• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI HASIL HUTAN NON KAYU JENIS ANGGREK

(Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu,

Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan)

SKRIPSI

Disusun Oleh : Intan Debora Sihombing 091201134/Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

POTENSI HASIL HUTAN NON KAYU JENIS ANGGREK

(Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu,

Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan)

SKRIPSI

Oleh :

INTAN DEBORA SIHOMBING 091201134/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Potensi Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan

Nama : Intan Debora Sihombing

NIM : 091201134

Program Studi : Kehutanan

Minat Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut., M.Si Riswan, S.Hut

Ketua Anggota

Mengetahui :

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan

(4)

ABSTRAK

INTAN DEBORA SIHOMBING : Potensi Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, dibimbing oleh IRAWATI AZHAR dan RISWAN.

Hasil hutan non kayu sebagai produk hutan yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat sekitar hutan memiliki potensi nilai ekonomi yang dapat dikembangkan. Anggrek sebagai salah satu jenis HHNK belum diketahui potensinya di wilayah HPT Desa Sihombu, oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis anggrek berdasarkan ketinggian tempat di wilayah HPT tersebut. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling dan dibagi menjadi 3 interval ketinggian yaitu 450-550 m dpl, 550-650 m dpl dan 650-750 m dpl. Pada setiap ketinggian dilakukan inventarisasi dan identifikasi anggrek menggunakan intensitas sampling 1 % dari luas wilayah HPT Desa

Sihombu yang berjumlah 1.440 Ha dengan metode sistematis sampling plot

berukuran 10x10 m.

Hasil penelitian yang diperoleh terdapat 57 jenis anggrek yang berasal dari 17 genus, dimana terdapat 10 jenis anggrek tanah dan 47 jenis anggrek epifit. Terdapat dua jenis anggrek endemik yaitu Cleistoma rhycholabium Garay dan Paphiopedilum superbiens (Rchb. f.).

(5)

ABSTRACT

INTAN DEBORA SIHOMBING : Potential of Non Timber Forest Products Orchid type (Case Studies Limited Production Forest (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan). Under the supervision of IRAWATI AZHAR and RISWAN.

NTFP as a forest products used directly by the forest community have potential economic value that can be developed. Orchids as one type of NTFP potential in the region HPT Desa Sihombu is not known therefore, to investigate the types of orchid species and altitude based on the HPT region. The research location is determined by the method of purposive sampling and divided into 3 intervals of altitude is 450-550 m asl, 550-650 m asl and 650-750 m asl. At each height do an inventory and identification of orchids using sampling intensity of 1% of the area of the HPT Desa Sihombu total is 1,440 ha with a systematic method of sampling plots measuring 10x10 m.

The results obtained are 57 species of orchids from 17 genera, of which there are 10 species of terrestrial orchids and 47 species of epiphytic orchids. There are two types of orchids endemic to the Cleistoma rhycholabium Garay and Paphiopedilum superbiens (Rchb. f .).

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Binjai pada tanggal 23 September 1990 dari Ibu D. Silaban

dan Bapak B. Sihombing dan merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pada

tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 009 Kerinci

Kanan, Kab. Siak. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Lubuk

Dalam, Kab. Siak dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I

Lubuk Dalam, Kab. Siak, Provinsi Riau. Pada tahun 2009 penulis diterima

sebagai mahasiswi Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN) dan pada semester VII memilih minat studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan

yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) dan aktif dibidang UPT KORIM

(Komunitas Rimbawan Menulis) sebagai penyunting dan penulis naskah selama 2

tahun. Penulis juga aktif diorganisasi luar kampus yaitu YPCI

(Young Peacemaker Community Indonesia) wilayah Sumatera Utara. Penulis juga

memenangkan PKM-P (Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian) dari

DIKTI pada tahun 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum

Teknologi Serat dan Komposit pada tahun 2013.

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan Praktik Pengenalan

Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Pendidikan USU, Taman Hutan Raya,

Berastagi. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Potensi

Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas

(HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang

Hasundutan) ini selesai dilaksanakan yang merupakan salah satu syarat kelulusan

untuk memperoleh gelar sarjana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ibu D. Silaban

dan Bapak B. Sihombing serta kepada kelima saudara penulis Yohana R. S, Emmi

S. S, Asima R. S, Delima S. S dan Ida T. S dalam memberikan dukungan doa,

materi dan motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada kedua dosen pembimbing yaitu Ibu Irawati Azhar, S.Hut.,M.Si dan Bapak

Riswan, S.Hut yang telah membimbing dan memberikan masukan selama

melakukan penelitian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Baris Malau selaku

Kepala Desa Sihombu yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian di HPT

Desa Sihombu juga kepada Bapak Malau di Desa Aek Riman dan Bapak Marbun

di Desa Simatabo yang banyak membantu selama di lapangan dan kepada

teman-teman tim penelitian yaitu Martha K. Purba, Linda R. Marbun, Donni Pakpahan

dan Rionaldo Damanik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh

teman-teman jurusan Teknologi Hasil Hutan dan Manajemen Hutan 2009 atas

bantuan dan motivasi yang diberikan, serta kepada semua staf pengajar dan

pegawai di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

(8)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Produksi Terbatas ... 4

Deskripsi Anggrek ... 5

Struktur Morfologi Anggrek ... 6

Akar ... 6

Batang ... 7

Daun ... 7

Bunga ... 9

Buah ... 10

Taksonomi Anggrek ... 11

Habitat Anggrek ... 12

Sifat Tumbuh Anggrek ... 12

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 14

Letak Geografis ... 14

Prosedur Penelitian ... 16

Pengambilan Data ... 16

Pengambilan Sampel Anggrek ... 16

Identifikasi Anggrek ... 17

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Anggrek ... 20

Zona Anggrek Epifit Pada Pohon Inang ... 22

Jenis Anggrek Teresterial ... 27

Analisis Data Anggrek ... 28

Deskripsi Anggrek ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 66

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA... 67

LAMPIRAN... 70

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Struktur bunga cattleya……… ..………... 10

2. Peta lokasi penelitian……… 15

3. Sistematis sampling plot……… 16

4. Zonasi anggrek pada pohon inang……… 17

5. Agrosthophyllum laxum J. J. Sm……… 32

6. Agrosthophyllum majus Hook. F………... 33

7. Appendicula alba Bl……….. 34

8. Appendicula pauciflora Bl………. 34

9. Appendicula sp……… 35

10. Bulbophyllum absconditum J. J. Sm……… 36

11. Bulbophyllum angustifolium Lindl……… 36

12. Bulbophyllum flavidiflorum Carr………... 37

13. Bulbophyllum gibbosum (Blume) Lindl……… 37

14. Bulbophyllum odoratum (Bl.) Lindl……….. 38

15. Bulbophyllum ovalifolium (Blume) Lindl………. 39

(11)

23. Bulbophyllum sp 9………. 43

29. Cleistoma rhycholabium Garay………. 47

30. Cleistoma sp……….. 47

31. Coelogyne sp 1……….. 48

32. Coelogyne sp 2……….. 48

33. Coelogyne sp 3……….. 49

34. Cymbidium sp……… 49

35. Dendrobium concinnum Miq………. 50

36. Dendrobium sp 1……… 50

42. Eria acuminata (Blume) Lindl………. 53

43. Eria flavescens (Bl.) Lindl……… 54

44. Eria sp……… 55

45. Eria sp 6………. 55

(12)

47. Malaxis sp……….. 56

48. Oberonia sp……… 57

49. Paphiopedilum superbiens (Rchb. f.) ………... 57

50. Paphiopedilum sp……….. 58

51. Phaius flavus Bl. (Lindl) ……….. 59

52. Phaius sp……… 59

53. Pholidota imbricata Lindl………. 60

54. Pholidota sp………... 61

55. Tidak teridentifikasi 1……….. 61

56. Tidak teridentifikasi 2……….. 62

57. Tidak teridentifikasi 3……….. 63

58. Tidak teridentifikasi 4……….. 63

59. Tidak teridentifikasi 5……….. 64

60. Tidak teridentifikasi 6……….. 64

(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Daftar jenis anggrek di HPT Desa Sihombu ... 20

2. Jenis anggrek epifit dan zona penyebarannya………... 23

3. Jenis anggrek teresterial dan penyebarannya ... 27

4. Nilai analisis data pada ketinggian 450-550 m dpl………. 28

5. Nilai analisis data pada ketinggian 550-650 m dpl………... 29

6. Nilai analisis data pada ketinggian 650-750 m dpl………... 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Peta sebaran anggrek di HPT Desa Sihombu……… 71

2. Jenis-jenis pohon inang anggrek epifit……….. 72

3. Analisis data anggrek pada ketinggian 450-550 m dpl……… 73

4. Analisis data anggrek pada ketinggian 550-650 m dpl……… 74

(15)

ABSTRAK

INTAN DEBORA SIHOMBING : Potensi Hasil Hutan Non Kayu Jenis Anggrek (Studi Kasus Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, dibimbing oleh IRAWATI AZHAR dan RISWAN.

Hasil hutan non kayu sebagai produk hutan yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat sekitar hutan memiliki potensi nilai ekonomi yang dapat dikembangkan. Anggrek sebagai salah satu jenis HHNK belum diketahui potensinya di wilayah HPT Desa Sihombu, oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis anggrek berdasarkan ketinggian tempat di wilayah HPT tersebut. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling dan dibagi menjadi 3 interval ketinggian yaitu 450-550 m dpl, 550-650 m dpl dan 650-750 m dpl. Pada setiap ketinggian dilakukan inventarisasi dan identifikasi anggrek menggunakan intensitas sampling 1 % dari luas wilayah HPT Desa

Sihombu yang berjumlah 1.440 Ha dengan metode sistematis sampling plot

berukuran 10x10 m.

Hasil penelitian yang diperoleh terdapat 57 jenis anggrek yang berasal dari 17 genus, dimana terdapat 10 jenis anggrek tanah dan 47 jenis anggrek epifit. Terdapat dua jenis anggrek endemik yaitu Cleistoma rhycholabium Garay dan Paphiopedilum superbiens (Rchb. f.).

(16)

ABSTRACT

INTAN DEBORA SIHOMBING : Potential of Non Timber Forest Products Orchid type (Case Studies Limited Production Forest (HPT) Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan). Under the supervision of IRAWATI AZHAR and RISWAN.

NTFP as a forest products used directly by the forest community have potential economic value that can be developed. Orchids as one type of NTFP potential in the region HPT Desa Sihombu is not known therefore, to investigate the types of orchid species and altitude based on the HPT region. The research location is determined by the method of purposive sampling and divided into 3 intervals of altitude is 450-550 m asl, 550-650 m asl and 650-750 m asl. At each height do an inventory and identification of orchids using sampling intensity of 1% of the area of the HPT Desa Sihombu total is 1,440 ha with a systematic method of sampling plots measuring 10x10 m.

The results obtained are 57 species of orchids from 17 genera, of which there are 10 species of terrestrial orchids and 47 species of epiphytic orchids. There are two types of orchids endemic to the Cleistoma rhycholabium Garay and Paphiopedilum superbiens (Rchb. f .).

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan adalah sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat yang

sangat besar untuk memenuhi kebutuhan manusia baik yang dirasakan secara

langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan hutan selama ini cenderung

mengeksploitasi hasil hutan kayu yang ternyata membawa implikasi ekologi

terhadap tingginya deforestasi dan kerugian nilai ekonomi yang kurang

memberikan keuntungan yang optimal (Affandi dan Patana, 2002).

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan RI No.P35/Menhut-II/2007 hasil

hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati

baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu

sebagai segala sesuatu yang bersifat material bukan kayu yang dimanfatkan bagi

kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya

mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable

forest management hasil hutan bukan kayu atau non timber forest products

(NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. HHBK merupakan salah satu sumber

daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung

dengan masyarakat sekitar hutan. Sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa

masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung

maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu.

Anggrek sebagai salah satu produk hasil hutan non kayu merupakan

tanaman hias yang mempunyai nilai estetika dan daya tarik tertentu. Tanaman

anggrek mempunyai nilai ekonomis yang tinggi selain karena keindahannya,

(18)

tidak cepat layu tidak seperti bunga-bunga lain. Perkembangan anggrek dewasa

ini mendapat perhatian yang sangat besar dari masyarakat

(Rahardi dan Wahyuni, 1993).

Hutan Indonesia memiliki sekitar 5.000 jenis anggrek alam atau sekitar

16% dari jenis anggrek alam yang ada di dunia (Gunadi, 1986). Jumlah jenis

anggrek akan terus bertambah dengan penemuan-penemuan baru di hutan-hutan

maupun hasil persilangan. Anggrek merupakan salah satu suku yang cukup

banyak jenisnya. Sebagian besar keragamannya terpusat di kawasan tropis dan

subtropis. Anggota suku ini secara alami tumbuh mulai dari hutan dataran rendah

hingga hutan dataran tinggi dan pada berbagai jenis hutan seperti hutan primer

dan hutan sekunder. Tumbuhan ini sangat beragam ditinjau dari habitat, ukuran

serta morfologinya (Lestari, 1985).

Salah satu jenis tanaman hias penting di dunia adalah anggrek. Menurut

para ahli botani, di dunia terdapat lebih dari 30.000 spesies anggrek. Di Indonesia,

plasma nutfah anggrek diperkirakan lebih dari 5.000 jenis (Rukmana, 2000).

Sumatera Utara adalah tempat yang sangat cocok untuk pertumbuhan anggrek,

karena memiliki iklim dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun,

di Sumatera Utara diperkirakan mempunyai 1.118 jenis anggrek liar

(Comber, 2001).

Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan

terletak pada garis ± 98° 27' 40'' BT - 98° 31' 20'' BT dan ± 02° 13' 58,8'' LU - 02°

16' 34'' LU. Kondisi fisik Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada

ketinggian antara 450-750 m di atas permukaan laut. Menurut Surat Keterangan

(19)

Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan adalah

sebesar 1.440 Ha. Kelerengan tanah yang tergolong curam sebesar 25% hingga

sangat curam sebesar 40%.

Tingginya potensi keberadaan dan jenis-jenis anggrek di Sumatera Utara

belum semua terdata oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terutama di

Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Tarabintang, Desa Sihombu,

sebagai suatu kawasan yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk

mengetahui potensi HHNK jenis anggrek, baik anggrek teresterial/tanah maupun

anggrek epifit yang memiliki manfaat estetika dan ekonomis dengan

menggunakan metode penelitian purposive sampling berdasarkan ketinggian

tempat.

Berdasarkan survei lapangan yang telah dilakukan, kawasan HPT Desa

Sihombu diketahui masih terdapat hutan primer dengan keanekaragaaman

tumbuhan yang tinggi. Salah satunya adalah anggrek yang tersebar mulai dari

ketinggian 450-750 m dpl.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis anggrek berdasarkan

ketinggian tempat di HPT Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten

Humbang Hasundutan sebagai salah satu HHNK.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai keberadaan jenis-jenis

anggrek di HPT Desa Sihombu bagi peneliti, pemerintah seperti dinas kehutanan

maupun bagi pembaca yang ingin mengetahui tentang potensi HHNK jenis

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Produksi Terbatas

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan

tetap adalah kawasan hutan yang akan dipertahankan keberadaannya sebagai

kawasan hutan terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi

terbatas dan hutan produksi tetap. Hutan produksi terbatas yang selanjutnya

disebut HPT adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah

dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang

mempunyai jumlah nilai antara 125-174 di luar kawasan lindung, hutan suaka

alam, hutan pelestarian alam dan taman buru (Permenhut, 2009).

Kegiatan eksplorasi khususnya anggrek saat ini dirasakan sangat penting

karena banyak habitat anggrek alam yang rusak. Laju kerusakan habitat alami

anggrek ini semakin dipercepat oleh berbagai kegiatan seperti pembangunan

perumahan, industri dan perkebunan. Data dari World Conservation Monitoring

Center (1995) menunujukkan bahwa jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan

asli Indonesia yang berstatus terancam lainnya maka anggrek merupakan

tumbuhan yang mendapat ancaman kepunahan tertinggi yaitu sebanyak 203 jenis

(39%) bahkan tidak tertutup kemungkinan bila sudah banyak anggrek yang punah

sebelum sempat dideskripsi atau didokumentasikan. Di Jawa, areal hutan sudah

banyak yang terkonversi menjadi pemukiman atau perkebunan sehingga populasi

(21)

ilegal yang memanen di alam tanpa ada usaha untuk membudidayakannya, turut

memacu penurunan jumlah populasi anggrek alam.

Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan plasma nutfah

anggrek paling besar di dunia. Dari sekitar 26.000 spesies, Indonesia memiliki

sekitar 6.000 spesies tanaman anggrek dunia. Bahkan 90% induk jenis

Dendrobium yang dikembangkan di dunia berasal dari Indonesia. Indonesia

merupakan negara tropis dan memiliki kondisi lingkungan yang memenuhi syarat

untuk menjamin kehidupan tanaman anggrek. Tanaman anggrek liar di Indonesia

diperkirakan ada sekitar 5.000 jenis (Heriswanto, 2009).

Deskripsi Anggrek

Anggrek adalah tumbuhan dengan perawakan yang beraneka ragam, hidup

sebagian besar epifit (tumbuh pada pohon inangnya) dan ada pula yang teresterial

(tumbuh di tanah atau sering juga disebut anggrek tanah). Anggrek memiliki

rimpang akar yang seperti umbi tetapi bukan umbi lapis atau umbi batang. Batang

berdaun atau tidak, pangkalnya seringkali menebal membentuk umbi semu yang

mempunyai akar yang mengandung klorofil dan berfungsi sebagai alat untuk

asimilasi (Darmono, 2008).

Tanaman anggrek dapat tumbuh pada beberapa kondisi iklim yang beragam

dan struktur vegetatif tanaman anggrek juga mudah mengalami modifikasi.

Pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek terbagi menjadi dua tipe yaitu

monopodial dan simpodial. Monopodial berarti “satu kaki”. Disebut satu kaki

karena anggrek ini memiliki satu batang utama yang tumbuh terus sepanjang

tahun dan memproduksi daun dipuncaknya. Tipe monopodial seperti Serides,

(22)

“banyak kaki”, anggrek ini mempunyai batang utama yang dapat menumbuhkan

tunas-tunas vegetatif. Tipe simpodial antara lain Cattleya dan Epidendrum

(Ashari, 1995).

Struktur Morfologi Anggrek

a. Akar

Akar anggrek epifit umumnya lunak dan mudah patah. Ujungnya

meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar anggrek mempunyai lapisan velamen

yang bersifat spongy (berongga). Di bawah lapisan ini terdapat lapisan yang

mengandung klorofil. Pada saat akar ini menyentuh batang yang keras, maka akar

ini mudah melekat. Akar-akar yang sudah tua akan menjadi coklat dan kering,

kemudian fungsinya digantikan dengan akar-akar baru yang tumbuh. Pada jenis

monopodial terdapat banyak akar lateral yaitu akar yang keluar dari batang diatas.

Akar aerial yang masih aktif ujungnya berwarna hijau, hijau keputihan atau

kuning kecoklatan, licin dan mengkilat. Akar ini besar dan dapat

bercabang-cabang. Pada tempat yang kering akar ini makin banyak percabangannya untuk

mencari tempat yang lembab (Latif, 1960).

Menurut Latif (1972) akar anggrek umumnya ada dua macam yaitu akar

tanah dan akar gantung. Akar tanah tentu terdapat pada anggrek tanah dan akar

gantung terdapat pada anggrek pohon atau anggrek epifit. Selain itu ada juga akar

anggrek yang melekat pada benda keras seperti kayu dan batu. Akar anggrek ada

yang semacam akar pikat yaitu akar yang pada beberapa anggrek diluar dari jenis

akar yang biasa. Letaknya di pangkal (rumpun) batang. Ukurannya pendek,

tegang, berhaluan (berliku-liku) sedikit, ujungnya tajam dan arahnya keatas

(23)

Grammatophyllum. Kegunaan akar pada anggrek epifit adalah untuk mengambil

makanan yang sudah dilarutkan dalam air dari udara yang lembab. Akar yang

sehat dengan ciri-ciri bentuknya bulat kalau terlepas atau tergantung, tetapi jika

melekat bentuknya seperti belah rotan, penampakannya berkilat seperti perak dan

ujungnya hijau atau merah tembaga.

b. Batang

Bentuk batang anggrek beraneka ragam ada yang ramping, gemuk

berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja dengan atau tanpa umbi

semu (pseudobulb). Berdasarkan pertumbuhannya, batang anggrek dapat dibagi

menjadi dua golongan yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial.

Tipe anggrek simpodial mempunyai beberapa batang utama dan berumbi

semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pertumbuhan

batang akan terhenti bila telah mencapai maksimal. Pertumbuhan baru dilanjutkan

oleh tunas nakan yang tumbuh disampingnya. Tunas anakan tersebut tumbuh dari

rizom yang menghubungkannya dengan tanaman induk. Tangkai bunga dapat

keluar dari ujung pseudobulb atau dari sampingnya, contohnya seperti genus

Dendrobium, Oncidium dan Cattleya.

Tipe anggrek monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan

tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi. Tangkai bunga keluar

diantara dua ketiak daun, contohnya genus Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis

(Darmono, 2008 dalam Yahman, 2009).

c. Daun

Anggrek tidak mempunyai tulang daun yang terbentuk jala menyebar, tetapi

(24)

sampai tebal berdaging (sukulen). Pada genus Vandabahkan ada yang membulat

seperti pistil. Daun melekat pada batang dengan kedudukan satu helai tiap buku

dan berhadapan dengan daun pada buku berikutnya atau berpasangan yaitu setiap

buku terdapat dua helai daun yang berhadapan (Latif, 1960).

Warna daun anggrek hijau muda atau hijau tua, kekuningan dan ada pula

yang bercak-bercak. Anggrek memiliki daun atau tulang daun yang berwarna dan

disanalah terletak keindahan jenis-jenis anggrek daun itu. Bentuk daun anggrek

bervariasi, ada yang bulat telur (Renanthera coccinea dan Renanthera storiei),

bulat telur terbalik artinya bagian daun yang sebelah keatas lebar dan sebelah

kepangkal kurang lebar, memanjang bagai pita atau serupa daun tebu terdapat

pada daun anggrek tebu atau anggrek macan. Daun jenis Coelogyne, Calanthe,

Spathoglottis mendekati bentuk daun kunyit. Anggrek pandan (Vanda tricolor)

mempunyai dua baris daun, terdapat dua daun melengkung kesebelah batang,

banyak bentuk daun Vanda yang seperti itu. Daun yang bulat panjang, bundar

panjang atau terdapat pada setengahnya jenis Dendrobium dan Phalaenopsis.

Daun anggrek kala atau Scorpiun (Arachnis) pendek dan tirus. Vanda teres

disebut juga anggrek pinsil atau anggrek potlot karena daunnya bulat seperti

pinsil. Daun yang demikian terdapat pula pada Vanda hookeriana, Vanda

tricuspidata, Phalaenopsis denevei dan Luisia sp (Latif, 1972).

Menurut Latif (1960) ujung daun anggrek ada yang runcing biasa, belah dua

atau sama saja belahnya atau tidak sama, ada bagian ujung daun yang seperti

dipatahkan dengan jari. Daun yang seperti ini dapat jelas dilihat pada jenis

(25)

d. Bunga

Bunga anggrek tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum bunga pada

satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Karangan bunga pada

beberapa spesies letaknya terminal, sedangkan pada sebagian besar letaknya

aksilar (Latif, 1972).

Struktur morfologi bunga anggrek sangat beranekaragam baik bentuk

maupun warnanya. Setiap bunga anggrek mempunyai struktur morfologi yang

sama dan khas. Bunga anggrek mempunyai tiga lembaran yang hampir mirip satu

sama lain yang disebut sepal (daun kelopak). Diantara ketiga sepal ini terdapat

lagi lembaran yang disebut petal (daun mahkota). Satu dari tiga petal mempunyai

bentuk yang berbeda sekali dengan dua yang lain, warnanya juga sering berbeda

sekali dan lebih sering disebut bibir atau labellum (Gunadi, 1985).

Bunga anggrek memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak),

petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium

(bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal

dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah

petal, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga

mengalami modifikasi menjadi labellum (bibir). Pada labellum terdapat

gumpalan-gumpalan yang mengandung protein, minyak dan zat pewangi yang

berfungsi untuk menarik serangga hingap pada bunga untuk mengadakan

(26)

Gambar 1. Struktur bunga cattleya

Keterangan : a. Bunga Cattleya, b. Tugu Bunga

1. Kelopak Dorsal, 2. Mahkota (Corolla), 3. Kelopak Lateral 4. Bibir (Labellum), 5. Tugu, 6. Kepala Sari,

7. Rostellum, 8. Kepala Putik (Stigma) 9. Bakal Buah

Colum (tugu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat

reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung colum terdapat anter

(kepala sari) yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup

dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak di bawah

rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan

terletak di bawah colum, sepal dan petal (Latif, 1960).

e. Buah

Buah anggrek merupakan buah capsular yang berbelah enam. Biji di dalam

buah sangat banyak. Biji-biji anggrek ini tidak mempunyai endosperm yaitu

cadangan makanan seperti biji tanaman lain. Cadangan makanan ini diperlukan

dalam perkecambahan dan pertumbuhan awal biji. Oleh karena itu, untuk

perkecambahannya dibutuhkan gula dan persenyawaan-persenyawaan lain dari

luar atau dari lingkungan sekelilingnya (Latif, 1960).

Bakal biji anggrek anatrop dan sangat kecil. Buah biasanya berupa buah

(27)

sangat kecil seperti serbuk, memanjang pada 2 ujung atau jarang sekali bersayap,

endosperm belum terdiferensiasi (Tjitrosoepomo, 1993).

Menurut Sumartono (1981) buah anggrek mengandung ribuan sampai jutaan

biji yang sangat halus, berwarna kuning sampai cokelat. Pembiakan dengan biji

lebih sukar dibandingkan dengan cara-cara lainnya karena biji anggrek sangat

kecil dan mudah diterbangkan angin. Selain itu biji anggrek keadaannya tidak

sempurna karena tidak mempunyai lembaga atau cadangan makanannya.

Pembiakan dengan biji yang dilakukan orang bertujuan untuk mendapatkan jenis

baru. Biji diperoleh dari penyerbukan serbuk sari pada putik. Di hutan

penyerbukan terjadi dengan bantuan serangga, namun kita dapat melakukan

penyerbukan sendiri dengan mengambil serbuk sari menggunakan alat kemudian

diletakkan pada kepala putik sehingga terjadi pembuahan.

Taksonomi Anggrek

Menurut Jones dan Luchsinger (1979) tumbuhan anggrek termasuk ke

dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga indah dari

sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini. Klasifikasinya

adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Sub kelas : Lilidae

Ordo : Orchidales

(28)

Genus : Lebih dari 735 genera seperti Dendrobium, Spathoglottis,

Cymbidium dan lain-lain.

Spesies : Lebih dari 25.000 jenis seperti Calanthe triplicate,

Ascocentrum miniatum, Arachnis flos-aeris dan lain-lain.

Habitat Anggrek

Anggrek dapat tumbuh diberbagai tempat yang memungkinkan untuk

tumbuh seperti sampah, tanah yang berhumus, tanah rawa- rawa, batu cadas,

pasir, pohon dan akar tumbuhan lain. Daerah penyebarannya meliputi seluruh

dunia, dari daerah tropis hingga kutub pada ketinggian nol di atas permukaan laut

hingga 4000 m lebih di pegunungan. Varietas paling luas dan jumlah terbanyak

berada di daerah panas. Mayoritas anggrek memang merupakan tanaman bunga

tropis dan sebagian besar adalah subtropis (Gunadi, 1985).

Anggrek dapat hidup pada berbagai ketinggian tempat. Jenis anggrek ada

yang hidup di semak – semak atau pohon – pohon yang disebut anggrek liar, ada

yang hidup dibatuan dan disebut litofit, ada yang hidup di tanah disebut

teresterial, ada yang hidup disisa-sisa tanaman yang disebut epifit, sedangkan

yang tumbuh liar di air disebut semi akuatik. Tanaman anggrek tidak bersifat

parasit, sehingga tidak merugikan tanaman lainnya. Tanaman ini mencukupi

kebutuhan makanan untuk dirinya sendiri dari proses fotosintesis (Ashari, 1995).

Sifat Tumbuh Anggrek

Tanaman anggrek berdasarkan sifat tumbuhnya dapat dibagi menjadi dua,

yaitu anggrek epifit dan anggrek teresterial. Anggrek epifit adalah anggrek yang

tumbuhnya menumpang atau menempel pada tumbuhan lain, namun tidak

(29)

adalah akarnya. Golongan anggrek epifit antara lain genus Aerides, Angraecum,

Oncidium, Dendrobium, Phalaeonopsis dan Vanda. Anggrek teresterial adalah

anggrek yang seluruh perakarannya berkembang di dalam tanah, rawa atau

daratan. Genus anggrek tanah yang mempunyai nilai penting diantaranya

Arachnis, Arundina dan Spathoglottis (Ashari, 1995).

Anggrek epifit mempunyai akar yang menempel pada batang atau dahan

tanaman lain. Akar yang menempel pada batang umumnya berbentuk agak

mendatar mengikuti bentuk permukaan batang, sedangkan rambut akarnya

pendek–pendek. Akar ini mempunyai jaringan velamen yang memudahkan akar

menyerap air hujan yang jatuh pada kulit pohon inang. Menurut Gunadi (1977)

velamen berfungsi sebagai alat pernafasan. Velamen terdiri dari jaringan bunga

karang dengan selubung luar berupa selaput berwarna putih dan keadaan

sel-selnya hanya berisi udara.

Adanya keanekaragaman anggrek epifit pada berbagai jenis pohon, tingkat

pertumbuhan dan bagian-bagian pohon yang menjadi inang karena

ketergantungannya pada kondisi iklim mikro tegakan hutan. Hal itu menyebabkan

keberadaan sejumlah koloni anggrek epifit hanya dapat dijumpai pada jenis pohon

tertentu atau pada bagian pohon tertentu saja, sebaliknya koloni epifit lainnya

dapat dijumpai pada setiap jenis pohon dan pada setiap bagian pohon. Untuk itu,

perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman

anggrek epifit dan pohon inangnya serta distribusinya pada bagian-bagian pohon

(30)

Kondisi Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografis

Desa Sihombu merupakan salah satu desa terpencil di Sumatera Utara yang

terletak di Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan yang terdiri

atas empat dusun yaitu ; Dusun Sampetua, Simatabo, Buluampa dan Hutarambi.

Daerah tersebut terletak pada garis ± 98° 27' 40'' BT - 98° 31' 20'' BT dan ± 02°

13' 58,8'' LU - 02° 16' 34'' LU.

b. Luas dan Batas Wilayah

Menurut Surat Keterangan Tanah Adat No.470/077/VII/2010 pada tanggal

26 Juli 2010 menerangkan bahwa luas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang,

Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebesar 1.440 Ha. Batas-batas

wilayahnya adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Napahorsik

b. Sebelah Timur : Pusuk dan Baringin

c. Sebelah Selatan : Sijarango

d. Sebelah Barat : Simatongtong dan Siantar Sibongkare

c. Topografi

Kondisi fisik Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian

antara 450-750 m di atas permukaan laut. Kelerengan tanah yang tergolong curam

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2013. Lokasi penelitian

bertempat di HPT Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang

Hasundutan.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS

(Global Positioning System), kompas, camera digital, meteran, cutter, penggaris

dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi

penelitian, buku identifikasi anggrek, tally sheet, tali raffia, kantong plastik putih

(32)

Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Data

- Ketinggian tempat : pengukuran ketinggian tempat diukur dengan

menggunakan GPS

- Jenis-jenis anggrek : pengoleksian jenis anggrek yang ditemukan di

kawasan penelitian

2. Pengambilan Sampel Anggrek

Lokasi penelitian ditentukan menggunakan metode “purposive sampling

berdasarkan ketinggian tempat keberadaan tumbuhan anggrek. Lokasi penelitian

dibagi menjadi 3 interval ketinggian yaitu 450-550 m dpl, 550-650 m dpl dan

650-750 m dpl. Pada setiap ketinggian dilakukan inventarisasi dan identifikasi anggrek

menggunakan metode “sistematis sampling plot” dengan membuat plot berukuran

10 x 10 m dengan intensitas sampling 1 % dari luas wilayah HPT Desa Sihombu

yaitu 1.440 Ha. Jumlah total plot sebanyak 144 yang dibagi ke dalam tiga interval

ketinggian.

Gambar 3. Sistematis sampling plot

Pengambilan sampel keberadaan anggrek pada pohon inang (anggrek epifit)

(33)

Pembagian zonasi pada pohon inang mengikuti metode Johansson (1975) dalam

Lungrayasa dan Mudiana (2000). Parameter yang diamati selama penelitian

adalah spesies anggrek epifit, spesies pohon inang dan zonasi ditemukannya

anggrek pada pohon inang.

Gambar 4. Zonasi anggrek pada pohon inang

Zona 1: pangkal pohon (1/3 batang utama)

Zona 2: batang utama hingga percabangan pertama (2/3 batang utama atas)

Zona 3: basal percabangan (1/3 panjang cabang)

Zona 4: tengah percabangan (1/3 tengah percabangan)

Zona 5: percabangan terluar (1/3 percabangan paling luar)

3. Identifikasi Anggrek

Dilakukan pengkoleksian foto dan spesimen dari seluruh jenis anggrek yang

ditemukan dilapangan dan diberi kertas label. Anggrek diidentifikasi

(34)

1. Anggrek Untuk Pemula (Gunadi, 1985).

2. Anggrek dari Benua ke Benua (Gunadi, 1986).

3. Ekologi Ekosistem Kawasan Danau Toba (Nasution dkk, 2010).

4. Flora Pegunungan Jawa (Van Steenis, 2006).

5. Kenal Anggrek (Gunadi, 1977).

6. Orchids of Sumatera (Comber, 2001).

7. Tumbuhan Monokotil (Sudarnadi, 1996).

8. Tumbuhan Anggrek Hutan Gunung Sinabung (Widhiastuti dkk, 2007).

4. Analisis Data

Untuk mengetahui distribusi dan penyebaran jenis-jenis anggrek teresterial

maupun anggrek epifit di lokasi penelitian dilakukan analisis data secara

kuantitatif dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut (Kusmana, 2004) :

1. Kerapatan suatu jenis (K)

K = Σ individu suatu jenis Luas petak contoh

2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = K suatu jenis K seluruh jenis

x 100%

3. Frekuensi suatu jenis (F)

(35)

5. Indeks Nilai Penting (INP)

Jenis anggrek yang dominan diketahui dari hasil perhitungan indeks nilai

penting :

INP = KR + FR

6. Indeks Keanekaragaman (Diversitas) Menurut Shannon & Winner : H’ = - Σ (pi In pi) dengan pi = (ni/N)

Keterangan : H’= Indeks keanekaragaman Shannon & Winner

ni = Jumlah individu suatu jenis

N = Jumlah total individu seluruh jenis

H’ berkisar antara 0-7 dengan kriteria (Barbour dkk, 1987) :

(a) 0 - < 2 tergolong rendah

Identifikasi indeks keseragaman sebagai berikut :

1. Rendah, bila indeks keseragaman <0,5

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Anggrek

Hasil penelitian HHNK jenis anggrek yang dilakukan di HPT Sihombu

ditemukan anggrek sebanyak 57 jenis yang berasal dari 17 genus, dimana terdapat

10 jenis anggrek tanah dan 47 jenis anggrek epifit seperti tercantum pada tabel di

bawah ini.

Tabel 1. Daftar jenis anggrek di HPT Desa Sihombu

No. Genus Nama Jenis Habitat Ketinggian Tempat (m dpl)

450-550 550-650 650-750

1. Agrosthophyllum Agrosthophyllum laxum J. J. Sm E

2. Agrosthophyllum Agrosthophyllum majus Hook. F E √ √

3. Appendicula Appendicula alba Bl T √ √

4. Appendicula Appendicula pauciflora Bl E √

5. Appendicula Appendicula sp T √ √

6. Bulbophyllum Bulbophyllum absconditum J. J. Sm E √ √

7. Bulbophyllum Bulbophyllum angustifolium Lindl E √

8. Bulbophyllum Bulbophyllum flavidiflorum Carr E √

9. Bulbophyllum Bulbophyllum gibbosum (Bl) Lindl E √

10. Bulbophyllum Bulbophyllum odoratum (Bl) Lindl E √ √

11. Bulbophyllum Bulbophyllum ovalifolium (Bl) L E √

12. Bulbophyllum Bulbophyllum sp 1 E √

25. Cleistoma Cleistoma rhycholabium Garay E √ √

26. Cleistoma Cleistoma sp E √ √

27. Coelogyne Coelogyne sp 1 E √ √

28. Coelogyne Coelogyne sp 2 E √ √

29. Coelogyne Coelogyne sp 3 E √

30. Cymbidium Cymbidium sp E √ √

31. Dendrobium Dendrobium concinnum Miq E √

32. Dendrobium Dendrobium sp 1 T √

(37)

34. Dendrobium Dendrobium sp 3 E √

45. Paphiopedilum Paphiopedilum superbiens (Rchb.f.) T √

46. Paphiopedilum Paphiopedilum sp T √

47. Phaius Phaius flavus Bl. (Lindl) T √

48. Phaius Phaius sp T √

49. Pholidota Pholidota imbricata Lindl E √

50. Pholidota Pholidota sp E √

Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis anggrek dominan terdapat pada

ketinggian 550-650 m dpl, yaitu sebanyak 32 jenis yang terdiri dari 6 jenis

anggrek teresterial dan 26 jenis anggrek epifit. Pada ketinggian 650-750 m dpl

terdapat 31 jenis dan terdiri dari 7 anggrek teresterial dan 24 anggrek epifit,

sedangkan pada ketinggian 450-550 m dpl hanya terdapat 9 jenis anggrek yang

semuanya merupakan jenis epifit. Banyaknya jenis anggrek yang ditemukan pada

ketinggian 550-650 m dpl disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan yang sesuai

untuk pertumbuhan anggrek, baik epifit maupun teresterial pada ketinggian

tersebut tergolong lebih lembab dengan suhu udara, kelembaban dan intensitas

cahaya yang cukup sedang karena naungan dari tajuk yang tidak terlalu lebat,

(38)

terhadap intensitas cahaya yang terlalu tinggi ataupun rendah dan tempat yang

relatif terbuka, hal ini sesuai dengan pernyataan Harwati (2007) bahwa setiap

jenis anggrek membutuhkan cahaya matahari yang berbeda-beda, intensitas

cahaya yang lebih rendah atau lebih tinggi dari kebutuhan optimal tanaman

anggrek menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Menurut Comber (2001) anggrek Cleistoma rhycholabium Garay dan

Paphiopedilum superbiens (Rchb.f.) yang ditemukan di HPT Desa Sihombu

merupakan jenis endemik yang hanya terdapat di Sumatera Utara. Anggrek

endemik adalah anggrek yang hanya terdapat pada tempat tertentu dengan batas

wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain. Jenis anggrek

dengan genus yang paling banyak ditemukan adalah Bulbophyllum dengan 14

jenis spesies, hal ini disebabkan karena genus ini umum dijumpai pada sepanjang

jalur penelitian. Genus ini dapat ditemui dari ketinggian 450-750 m dpl, hal ini

sesuai pernyataan Comber (2001) genus Bulbophyllum dapat ditemui dari

ketinggian 250 m dpl sampai dengn 1900 m dpl. Jumlah genus terkecil berasal

dari genus Liparis, Malaxis dan Oberonia yang hanya memiliki satu jenis spesies.

Zona Anggrek Epifit Pada Pohon Inang

Jumlah jenis pohon inang sebagai tempat menempelnya anggrek epifit untuk

pertumbuhan dan perkembangannya, didapat sebanyak 35 jenis pohon dan sistem

penyebaran pada pohon dimasukkan ke dalam zona 1-5 mengikuti metode

Johansson (1975) dalam Lungrayasa dan Mudiana (2000). Jenis anggrek epifit

(39)

Tabel 2. Jenis anggrek epifit dan zona penyebarannya

6. Bulbophyllum flavidiflorum Carr Petai √

7. Bulbophyllum gibbosum (Bl) Lindl Atarodan √

Hoting √

Karet √

8. Bulbophyllum odoratum (Bl) Lindl Handis manuk √

(40)

Nangka √

21. Cerastostylis sp 3 Api-api √

22. Cleistoma rhycholabium Garay Hondung √ √

Pal-palan √

35. Eria flavescens (Bl) Lindl Boang/hauboang √

36. Eria sp Baja √

(41)

Modang √

44. Tidak teridentifikasi 3 Kopi Hutan √

45. Tidak teridentifikasi 5 Indot √

Marmonis-monis √

Pal-palan √

46. Tidak teridentifikasi 6 Atarodan √

47. Tidak teridentifikasi 7 Karet √ √ √

Zona 5 merupakan bagian yang sangat jarang ditempeli anggrek, hanya ada

8 jenis spesies dari genus Bulbophyllum, Coelogyne, Dendrochilum dan Eria yang

ditemui menempel pada zona ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marsusi dkk

(2001) zona 5 jarang ditempeli anggrek mengingat posisinya di ujung pohon,

dimana derajat kemiringannya lebih besar dengan ukuran batang kecil, sering

tertiup angin dan intensitas sinar matahari sangat tinggi. Hal ini menyebabkan

tingkat evapotranspirasi sangat tinggi.

Anggrek Bulbophyllum sp 7 yang merupakan anggrek dengan jumlah

individu paling besar (dapat dilihat pada Tabel 5) paling umum menempel pada

zona 4 di batang Durian, sementara jumlah anggrek terkecil yang merupakan jenis

Malaxis sp (dapat dilihat pada Tabel 5) hanya menempel pada zona 1 dengan jenis

pohon inang Jambu-jambu. Jenis Anggrek yang menempel pada pohon inang

yang paling banyak adalah Coelogyne sp 1 yang ditemui menempel pada 10 jenis

pohon yaitu Ara, Durian, Embacang, Gotos, Hoting, Jengkol, Karet, Kopi Hutan,

Nangka dan Tungir-tungir. Pada batang Hoting anggrek ini ditemukan menempel

mulai dari zona 1-5, hal ini dikarenakan batang Hoting yang lembab dan banyak

mengandung hara yang cocok dengan pertumbuhan anggrek ini. Anggrek

Eria acuminata (Blume) Lindl hanya ditemukan menempel pada zona 2 dengan

(42)

bila dilihat hubungan antara jenis inang dan anggrek akan terlihat bahwa jenis

anggrek tertentu akan memilih pohon inang yang tertentu pula.

Hubungan inang dengan anggrek tersebut diduga dipengaruhi oleh

kebutuhan cahaya yang tercermin pada kerapatan tajuk dan habitus pohon

inangnya. Hal tersebut juga ditunjang dengan jumlah individu anggrek yang

menumpang secara epifit, namun demikian hubungan asosiasi anggrek dan

inangnya tidak selalu spesifik, hal ini juga tergantung pada jenis-jenis pohon yang

tumbuh di suatu kawasan yang dapat menciptakan iklim mikro serta lingkungan

yang cocok untuk pertumbuhan suatu jenis anggrek dalam hal intensitas cahaya,

pergerakan udara, suhu serta kelembaban atmosfir udara (Withner, 1974 dalam

Puspitaningtyas, 2007).

Penyebab terjadinya perbedaan komposisi dan penyebaran epifit secara

vertikal pada setiap jenis pohon sangat luas dan kompleks sehingga stratifikasi

epifit vertikal pada suatu jenis pohon sulit untuk dikelompokkan. Menurut

Partomihardjo (1991) stratifikasi vertikal dan penyebaran berbagai jenis epifit

secara vertikal serta keanekaragamannya pada suatu jenis pohon atau berbagai

jenis pohon lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sinar matahari daripada faktor

kelembaban, meskipun menurut Whitemore (1975) dalam Gandawidjaya (1990)

bahwa adanya perbedaan khusus dalam kebutuhan akan kondisi lingkungan atau

toleransi epifit terhadap lingkungan baik berupa tinggi letaknya menempel pada

pohon inang ataupun perbedaan dari pohon ke pohon yang lain sangat

beranekaragam sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis

epifit dan pohon inangnya. Penjelasan mengenai genus dan nama ilmiah dari

(43)

Jenis Anggrek Teresterial

Anggrek teresterial yang ditemui sebanyak 10 jenis yang berasal dari genus

Appendicula, Calanthe, Dendrobium, Liparis, Paphiopedilum dan Phaius.

Persebaran anggrek teresterial pada ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis anggrek teresterial dan persebarannya

No. Nama Jenis Ketinggian (m dpl)

450-550 550-650 650-750

1. Appendicula alba Bl √ √

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada ketinggian 450-550 m dpl tidak

ditemui adanya penyebaran anggrek teresterial, hal ini dikarenakan pada

ketinggian tersebut, kerapatan tutupan tajuk atau kanopi pohon masih rendah,

sehingga cahaya matahari dapat tembus langsung ke lantai hutan yang berakibat

juga pada rendahnya kelembaban udara dibandingkan pada ketinggian

550-650 m dpl maupun pada ketinggian 650-750 m dpl, yang banyak ditemui

adanya anggrek teresterial. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Dressler (1982)

yang menyatakan bahwa salah satu perbedaan cara hidup tumbuhan epifit dan

teresterial adalah dalam kebutuhan cahayanya. Sehingga jenis-jenis anggrek yang

menyukai cahaya terang akan tumbuh sebagai tanaman epifit, sedangkan yang

menyukai naungan akan tumbuh di lantai hutan. Anggrek dari genus Apendicula

yaitu A. alba BI dan A. sp merupakan jenis yang ditemukan tumbuh baik pada

(44)

Analisis Data Anggrek

Indeks Nilai Penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta

memperlihatkan peranannya dalam komunitas. Nilai penting anggrek didapat dari

hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Berliani

(2009) menyatakan bahwa nilai kerapatan dapat menggambarkan bahwa jenis

dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Syahbuddin

(1987) menambahkan bahwa FR dari masing-masing jenis merupakan gambaran

persentase penyebaran suatu jenis tumbuhan pada suatu areal dan juga disebabkan

faktor penyebaran, daya tumbuh biji dan faktor lingkungan.

Tabel 4. Nilai analisis data pada ketinggian 450-550 m dpl

No. Nama Jenis

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada ketinggian 450-550 m dpl, jenis

Coelogyne sp 1 memiliki jumlah individu paling banyak dan ditemukan dalam

jumlah plot yang paling banyak sehingga memiliki nilai INP terbesar yakni

99,907. Tingginya nilai penting pada jenis ini dipengaruhi oleh rendahnya

keberadaan jenis-jenis anggrek lainnya dan tingginya kerapatan relatif jenis ini

dilokasi, sehingga Coelogyne sp 1 menjadi jenis yang dominan dan mempunyai

peranan yang penting dalam komunitas. INP terendah sebesar 5,104 adalah jenis

(45)

Tabel 5. Nilai analisis data pada ketinggian 550-650 m dpl

INP tertinggi dari tabel di atas adalah jenis Bulbophyllum sp 7 sebesar

65,490 dimana jumlah individu yang ditemukan sebanyak 986 dengan nilai KR

57,426 dan FR 8,065. Odum (1996) menyatakan bahwa umumnya jenis yang

dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang

besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi. INP terendah sebesar 1,671

(46)

Tabel 6. Nilai analisis data pada ketinggian 650-750 m dpl

INP terbesar pada ketinggian 650-750 m dpl adalah jenis Dendrobium sp 4

sebesar 40,400 dengan jumlah individu sebanyak 476 yang ditemukan di 4 plot

dengan nilai KR dan FRnya sebesar 34,517 dan 5,882. Dari setiap INP pada

ketinggian 450-550 m dpl, 550-650 m dpl dan 650-750 m dpl memiliki INP

dengan jenis yang berbeda-beda ini menunjukkan bahwa banyaknya jenis anggrek

(47)

yang ditemukan, sehingga pada setiap ketinggian tempat memiliki salah satu jenis

dominan dengan nilai INP terbesar disetiap ketinggiannya. Dari semua ketinggian

lokasi penelitian, INP total terbesar adalah jenis Bulbophyllum sp 7 yang memiliki

jumlah individu total tertinggi yang merupakan jenis anggrek epifit.

Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E)

No. Ketinggian (m dpl) H’ E

1. 450-550 1,516 0,690

2. 550-650 1,854 0,535

3. 650-750 2,354 0,685

Nilai indeks keanekaragaman tertinggi dari tabel di atas terdapat pada lokasi

ketinggian tempat 650-750 m dpl dengan jumlah 2,354 sesuai dengan kriteria H’,

indeks nilai keanekaragaman pada ketinggian tersebut tergolong sedang

sedangkan nilai H’ terendah berada pada ketinggian 450-550 m dpl yaitu 1,516

juga termasuk memiliki indeks keanekaragaman yang sedang, dimana H’ sedang

berkisar antara 2-<3 sehingga secara keseluruhan dari lokasi ketinggian 450-750

m dpl memiliki indeks keanekaragaman sedang.

Odum (1996) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies maka

semakin tinggi keanekaragamannya, sebaliknya bila nilainya kecil maka

komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis

juga dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, tetapi

bila penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah.

Menurut Smith (1992) dalam Yahman (2009) keanekaragaman jenis di dalam dan

di antara berbagai komunitas melibatkan tiga komponen yaitu ruang, waktu dan

makanan.

Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan

(48)

keseragaman tertinggi terdapat pada lokasi ketinggian 450-550 m dpl sebesar

0,690 kemudian 650-750 m dpl sebesar 0,685 dan terendah pada lokasi ketinggian

550-650 m dpl yaitu sebesar 0,535. Berdasarkan kriteria E maka ketiga lokasi

memiliki indeks keseragaman tinggi karena termasuk dalam ambang 0,5-1.

Perbedaan nilai indeks keseragaman dari tiap lokasi disebabkan faktor fisik

lingkungan yang berbeda pada setiap lokasi ketinggian dan termasuk juga

pengaruh dari jenis anggrek yang menyukai habitat tertentu (Berliani, 2008).

Deskripsi Anggrek

1. Agrosthophyllum laxum J. J. Sm

Anggrek epifit. Habitus: herba, tinggi keseluruhan ± 60 cm. Batang : pipih ± 45 cm dan diameter ± 0,6 cm, permukaan licin dan tertutup pelepah daun.

Daun : bentuk lanset, warna hijau muda, panjang ± 16 cm dan lebar ± 1,2 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung runcing, tidak memiliki tangkai daun (sesil)

dan letaknya berseling. Perbungaan : majemuk, berbentuk bongkol dan terletak di terminal. Distribusi : Jawa, Sumatera Barat dan Sumatera Utara (Comber, 2001).

(49)

2. Agrosthophyllum majus Hook. F

Anggrek epifit. Batang : sekitar 2 cm dan memiliki rimpang yang kuat. Panjang total 75 cm. Daun : dari pangkal semakin menyempit (melonjong), panjang 10-18 cm, luas daun ± 1,6 cm, panjang selubung 5-6 cm. Bunga : pucat kuning atau putih dengan beberapa warna merah pada bibir bunga, sepal 7,6 mm

dan luas 1,6 mm, kelopak linear yang sama panjang, pertengahan lobus bulat

telur, hampir melingkar, bubungan melintang yang tinggi dan agak tipis, kolom

lebih dari 3 mm, dengan sayap apikal kecil. Distribusi : Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Pulau Salomon, Jawa, Sumatera Barat, Gunung Kerinci Jambi dan

Cagar Alam Bukit Sepulang-Sumatera Selatan (Comber, 2001).

Gambar 6. Agrosthophyllum majus Hook. F

3. Appendicula alba Bl

Anggrek teresterial. Habitus: herba, tinggi keseluruhan ± 68 cm. Batang :

bulat, panjang ± 45-50 cm dan diameter ± 0,5 cm, permukaan kasar dan tertutup

oleh pelepah daun. Daun: bentuk lanset, warna hijau muda, panjang ± 8,5 cm dan lebar ± 1,8 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung runcing, tidak memiliki

tangkai daun dan letaknya berseling. Perbungaan : terminal pada batang yang muda dan aksilar pada batang yang tua, majemuk, terdiri dari ± 5-8 kuntum

(50)

membuka dengan lebar, panjang ± 0,9 cm dan lebar ± 0,6 cm. Distribusi :

Semenanjung Malaysia, Philipina, Jawa, Lombok dan Sumatera Utara

(Comber, 2001).

Gambar 7. Appendicula alba Bl

4. Appendicula pauciflora Bl

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 26 cm. Batang :

bulat, panjang ± 24 cm dan diameter ± 0,3 cm, permukaan kasar dan tertutup oleh

pelepah daun. Daun : bentuk lanset, warna hijau muda, panjang ± 2,5 cm dan lebar ± 0,7 cm, permukaan licin, tepi rata, ujung runcing, tidak memiliki tangkai

daun (sesil) dan letaknya berseling. Distribusi: Jawa, Jambi dan Sumatera Utara (Comber, 2001).

(51)

5. Appendicula sp

Anggrek teresterial. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 70 cm. Batang :

lurus, berwarna hijau keunguan, diameter ± 0,5 cm. Daun : berwarna hijau tua, meruncing, panjang ± 20 cm, lebar ± 2 cm, permukaan licin dan bawah daun

berwarna keunguan seperti warna batang.

Gambar 9. Appendicula sp

6. Bulbophyllum absconditum J. J. Sm

Anggrek epifit. Panjang rimpang 15 cm, ditutupi oleh lapisan tubular,

bercabang, terjumbai. Pseudobulb : oval memanjang 11x15 mm, menempel pada rimpang. Daun : lanset, apiculat dan terdapat sedikit tangkai daun (sesil) dengan

ukuran 2-2,5 cm dan luas 3-5 mm. Perbungaan : seperti rimpang, bunga

berwarna putih kotor seluruhnya dengan luas 2 mm, panjang meruncing dengan

bentuk kelopak bulat telur. Bibir bunga berbentuk lidah, tumpul. Distribusi :

(52)

Gambar 10. Bulbophyllum absconditum J. J. Sm

7. Bulbophyllum angustifolium Lindl

Anggrek epifit. Rimpang : berakar dipangkal umbi semu, menggantung dan

sering bercabang. Umbi semu : tumbuh pada rimpang, melonjong dan

memanjang, ujung biasanya melengkung, hijau pucat dan mengkilat. Daun :

membundar-melonjong, ujung runcing, tangkai sangat pendek. Perbungaan :

tumbuh dari rimpang, dengan 3-7 kuntum bunga. Bunga : bagian pangkal putih, dari tengah sampai ujung jingga kemerahan, mahkota melonjong, tumpul, lebih

pendek dari kelopak, di pangkal putih dan di ujung kuning. Distribusi : Sumatera Utara, Jawa dan Semenanjung Malaysia (Widhiastuti dkk, 2007).

Gambar 11. Bulbophyllum angustifolium Lindl

8. Bulbophyllum flavidiflorum Carr

(53)

panjang ± 3-5 cm, lebar ± 2-3 cm. Menurut Nasution dkk (2010) setiap

pseudobulb terdiri dari 1 helai daun yang berwarna hijau tua dan tanpa tangkai

daun (sesil). Distribusi: Sumatera Utara dan Jawa (Widhiastuti dkk, 2007).

Gambar 12. Bulbophyllum flavidiflorum Carr

9. Bulbophyllum gibbosum (Blume) Lindl

Anggrek epifit. Rimpang : menjalar dan bercabang, berdiameter 8 mm sebagai penunjang pseudobulb. Pseudobulb : bentuk panjang dan halus, bahkan tidak jelas, berwarna kuning muda dengan diameter 2 mm sampai 5,5 mm. Daun :

bentuk panjang atau lebar, meruncing, mengkilat, panjang dasar tangkai daun

9,5 cm sampai 11 cm, panjang daun 16-23 cm dan lebar ± 4-6 cm. Perbungaan :

tandan bunga majemuk muncul dari pseudobulb dengan panjang ± 8 cm, jumlah

tandan yang jarang dan banyak bunga, mekar berturut-turut dari bawah keatas.

Bunga : warna bunga krem muda dan lebar ± 5,75-6,25 mm (Berliani, 2008).

(54)

10. Bulbophyllum odoratum (Bl.) Lindl

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 35 cm. Umbi semu :

pipih, hampir sama dengan tangkai daun, panjang ± 0,4 cm, permukaan licin dan

terdiri dari satu helai daun. Daun : bentuk memanjang, warna hijau tua, panjang ± 25 cm dan lebar ± 8 cm, permukaan licin, tepi rata, tebal, ujung membulat dan

memiliki tangkai daun yang panjangnya ± 3 cm. Perbungaan : muncul dari samping umbi semu, majemuk, panjang tangkai perbungaan ± 30 cm. Bunga :

warna putih kekuningan. Kelopak : bentuk segitiga, ujung membulat, panjang ± 0,3 cm. Mahkota : bentuk memanjang, panjang ± 0,1 cm. Bibir : panjang ± 0,6 cm. Persebaran : Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Sumatera Utara (Comber, 2001 dalam Nasution dkk, 2010).

Gambar 14. Bulbophyllum odoratum (Bl.) Lindl

11. Bulbophyllum ovalifolium (Blume) Lindl

Anggrek epifit. Habitus : herba, panjang keseluruhan ± 6,5 cm. Umbi semu : bentuk bulat – memanjang, warna hijau tua, permukaan licin, arah pertumbuhan merambat, panjang ± 1 cm, diameter ± 0,2 cm dan terdiri dari satu

helai daun. Daun : bentuk oval, warna hijau tua, permukaan licin, ujung tumpul, tepi rata, tebal, panjang ± 1,5 cm, lebar ± 0,4 cm, memiliki tangkai daun yang

(55)

panjang tangkai perbungaan ± 4 cm. Bunga : warna kuning. Kelopak atas :

bentuk memanjang, ujung runcing, panjang ± 0,6 cm dan lebar ± 0,2 cm. Kelopak samping: panjang ± 1,5 cm dan lebar ± 0,6 cm. Mahkota: bentuk oval, ujung tumpul, panjang ± 0,2 cm dan lebar ± 0,1 cm. Bibir: panjang ± 0,2 cm dan lebar ± 0,1 cm. Persebaran : hampir diseluruh wilayah Asia Tenggara termasuk di Sumatera Utara (Comber, 2001).

Gambar 15. Bulbophyllum ovalifolium (Blume) Lindl

12. Bulbophyllum sp 1

Anggrek epifit. Batang : panjang sekitar ± 6 cm, berwarna hijau

kekuningan. Pseudobulb : kecil, ditutupi oleh sisik daun. Daun : tebal, tepi rata, ujung daun meruncing, berwarna hijau kekuningan, tebal, panjang ± 17 cm dan

lebar ± 3 cm.

(56)

13. Bulbophyllum sp 2

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 13 cm. Pseudobulb :

bulat, tertutup pelepah, panjang ± 1 cm dan diameter ± 0,8 cm, permukaan licin

dan terdiri dari 1 helai daun. Daun : lanset, warna hijau, panjang ± 8 cm dan lebar ± 1,5 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung membelah, dan tidak memiliki

tangkai daun. Distribusi : Sumatera Utara (Nasution dkk, 2010).

Gambar 17. Bulbophyllum sp 2

14. Bulbophyllum sp 3

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 46 cm. Pseudobulb :

bulat-memanjang, panjang ± 13 cm dan diameter ± 0,5 cm, permukaan licin dan

terdiri dari satu helai daun. Daun : lanset, warna hijau, panjang ± 29 cm dan lebar ± 10,3 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung runcing, memiliki tangkai daun

dengan panjang ± 3 cm. Distribusi : Sumatera Utara (Nasution dkk, 2010).

(57)

15. Bulbophyllum sp 4

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 35 cm. Pseudobulb :

oval-memanjang, panjang ± 6 cm dan diameter ± 1,2 cm, permukaan licin dan

terdiri dari satu helai daun. Daun : lanset, warna hijau, panjang ± 23 cm dan lebar ± 6,5 cm, permukaan licin, tepi rata, tipis, ujung runcing, dan memiliki tangkai

daun yang panjangnya ± 1,8 cm. Distribusi : Sumatera Utara

(Nasution dkk, 2010).

Gambar 19. Bulbophyllum sp 4

16. Bulbophyllum sp 5

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 18 cm. Umbi semu :

bulat-melonjong, warna hijau, permukaan licin tetapi ditutupi oleh pelepah daun

yang berwarna cokelat, panjang ± 2,5 cm dan diameter ± 1,8 cm dan terdiri dari

satu helai daun. Daun : lanset, warna hijau muda, panjang ± 12 cm dan lebar ± 8 cm, permukaan licin, tepi rata, tebal, ujung membulat, memiliki tangkai daun

(58)

Gambar 20. Bulbophyllum sp 5

17. Bulbophyllum sp 6

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 22 cm. Umbi semu :

pipih-memanjang, warna hijau, permukaan licin tetapi ditutupi oleh pelepah daun

yang berwarna cokelat, panjang ± 4 cm dan diameter ± 1,5 cm dan terdiri dari satu

helai daun. Daun : bentuk oval, warna hijau muda, panjang ± 22 cm dan lebar ± 5 cm, permukaan licin, tepi rata, tebal, ujung membulat, memiliki tangkai daun

yang panjangnya ± 1,5 cm (Nasution dkk, 2010).

Gambar 21. Bulbophyllum sp 6

18. Bulbophyllum sp 7

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 18 cm. Umbi semu :

bulat, warna hijau kekuningan, permukaan licin, panjang ± 4 cm dan diameter 1

(59)

panjang ± 14 cm dan lebar ± 3,8 cm, permukaan licin, tepi rata, tebal, ujung

terbelah, memiliki tangkai daun yang panjangnya ± 1 cm (Nasution dkk, 2010).

Gambar 22. Bulbophyllum sp 7

19. Bulbophyllum sp 9

Anggrek epifit. Habitus: herba, tinggi keseluruhan ± 17 cm. Umbi semu :

bulat, warna hijau tua, permukaan licin, panjang ± 1,8 cm dan diameter ± 1 cm

dan terdiri dari satu helai daun. Daun : bentuk memanjang, warna hijau muda, panjang ± 14 cm dan lebar ± 2,2 cm, permukaan licin, tepi rata, tebal, ujung

tumpul, memiliki tangkai daun yang panjangnya ± 1,2 cm (Nasution dkk, 2010).

Gambar 23. Bulbophyllum sp 9

20. Calanthe sp 1

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 35 cm. Umbi semu :

bentuk bulat, panjang ± 5 cm, tertutup pelepah daun dan terdiri dari 4 helai daun.

(60)

permukaan licin, tepi bergelombang tipis, ujung tumpul dan memiliki tangkai

daun yang panjangnya ± 1,5 cm.

Gambar 24. Calanthe sp 1

21. Calanthe sp 2

Anggrek teresterial. Tinggi keseluruhan ± 80 cm. Pseudobulb : kecil, kompak dan satu kesatuan dengan banyak daun. Batang : berwarna hijau muda, panjang dan pipih. Daun : melanset, bergelombang, dengan tepian daun yang rata, ujung runcing. Panjang daun ± 50 cm dan luas ± 15 cm.

Gambar 25. Calanthe sp 2

22. Ceratostylissp 1

(61)

licin, berwarna hijau, dan memiliki panjang ± 10 cm, lebar ± 1,5 cm ujung

meruncing serta pinggiran daun yang rata.

Gambar 26. Ceratostylis sp 1

23. Ceratostylis sp 2

Anggrek epifit. Batang : tipis, memanjang dan rimpang akar saling

berhubungan membentuk koloni/kumpulan. Pseudobulb : berwarna hijau,

panjang ± 7 cm dan tipis. Daun: berwarna hijau, tebal, memiliki arah serat daun yang sejajar, daun memanjang, namun semakin keujung daun membentuk oval

serta warna daun menjadi hijau kekuningan, panjang daun ± 20 cm dan lebar

± 2 cm.

(62)

24. Ceratostylis sp 3

Anggrek epifit. Batang: membentuk umbi semu, bundar panjang dan pipih. Panjangnya 3-4 cm dan lebar 0,5-1 cm. Pseudobulb : berukuran kecil, ditutupi oleh pelepah berwarna cokelat. Daun : berwarna hijau muda, tunggal, berbentuk lanset panjang ± 15 cm dan ujung daun runcing.

Gambar 28. Ceratostylis sp 3

25. Cleistoma rhycholabium Garay

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 8,7 cm. Batang :

bulat, permukaan kasar, panjang ± 7 cm dan diameter ± 2 cm, serta terdiri dari ±

5-7 helai daun. Daun: bentuk lanset, permukaan licin, tebal, tepi bergelombang, ujung terbelah, panjang ± 5-7 cm dan lebarnya ± 2- 3 cm, permukaan atas daun

berwarna hijau tua sedangkan permukaan bawah daun berwarna kemerahan.

Distribusi: Sumatera Utara (endemik) (Comber, 2001).

Anggrek ini ditemukan dilapangan dalam keadaan berbuah, berwarna hijau

muda, memanjang, bergerombol dan berukuran ± 2 cm dan jumlah buah setiap

(63)

Gambar 29. Cleistoma rhycholabium Garay

26. Cleistoma sp

Anggrek epifit. Rimpang : menggantung, menjalar pada batang inang.

Batang : membulat, jarak letak daun ± 1 cm. Daun : tebal, bentuk lanset, tepi rata, tidak berombak, warna hijau, ujung meruncing, panjang ± 5-7 cm, lebar ±

2-2,5 cm. Distribusi : Sumatera Utara (Comber, 2001).

Gambar 30. Cleistoma sp

27. Coelogyne sp 1

Anggrek epifit. Habitus : herba, tinggi keseluruhan ± 28 cm. Umbi Semu :

bulat, sedikit pipih, warna hijau tua, permukaan licin, panjang ± 2,8 cm dan

diameter ± 1,2 cm dan terdiri dari dua helai daun. Daun : bentuk memanjang, warna hijau tua, panjang ± 19 cm dan lebar ± 3,4 cm, permukaan licin, tepi rata,

tebal, ujung tumpul, memiliki tangkai daun yang panjangnya ± 1,2 cm

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 4. Zonasi anggrek pada pohon inang
Tabel 1. Daftar jenis anggrek di HPT Desa Sihombu
Tabel 2. Jenis anggrek epifit dan zona penyebarannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan sebagai suatu proses menetapkan tujuan dan untuk memutuskan suatu kebijakan atau program bagaimana dapat dicapai. Perencanaan pengelolaan parkir adalah

Madiun yang bersumber dana dari daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) MIN Bancong Tahun Anggaran 2O1.2 dengan Harga Perkiraan Sendiri GPS) sebesar Rp.. 252340000,

Obat Ambeien Tradisional Bawang Putih - Wasir atau Ambeien adalah penyakit yang tidak hanya menimbulkan sakit ketika sedang BAB ataupun sedang duduk, tapi juga dapat

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Hubungan antara pengetahuan ibu PUS dengan

Sehingga menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan prokrastinasi muroja’ah

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalis pengaruh lingkungan kerja fisik dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial

Sedangkan persentase yang diperoleh kelompok 2 dan kelompok 4 pada bentuk aktivitas J tentang perilaku yang tidak relevan dalam kegiatan pembelajaran masing masing

Failure Mode and Effect Analisys (FMEA) untuk mengidentifikasi setiap tahap proses dan metode Failure Tree Analisys (FTA) untuk mencari akar penyebab kegagalan,