• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712004031 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712004031 BAB III"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DESKRIPSI PEMAHAMAN JEMAAT DAN PENDETA

GKS KALIMBU KUNI TERHADAP

PROGRAM GERAKAN HIDUP HEMAT

3.1 Gambaran umum latar belakang tempat penelitian

Kabupaten Sumba Barat terletak pada 9º 22´–9º 47´ Lintang Selatan dan 119º 7´– 119º 33´ Bujur Timur, dengan luas wilayah sebesar 740,86 km² (737,42 km²), dengan rincian luas Kecamatan: Kecamatan Loli 132,30 km², Kecamatan Kota Waikabubak 44,77 km², Kecamatan Tana Righu 139,79 km², Kecamatan Laboya 161,23 km², Kecamatan Wanukaka 134,12 km², dan Kecamatan Laboya Barat 125,65 km². Dari segi batas, sebelah barat berbatasan dengan Kabu-paten Sumba Barat Daya, sebelah timur dengan Kabupaten Sumba Tengah, sebelah utara dengan Selat Sumba, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia.

(2)

Iklim di Sumba Barat yakni pada bulan Oktober – Maret musim hujan dan musim kemarau terjadi pada mulai April – September dengan angka curah hujan yang relatif stabil. Karena letaknya yang jauh dari pantai maka Sumba Barat merupakan daerah yang digolongkan subur, dingin.

Mata pencaharian masyarakat Sumba Barat pada umumnya adalah petani dan beternak. Dimana masyarakat bekerja di ladang dan sawah sedangkan ketika musim kemarau masyarakat membersihkan kebun atau membuka lahan baru untuk dikelola pada musim hujan dengan menggunakan teknologi pertanian yang sederhana. Pola seperti ini masih bergantung pada siklus curah hujan sehingga ketika musim kemaraunya panjang, maka akan timbul kekurangan pangan. Untuk mengatasi itu, masyarakat juga menanam tanaman umur panjang seperti kelapa, kopi, cengkeh, pinang, dan lain-lain. Selain itu juga, masyarakat memelihara ternak yang digunakan baik untuk keperluan adat maupun dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena itu hampir disetiap rumah penduduk terdapat ternak (ayam, anjing, babi, kerbau, atau kuda).

Dari mata pencaharian masyarakat diperoleh hasil tanaman seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, sayur-sayuran, pisang, kopi, kelapa, cengkeh, pinang dan ternak seperti ayam, anjing, babi, dan kerbau.

(3)

Karena rata-rata penduduk yang berada di wilayah ibu kota Kecamatan memiliki tingkat penghasilan dan pendidikan yang lebih memadai, maka jenis pekerjaan yang diemban oleh masyarakat pun bervariasi selain petani dan peternak, di antaranya ada yang bekerta sebagai pegawai, guru, pedagang, dan tukang bangunan.

3.2Latar Belakang Munculnya Gerakan Hidup Hemat

Sebagai pewaris budaya, maka manusia yang hidup bermasyarakat secara sosial dalam budayanya diharuskan untuk menjaga kelestarian budaya dan keturunannya. Dengan demikian, pentingnya menjaga warisan leluhur, maka penulis akan menjelaskan mengenai upacara perkawinan dan upacara kematian, yang di dalamnya terdapat tradisi pembantaian hewan atau ternak secara berlebihan yang mengakibatkan pemborosan secara besar-besaran.

3.2.1. Perkawinan

Perkawinan adalah bagian dari adat orang Sumba dan merupakan hal yang sangat penting bagi orang atau masyarakat Marapu. Perkawinan dipandang sebagai perintah dan kehendak Marapu yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh nenek moyang dalam bentuk adat perkawinan. Perkawinan yang tidak mengindahkan peraturan-peraturan adat diyakini tidak akan bahagia dan langgeng.1 Dalam masyarakat sumba perkawinan memilikai bebepara tujuan :2

a. Untuk memenuhi perintah nenek moyang (Marapu). Marapu memerintahkan supaya perkawinan dilaksanakan sehingga terdapat keturunan yang meneruskan pemujaan kepadanya. Oleh karena itu, seseorang yang tidak mempunyai anak dipandang tidak dapat meneruskan pemujaan kepada Marapu.

1

F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-teologis tentang Perjumpaan injil dengan Masyarakat Sumba pada periode 1876-1990. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004). 61.

(4)

b. Perkawinan bertujuan untuk memelihara persekutuan keluarga karena itu, perkawinan yang ideal adalah anak laki-laki mengawini anak perempuan saudara laki-laki ibunya ( ana tuya ) atau anak saudara pamannya.

c. Perkawinan bertujuan untuk memelihara derajat. Ini disebabkan seseorang harus kawin dalam golongan yang sama namun harus dengan klan yang berbeda. Perkawinan sumba bersifat eksogon.

d. Perkawinan bertujuan untuk memelihara dan memperluas pengaruh dan kekuasaan dalam masyarakat. Tujuan ini pada umumnya dilaksanakan oleh golongan bangsawan dengan mengawini anak bangsawan dari wilayah laen.

e. Perkawinan bertujuan untuk memperoleh tenaga penolong. Dalam kehidupan sehari-hari, suami-istri harus tolong menolong. Tugas suami adalah mengerjakan sawah, dalang; sedangkan tugas istri adalah memelihara ayam, babi, kuda, kerbau, dan menenun.

Dalam masyarakat Sumba, seseorang yang sudah kawin di pandang sudah sempurna karena ia telah dapat melayani marapu dengan bantuan istrinya yang menyiapkan bahan-bahan persembahan untuk marapu. Sebaliknya, orang yang tidak kawin di pandang kurang sempurna dan kurang dihargai dalam masyarakat. Ia tidak dapat melayani marapu sebagaimana mestinya dan kelak di Paraingu ia tidak peroleh tempat yang layak.

(5)

berupa selimut, sarung, selendang, manik-manik, gelang gading sebagai balasan terhadap belis.3 Perkawinan tanpa belis dan balasan dianggap sebagai perkawinan yang tidak sah. Besarnya belis tergantung kepada kedudukan seseorang dan besarnya anggota klan dalam masyarakat. Dalam perkawinan dikalangan bangsawan, belis dan balasannya bernilai sangat tinggi.

Makna belis adalah untuk memperlihatkan tinggi-rendahnya nilai penghargaan pihak pengambil istri kepada calon istri anaknya dan klan pemberi istri. Makin besar jumlah belis, makin tinggi nilai penghargaan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Makna balasan adalah untuk menunjuk tingginya nilai penghargaan pihak pemberi istri kepada anak perempuan mereka serta pihak pengambil istri. Belis dan balasan haruslah seimbang. Jika balasan tidak seimbang dengan belis, pihak pemberi istri akan dipandang rendah oleh masyarakat dan dianggap telah menjual anak perempuan mereka.

Agar belis dan balasan seimbang, saudara laki-laki ibu atau seorang juru bicara harus mengunjungi keluarga pengambil istri untuk membicarakan besarnya belis. Belis yang ditetapkan oleh pihak pemberi istri didasarkan pada kemampuan mereka dengan memotong seekor hewan.4

Setelah pembicaraan besarnya belis selesai maka disinilah terjadi pembantaian hewan yang banyak tergantung dari jumlah orang yang hadir dalam pembicaraan tersebut.

3.2.2. Kematian

Kematian dalam masyarakat Sumba dipahami sebagai peralihan dari kehidupan yang fana di dunia ke suatu dunia kehidupan yang lebih baik, makmur dan damai

3

F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-teologis tentang Perjumpaan injil dengan Masyarakat Sumba pada periode 1876-1990. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004). 63.

(6)

sejahtera. Alam dalam kehidupan ini disebut Negeri Leluhur (Paraingu Marapu).5 Orang Sumba mengatakan orang yang sudah akan hidup di alam sana sama seperti ketika ia masih hidup di dunia ini, seperti saat mereka melakukan aktivitas mereka selama masih hidup seperti bertani, beternak, makan dan minum. Itulah yang membuat upacara kematian dan penguburan di potong hewan yang sangat banyak, sementara jenasah di bungkus dengan sarung atau kain sebagai perbekalan untuk ia hidup di Paraingu Marapu. Di sana orang yang telah mati akan hidup dalam persekutuan dengan arwah para leluhur. Masuk tidaknya orang yang telah mati ke dalam Paraingu Marapu sangat ditentukan oleh upacara kematian dan penguburan.6

Kematian dipahami juga sebagai panggilan dan ilah tertinggi sementara yang mati kembali kepada penciptanya. Disamping itu, kematian juga dihayati sebagai takdir ilah tertinggi yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Manusia harus pasrah kepasa takdir yang mahatinggi. Dengan demikian, di sini terkandung sifat fatalistis dalam kehidupan orang Sumba. Pemahaman ini diungkapkan melalui pemukulan gong pada saat kematian. Pemukulan gong ini dengan irama yang mengungkapkan kata-kata ”memang dia telah mati, mau katakan apalagi (Bodda mate na ge, maili peida)”.7

Kematian ditandai dengan berhentinya napas dan denyut jantung. Kematian tidak segera diberitahukan kepada keluarga. Terlebih dahulu imam dipanggil untuk memastikan mengenai mati-tidaknya seseorang imam memanggil. Imam memanggil nama sebanyak empat kali dan apabila tidak ada sahutan maka resmilah kematian tersebut.8 Baru setelah itu kematiannya diberitahukan kepada keluarga dan tetangga terdekat. Jenasah kemudian dimandikan dan dipakaikan pakian yang bagus seolah-olah

5

F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-teologis tentang Perjumpaan injil dengan Masyarakat Sumba pada periode 1876-1990. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004). 79.

6

F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-teologis tentang Perjumpaan injil dengan Masyarakat Sumba pada periode 1876-1990. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004). 79.

7

F.D. Wellem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-teologis tentang Perjumpaan injil dengan Masyarakat Sumba pada periode 1876-1990. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004). 80.

8

(7)

akan mengadakan perjalanan yang sangat jauh. Kaki dan tangannya dilipat sehingga berbentuk seperti anak yang baru lahir. Pada mulut, tangan dan lipatan pakiannya diselipkan mamuli( perhiasan emas yang biasa digunakan oleh perempuan sumba), uang emas. Tempat siring pinang, kain, sarung dan tempat air minum diletakkan disamping kirinya. Jenasah didudukan pada balai-balai kecil dan disandarkan pada tiang rumah. Pada saat itu di potong seekor ayam dan babi. Imam mempersembahkan korban itu bersama-sama dengan sirih pinang untuk menjamu arwah leluhur yang datang menjemput yang telah mati.9

Jenasah kemudian dipindahkan ke balai-balai besar atas dan disandarkan pada tiang penyembahan dengan menghadap ke pintu sebelah kanan rumah. Seekor hewan dipotong dan imam mempersembahkan korban serta meminta Marapu agar diberikan kekuatan dan perlindungan untuk melaksanakan upacara kematian dan penguburan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para leluhur Marapu. Sementara itu gong dibunyikan dalam irama duka, orang yang mendengar bunyi gong tersebut akan mengetahui adanya orang yang telah meninggal. Selama jenasah belum dikuburkan, jenasah harus dijaga siang dan malamoleh keluarga terutama kaum wanita. Pada setiap hari sebelum penguburan selesai maka di potong beberapa hewan untuk menjamu tamu yang datang melayat. Nasi, daging dan air serta sirih pinang diletakkan didepan jenasah untuk memberinya makan. Sebelum memberinya makan, gong dipukul untuk memanggil arwah si mati untuk makan. Setelah makan, gong dipukul lagi untuk mengantarkan kembali arwah yang telah mati. Orang Sumba percaya bahwa selama masih berada dalam rumah, arwah yang meninggal masih berada di sekitar rumah dan di dalam kampung. Makanan dan minuman disediakan pagi dan malam untuk arwah yang mati. Orang mati diperlakukan sebagai orang yang masih hidup.

(8)

Pemerintah Kabupaten Sumba Barat melihat pola pikir masyarakat Sumba Barat yang selalu berorientasi pada masa lampau, ketergantungan pada orang lain yang cukup besar, puas dengan apa yang dimiliki, pemanfaatan waktu yang tidak efektif dan hidup boros. Maka Pemerintah Kabupaten Sumba Barat mencanangkan kembali Program Gerakan Hidup Hemat. Program Gerakan Hidup Hemat saat ini sedang giat-giatnya disosialisasikan dan diimplementasikan walaupun sesungguhnya program ini sudah ada dan sudah diterapkan dan pernah dimusyawarahkan oleh Pemerintah Daerah pada tanggal 7 November dan tanggal 17 Desember 1987 yang dilegitimasi dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sumba Barat Nomor 244 Tahun 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Musyawarah Adat Terbatas Pertama Kabupaten, yang memuat keputusan-keputusan:

a. Menunda untuk masa 5 tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari 1988 s/d 31 Desember 1992, semua jenis kegiatan pesta adat bagi seluruh masyarakat Sumba Barat;

b. Mempersingkat waktu penyimpanan mayat selama tiga hari dan tiga malam; c. Membatasi jumlah pemotongan hewan kerbau pada saat penguburan jenasah,

yakni sebanyak-banyaknya lima ekor yang di dalamnya sudah termasuk jenis hewan sapi, kuda, kerbau dan babi;

(9)

e. Untuk menjaga hubungan antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya perlu ditingkatkan pengamanan dan pelestarian lingkungan dan mencegah tindakan pengrusakan.10

Berdasarkan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sumba Barat saat ini merasa bahwa program ini perlu dihidupkan kembali karena selama periode tahun 1995 sampai dengan sekarang masyarakat Sumba Barat sudah tidak lagi mengindahkan hasil musyawarah pada tahun 1987. Yang mana masyarakat Sumba Barat sudah berperilaku hidup seperti tahun 1970 yang konsumtif dan cenderung boros. Seperti disampaikan oleh Umbu Djima:

Budaya Sumba Barat dengan berbagai adat istiadatnya yang cenderung boros dan konsumtif menjadi permasalahan sendiri bagi masyarakat miskin. Oleh sebab itu sejak tahun 1987 berdasarkan hasil musyawarah antara para tokoh adat dengan pemerintah telah dicanangkan gerakan hidup hemat. Namun oleh karena setiap pergantian pemimpin, berganti pula kebijakan, maka tidak semua pemimpin juga melaksanakan program gerakan hidup hemat. Oleh sebab itu masyarakat tidak lagi mengindahkan hasil musyawarah tahun 1987, dan mereka kembali melakukan aktivitas-aktivitas ritual sebagai warisan nenek moyang mereka, yang menurut pemerintah dianggap boros.11

Oleh sebab itu sejak kepemimpinan Julianus Pote Leba12 telah dihidupkan kembali Gerakan Hidup Hemat bagi masyarakat Sumba Barat, antara lain dengan mulai dibentuk tim sosialisasi Gerbang Sutera, yang diketuai langsung oleh Bupati Sumba Barat. Tim ini mulai menyusun program kerja.

10

Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sumba Barat Nomor 244 Tahun 1987 tanggal 17 Desember 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Musyawarah Adat Terbatas Pertama Kabupaten terse-but mendapat tanggapan positif dan ucapan terima kasih dari Pimpinan Ketua DPRD Provinsi Tingkat I Nusa Tenggara Timur melalui Surat Nomor 487 / E.7 / DPRD / 88 / tanggal 31 Maret 1988.

11

(10)

Adapun Gerakan Hidup Hemat di Kecamatan Kota Waikabubak yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat antara lain adalah:

a. Membatasi pemotongan ternak besar pada saat upacara adat dan upacara kematian, dimana dengan pembatasan tersebut maka akan ada saving/sisa ternak yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

b. Membatasi penyimpanan mayat maksimal tiga hari, dimana dengan pembatasan tersebut maka biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk kurun waktu tujuh sampai empat belas hari dapat dimanfaatkan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan bahkan juga dapat dimanfaatkan untuk menabung.

3.3Tanggapan Pendeta, Majelis dan warga jemaat di GKS Kalimbu Kuni mengenai

Gerakan Hidup Hemat.

Dalam pelaksanaan Program Gerakan Hidup Hemat, seluruh lapisan masyarakat tentunya diharapkan mendukung suksesnya program ini, masyarakat dapat memahami dan dapat menjalankan program ini dengan baik. Gereja sebagai salah satu lembaga yang ada dalam masyarakat diharapkan juga dapat mendukung program pemerintah ini.

GKS Kalimbu Kuni adalah salah satu gereja dengan anggota jemaat yang masih sering menjalankan tradisi marapu. Namun sejak adanya program gerakan hidup hemat, terlihat adanya perubahan, dimana tradisi (jumlah pembantaian hewan) mulai dihilangkan, dan mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pendeta, majelis dan juga jemaat mengungkapkan pandangan mereka berkaitan dengan hal tersebut. Pendeta John Dju Talo sendiri mengatakan bahwa13 :

13

(11)

Baik secara pribadi maupun mewakili GKS Kalimbu Kuni, mendukung program Gerakan Hidup Hemat, karena hal ini sangat bersifat positif bagi jemaat dan juga kesejahteraan masyarakat secara luas di Kabupaten Sumba Barat. Bentuk dukungan tersebut dapat terlihat baik melalui khotbah ibadah minggu maupun dalam ibadah-ibadah rumah tangga, terus diingatkan kepada jemaat untuk dapat mendukung program tersebut. Dan Sinode juga sangat mendukung aturan yang telah dikeluarkan oleh pemirintah tentang Gerakan Hidup Hemat.

Tidak berbeda jauh dari tanggapan bapak pendeta John Ju Talo, Ibu Pendeta Kalowo mengatakan bahwa14 :

Gereja Kalimbu Kuni sangat serius dalam upaya meningkatkan kesejahteraan jemaatnya seperti yang telah dicanangkan pemerintah Sumba Barat tentang Gerakan hidup Hemat. Selaku pendeta di GKS Kalimbu Kuni saya sangat menekankan tentang kesejahteraan jemaat dalam hal ini tentang pembantaian hewan dan belis yang terlalu banyak dalam adat perkawinan maupun kematian. Dalam setiap ibadah-ibadah baik itu ibadah miggu, PA rumah Tangga maupun ibadah pada saat kematian dan ibadah syukuran masuk minta saya selalu menekankan tentang hidup hemat, dan jika ada yang melanggar aturan yang telah d tetapkan oleh pemerintah maka kami sebagai hamba Tuhan tidak akan menghadiri acara tersebut sebagai bukti kalau kami turut ikut serta dalam mendukung program yang telah dibuat oleh pemerintah.

Baik pendeta maupun majelis jemaat, merasakan bahwa dengan adanya gerakan hidup hemat ini, gereja dan juga jemaat mendapatkan berbagai manfaat. Seperti yang disampaikan beberapa majelis jemaat, ibu Agustina Kariam15 :

Perubahan yang nampak adalah dengan berkurangnya jumlah hewan dan juga berkurangnya jumlah hari dalam prosesi upacara adat kematian (dari kematian sampai pada penguburan biasanya memakan waktu bermingu-minggu, sekarang aturan yang diberlakukan hanya tiga hari) dalam upacara-upacara kematian berdampak positif pada jumlah hutang/piutang. Karena biasanya

14

(12)

untuk upacara-upacara kematian terjadi pemborosan yang cukup tinggi, dimana pengeluaran jauh lebih besar dibandingkan penghasilan yang mereka punya, sehingga seringnya meminjam atau berhutang. Dengan program ini dapat menekan jumlah pengeluaran atau menekan jumlah pembantaian hewan. Sehingga masyarakat dapat menyesuaikan penghasilan yang mereka punya dengan jumlah hewan yang akan mereka korbankan. Hal positif yang lain, mereka akhirnya bisa memiliki tabungan dan juga dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Karena biasanya, mereka lebih memusatkan perhatian untuk membayar hutang daripada menyekolahkan anak mereka.

Begitu pun dengan tanggapan yang disampaikan oleh Bapak Ferdinan Monya Niga selaku anggota majelis di GKS Kalimbu Kuni, ia menyatakan bahwa16:

Kebijakan pemerintah yaitu Gerakan Hidup Hemat sangat baik karena dalam kebijakan itu masyarakat lebih sadar dalam melakukan atau menjalankan pesta adat seperti kematian dan perkawinan. Misalnya saja dalam upacara kematian terjadi pemborosan yang sangat luar bisa. Mereka melakukan pembantaikan hewan yang begitu banyak contohnya pada saat pemakaman berlangsung hewan yang di korbankan itu sekitar 20 sampai 40 ekor. Belum lagi besar, sirih pinang, kopi, teh, gula dan lain-lain.

Sama halnya tanggapan yang disampaikan oleh ibu Maria Goreti Mola : Gerakan hidup hemat merupakan gerakan yang harus didukung oleh semua masyarakat sumba barat, karena program ini sangat bagus bukan hanya untuk kita masyarakat, tapi untuk kemajuan sumba barat, karena akan mengurangi tingkat kemiskinan. Dan juga saya lihat, pendidikan pun jauh lebih baik, karena kesadaran akan pendidikan anak jauh lebih meningkat. Dengan berkurangnya jumlah hutang, dapat dialokasikan untuk biaya pendidikan dan juga kesehatan.

Sukses dan tidaknya program gerakan hidup hemat ini bergantung pada kesadaran tiap orang akan peran dan tanggung jawabnya sebagai masyarakat yang berada di bawah aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pemerintah selaku yang mengeluarkan aturan juga harusnya menjadi contoh bagi mayarakat. Baik dari instansi tertinggi maupun yang terendah dalam

16

(13)

masyarakat, harusnya mampu melaksanakan aturan yang telah disepakati bersama. Tindakan Hidup Hemat telah dilaksanakan oleh Agustinus Saba Ora selaku Kepala Desa Kodaka dan juga sebagai jemaat di GKS Kalimbu Kuni. Ia menyatakan bahwa ia mendukung program ini dan juga telah merasakan banyak manfaat melalui program ini:

Program dalam Gerakan Hidup Hemat yang telah dicanangkan oleh Pemerintah sudah saya rasakan dampak positifnya secara langsung dimana pada peristiwa kematian ibu saya, proses penyemayaman mayat dilakukan maksimal tiga hari dan pada saat pemakaman ternak besar yang dipotong maksimal berjumlah lima ekor. Manfaat yang saya rasakan adanya penghematan biaya dan waktu serta tenaga karena penyemayaman mayat tidak dilakukan berlama-lama dan adanya kesisaan jumlah ternak besar yang berasal dari sumbangan keluarga. Biaya dan kesisaan ternak besar ini dapat saya manfaatkan untuk kebutuhan pendidikan anak, kesehatan keluarga dan lain-lainnya.17

Begitu pun ungkapan Y. K. Tenabolo selaku Kepala Desa Kalimbu Kuni dan juga sebagai jemaat GKS Kalimbu Kuni, mengenai pengalamannya sebelum menerapkan gerakan hidup hemat:

Pada bulan Agustus 2010 saya mengadakan pesta adat/syukuran,dimana pemotongan ternak yang saya lakukan tidak proporsional atau tidak mengindahkan Pola Hidup Hemat hanya demi gengsi belaka (ternak babi yang dipotong berjumlah 26 ekor). Hal ini mengakibatkan beban yang berat buat saya dan keluarga karena harus menanggung hutang yang cukup banyak. Oleh karena itu mulai sekarang marilah kita menerapkan pola hidup yang sederhana.18

Melalui Gerakan hidup hemat ini, banyak manfaat yang dirasakan oleh jemaat, salah satunya adalah bapak Yanto Pura :

Sejak adanya gerakan hidup hemat, saya tidak perlu berhutang ataupun meminjam lagi jika ada upacara-upacara adat. Biaya untuk keperluan lain, misalnya kebutuhan rumah tangga atau pun kebutuhan anak ( biaya pendidikan) bisa terpenuhi. Sebelum saya mencoba

17

(14)

menerapkan gerakan hidup hemat, sering saya temui kesulitan jika ada upacara kematian, saya harus sediakan banyak hewan, baik itu kepunyaan sendiri atau meminjam dan berhutang pada orang. Setelah upacara kematian, saya harus memikirkan bagaimana membayar hutang, sehingga kebutuhan lain, misalnya pendidikan anak terbengkalai.

Namun dalam perjalanannya tidak semua masyarakat menjalankan program ini. Ada beberapa kendala yang ditemui oleh jemaat, seperti yang dipaparkan oleh Bapak Edi Bunni :19

Menurut saya kendala itu datang dari diri sendiri, yaitu masalah gengsi dan ego saja, terutama bagi mereka yang mempunyai jabatan tinggi, karena kalau tidak mengorbankan banyak hewan, itu sama saja mempermalukan diri. Hal ini juga dikarenakan pemerintah kurang tegas. Kalau di sumba tengah, siapa pun yang melanggar baik itu masyarakat biasa atau pejabat sekalipun, akan dikenakan denda yang sangat besar. Seharusnya ini pun harus diberlakukan, sehingga semua masyarakat sumba barat juga tidak melanggar aturan. Dan juga saya rasa masih kurang sosialisasi dari pemerintah, belum bisa menyentuh semua masayarakat. Tugas dari pemerintah, bagaimana sosialisasi tidak hanya di kota saja, tapi harus seluruh masyarakat.

19

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Namun sangat disayangkan, berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan pada mahasiswa semester V tahun ajaran 2015-2016 Program Studi Pendidikan Matematika menunjukkan

Hasil yang dicapai oleh sistem yaitu menghasilkan beberapa alternatif rekomendasi produk yang disarankan untuk pelanggan Paket Kartu Halo yang telah diurutkan dari

Basis data adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program komputer

Nama paket pekerjaan : Jasa Konsultansi Manajemen Konstruksi Pembangunan Gedung Kuliah Bersama II, Laboratorium Fakultas Pertanian,Prodi Perikanan dan Prodi Kehutanan

Pokja Pengadaan Barang/Jasa ULP Universitas Mataram akan melaksanakan Seleksi Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan jasa konsultansi secara

Pada hari ini Senin tanggal delapan bulan Oktober tahun dua ribu dua belas, kami Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang Tim 6 Unit Layanan Pengadaan

secara berkelompok untuk menjawab pertanyaan tentang pengertian, jenis, karakteristik, lingkup usaha jasa wisata; serta hubungan antara berbagai usaha jasa wisata guna