yang lemah dan tidak adanya keharmonisan dalam perkawinan, maka alasan-alasan yang ada dalam undang-undang terpenuhi untuk melakukan perceraian10. 2. “Pertengkaran Sebagai Alasan Perceraian (Studi Putusan Di Pengadilan

Agama Salatiga Tahun 2010-2011)” pada tahun 2012, oleh Husnul

10Karimatun Nisa’, “Studi Kasus Keputusan Pengadilan Agama Pasuruan Nomor

760/Pdt.G/1999/PA.Pas Tentang Kasus Perselisihan sebagai alasan Perceraian. 2004” (Skripsi

(18)

10

Robiah11. Hasil penelitiannya adalah memberikan gambaran tentang perceraian putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang pertengkaran sebagai alasan perceraian maupun dasar dan pertimbangan hukum yang dipakai di Pengadilan Agama Salatiga terhadap cerai gugat karena pertengkaran sebagai alasan perceraian.

Sementara dalam skripsi yang kami tulis dengan judul “Analisis

Hukum Islam Terhadap Perceraian Yang Disebabkan Suami Melalaikan Tanggung Jawab Keluarga karena Mementingkan Saudaranya (Studi Putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas) ini pembahasannya lebih memfokuskan pada bagaimana pertimbangan dan dasar hukum dalam memutus perkara cerai gugat tersebut. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini berbeda dengan pembahaan pada skripsi sebelumnya.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian penulisan masalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan dan dasar hukum putusan perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya dalam putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

2. Mengetahui analisis hukum Islam yang menjadi pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam memutus perkara cerai gugat yang disebabkan suami

11. Husnul Robiah,Pertengkaran Sebagai Alasan Perceraian (Studi Putusan Di Pengadilan Agama

Salatiga Tahun 2010-2011).”(Skripsi Skripsi Jurusan Ahwal as-Syakhsiyah Fakultas

(19)

11

melalaikan tanggung jawab keluarga dalam putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat digunakan untuk hal-hal sebagai berikut :

1. Secara Teoritis, hasil penelitian diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan pada pembaca pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya untuk memperkuat penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perceraian yang disebabkan alasan-alasan tertentu 2. Secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan acuan

pada pasutri yang sedang dalam proses perceraian agar mengetahui pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan dalam memutus perkara perceraian di pengadilan agama Pasuruan

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kekeliruan dan kesalahan dalam memahami judul skripsi ini, perlu adanya pembatasan pengertian serta penjelasan terhadap judul.

Analisis Hukum Islam Terhadap Peceraian yang disebabkan Suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya (Studi putusan PA Nomor : 0530/Pdt.G/2013/PA.PAS) Sebagai berikut:

(20)

12

rangkuman dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fikih yang biasa dipergunakan sebagai refrensi pada Pengadilan Agama. Dalam skripsi ini terkait dengan perceraian.

Perceraian : melepaskan ikatan perkawinan antara suami dan isteri, atau putusnya hubungan suami isteri setelah mendapatkan keputusan dari Pengadilan. Yang dimaksud perceraian dalam skripsi ini cerai gugat dikarenakan suami melalaikan tanggung jawab keluarga.

Tanggung Jawab keluarga : Kewajiban yang seharusnya menjadi tanggungan suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sebagai yaitu isteri dan anak.

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas yang lebih memburu pengertian terhadap suatu masalah tertentu, maka Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dokumentasi. Supaya data yang dikumpulkan dalam skripsi ini bisa lebih dicermati dan menunjang serta mempunyai gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data secermat mungkin tentang obyek yang diteliti12

2. Data yang dikumpulkan

Data yang akan penulis kumpulkan dalam penelitian ini meliputi : 1)Profil Pengadilan Agama Pasuruan

(21)

13

2)Isi Putusan Terdiri dari : a. Duduk perkara b. Pertimbangan hukum c. Dasar hukum

d. Amar putusan No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas 3. Sumber data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah darimana data dapat diperoleh.13 Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada bahan pustaka. Maka penelitian melalui dari beberapa buku yang dijadikan sebagai bahan pustaka.

a. Sumber primer yaitu :

1) Dokumen yaitu berupa :

Putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

b. Sumber sekunder, Sumber yang dipakai dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan masalah perceraian yang disebabkan kelalaian kewajiban suami dalam KHI.

1. Undang-undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP No.9 Tahun 1975

2. Sulaikin Lubis dan Wisma Ain Marzuki DKK, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)

13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

(22)

14

4. Teknik Pengumpulan Data

a) Dokumentasi, yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri data primer dari dokumen berkas putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas disamping itu dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap berbagai tulisan yang berkaitan dengan pembahasan ini, dalam aspek hukum untuk menguatkan analisis terhadap putusan pengadilan tersebut.

b) Studi kepustakaan dengan literatur yang terkait adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.14

5. Teknik Pengolahan Data

a. Pengeditan (Editing) Yaitu proses pengoreksian data yang sudah terkumpul, meliputi kelengkapan isi, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban. Dalam tahap ini, penulis akan memperhatikan dan membenarkan terhadap data yang kurang benar dari data yang dihasilkan peneliti yang telah dikumpulkan dan dipelajari. Sehingga mengantisipasi terjadi kesalahan terhadap data ataupun tulisannya. b. Pengolahan (organizing) penulis akan memilih-milih terhadap data

yang dikumpulkan, agar bisa disesuaikan dan diruntutkan data yang tersebut, kemudian mengolahnya agar menjadi bab dan sub bab yang akan ditulis secara sistematis. Sehingga bisa saling menyambung antar paragraph dan sub bab yang ada.

14Muhammad Subhan, “Teknik Penulisan Karya Ilmiah” dalam http://muhammadsubhan.

(23)

15

c. Analisis, setelah data yang dibutuhkan diperoleh dan terkumpul, maka dilakukan pengelompokan data, kemudian dilakukan analisa lebih lanjut terhadap data yang sudah disusun dan dikelompokkam dengan baik, terutama yang menyangkut tentang pokok permasalahannya.

I. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik:

a. Metode deskriptif, yaitu suatu cara menggunakan data yang diperoleh penulis dari lapangan dengan perbandingan data atau bahan pustaka yang membuat masalah secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta beberapa pendapat. Mendeskripsikan tentang putusan Pengadilan Agama No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas mengenai perceraian yang disebabkan suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya.

b. Pola Pikir deduktif, yaitu metode penganalisisan data yang dimulai dari teori yang bersifat umum, yang bersumber dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. selanjutnya dikemukakan fakta yang bersifat khusus analisis terhadap data tentang cerai gugat dari putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas terhadap suami melalaikan tanggung jawab keluarga karena mementingkan saudaranya. J. Sistematika Pembahasan

(24)

16

Bab pertama, merupakan isi tentang pendahuluan, latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penelitian.

Bab kedua, menjelaskan landasan teori yang diawali dengan pengertian perceraian (gugat), rukun-syarat perceraian, macam-macam perceraian, akibat perceraian, dilanjutkan dengan sebab-sebab pertengkaran atau perselisihan suami isteri, dan diakhiri dengan perceraian dengan alasan perselisihan yang terus-menerus antara suami isteri.

Bab ketiga, menggambarkan profil Pengadilan Agama Pasuruan, wewenang dan struktur organisasi Pengadilan Agama Pasuruan, deskripsi putusan No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas, Pertimbangan hukum, dasar hukum putusan No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

Bab keempat, menganalisis tentang pertimbangan hukum dan dasar hukum putusan cerai gugat dalam putusan PA No. 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas, analisis Hukum Islam terhadap Pertimbangan dan dasar hukum dalam putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas

(25)

BAB II

PERCERAIAN DAN ALASAN-ALASANNYA DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Perceraian, Rukun-Syarat, macam-macam dan akibat hukumnya 1. Pengertian perceraian

Perceraian dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, berasal dari

kata cerai, yang berarti berpisah, kemudian mendapat awalan ‘per’ dan

akhiran ‘an’, sehingga menjadi perceraian, yang artinya perpisahan.1

Perceraian merupakan istilah hukum yang digunakan Undang-undang

perkawinan sebagai penjelas “putusnya perkawinan”, yaitu berakhirnya hubungan hidup sebagai suami isteri.2 Dalam ensiklopedi nasional Indonesia, disebutkan perceraian adalah peristiwa putusan perkawinan suami istri yang diatur menurut tata cara yang dilembagakan untuk mengatur hal itu.3 Menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan keputusan hakim atau karena tuntutan salah satu pihak selama perkawinan.4

Talak (perceraian) ةيلختلا secara bahasa berarti melepaskan. Secara

syar’i هضعب وأ حاكنلا ديق لح adalah melepaskan ikatan perkawinan secara menyeluruh atau sebagiannya. (Al-mulakhos Al-Fiqhiy : 410).5 Sebuah

1 TIM PKPPPB, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka 2005). 200

2 Amir Syarifuudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia : Antara Fikih Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, cet. ke-3,( Jakarta: Kencana, 2009), 189

3Ensiklopedi Nasional Indonesia,( Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990), 79

4 R. Subekti, Pokok-pokok Perkara Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1994), 42

5

Penjelasan Tentang Talak (perceraian), Rujuk dan Iddah _ SPICA.html. diakses pada 29 Mei 2015.

(26)

18

hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwasanya dia menalak istrinya yang sedang haid. Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Perintahkan kepadanya agar dia merujuk istrinya, kemudian membiarkan bersamanya sampai suci, kemudian suci lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya, dia bisa mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya (menceraikannya) sebelum

menyentuhnya (jima’). Itulah iddah seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para isteri yang ditalak dapat langsung menghadapinya

(iddah)” (HR. Bukhari dan Muslim halaman 179 nomor 3725). Kemudian pengertian perceraian menurut fikih di Indonesia, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, disebutkan perceraian merupakan salah satu akibat putusnya perkawinan, yang mengucapkan ikrar talak harus di depan sidang Pengadilan Agama. Apabila perceraian itu datang dari suami maka istilahnya dengan cerai talak, sedangkan jika datang dari istri disebut cerai gugat.6

Definisi dari gugat cerai atau khulu’ menurut madzhab Syafi’i

adalah sebagai berikut:

Artinya: Khulu’ secara syariah adalah kata menunjukkan atas putusnya hubungan perkawinan antara suami isteri dengan tebusan (dari isteri) yang memenuhi syarat-syarat tertentuSetiap kata yang

6 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Pengadiian Agama, cet ke-2, (Jakarta:

(27)

19

menunjukkan pada talak, baik sharih atau kinayah, mak sah

khulu’nya dan terjadiba’in).7

Asal hukum dari perceraian itu sendiri adalah makruh karena hal itu menghilangkan kemaslahatan perkawinan dan mengakibatkan keretakan keluarga. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits.

Artinya: “Sesuatu yang halal yang sangat dibenci oleh Allah adalah perceraian” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Al Hakim dan sejumlah perawi lainnya dari Abdullah bin Umar ra.)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dalam skripsi ini, penulis simpulkan bahwa, perceraian menurut etimologi adalah melepaskan atau berpisah. Sedangkan menurut terminologi perceraian adalah perbuatan hukum yang merupakan salah satu akibat terputusnya tali perkawinan suami-isteri, dengan mengucapkan ikrar talak di depan sidang pengadilan.

2. Syarat-rukun perceraian Syarat Perceraian

1. Benar-benar suami yang sah, yaitu keduanya berada dalam ikatan perkawinan yang sah

2. Telah Baligh, tidak dibenarkan jika yang menthalaq adalah anak-anak

3. Berakal sehat yaitu tidak gila

4. Orang yang menjatuhkan thalaq harus dengan ikhtiar. Tidak sah menjatuhkan thalaq tanpa ikhtiar dan karena terlanjur dalam lisan 5. Orang yang menjatuhkan thalaq harus orang yang pintar, mengerti

makna dari bahasa thalaq.

6. Orang yang menjatuhkan thalaq tidak boleh dipaksa, tidak sah menjatuhkan thalaq deng dipaksa

7

(28)

20

Rukun Perceraian

1. Suami, jika selain suami tidak boleh menthalaq

2. Isteri, orang yang dilindungi oleh suami dan akan dithalaq

3. Lafadz yang ditujukan untuk menthalaq, baik itu diucapkan secara langsung maupun dilakukan dengan sindiran dengan disertai niat 3. Macam-macam perceraian

Ditinjau dari segi tata cara beracara di Pengadilan Agama maka bentuk perceraian dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

a. Permohonan talak (Cerai talak)

Berdasarkan pasal 129 dan 130 Kompilasi Hukum Islam, dijelaskan bahwa seseorang yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Dalam hal ini Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan tersebut, apabila ditolak pemohon dapat menggunakan upaya hukum banding dan kasasi.8

b. Cerai Gugat

Cerai gugat ialah suatu gugatan yang diajukan oleh isteri terhadap suami kepada pengadilan dengan alasan-alasan tertentu. Perceraian atas dasar cerai gugat ini terjadi karena adanya suatu putusan pengadilan. Adapun prosedur cerai gugat telah diatur dalam

(29)

21

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 20 sampai pasal 36 jo. Pasal 73 sampai pasal 83 Undang-undang No. 7 tahun 1989.

Dalam hukum Islam cerai gugat disebut dengan khulu>’.

Khulu’ berasal dari kata khal’u as|-s\aub, artinya melepas pakaian, karena wanita adalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki adalah pelindung wanita. Para ahli fikih memberikan pengertian

khulu’ yaitu perceraian dari pihak perempuan dengan tebusan yang diberikan oleh isteri kepada suami.9

Adapun yang termasuk dalam cerai gugat dalam lingkungan Pengadilan Agama itu ada beberapa macam, yaitu :

1)Fasakh; 2)Syiqa>q; 3)Khulu’;

4)Ta'li>q T{ala>q. 5)Akibat Perceraian 4. Akibat Hukum

Akibat hukum yang terjadi karena karena perceraian telah diatur dalam pasal 41 Undang-Undang perkawinan, ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-marta berdasarkan kepentingan anak.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana dalam kenyataanya

(30)

22

bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan menetukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri10.

B. Sebab-sebanya Pertengkaran atau perselisihan suami Isteri 1. Pengertian Pertengkaran

Pertengkaran adalah berbantah, bercekcok mulut (Poerwadarminto, 2006: 108). Pertengkaran yang dimaksud adalah pertengkaran suami istri, pertengkaran tersebut terjadi secara terus menerus karena antara suami istri sudah tidak ada kecocokan lagi

Sebab-Sebab Pertengkaran

Dalam bukunya Ummu Sufyan, yang berjudul Senarai Konflik Rumah Tangga telah dijelaskan bahwa diantara penyebab pertengkaran rumah tangga antara lain:

a. Isteri mengabaikan hak suami, b. Suami mengabaikan hak isteri, c. Suami kurang menafkahi isteri, d. Suami atau isteri berakhlak buruk, e. Isteri Kurang mengurus rumah, f. Tidak berterima kasih kepada suami, g. Tidak menundukkan pandangan,

10

(31)

23

h. Sering menggambarkan kelebihan perempuan lain kepada suami, i. Isteri kurang merias diri,

j. Isteri berturut-turut melahirkan, k. Isteri tidak kunjung melahirkan, l. Suami sering tidak ada di rumah, m. Suami banyak tuntutan,

n. Membawa konflik ke luar rumah, o. Tidak saling memahami tabiat, p. Problema isteri bekerja,

q. Menikah dengan lelaki yang tidak shalih, r. Ketidakserasian suami isteri,

s. Problematika poligami,

t. Jarang silaturrahim kepada orang tua,

u. Keluarga suami isteri mempunyai kebiasaan buruk, v. Pengaruh keluarga11

Melalaikan kewajiban terhadap keluarga yaitu dimana seorang suami yang tidak bertanggung jawab terhadap isterinya, seorang bapak yang telah melupakan tanggung jawab terhadap anaknya. Jika akad dalam perkawinan telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian akan menimbulkan pula hak dan kewajibannya selaku suami isteri. Kewajiban suami terhadap isteri dan

11

(32)

24

keluarganya yang di atur dalam kompilasi hukum Islam dalam 80, pasal ini terdiri dari 7 ayat sebagai berikut 12:

1)Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tanggannya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami dan isteri bersama

2)Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

3)Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

4)Sesuai dengan penghasilannyasuami menanggung: b. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri

c. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak

d. Biaya pendidikan anak

5)Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya

6)Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b

7)Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz (kedurhakaan isteri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah)

Walaupun demikian ini tidak berarti bahwa dalam kedudukannya sebagai keluarga suami berhak bertindak semaunya saja tanpa menghiraukan hak-hak isteri dengan semestinya. Apabila suami bertindak melampaui batas hak-haknya sebagai suami dan tidak melaksanakan kewajibannya dengan semestinya, maka si isteri berhak untuk mengabaikannya13.

Dalam kompilasi hukum Islam pada pasal 77 dijelaskan secara rinci tentang kewajiban suami isteri sebagai berikut :

a) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat

12 Abdul Rahma Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 161-162

13

(33)

25

b)Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain

c) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya

d)Suami isteri wajib memelihara kehormatannya

e) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama

Pasal 78

1. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh suami isteri bersama14

2. Kewajiban Suami Terhadap Isteri

Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu akibat hukum setelah terjadinya akad perkawinan yang sah ialah tetapnya kedudukan laki-laki sebagai suami dan menjadi tetap pula perempuan sebagai isteri, dan sejak itu menjadi tetaplah kewajiban suami terhadap isterinya dan menjadi tetap pula kewajiban isteri terhadap suami. Apa yang menjadi kewajiban suami menjadi hak isteri dan apa yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya suami.

Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

1. Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah

2. Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah Yang termasuk kewajiban materiil:

1. Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.

14

(34)

26

2. Kewajiban materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih berjalan.

Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta’ artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.

Keluarga (bahasa sanskerta : “kuluwarga” “ras” dan “warga” yang

berarti “anggota”) adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang asih memiliki hubungan darah. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam hal ini ada beberapa jenis keluarga yakni :

a) Keluarga inti yang terdiri dari suami, isteri dan anak

b)Keluarga kongjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak mereka yang terdapaat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua

c) Keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan keluarga aslinya.15 Sesuai dengan ketentuan di atas jelas dan tegas untuk suami bahwa kewajiban suami lebih diutamakan untuk bertanggung jawab kepada keluarga inti, walaupun ada keluarga lain yang perlu untuk dibantu akan tetapi tetap yang harus diutamakan adalah isteri dan anak. Maka seharusnya dalam

15

(35)

27

putusan ini harusnya dengan jelas meminta tanggung jawab mantan suami atas pemenuhan nafkah anak harusnya dicantumkan dalam amar putusan dalam putusan Nomor 0530/Pdt.G/2013/PA.Pas. karena jika dengan sengaja mantan suami melakukan tindakan atau perbuatan mengabaikan kewajiban memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. Dengan tidak memberikan nafkah sudah cukup dikategorikan sebagai penelantaran anak.

Dalam hal ini penulis membahas tentang suami yang melalaikan tanggung jawab keluarga karena lebih mementingkan saudaranya, harusnya suami lebih bisa mengutamakan kewajibanya kepada keluarganya sendiri biarpun saudara dan ponakannya itu termasuk dalam keluarga akan tetapi harusnya suami mengingat bahwa dalam Islam keluarga yang bukan isteri dan anak boleh dibantu bukan sebagai tanggung jawabnya. Dengan alasan suami yang melalaikan kewajiban keluarga menjadi sebab pertengkaran, hal itu juga termasuk dalam penelantara terhadap anak dan isteri.

(36)

28

dan anak yang sudah mejadi tanggung jawab suami semenjak suami isteri melakukan ijab pada saat perkawinan.

3. Melalaikan tanggung jawab materiil

Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat diklasifikasikan kepada dua kategori:

a. Nafakah

Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:

1)Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya

2)Pakaian, yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.

3) Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan. b. Sukna.

Suami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi:

(37)

29

isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisili suami atau bertempat tinggal sesuai hasil permusyawaratan suami isteri

2) Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur

3) Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.

Dasar hukum suami wajib menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah:

Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 233:

Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya

(38)

30

rumah tangga pada umumnya menurut kadar kekuatan kehidupan dalam tingkat kehidupan suami isteri tersebut. Tidak berlebih-lebihan sehingga memberatkan suami dan tidak boleh terlalu sedikit tetapi sewajarnya saja. Jika seorang suami melalaikan nafkah rumah tangga, diibaratkan berarti ia telah meninggalkan kewajiban beragama. Maka ketika seorang suami tidak memenuhi hal tersebut padahal ia sanggup berarti ia telah berlaku zalim terhadap keluarganya.

Dalam hal ini suami harusnya mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga apalagi materi karena suami sebagai pihak kepala rumah tangga. Jika suami melalaikan kewajiban kepada keluarga baik secara sengaja atau tidak tetap itu sebuah kesalahan karena termasuk dalam penelantaran anak dan isteri. Pengaturan menelantarka rumah tangga berdasarkan UU PKDRT pasal

9 ayat 1 “ setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup

rumah tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu” berikut penjelasan dari

UU PKDRT pasal 9, ayat (1) :

(a) frasa penelantaran bermakna melalaikan kewajiban dalam lingkup rumah tangga, artinya melalaikan kewajiban suami, isteri, anak dan terhadap orang yang ada didalam rumah tangga;

(39)

31

tersebut harus melihat pada hak dan kewajiban suami, isteri, anak dan orang yang ada didalamnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan diantaranya UU No. 1 tahun 1974 jo kompilasi hukum islam pasal 77 dan uu No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak;

(c) atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, apabila ada perjanjian atau persetujuan yang harus dipenuhinya;

(d) berdasarkan ulasan tersebut maka sasaran pemidanaan pasal 9 ayat (1) jo 49 : tindakan penelantaran rumah tangga yang dimaksudkan karena menelantarkan dalam lingkup rumah tangga da nada persetujuan atau perjanjian yang mewajibkan memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan. Kewajiban tersebut merupakan kewajiban kepala keluarga yakni suami. Hal tersebut berdasar pada pasal 34 angka (1) UU perkawinan dan pasal 80 angka

(2) : “ suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(40)

32

dialami isteri atau anak akibat suami sebagai kepala keluarga tidak menjalankan kewajibannya.16

Menurut hukum Islam kewajiban utama dalam perkawinan bagi suami adalah memelihara isterinya dan menyediakan kebutuhan hidup yang layak baginya. Isteri berkewajiban untuk menjaga keserasian rumah tangga dan taat kepada suami. Jadi kewajiban dalam perkawinan bentunya berbeda antara suami dan isteri dan sifatnya umum sehingga bermacam-macam alasan dapat dimasukkan didalam kategori ini17. Menurut hukum Islam, didalam hubungan suami isteri maka suamilah sebagai kepala keluarga. Hal ini disebabkan pada umumnya keadaan jiwa laki-laki adalah lebih stabil dari perempuan, demikian juga dalam hal fisik laki-laki adalah lebih kuat dari perempuan. Ketentuan bahwa suami adalah kepala keluarga ini tercantum dalam al-Quran surat an-Nisa’ ayat 34, yang berbunyi:

“kamu laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan harta mereka. . . “.

4. Melalaikan tanggung jawab immaterial

Tanggung jawab immaterial suami terhadap isteri juga sangat penting, tidak bisa suami hanya menjalankan kewajiban materiil saja,

16 www.komnasperempuan.or.id/2014/09/13987. Di akses pada tanggal 24 Mei 2015 pukul 15.00

17

(41)

33

sementara immateriilnya terlalaikan. Kewajiban immaterial adalah memberikan kenyamanan, keharmonisan dan kepuasan terhadap isteri dalam sebuah keluarga. Bila suami melalaikan tanggung jawab dari salah satunnya maka berdosalah dia, karena kedua tanggung jawab tersebut seharusnya dilakukan dengan seimbang, suami yang menjadi pemimpin keluarga dan isteri sebagai makmum yang ada dibelakang suami juga harus saling mengingatkan bila salah satunya melakukan kesalahan.

Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah:

1. Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus

2. Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta bersikap sopan terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman hidup dan jalinan jiwa. Suami dilarang memperlakukan isteri sebagai pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan suami dilarang berlaku kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap isteri termasuk tanda kesempurnaan akhlak suami:

“Paling sempurnanya keimanan seorang mukmin ialah yang paling baik budi pekertinya, dan yang paling baik di antaramu ialah yang paling baik

terhadap isterinya”

(42)

34

“Hanya orang mulia yang memuliakan isteri dan hanya orang hina yang

menghinakan isteri”

3. Menjaga dan melindugi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya dari segala sesuatu yag menurunkan martabatnya dipandang dari segi agama maupun di mata masyarakat:

   



 

………



Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ….18

Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti menepuk air di dulang terpecik muka sendiri.

4. Memperhatikan keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka manis, selalu necis, dan bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami harus pandai menormalisir keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.

5. Mendatangi isteri menurut cara yang ma’ruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat Islam memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu,

membaca do’a, khidmat, tidak mendatangi isteri ada duburnya, tidak

mendatangi isteri pada waktu haid dan sebagainya.

18

(43)

35

6. Mengajar dan mendidik isteri

7. Bagi suami yang beristeri lebih dari seorang, ia diwajibkan berlaku adil dalam hal nafakah, sukna, waktu gilir

Sebagaimana penjelasan diatas kita bisa mengetahui kewajiban suami yang wajib untuk dilakukan terhadap keluarga. Dalam hal ini suami melalaikan tanggung jawab untuk memberikan rasa aman dan harmonis dalam keluarganya apalagi bagi isteri karena kebutuhan batin dari keduannya tidak terjalin dengan baik. Suami melupakan kewajibannya sebagai kepala keluarga untuk menjadikan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah, padahal isteri semenjak diucapkan ijab qabul sudah tanggung jawab sepenuhnya milik suami sebagai imam keluarganya. 5. Gangguan pihak ketiga

Dalam hal ini gangguang pihak ketiga adalah adanya orang ketiga dalam rumah tangga atau keluarga inti ini yang lebih diutamakan oleh suami dari pada keluarga sendiri, pihak ketiga disini yang dimaksud adalah saudara dan keponakan-keponakannya yang selalu diutamakan oleh pihak suami.

Berbicara mengenai keberadaan pihak ketiga yang dapat

berpengaruh terhadap kehidupan perkawinan ada beberapa pihak yaitu :

a. Pria lain, wanita lain

b. Mertua, orang tua

(44)

36

Dalam tulisan ini yang menjadi pihak ketiga adalah saudaranya dan ponakan-ponakan dari sang suami yang telah ditinggal meninggal oleh suaminya. Sebaiknya jika sudah terjadi perkawinan lebih baik tinggal ditempat yang berbeda dengan keluarga asal, karena bisa jadi bila masih tinggal satu rumah akan memungkinkan baik orang tua, mertua kakak ipar atau keluarga lain akan selalu ikut campur urusan rumah tangga tersebut yang menyebabkan mudah terjadi pertengkaran.

Gangguan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suami yang mementingkan atau mengutamakan kakak dan ponaka-ponakannya yang sudah ditinggal meninggal oleh suaminya, dan suami sudah tidak memperdulikan isteri serta anaknya. Kebutuhan isteri dan anak sudah tidak dicukupi atau diperhatikan dengan baik malah saudaranya yang selalu di utamakan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam kehidupannya. Gangguang dari pihak keluarga yang dalam hal ini adalah kakak dan ponakan justru menjadi pemicu utama suami isteri sering bertengkar dan berselisish yang berakhir dengan sebuah perceraian.

Padahal seharusnya kakak suami bisa memberikan nasihat yang baik buat kelangsungan rumah tangga saudaranya supaya jangan sampai terjadi perceraian. Gangguan saudara sangat merugikan bagi rumah tangga suami isteri ini karena adanya saudara dan ponakan dalam kelurga tersebut sehingga suami melalaikan tanggung jawab kepada anak dan isteri yang

(45)

37

6. Sebab-Sebab Perceraian

Adapun sebab atau bentuk putusnya hubungan perkawinan (perceraian) menurut hukum Islam ialah sebagai berikut :

1. Talak

Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami dengan alasan bahwa seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan sesuatu dari pada perempuan yang biasanya bertindak atas dasar emosi.19

Adapun syarat-syarat seorang suami yang sah menjatuhkan talak ialah berakal sehat, telah balig, tidak karena paksaan. Semua para ahli fikih sepakat bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah dewasa, balig dan atas kehendak sendiri, bukan terpaksa atau ada paksaan dari pihak ketiga.20

2. Khulu'

Talak khulu' atau talak tebus ialah perceraian atas persetujuan suami istri dengan jatuhnya talak satu kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan cara khulu'.21

Dasar diperbolehkannya khulu’ ialah : surat al-Baqarah ayat 229, sebagai berikut :

19 Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-9, Yogyakarta, UII Press, , 2000, 72 20Ibid, 73

(46)

38

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.22

3. Syiqa>q

Syiqa>q itu berarti perselisihan atau menurut istilah fikih berarti perselisihan suami isteri yang diselesaikan dua orang hakam, satu orang dari pihak suami dan satu orang dari pihak isteri.

Pengangkatan hakam kalau terjadi syiqa>q ini, ketentuannya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa>’ ayat 35, yang berbunyi :

Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.23

(47)

39

Menurut Kamal Mukhtar tugas dan syarat-syarat orang yang boleh diangkat menjadi hakam adalah sebagai berikut :

a) berlaku adil di antara pihak yang berperkara;

b) dengan ikhlas berusaha untuk mendamaikan suami isteri itu; c) kedua hakam disegani oleh kedua belah pihak (suami isteri);

d) hendaklah berpikir kepada yang teraniaya/dirugikan apabila pihak lain tidak mau perdamaian.24

4. Fasakh

Arti fasakh ialah merusakkan atau membatalkan. Ini berarti bahwa perkawinan itu diputuskan/dirusakkan atau permintaan salah satu pihak oleh hakim Pengadilan Agama.

Adapun alasan-alasan yang diperbolehkan seorang isteri menuntut fasakh di pengadilan ialah :

a) Suami sakit gila;

b) Suami menderita penyakit menular yang tidak mungkin untuk sembuh; c) Suami tidak mau atau kehilangan kemampuan untuk melakukan

hubungan kelamin;

d) Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memberi nafkah pada isterinya;

e) Isteri merasa tertipu baik dalam nasab, kekayaan atau kedudukan suami;

24 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).

(48)

40

f) Suami pergi tanpa diketahui tempat tinggalnya dan tanpa berita, sehingga tidak diketahui hidup atau mati dan waktunya sudah cukup lama.25\

5. Ta'li>q t}ala>q

Arti dari pada ta'li>q ialah menggantungkan, jadi pengertian ta'li>q t}ala>q ialah suatu talak yang digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dahulu.26

Pembacaan ta'li>q t}ala>q ini tidak merupakan keharusan hanya secara sukarela, tetapi pada umumnya hampir semua suami mengucapkan ta'li>q setelah melakukan akad nikah. Ta'li>q t}ala>q ini diadakan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan isteri supaya tidak dianiaya oleh suami.

Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.27

(49)

41

6. Ila>’

Ila>’ ialah bersumpah untuk tidak melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan menurut istilah ila>’ artinya bersumpah tidak akan mencampuri isterinya dalam masa yang tidak ditentukan.28

Apabila seorang suami bersumpah sebagaimana sumpah tersebut, hendaknya ditunggu sampai 4 bulan kemudian kembali baik kepada isterinya sebelum sampai 4 bulan, dia diwajibkan membayar denda sumpah (kafarat) saja. Tapi kalau sampai 4 bulan dia tidak kembali baik dengan isterinya, hakim berhak menyuruhnya memilih di antara dua perkara; membayar kafarat sumpah serta kembali baik kepada isterinya, atau menalak isterinya. Kalau tidak mau menjalankan salah satu dari kedua perkara tersebut, hakim berhak menceraikan mereka dengan paksa29. 7. Zhiha>r

Zhiha>r adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila>'. Arti zhiha>r ialah seorang suami yang bersumpah bahwa isterinya baginya sama dengan punggung ibunya. Dengan bersumpah demikian itu berarti suami telah menceraikan isterinya. Ketentuan mengenai zhiha>r diatur dalam

al-qur’an surat al-Muja>dalah ayat 2-4, sebagai berikut :

28 Wahbah Zuh}aily, al-Fikih al-Islamiy wa adilatuhu, Juz IX, (Bairut: Da>r al-fikr, 2004), 7070

(50)

42

Artinya: Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun, Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.30

8. Li'a>n

li'a>n ialah laknat yang di dalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat Tuhan apabila yang mengucapkan sumpah itu berdusta. Dalam hukum perkawinan sumpah li'a>n ini dapat mengakibatkan putusnya perkawinan antara suami isteri untuk selama-lamanya. li'a>n ini terjadi kalau ada tuduhan isteri berzina31

Untuk melepaskan isteri dari siksaan zina, dia boleh me-li'a>n pula, membalas li'a>n suaminya itu.32 Sebagaimana Firman Allah SWT : surat

al-Nu>r : 8-9 sebagai berikut :

30 Departemen Agama R.I Al-Qur’an dan Terjemah, 542

(51)

43                        

Artinya : Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima: bahwa la`nat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang: yang benar.33

C.Perceraian dengan alasan perselisihan yang terus menerus antara suami isteri

Perselisihan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata selisih, yang artinya beda, hal yang tidak sependapat, pertentangan pendapat, atau pertikaian. Sedangkan perselisihan adalah bersengketa tidak pernah hidup rukun. Adapun pertengkaran berasal dari kata tengkar, yang artinya berbantah atau bercekcok. Sedangkan pertengkaran sendiri adalah percekcokan atau perdebatan.

Dari definisi tentang perselisihan dan pertengkaran sebagaimana diuraikan diatas, terdapat perbedaan mendasar dari kedua hal tersebut, yaitu mengenai indikasi yang ditimbulkan. Perselisihan cenderung bersifat halus, sehingga tidak perlu adanya adu mulut (cekcok) antara kedua pihak, melainkan cukup dengan tidak sejalan atau berbeda pendapat saja. Sedangkan pertengkaran identik dengan adu mulut (cekcok) antara kedua belah pihak. Untuk itu pertengkaran adalah sesuatu yang kongkrit, dan dapat dilihat atau disaksikan oleh orang lain berupa cekcok antara pihak berperkara, sehingga dalam hal proses pembuktian adanya pertengkaran

(52)

44

sangat mudah cukup dengan menghadirkan saksi yang melihat dan mendengar sendiri terhadap pertengkaran tersebut, bukan yang testimonium de auditu.

Dalam pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawnan jo. pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam telah diatur mengenai salah satu yang dapat dijadikan alasan perceraian, yaitu

“Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga”. Pasal tersebut dalam penjelasannya memang sudah jelas, tapi

terhadap pasal tersebut masih dimungkinkan untuk ditafsirkan kepada makna yang lebih luas, sehingga makna perselisihan dan pertengkaran tersebut tidak hanya cekcok mulut saja melainkan melebar sampai kepada berpisah rumah, tidak adanya komunikasi, tidak melaksanakan atas kewajibannya masing-masing, dan lain sebagainya34

34

Dani Ramdani, Batasan Penafsiran Perselisihan dan Pertengkaran

.

Di download pada 14 juni
(53)

45 BAB III

PERTIMBANGAN HUKUM DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0530/PDT.G/2013/PA.PASURUAN. CERAI GUGAT DI PENGADILAN

AGAMA PASURUAN

A. Profil Pengadilan Agama Pasuruan

Pengadilan Agama Pasuruan berkedudukan di kota pasuruan di jalan Ir. Juanda No. IIA, sedangkan wilayah hukum pengadilan Agama Pasuruan meliputi kota pasuruan dan sebagian wilayah kabupaten pasuruan.

Pengadilan Agama Pasuruan sebagai salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman mempunyai tugas bagi masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam dan berdomisili di wilayah Kota Pasuruan, yaitu menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, dengan tugas pokok menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan tugas lain yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Selain menjalankan tugas pokoknya, Pengadilan Agama Pasuruan diserahi tugas dan kewenangan lain oleh/atau berdasarkan undang-undang, antara lain memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada Instansi Pemerintah di Daerah apabila diminta.

1. Dasar Hukum Berdirinya Pengadilan Agama Pasuruan

(54)

46

baru berdiri pada tahun 1950 berkantor di Masjid Jami’ Al -AnwarcPasuruan dan sebagai Ketua KH. Ahmad Rifai dengan jumlah karyawan 5 orang saat itu1.

2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Pasuruan a. Masa Sebelum Penjajahan

Pengadilan Agama Pasuruan belum berdiri, apabila ada sengketa dalam perkawinan diselesaikan oleh Penghulu.

b. Masa Penjajahan Belanda Sampai Dengan Masa Penjajahan Jepang Pengadilan Agama Pasuruan belum berdiri, pengajuan dan penyelesaian perkara ke Penghulu (KUA).

c. Masa Kemerdekaan

Pengadilan Agama Pasuruan baru berdiri pada tahun 1950 dengan

Ketuanya KH. Ahmad Rifai dan berkantor di Masjid Jami’ Al-Anwar Pasuruan yang memberi fasilitas tempat (ruangan) kecil dan pegawainya hanya 5 orang. Pada tahun 1970 Kantor Pengadilan Agama Pasuruan pindah ke jalan Imam Bonjol No. 20 dengan cara mengontrak rumah milik Bapak Gianto.

d. Masa Berlakunya UU. No. 1 Tahun 1974

Dengan semakin meningkatnya perkara sejak tahun 1975, Pengadilan Agama Pasuruan mengusulkan anggaran untuk pengadaan tanah dan gedung bangunan kantor di Jl. Imam Bonjol No. 20 Pasuruan. Pada tahun 1975 sampai dengan tahun 1977, usulan pengadaan tanah dan

1

(55)

47

bangunan gedung kantor baru terealisasi. Dengan DIP tahun anggaran 1976/1977, Pengadilan Agama Pasuruan membeli sebidang tanah seluas 480 M2 dan membangun gedung kantor seluas 283,5 M2. Adapun fasilitas gedung yang dibangun saat itu terdiri : Ruang Ketua, Ruang Kepaniteraan, kamar mandi dan WC. Dengan menyisakan sedikit tanah. Setelah pembangunan gedung selesai pada bulan November 1977, kemudian diresmikan dan diserah terimakan oleh Ketua Mahkamah Islam Tinggi (MIT) Surabaya Bapak Drs. Taufiq2.

e. Masa Berlakunya UU. No. 7 Tahun 1989

Masa berlakunya UU. No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, jumlah perkara yang diterima Pengadilan Agama Pasuruan mengalami penurunan namun penyempurnaan dan perbaikan gedung terus berlanjut. Pada tahun 1996, Pengadilan Agama Pasuruan mendapatkan anggaran perbaikan gedung. Sisa tanah yang masih tersisa, dibangun untuk fasilitas tempat arsip yang kemudian dialihfungsikan sebagai Ruang Kesekretariatan.

f. Kondisi Sekarang

Pada tahun anggaran 2004 Pengadilan Agama Pasuruan mendapat anggaran proyek berupa Peni

Referensi

Dokumen terkait

Bumbu instan merupakan bumbu yang siap saji tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga secara mudah untuk langsung digunakan, namun makanan instan termasuk bumbu instan ini

Sistem pengambilan keputusan yang akan dibuat akan didasarkan pada keputusan yang dihasilkan oleh proses AHP, untuk sistem flowchart proses pengambilan keputusan dalam

Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan yang dicerminkan oleh dimensi iklim saling mempercayai, penghargaan terhadap ide bawahan, memperhitungkan perasaan

Terhadap Prestasi Belajar Mapel Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Siswa Kelas VIII MTs Negeri Mlinjon Klaten Tahun Ajaran 2017/2018 , Skripsi: Program Studi Pendidikan Agama Islam,

Label Kemasan Konsumsi.. Label Kemasan

It is commonly used to find out about the topic, the main idea, and general organization of the texts.  Scanning means knowing

Deskripsi Singkat : MK desain kemasan mengkaji bagaimana menjawab permasalahan komunikasi visual yang kompleks menyangkut berbagai unsur berupa branding, tipografi, struktur

Perlu dilakukan analisa persediaan secara mendetall teruta ma yang,berdasarkan data penjualan dan penyediaan laporan yang cukup untuk pimpinan, sehingga kondisi-kondisi yang