Kualitas Spermatozoa Itik Lokal (Anas platyrhynchos) Yang
Diberi Pakan Dengan Suplemen Probiotik Berbagai Dosis
Atang
1, Y. Rusidah
1, D.M. Saleh
2, Y. Sistina
11
Program Studi Ilmu Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Jenderal
Soedirman, PURWOKERTO
2
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, PURWOKERTO
Jl. Dr. Suparno Kampus Karangwangkal PO Box 130 Purwokerto 53123 IndonesiaE-mail :atangbio98@gmail.com, yuliaunsoed@gmail.com,
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suplemen probiotik MEP+ berbagai dosis yang diberikan selama 30 hari terhadap karakteristik ejakulat itik lokal (Anas platyrhynchos) pejantan. Itik dipelihara bersama betina dengan rasio jantan:betina =1:5, total 20 ekor pejantan diberi suplemen MEP+ 2 kali sehari pukul 06.30 dan 02.30, empat dosis probiotik : 0 cc; 0,75 cc; 1,5 cc; dan 3 cc /kg pakan. Diamati volume semen, warna, konsistensi, konsentrasi spermatozoa, motilitas, viabilitas, dan morfologi spermatozoa, serta fertilitas telur betina. Hasilnya suplementasi probiotik selama 30 hari secara statistik tidak nyata (P>0.05) mempengaruhi volume semen, warna semen, konsistensi semen, jumlah spermatozoa, morfologi normal abnormal spermatozoa, jumlah spermatozoa per ejakulat, motilitas spermatozoa dan fertilitas spermatozoa. Yang menarik dari hasil penelitian dengan lima ulangan ini adalah bahwa rata-rata datanya memberikan tendensi menurunnya volume semen, jumlah spermatozoa per ejakulat, motilitas spermatozoa dengan makin tingginya dosis probiotik yang diberikan, namun tetap untuk viabilitas dan konsentrasi spermatozoa. Perlu dikaji faktor efek probiotik yang menjelaskan menurunnya data parameter reproduksi jantan pada itik lokal yang didata dari penelitian ini. Simpulan penelitian ini bahwa suplementasi probiotik berbagai dosis selama 30 hari tidak mempengaruhi kinerja reproduksi itik lokal jantan.
Kata kunci :probiotik; itik lokal; reproduksi jantan; kualitas semen.
PENDAHULUAN
Itik lokal (Anas platyrhynchos) mempunyai banyak kelebihan diantaranya
mudah beradaptasi dengan lingkungan, memiliki resistensi terhadap penyakit yang
tinggi dan memiliki keragaman yang besar (Naji, 2006). Itik jantan cukup potensial
untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, di samping harga bibit yang lebih
murah juga mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan efisien dalam penggunaan
ransum daripada yang betina (Kuspartoyo, 1990). Faktor pakan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan reproduksi ternak. Menurut Tomaszewska et al (1991)
pemberian pakan yang kurang maupun berlebih memberikan pengaruh buruk pada
reproduksi ternak, yang pada jantan berpengaruh terhadap volume testis, fertilitas dan
produksi spermatozoa. Pakan yang kurang atau berlebih berpengaruh buruk terhadap
reproduksi dan produksi spermatozoa (Tillmanet al,1998). Pakan yang berlebih selain
berpengaruh buruk terhadap kemampuan reproduksi, juga meningkatkan biaya
produksi. Pemberian suplemen berupa probiotik pada pakan bisa dijadikan solusi
untuk menekan biaya produksi, yang mempunyai implikasi terhadap peningkatan
keuntungan. Probiotik merupakan suplemen/pakan imbuhan yang berupa
mikroorganisme yang dapat hidup di saluran pencernaan, bersimbiosis dengan
mikroorganisme yang ada, bersifat menguntungkan dapat meningkatkan efisiensi
pakan (Fuller, 1992).
Mekanisme yang pasti bagaimana probiotik memberikan efek positif terhadap
reproduksi khususnya kualitas spermatozoa, tidak sepenuhnya diketahui, namun
demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa probiotik dapat berikatan dan
mengkolonisasi perut, menekan pertumbuhan atau invasi atau pengikatan sel epitel
usus oleh bakteri patogen dan menekan produksi substansi antimikroba, meningkatkan
fungsi barier intestinal, menstranfer antigen-antigen dari produk yang dimakan serta
stimulasi mukosa atau lendir dan imunitas sistemik inangnya (Haris & Vargese, 2006).
Efek probiotik ini pada reproduksi itik betina, khususnya meningkatkan survival embrio
dari induk yang disuplementasi probiotik (Sistina et al, 2011), namun sebaliknya efek
pada jantan dari parameter konsentrasi testosterone, jumlah sel darah putih tidak nyata
dipengaruhi (Sistina et al, 2012). Pengaruh pemberian suplemen pakan berupa
probiotik pada itik jantan terhadap kualitas semen yang dilaporkan ini merupakan
publikasi pertama kali.
MATERI DAN METODE
Dua puluh ekor itik lokal (Anas platyrhynchos) jantan usia reproduksi, bobot
antara ±1,5 – 2 kg, dipelihara dalam kandang tipe monitor panggung atau slat
bersama betina (1:5). Probiotik komersil MEP+ (Mikroba Efektif Produktif) produksi
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto, alkohol 70%, cairan NaCl fisiologis, larutan formaldehyde (produk Merck
Kat. No. 104003.250) 4 %, cairan pewarna Bryan’s Staining (0,1 g Fast Green; 0,1 g
Flavianic Aciddan 0,1 gEosin Ydalam 100 ml 1%Asam Asetat), minyak imersi, air es,
aquadestilata steril, entelan (produk Merck Kat. No. 107961.0100) sebagai bahan
penelitian. Empat perlakuan dosis probiotik: 0 cc; 0,75 cc; 1,5 cc; dan 3 cc MEP+/kg
pakan, masing-masing diulang empat kali. Perlakuan pakan (Tabel 1) diberikan dua
kali sehari, pagi (6.30-07.00) dan sore (02.30-03.00) selama 30 hari berturut-turut.
Dievaluasi warna ejakulat, konsistensi semen, volume semen per ejakulat, konsentrasi
spermatozoa, jumlah spermatozoa per ejakulat, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas
spermatozoa beserta morfologi keadaan abnormalnya yang meliputi kepala bengkak,
kepala rusak, ekor patah dan ekor buntung. Ejakulat atau semen diperoleh dengan
0
teknik pengurutan (massage) dari punggung sampai ujung ekor. Semen ditampung
dinilai kualitas makroskopik (volume & warna, dan konsistensi ejakulat) dan kualitas
mikroskopik (konsentrasi sperma total, konsentrasi sperma mati dihitung menggunakan
Haemacytometer Neubauer, motilitas dan morfologi). Penghitungan sperma total
memakai larutan Natrium Klorida 3% yang diberi pewarna Eosin. Motilitas spermatozoa
dinilai dengan cara meneteskan semen di atas objek glass kemudian ditambahkan
satu tetes 0,9 % NaCl fisiologis. Pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan setelah
fiksasi dan pewarnaan Bryan’s Staining.Data dianalisis menggunakan “One way of
Varian” (UJI F) dengan software SPSS ver 17.
Table 1. Pakan dan Perlakuan Suplementasi Probiotik sesuai Sistinaet al(2011)
Komponen Perlakuan
A (0) B (0,75) C (1,5) D (3)
Kadar Protein 19.7 % 19.7 % 19.7 % 19.7 %
kadar Lemak 7.76% 7.76% 7.76% 7.76%
Abu 13.48% 13.48% 13.48% 13.48%
Serat 18.94% 18.94% 18.94% 18.94%
BETN 40.13% 40.13% 40.13% 40.13%
Probiotic MEP+® 0 ml/kg 0.75 ml/kg 1.5 ml/kg 3 ml/kg
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan makroskopis warna semen itik lokal perlakuan
suplementasi probiotik menunjukan warna putih tidak tembus cahaya. Seluruh
perlakuan mempunyai penampakan warna semen yang sama yaitu putih tidak tembus
cahaya. Hasil ini menunjukkan perlakuan suplementasi probiotik selama satu bulan (30
hari) pada itik jantan tidak mempengaruhi warna semen yang dihasikan. Warna semen
itik yang sama pada semua perlakuan dosis probiotik yaitu putih, menunjukkan ciri
semen yang baik, sesuai Supriatna (2000) bahwa semen berkualitas, berwarna putih
dan tidak tembus cahaya sekaligus menunjukkan konsentrasi semen yang tinggi.
Hasil pengamatan makroskopis volume semen per ejakulat berkisar 0,14-0,18
ml. Data rata-rata volume semen per ejakulat itik perlakuan probiotik masing-masing
adalah kontrol = 0,17 ml ± 0,10, 1/2 dosis (0,75 ml) = 0,18 ml ± 0,11 , 1 dosis (1,5 ml)
= 0,16 ml ± 0,06 dan 2 dosis (3 ml) = 0,14 ml ± 0,06 (Gambar 1)
Gambar 1. Rerata (±SD) Volume Semen itik lokal (Anas platyrhynchos) Per Ejakulat Perlakuan Pemberian Probiotik salama 30 Hari.
Hasil analisis data volume semen per ejakulat tidak berbeda nyata (p>0,05)
antar perlakuan probiotik. Artinya antara yang diberi probiotik dan yang tidak diberi
probiotik volume semen per ejakulat sama. Secara data rataan volume semen
menurun dengan makin tingginya dosis probiotik yang diberikan (Gambar 1).
Kemungkinan hal ini disebabkan selain karena itik yang diambil semennya berasal dari
bangsa dan umur yang sama, asupan nutrisi esensial itik pada perlakuan terbukti
mencukupi untuk menunjang dihasilkannya volume semen yang baik, suplemen
probiotik yang diberikan tidak berpengaruh terhadap volume semen yang dapat
distriping.
Gambar 2. Rerata (±SD) Konsentrasi Spermatozoa Itik Lokal (Anas platyrhynchos) Perlakuan Suplementasi Probiotik Berbagai Dosis Selama 30 Hari.
Hasil perhitungan rataan konsentrasi spermatozoa perlakuan suplementasi
probiotik memiliki kisaran antara 0,1162 x 1010 spermatozoa/ml ± 0,526 sampai
0,111838 x 1010spermatozoa/ml ± 0,385 (Gambar 2).
Hasil analisis data konsentrasi spermatozoa itik tidak berbeda nyata (P>0,05)
antar perlakuan dosis probiotik. Kemungkinan hal ini karena pakan sudah mencukupi
kebutuhan nutrisi dan energi pada itik untuk mendukung konsentrasi spermatozoa
yang optimal sesuai Naji (2006), bukti bahwa probiotik yang diberikan tidak
berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa.Kemungkinan penyebab probiotik
MEP+ tidak memiliki pengaruh (P>0,05) terhadap konsentrasi semen itik karena
probiotik hanya berpengaruh terhadap daya cerna pakan tidak sampai aspek
reproduksi. Konversi pakan itik yang diberi perlakuan probiotik menjadi lebih baik jika
dibandingkan dengan kontrol (laporan Jinet al1997), juga terdata dalam penelitian ini.
Jumlah spermatozoa per ejakulasi antar perlakuan mempunyai rata-rata
jumlah yang relatif sama yaitu dosi 0; 0,75; 1,5; dan 3 ml berturut-turut 1,903 x 108±
1,00
Gambar 3. Rerata (±SD) Jumlah Spermatozoa per Ejakulat ItikLlokal (Anas platyrhynchos) Perlakuan Suplemetasi Probiotik berbagai dosis selamaa 30 Hari.
Hasil analisis data jumlah spermatozoa per ejakulat tidak berbeda nyata
(P>0,05) antar perlakuan dosis probiotik. Diperkirakan pakan yang diberikan sudah
mencukupi kebutuhan nutrisi penting bagi itik untuk produksi jumlah spermatozoa per
ejakulat yang memadai. Beberapa faktor lingkungan dan fisiologi yang mempengaruhi
produksi semen itik yaitu periode lamanya siang dan malam, musim, aktivitas sexual,
umur ternak, nutrisi, manajemen, keturunan, frekuensi penampungan semen dan
teknik penampungan semen (Setioko,1981).Hasil rataan jumlah spermatozoa per
ejakulasi dari seluruh perlakuan lebih lebih tinggi dari yang dilaporkan Naji (2006) pada
itik Mojosari yaitu 1,865 x 108 spermatozoa, lebih rendah dari yang dilaporkan
Chelmonska et al (1962) pada itik Pekin yaitu 12,090 x 108spermatozoa dan yang
dilaporkan Setioko (1981) pada itik Pekin dengan rataan 42,300 x 109 spermatozoa.
Jumlah spermatozoa yang diperoleh termasuk baik dan layak untuk digunakan
inseminasi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Setioko (1981) bahwa jumlah
spermatozoa yang memadai untuk inseminasi setiap hari yaitu 50-100 juta
spermatozoa atau 150-200 juta spermatozoa untuk inseminasi setiap lima hari.
Hasil pengamatan motilitas spermatozoa perlakuan suplementasi probiotik
rata-rata persentase motilitasnya dosis 0 (Kontrol), ; 0,75; 1,5; dan 3 ml probioyik
berturut-turut adalah ; 76,111 % ± 25,833; 74,090 % ± 18,414; 65,363 % ± 23,139 dan
64,545 % ± 21,731 (Gambar 4).
10
Gambar 4. Rataan (±SD) Persentase Motilitas Spermatozoa Itik Lokal (Anas platyrhynchos) Perlakuan Suplementasi Probiotik Berbagai Dosis Selama 30 Hari.
Hasil analisis data persentase motilitas spermatozoa itik perlakuan tidak
berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan probiotik. Dimungkinkan hal ini karena pakan
tanpa probiotik sudah mencukupi kebutuhan nutrisi itik untuk mendukung pergerakan
spermatozoa yang progresif. Rataan motilitas spermatozoa itik penelitian ini sesuai
tulisan Garner dan Hafez (1987) bahwa motilitas pada unggas berkisar antara 60-80%.
Hasil ini juga sesuai dengan yang didapat Setiokoet al(2002) yaitu rata-rata berkisar
antara 66-72% dan Bahr dan Bakst (1987) pada unggas ayam yaitu 60-80%. Semen
hasil penelitian ini termasuk kategori baik, karena semen yang mengandung 50%
sperma motil layak digunakan untuk inseminasi buatan (Toelihere, 1985).
Hasil pengamatan viabilitas setelah pewarnaan vital eosin-nigrosin diperoleh
nilai rataan viabilitas spermatozoa antara 85,10 % ± 4,724 - 91,00 % ± 3,162
(Gambnar 5). Analisis data viabilitas spermatozoa itik lokal (Anas platyrhynchos)
menunjukkan tidak ada perbedaan perlakuan pemberian probiotik terhadap viabilitas
spermatozoa (P>0,05). Rata-rata viabilitas spermatozoa perlakuan sama, diduga
karena pakan yang diberikan sudah memberikan asupan nutrisi yang memadai bagi itik
untuk produksi semen yang baik yang berkaitan dengan viabilitas spermatozoanya.
Gambar 5. Viabilitas Spermatozoa itik lokal (Anas platyrhynchos) pada Setiap Perlakuan suplementasi probiotik berbagai dosis.
1
lebih tinggi dibanding laporan sebelumnya oleh Naji (2006) yaitu viabilitasnya berkisar
82,92 %. Ssebaliknya, hasil penelitian ini lebih rendah atau dibawah laporan Setiokoet
al (2002) yaitu viabilitasnya berkisar 92-94%. Hasil ini sudah sesuai kriteria semen
normal yang dilaporkan oleh Chemineau et al (1991) bahwa kisaran jumlah
spermatozoa mati untuk semen normal, yaitu jumlah semen yang mengandung
20-30% spermatozoa mati adalah normal. Artinya bahwa viabilitas 70 % tergolong normal
(Chemineau et al, 1991). Dengan demikian hasil penelitian ini jauh di atas normal,
artinya kualitas semen bagus sekali.
Hasil pengamatan abnormalitas spermatozoa itik perlakuan suplementasi
probiotik MEP+ berkisar antara 9,0%±0,870 sampai 9,3% ±0,922 (Gambar 6). Rataan
persentase abnormalitas spermatozoa itik perlakuan (yaitu 9,13% ±0,902) dalam
kisaran 5-20% abnormal tergolong semen normal (Parker et al ,1974; atau untuk
inseminasi buatan (Toelihere ,1981).
Gambar 6. Rataan (±SD) Persentase Abnormalitas Spermatozoa Itik lokal (Anas platyrhynchos) Pejantan Perlakuan Suplementasi Probiotik Berbagai dosis Selama 30 Hari.
Beberapa abnormalitas spermatozoa itik yang diamati yaitu kepala bengkak,
kepala rusak dan ekor buntung (Gambar 8). Hasil analisis abnormalitas morfologinya
(Gambar 7)tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Hal ini berarti suplementasi
MEP+tidak berpengaruh terhadap morfologi spermatozoa.
Gambar 7. Rerata (±SD) Macam dan Jumlah Abnormalitas Spermatozoa itik lokal (Anas platyrhynchos) Perlakuan SuplementasiPprobiotik Berbagai Dosis Selama 30 Hari.
Gambar 8. Photomikrograf Morfologi Spermatozoa Itik lokal (Anas platyrhynchos) perlakuan suplementasi probiotik MEP+, setelah fiksasi dan pewarnaan dengan Bryan stain. Keterangan: a = Spematozoa Normal, b = Spermatozoa dengan kepala bengkak, c = Spermatozoa dengan kepala rusak dan d = Spermatozoa dengan ekor buntung. (Perbesaran 400 X)
Kualitas ejakulat, spermatozoa itik lokal perlakuan probiotik ini dilaporkan
terpisah menghasilkan fertilitas yang juga tidak nyata (P>0,05) antara dosis probiotik
(Sistinaet al, 2011; Sistina & Pramono, 2012).
KESIMPULAN
Simpulan penelitian adalah suplementasi probotik (MEP+) berbagai dosis yang
berpengaruh terhadap volume semen per ejakulat, konsentrasi spermatozoa, jumlah
spermatozoa per ejakulat, motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih atas kerjasama yang baik kepada Ma’ruf, pak Hartoyo. Pak Ibnu Hari Sulistyawan, ibu Ismoyowati, para asisten laboratorium Unggas 2010-2011. Penelitian ini didanai Universitas Jenderal Soedirman kontrak no.2615/H23.9/PN/2011 dan no. 1057.07/UN23.9/PN/2012 kepada Yulia Sistina.
DAFTAR REFERENSI
Bahr, J.M. and M.R. Bakst. 1987. Poultry. Dalam: E.S.E. Hafes (Ed). Reproduction in Farm Animals 5th Ed. Lea and Febriger, Philadhelphia.
Chemineau, P., Y. Cagnie, Y. Gverin, P. Orgeur and J.C. Vallet. 1991. Training Manual of Artificial Insemination in Sheep and Goat. FAO, Rome.
Fuller. R. 1987. A Review, Probiotic in Man and Animals. Journal of Applied bacteriology. GG: 365-378.
Garner, D.L. dan E.S.E. Hafez. 1987. Spermatozoa and seminal plasma. Dalam: E.S.E. Hafez (Ed). Reproduction in Farm Animals. 5th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Harish, K. & Varghese, T. 2006. Probiotics in Human Evidence Based Review.Calicut Medical Journal4 (4): 1-11.
Jin, L.Z., Y.W. Ho, N. Abdullah and S. Jalaludin. 1997. Probiotics in Poultry : Modes of Action. Worlds Poultry Sci. J. 53 (4) : 351 – 368
Kuspartoyo. 1990. Segi kehidupan itik. Majalah Swadaya Pderternakan Indonesia No. 59 : 36-37
Nadji O., 2006. Pengaruh Pembatasan Pakan Terhadap Kualitas Semen Segar Itik Mojosari (Anas platyrhynchos javanicus). Program Studi Teknologi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Parker, J.E. 1974. Reproduction physiology in poultry. Dalam: E.S.E. Hafez (Ed). Reproduction in Farm Animals. 3th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia
Setioko, A.R. 1981. The effect of frequency of collection and semen characteristics of fertility of pekin drake semen. Thesis. Departement of Animal Sciences and Production University of Western Australia.
Setioko, A.R., P. Situmorang, D.A. Kusumaningrum, T. Sugiarti, E. Triwulanningsih dan R.G. Sianturi. 2002. Pengaruh frekuensi penampungan sperma itik dan entog terhadap kualitas sperma sebelum dan sesudah dibekukan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.
Sistina, Y dan H.Pramono. 2011. Kajian Biologi Reproduksi Itik Lokal (Anas platyrhynchos) Jenis Petelur dengan Suplementasi Probiotik. Makalah Oral Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan 23-24 November 2011. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Sistina, Y; Yunita, R., Ismoyowati dan Hendro Pramono. 2011. Offspring Viability of Duck (Anas platyrhynchos) whose Parental’s Food Supplemented with
Probiotic for 30 Days. Makalah Oral Seminar The International Conference on Natural Science (ICONS) July, 9-11 2011.
Sistina, Y; H. Pramono, Dadang M. Saleh. 2012. Probiotic effect on male reproduksi health of local duct (Anas platyrhynchos). Makalah Oral Seminar The 2nd International Seminar on New Paradigma and Innovation on Natural Sciences and its Application (ISOINASA) October, 4 2012.
Supriatna, I. 2000. Inseminasi Buatan pada Ayam. Kegiatan Pelatihan Inseminasi Buatan Pada Ayam. Laboratorium Ladang Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama,I.G. Putu dan T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. PT Gramedia, Jakarta.