• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Video Klip

Video klip merupakan penggabungan antara film pendek atau video yang beiringan dengan alunan musik umumnya pada sebuah lagu, video klip modern berfungsi sebagai alat pemasaran untuk mempromosikan sebuah album rekaman. Video klip adalah kumpulan potongan potongan video yang dirangkai dengan efek-efek tertentu dan di sesuaikan berdasarkan irama lagu, nada, lirik, dan instrumennya. Acara video klip dipopulerkan pertama kali di MTV (Music Television) pada tahun 1981. Di Indonesia video klip ini berkembang dengan bisnis yang menggiurkan seiring dengan penambahan stasiun swasta. (Heru Efendy, 2002 :12)

Visual dalam sebuah video klip sangat disadari betapa pentingnya oleh para produser untuk memperkenalkan artis nya. Tidak hanya visual, di dalam video klip juga terdapat alur cerita layaknya film yang menjadikan penikmat lebih memahami dan merasakan apa maksud dari lagu yang ingin pelaku musik sampaikan. Karena, di era sekarang orang tidak hanya puas mendengarkan musik, tetapi ingin juga menonton musik dengan penggambaran visual dari pelaku musik favoritnya. Maka dari itu video klip diyakini sangat ampuh kegunanya untuk memperkenalkan artis para produser secara audio dan visual, serta bisa menjadikan video klip sebagai media baru untuk menyampaikan pesan yang ingin para pelaku musik sampaikan lewat lagunya.

(2)

7 Banyak teknik dan gaya bercerita serta visualisasi yang dapat digunakan dalam membuat sebuah video klip. Ada yang menggunakan sinkronisasi ritme music dengan visual, ada yang memanfaatkan dari segi cerita yang dipaparkan secara berurutan, dan bahkan ada juga yang memanfaatkan dari medianya. Para pakar dan pemerhati video klip mengklarifikasikanya kedalam beberapa tipe. Video klip mempunyai lima bahasa yang sangat universal, yaitu:

1. Bahasa Ritme (irama).

Bahasa ritme yaitu bahasa visual yang terdapat pada video dan disesuaikan dengan tempo dari sebuah lagu.

2. Bahasa Musikalisasi (instrument musik).

Bahasa musikalisasi dapat diartikan sebagai bahasa visusal yang terkandung pada video klip yang ada kaitannya dengan nilai musikalisasi seperti jenis musik, alat musik, atau profil band.

3. Bahasa Nada.

Bahasa nada diartikan sebagai bahasa visual yang tedapat pada video klip yang akan disesuaikan dengan aransemen nada yang ada.

4. Bahasa Lirik.

Bahasa lirik dapat diartikan sebagai bahasa visual pada video klip yang berhubungan dengan lirik lagu. Jika ada lirik yang mengungkapkan kata 'cinta' maka sebagai simbolisasi digambarkan dengan bunga atau hati).

(3)

8 5. Bahasa Performance.

Bahasa Performance sebenarnya bisa disebut juga sebagai bahasa visual pada video klip yang berhubungan dengan karakter pemusik, penyanyi, pemain band baik dari latar belakang bermusiknya, hingga ke profil fisiknya (hidung, mata, style, fashion dan gerak tubuh).

(http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/video-klip.html) Adapun Teknik pengambilan gambar atau shot, yaitu:

1. Long Shoot

Pengambilan gambar yang jauh dan mampu menampilkan seluruh wilayah dari tempat kejadian. Long shot digunakan untuk menjelaskan kepada penonton hingga mereka mengetahui semua elemen dari adegan, siapa saja yang terlibat, dan bila objeknya orang maka seluruh tubuh dan latar belakang akan tampak semua.

2. Medium Shoot

Medium shoot menampilkan objek menjadi lebih besar dan dominan, objek

manusia ditampakkan dari atas pinggang sampai di atas kepala. Latar belakang masih nampak sebanding dengan obyek utama. Shoot ini merekam dari batas lutut ke atas, atau sedikit di bawah pinggang.

3. Medium Close Up

Medium Close Up menampilkan seluruh permukaan wajah hingga bagian

dada atau bagian siku tangan yang bisadiambil kira-kira pertengahan pinggang dan bahu ke atas kepala.

(4)

9 4. Close Up

Pengambilan gambar yang menampilkan seluruh permukaan wajah hingga sebagian dada. Close up akan membawa penonton ke dalam scene, menghilangkan segala yang tidak penting untuk sesaat dan mengisolasi apapun kejadian yang harus diberi suatu penekanan. Untuk objek orang hanya tampak wajahnya hingga dada, sedangkan untuk benda tampak jelas bagian-bagiannya.

5. Big Close Up

Big Close Up atau sering disebut Very Close Shoot. Sebagai contoh Bila

objeknya orang maka hanya tampak bagian tertentu, seperti mata dengan bagian-bagian yang terlihat sangat jelas.

6. Two Shot

Bila terdapat dua objek maka didalam pengambilan gambar hanya difokuskan kedua orang tersebut.

7. Over Shoulder Shot

Shot dilakukan dari belakang lawan pemain subjek, dan memotong frame hingga belakang telinga. Wajah pemain subjek berada pada 1/3 frame. Shot ini membantu meyakinkan posisi pemain dan memberikan kesan penglihatan dari sudut pandang lawan pemain subjek yang lain. Biasanya digunakan untuk meliput dua orang yang sedang bercakap-cakap.

8. Zoom In/ Zoom Out

Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan tombol zooming yang ada di kamera.

(5)

10

(https://www.kelasfotografi.com/2015/02/mengenal-macam-macam-teknik-pengambilan).

Ada juga 2 tipe video klip yang sering di gunakan yaitu performance clip dan cinematic clip. Tipe performance clip lebih berfokus pada penampilan penyanyi atau grup musiknya. Sedangkan cinematic clip yaitu bagian yang mengandalkan cerita dari visual, tata cahaya, warna video, setting. Sehingga memanfaatkan sisi artistik dengan memaksimalkan angle, framing dan gerak kamera yang sesuai agar mendukung pesan dan dapat bercerita dengan visual yang menarik.

Masing- masing Teknik mempunyai kelebihannya sendiri-sendiri, mungkin dari sutrada yang sudah mempunyai khas tersendiri. Mungkin juga aliran musik dari band atau musisi tersebut sehingga konsep dalam video klip dapat menyatu dengan musik dan dapat ruh dari lagu yang akan di visualisasikan nantinya.

Seiring berjalannya waktu, video klip bukan hanya menjadi alat promosi saja, melainkan sebuah seni yang maju bersama para pelaku musik seluruh dunia. Video klip ini banyak digunakan oleh para pelaku musik untuk memperkuat pesan yang ingin mereka sampaikan lewat lagunya. Seperti band efek rumah kaca dengam video klip yang berjudul “di udara” video klip tersebut menceritakan tentang tragedi penculikan tahun 1998 dan kematian munir.

2.2 Makna

Makna merupakan arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita

(6)

11 tidak bisa memperoleh makna dari kata itu. Makna itu sangat penting halnya dalam berkomunikasi karena kita dapat menyampaikan pesan berupa verbal (tulisan, lisan) dan non-verbal (isyarat, gambar). Pada video klip makna yang terkandung di dalamnya merupakan visual terkadang orang orang tidak hanya menikmati dari sebuah lagu atau musik saja, akan tetapi orang orang akan penasaran jika tidak ada video klipnya. Secara keseluruhan memang benar, jika musik tidak terpadu dengan video klip, maka sebagian orang tidak begitu menikmati sebuah lagu. Tentu saja harus mempunyai daya lebih agar benar benar bisa dinikmati oleh semua orang. Makna (meaning) adalah inti dari komunikasi. Dalam komunikasi, sumber maupun penerima berusaha memilih kata-kata yang menjelaskan pengertian masing-masing. Kata-kata tersebut merupakan pesan (massage), ide yang diekspresikan dengan cara tertentu (perlakuan) melalui penggunaan kode. (Chaer, 1994:286). Dengan adanya video klip ini, tentu kita dapat memikat penikmat musik, jadi proses promosinya pun akan lebih efektif dan secara umum akan menjaring lebih luas. Didalam sebuah video klip sudah memberikan materi yang lengkap, seperti lagu, video, lirik lagu, dan alur cerita lagu tersebut, tentu menjadi lebih menarik dan bisa dipahami bagi orang lain untuk menikmati sebuah video klip.

2.3 Representasi

Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies. Representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosialn dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Cultural Study memfokuskan diri kepada bagaimana proses pemaknaan representasi itu sendiri. (Hartley,2010:265)

(7)

12 Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara bermakna, atau mempresentasikan kepada orang lain. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbale balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut: “proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam Beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimnegerti, diimajinasikan, atau dirasakan dalam Beberapa bentuk fisik dapat dikarakterisasikan sebagai proses konstruksii bentuk X untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang secara material atau konseptual yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y, X=Y”

Pemikiran Danesi mengenai konsep representasi dicontohkan dengan sebuah konstruksi X yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materiil atau konsep tentang Y. Sebagai contoh misalnya konsep kecantikan seorang wanita diwakili atau ditandai melalui gambar seorang wanita yang memperlihatkan bagian tubuhnya dengan kulit yang putih menawan.

Konsep representasi digunakan untuk menggambarkan ekspresi hubungan antara teks iklan (media) dengan realitas. Representasi merupakan proses di mana para anggota sebuah budaya menggunakan bahasa untuk memproduksi makna. Bahasa dalam hal ini didefinisikan secara lebih luas, yaitu sebagai sistem apapun yang

(8)

13 menggunkan tanda-tanda. Tanda disini dapat berbentuk verbal maupun nonverbal (Winarni,2009:10).

Representasi sendiri merupakan proses sosial dan produk dari representing. Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda representasi juga berarti proses perubahan konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk konkrit.

Representasi juga berarti konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan social melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah penggunaan bahasa untuk menyampaikan sesuatu yang berarti kepada orang lain. Bahasa dapat di kelompok menjadi dua, yaitu bentuk dan makna bentuk dalam Bahasa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana adalah bentuk Bahasa. Bentuk-bentuk Bahasa itu mempunayi makna bentuk yang berbeda mempunyai makna yang berbeda. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta social, budaya, ekonomi masyarakat menimbulkan perubahan dan perkembangan simbil-simbol Bahasa yang juga berdampak kepada perubahan atau perubahan symbol Bahasa itu. Menurut Stuart Hall representasi adalah salah satu praktik penting memproduksi budaya. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama (Hall dalam Newsletter Kunci, 2000).

Terdapat tiga definisi dari kata ‘to represent’, yakni: To stand in for. Hal ini dapatdicontohkan dalam kasus bendera suatu Negara, yang dikibarkan dalam suatu

(9)

14 event olahraga, maka bendera tersebut menandakan keberadaan Negara yang bersangkutan dalam event tersebut. To speak or act on behalf of. Contoh kasusnya adalah Paus menjadi orang yang berbicara dan bertindak atas nama umat Katolik To re-present. Dalam arti ini, misalnya tulisan sejarah atau biografi yang menghadirkan kembali kejadian-kejadian di masa lalu.

2.4 Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat di campur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2006:15).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat Bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan symbol, Bahasa, wacana, bentuk-bentuk nonverbal, dan Teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimanan tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika (Sobur, 2006:17)

(10)

15 Semiotika menurut Berger memiliki 2 tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebutmengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan peirce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkanya semiologi (semiology). Semiologi menurut Saussure seperti dikutip Hidayat (1998: 26), berdasarkan pada anggapan bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, di belaknagnya harus ada sistem pembedaan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem (Tinarbuko, 2008: 30).

Dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponem uyang tak terpisahkan. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbitrer (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Arbiter yakni dalam pengertian penanda tidak mempunyai hubungan alamiah dengan penanda. Menurut Saussure, prinsip kearbiteran Bahasa atau tanda tidak dapat diberlakukan secara mutlak atau sepenuhnya. Ada tanda-tanda yang benar-benar arbitrer, tetapi adapula yang hanya relative. Kearbiteran Bahasa sifatnya bergradasi. (Budiman 1999:77, dalam Sobur, 2003:33).

Proses pemberian makna (signifikasi) tanda terdiri dari dua elemen tanda. Menurut Saussure tanda adalah kesatuan bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda, disana ada system. Artinya, sebuah tanda (kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut Signifier, bidang penanda atau bentuk. Aspek lainya disebut

(11)

16 Signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang di presentasikan oleh aspek utama.

Signifier dan Signified adalah produksi kultural hubungan antara kedua

(arbiter) memasukkan dan hanya berdasar konvensi, kesepakatan, atau peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan antara signified dan signifier tidak bisa dijelaskan dengan nalar apapun, baik pilih bunyi-bunyian atau pilihan yang mengaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda atau konsep yang dimaksud. Karena hubungan yang terjadi antara signified dan signifier harus dipelajari yang berasal ada struktur yang pasti atau kode yang membantu menafsirkan.

Semiotika sebagai sebuah disiplin “ilmu tentang tanda” (the science of sign) pastinya memiliki prinsip, sistem, aturan dan prosedur-prosedur yang khusus. Akan tetapi, ilmu semiotika tidak dapat disamakan oleh ilmu-ilmu alam yang pasti, yang menuntut ukuran-ukuran matematis untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai sebuah kebenaran tunggal. Semiotika bukanlah ilmu yang memiliki kebenaran tunggal dan pasti macam itu, melainkan sebuah ilmu yang dibangun oleh pengetahuan yang lebih luas dan terbuka untuk aneka interprestasi.

Semiotika adalah sebuah ilmu yang lebih dinamis dan terbuka bagi berbagai bentuk pembacaan dan interprestasi yang tidak dapat menentukan pernyataan tersebut benar atau tidak. Logika semiotika adalah logika dimana interpretasi bukanlah logika matematika yang hanya menjawab seperti itu, melainkan logika yang diukur derajat kelogisanya yaitu interpretasi yang satu lebih masuk akal dari yang lainya.

(12)

17 2.4.1. Semiotika Roland Barthes

Barthes lahir pada tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourgh dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Perancis. Semiotika dalam pandangan Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Sobur, 2006:55).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan Order of Significations.

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peranan pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes menjelaskan apa yang disebut sebagai system pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Sobur, 2006:57).

(13)

18 Roland Barthes mengembangkan 2 sistem pertandaan bertingkat, yang disebutnya sistem denotasi dan konotasi. Barthes menggunakan istilah Order of Significations. First Order of Signification adalah denotasi. Sedangkan konotasi adalah Second Order of Significations.

Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang kemudian menjadi konotasi

Sistem denotasi adalah system pertandaan tingkat pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan materialitas penanda dan konsep abstrak yang ada di baliknya. Pada system konotasi atau system penandaan tingkat kedua-rantai penanda atau petanda pada system denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan penanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi

Denotasi merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang banyak (common-sense), makna yang teramati dari sebuah tanda. Makna denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukanya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti (Piliang, 2012, dalam Sobur 2006:59).

Konotasi dibentuk oleh tanda-tanda (kesatuan antara penanda dan petanda) dari system denotasiPetanda konotasi bersifat umum, global, dan tersebar, disebut juga sebagai fragmen dari ideologi (Sobur, 2006: 61).

(14)

19 Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsure material: hanya jika anda mengenal tanda “Singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegaranagan, dan keberanian menjadi mungkin (Sobur, 2006:69).

Jadi, dalam konsep barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiology Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tatran denotatif (Sobur, 2006).

Pada dasarnya, ada perubahan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam penegertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi tingkat pertama, sementara konooptasi

1. Signifier 2. Signified

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative Signifier

(Penanda Konotatif)

5. Connotative Signfied (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

(15)

20 merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan, dengan demikian, sensor atau represi politis.

Sebagai reaksi yang paling ekstrim melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1992:22, dalam Sobur 2006). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology, yang disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam satu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebellumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa petanda (Sobur, 2006).

Mitos adalah sebuah cerita dimana suatu kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos primitive adalah mengenai hidup dan mati, manusia dan Tuhan, baik dan buruk. Sementara mitos terkini adalah soal maskulinitas dan feminitas, tentang keluarga, tentang kesuksesan, tentang politisi Inggris, tentang ilmu pengetahuan. Mitos bagi Barthes, sebuah budaya cara berfikir tentang sesuatu, cara mengonseptualisasi atau memahami hal tersebut. Barthes melihat mitos sebagai mata rantai dari konsep-konsep yang berelasi.

(16)

21 Barthes menempatkan ideology dengan mitos karena, baik di dalam mitos maupun ideology, hubungan antara penanda konotatif dan petanda konotatif terjadi secara termotivasi. Barthes juga memahami ideology sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di dalam dunia yang imajiner dan ideal, meski realitas hidupnya yang sesungguhnya tidaklah demikian. Ideologi ada selama kebudayaan ada, dan itulah sebabnya didalam S/Z Barthes berbicara tentang konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan mewujudkan dirinya di dalam teks-teks dan, dengan demikian ideology pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang dan lain sebagainya (Sobur, 2006).

2.5. Video Klip Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi adalah Komunikasi adalah suatu kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Fungsi sebagai komunikasi sosial dapat megisyaratkan bahwa komunikasi itu sangat penting untuk membangun konsep dalam dalam diri, untuk mengaktualisasikan diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, dan terhindar dari ketegangan dan tekanan antara lain dengan melalui komunikasi yang menghibur, dan juga untuk memupuk hubungan luas dengan orang lain.

Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembanganya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Media massa (atau saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern (Mulyana, 2007).

(17)

22 Komunikasi massa merupakan penyampaian pesan oleh komunikator melalui saluran media massa kepada komunikan dalam jumlah yang besar. Pesan dapat berupa lisan maupun tulisan, dengan demikian saluran media massa yang mempunyai beberapa bentuk, seperti cetak dan elektronik. Melalui ragam bentuk pesan dan saluran tersebut komunikan dapat leluasa menentukan melalui media apa pesan tersebut akan dipilih, dengam demikian para pelaku musik yang sebagai komunikator menyampainkan pesan dalam bentuk lagu melalui media kaset, pita hitam, CD, vinyl. Dan kemudian di perkuat dengan video klip yang menerjemahkan ke Bahasa visual. Video klip dapat dikategorikan sebagai bentuk media komunikasi massa, karena memiliki beberapa unsur, karateristik, dan fungsi yang sama dengan komunikasi massa.

Video klip memiliki bentuk atau karakter yang sama dengan komunikasi massa, dimana didalamnya, komunikasi berlangsung satu arah dari media televise/internet kepada khalayak, komunikator dalam hal ini melibatkan banyak pihak yang terlibat dalam satu produksi pembuatan video klip dan disitribusikan, setelah didistribusikan komunikator tidak lagi mengenal komunikan atau khalayak yang berbeda-beda. Fungsi komunikasi massa sebagai penafsiran juga sangat kuat kaitannya di dalam fungsi video klip. Pembuat video klip akan membaca lirik dan nuansa lagu untuk dijadikan sebuah karya baru yaitu video. Pembuat video klip akan melakukan penafsiran terhadap lagu untuk dijadikan karya visualnya. Tujuanya untuk memperkuat pesan dari lagu tersebut agar khalayak yang menikmatinya diharapkan lebih paham dengan pesan yang ada dalam lagu tersebut lewat video klip yang telah dibuat.

(18)

23 2.6. Video Klip Sebagai Semiotika Komunikasi Visual

Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat, dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu.

Dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah sebuah ‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntagm) yang khas, yang berbeda misalnya dari sistem semiotika seni. Di dalam sistem semiotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (message) dari sebuah pengirim pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi (satu atau dua arah) antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasi oleh media tertentu.

Meskipun fungsi utamanya adalah komunikasi, tetapi bentuk-bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikansi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi, atau makna. Ini berbeda dengan bidang lain, seperti seni rupa (khususnya seni rupa modern) yang tidak mempunyai fungsi khusus komunikasi seperti itu, akan tetapi ia memiliki fungsi signifikansi. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda (signifier) yang bersifat kongkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak, atau makna, yang secara umum disebut petanda

(19)

24 (signified). Dapat dikatakan disini, bahwa meskipun semua muatan komunikasi dari bentuk-bentuk komunikasi visual ditiadakan, ia sebenernya masih mempunyai muatan signifikasi, yaitu muatan makna.

Efektifitas pesan utama dalam desain komunikasi visual. Berbagai elemen desain komunikasi visual: iklan, fotografer jurnalistik, kalender, brosur, televisi, poster, film animasi, web design, maupun video klip adalah diantara diantara bentuk-bentuk komunikasi visual, yang melaluinya pesan-pesan tertentu disampaikan dari pihak pengirim (desainer, produser, copywriter) kepada penerima (penonton, pengamat, pemirsa).

Semiotika komunikasi megkaji tanda dalam konteks komunikasi yang lebih luas, yag melibatkan berbagai elemen komunikasi, seperti saluran (channel), sinyal (signal), media, pesan, kode (bahkan juga noise). “semiotika komunikasi” menekankan aspek “produksi tanda” (sign production) di dalam berbagai rantai komunikasi, saluran, dan media, ketimbang ‘sistem tanda’ (sign system). Di dalam semiotika komunikasi, tanda di tempatkan dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyampain pesan. (Tinarbuko, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Zn dalam tanah dikelompokkan dalam bentuk-bentuk kelompok mudah tersedia sampai tidak tersedia bagi tanaman, yaitu bentuk terlarut dalam air, dapat dipertukarkan (terikat

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Analisis terhadap rantai pasokan bahan baku rotan ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu biaya distribusi pasokan rotan dari empat wilayah supplier bahan baku rotan yaitu

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas dan untuk memperjelas arah penelitian, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada

Dari sisi teknis produksi, pembuatan garam rakyat di Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana dan 3

Alat analisis yang digunakan adalah uji korelasi pearson yang bertujuan untuk menguji hubungan antara harga spot dengan futures pada saat melakukan hedging ataupun cross

Pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tanah Datar dalam penyajian laporan keuangan sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Berlandaskan kepada kejayaan ini, saya percaya bahawa penswastaan KTM Berhad melalui perancangan yang lebih kemas dan teratur akan dapat menjadi sebuah syarikat pengangkutan