1 1.1 Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; Kelompok mata pelajaran estetika; Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Dari jenis-jenis mata pelajaran yang ada di permendiknas penulis mengutamakan pada mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar karena matematika masih dianggap pelajaran yang sulit bagi peserta didik. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi sebagai tuntutan global, sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang tersusun secara terpadu, ilmu mengenai sistem hubungan dan ilmu mengenai cara berpikir untuk mengenal alam sekitar.
Matematika disebut juga ilmu yang mengajarkan mengenai hitungan, kajian dan menggunakan kemampuan berpikir seseorang secara simbolik dan pikiran yang jernih, sehingga dalam matematika perlu adanya kemampuan penalaran yang merupakan kemampuan siswa mengajukan dugaan, memanipulasi matematika, menarik kebenaran dari argumen, menemukan pola dari gejala matematis, mengambil kesimpulan, memberi penjelasan dan membuktikan cara penyelesaian. Sampai sekarang masih banyak siswa mengangggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang rumit dan susah dipahami. Pada kenyataannya penyampaian materi pelajaran matematika hanya menggunakan buku teks dan guru hanya menjelaskan materi sama persis
di buku tanpa menjelaskan konsep matematika dari materi yang diberikan. Guru tidak mengajarkan bagaimana suatu rumusan atau konsep objek itu berasal.
Siswa hanya menerima dan menghafal apa yang diajarkan dari buku dan penjelasan guru tanpa mengerti konsep matematika dari materi yang mereka pelajari. Pembelajaran masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan terkesan monoton sehingga timbul kejenuhan pada siswa. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada seluruh peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik agar mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mampu bekerjasama.
Berdasarkan hal tersebut maka pelajaran matematika menuntut siswa untuk lebih dapat berfikir dengan logis dan analitis. Sesuai dengan tujuan permendiknas maka dikenal beberapa model-model pembelajaran antara lain pembelajaran klasik, individual dan kooperatif. Dalam perkembangannya pembelajaran klasik dan individual dinilai kurang dapat meningkatkan kualitas berfikir siswa pada pelajaran matematika karena kurangnya interaksi antar siswa, siswa dengan guru. Karena alasan tersebut dibutuhkan model pembelajaran yang inovatif agar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Maka dikembangkanlah model pembelajaran kooperatif yang fungsinya membentuk sebuah hubungan antar siswa dan guru dengan siswa, yang bertujuan meningkatkan sikap berfikir kritis serta meningkatkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta mempermudah guru dalam penyampaian materi. Dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007 dikenal beberapa model pembelajaran kooperatif antara lain Jigsaw, Numbered Heads Together (NHT), Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle,The Power of Two, Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction (TAI), Student Teams
Achievement Divisions (STAD), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Game Turnament (TGT), Co-op Co-op.
Dari beberapa model pembelajaran kooperatif, penulis memilih model pembelajaran Teams Game Turnament dan Students Team Achievement Division yang selanjutnya akan ditulis TGT dan STAD. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga pada tanggal 2-11 Februari 2016. Pada SDN Tingkir Lor 02 Salatiga, penulis melakukan wawancara kepada guru kelas 3 serta meminta data hasil belajar matematika siswa kelas 3.
Melalui wawancara kepada Ibu Tri selaku wali kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 Salatiga diketahui bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam pelajaran matematika dengan alat peraga yang bertujuan membuat siswa aktif sehingga mudah menerima ilmu yang disampaikan. Dari pembelajaran yang sudah diterapkan didapatkan data keaktifan belajar siswa kelas 3 pada pelajaran matematika masih rendah, hanya 21,42% siswa yang aktif dalam pembelajaran. Sedangkan data hasil KKM sebesar 63, masih ada 57,14% siswa yang belum mencapai KKM dan 42,86% sudah mencapai KKM.
Dari data tersebut nilai tertinggi pada pelajaran matematika kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 mencapai 80 dan nilai terendah sebesar 22 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 57. Selain data tersebut, hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Tri diketahui bahwa guru sudah menerapkan model pembelajaran yang inovatif, akan tetapi belum nampak dalam meningkatan hasil belajar siswa.
Dalam observasi di sekolah kedua yaitu SDN Tingkir Lor 01 Salatiga, penulis melakukan wawancara serta meminta data hasil belajar matematika siswa kelas 3. Dari hasil wawancara yang didapat dari Bapak M. Anas selaku guru kelas 3, diketahui bahwa model pembelajaran yang dipakai dalam pelajaran matematika telah memakai model pembelajaran jigsaw tetapi tidak sempurna karena waktu yang terbatas maka hasilnya masih kurang.
Dari pembelajaran yang sudah diterapkan didapatkan data keaktifan belajar siswa kelas 3 pada mata pelajaran matematika masih rendah, hanya 33,72% siswa yang aktif dalam pembelajaran.sedangkan data hasil KKM di SD tersebut sebesar 65. Persentase siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 40,9% dan 59,1% siswa sudah mencapai KKM. Nilai tertinggi yang dicapai siswa kelas 3 sebesar 90 dan nilai terendah sebesar 48 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 65,57. Bapak M. Anas menambahkan bahwa selama ini pembelajaran matematika yang diampunya terkadang menggunakan metode inovatif dan kreatif, karena waktu yang terbatas maka guru kembali menggunakan metode konvensinal. Dalam observasi di sekolah ketiga SDN Tingkir Tengah 01 Salatiga dan SDN Tingkir Lor 01 Salatiga, peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas 3 serta meminta data hasil belajar matematika siswa kelas 3.
Melalui wawancara kepada Ibu Ruth selaku wali kelas 3 SDN Tingkir Tengah 01 Salatiga diketahui bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam pelajaran matematika menggunakan model ceramah dan tanya jawab yang bertujuan agar siswa aktif sehingga mudah menerima ilmu yang disampaikan. Dari pembelajaran yang sudah diterapkan didapatkan data keaktifan belajar siswa kelas 3 pada pelajaran matematika masih rendah, hanya 33,33% siswa yang aktif dalam pembelajaran. Sedangkan, data hasil belajar siswa kelas 3 dengan KKM sebesar 63, masih ada 56,52% siswa yang belum mencapai KKM dan 43,48% sudah mencapai KKM.
Dari data tersebut nilai tertinggi pada pelajaran matematika kelas 3 SDN Tingkir Tengah 01 mencapai 89 dan nilai terendah sebesar 0 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 54. Selain data tersebut, hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Ruth ialah guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif karena waktu yang terbatas serta kurang persiapan.
Upaya yang telah dilakukan sekolah dalam mengatasi masalah hasil belajar siswa yang memiliki nilai dibawah KKM yaitu dengan mengadakan tambahan jam pelajaran bagi siswa yang memiliki nilai di bawah KKM. Tetapi hasilnya masih belum memuaskan. Pembelajaran matematika harus ditekankan pada keterkaitan antara konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari.Selain itu, perlu menerapakan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak dalam kehidupan sehari-hari, agar dalam menerima pelajaran anak menjadi mudah mengingat apa yang sudah diajarkan dan dapat menjadi bekal dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam menghadapi permasalahan matematis siswa mampu menyelesaikannya dengan mudah. Pada proses pembelajaran pembelajaran matematika siswa dituntut aktif dalam rangka untuk mencapai hasil pengetahuan yang benar-benar bermakna. Sehingga peranan guru sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut. Tuntutan itu membuat guru harus memahami dan terampil dalam menerapkan berbagai macam model di dalam kelas. Karena pada kenyataan yang masih sering dijumpai yaitu kondisi pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga membuat daya serap siswa terhadap materi menjadi lemah. Dari hakikat tersebut dapat diperoleh model yang cocok untuk pembelajaran matematika agar lebih menarik. Kreativitas yang ada pada anak mendorong untuk mampu belajar dan berkarya sehingga mereka dapat menciptakan hal-hal baru serta anak mampu berkonsentrasi pada setiap materi dan mampu mengembangkan kreasinya. Pembelajaran kooperatif mengacu pada berbagai macam model pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2005).
Menurut Gravemeijer (Supinah, 2008), pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematis seseorang dalam pemecahan masalah, mencari masalah, serta mengorganisasikan atau metemasisasi materi pelajaran. Dari pendapat para ahli maka penulis berpendapat, model pembelajaran kooperatif yang sesuai adalah tipe TGT dan STAD. Model
pembelajaran TGT menurut Slavin (2005) TGT adalah model pembelajaran kooperatif menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, dimana siswa saling berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang memiliki kemampuan akademik yang setara. Lebih lanjut, Huda (2011) mengemukakan bahwa penerapan TGT mirip dengan STAD dalam hal susunan kelompok, format instruksional, dan lembar kerjanya. Bedanya jika STAD skor yang diperoleh secara individu, maka TGT skor berdasarkan hasil turnamen kelompok. Trianto (2010: 83) Menambahkan bahwa pada model TGT siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3 - 5 orang untuk melakukan turnamen dengan anggota-anggota kelompok lain agar mendapat poin tambahan untuk timnya.
Muhammad Mahmud Afandi (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Turnament) berbantu Domino Matematika (DOMAT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SDN Gugus Dahlia desa Dadapayam semester ganjil tahun pelajaran 2012/2015. Van Dat Tran (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “The Effects of Cooperative Learning on the Academic Achievement and Knowledge Retention” menunjukan bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan kemampuan menerima ilmu yang diajarkan dan hasil belajar.
Berdasarkan observasi dan penelitian terdahulu tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif diatas, muncul keragu-raguan untuk melakukan penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Students Team Achievement Division (STAD), yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga menggunakan Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Students Team Achievement Division (STAD)”.
1.2 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD.
2. Hasil belajar matematika siswa semester II tahun ajaran 2015/2016 pada materi Bangun Datar.
3. Subjek penelitian yaitu siswa kelas 3 SDN Tingkir Lor 01 Salatiga, siswa kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 Salatiga, dan siswa kelas 3 SDN Tingkir Lor 01 Salatiga.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan “Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT dan STAD”.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD pada siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga.
1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
Manfaat dari menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD dalam pembelajaran Matematika antara lain Mengembangkan hasil belajar siswa, memotivasi setiap siswa agar saling memberikan pendapat, berani serta mampu berpendapat, dan menghargai pendapat dari teman.
b. Manfaat Praktis
Bagi Sekolah hasil penelitian diharapkan mampu memberi wawasan untuk mengembangkan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD dilakukan dengan berkelanjutan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.