• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang baik dan bermutu dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas maka akan mampu membangun bangsanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, setiap individu yang terlibat dalam pendidikan dituntut berperan serta secara maksimal guna meningkatkan mutu pendidikan tersebut.

Perbaikan di bidang pendidikan akan terus berlangsung, sebab masa depan suatu bangsa terletak bagaimana bangsa tersebut mampu mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Pembelajaran matematika merupakan salah satu bagian dari proses pendidikan di sekolah yang mempunyai peranan sangat penting dalam upaya mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir serta membentuk sikap peserta didik. Sehingga tidaklah mengherankan jika kedudukan matematika dalam cabang ilmu pengetahuan berada pada posisi yang tinggi, karena matematika akan mendasari kemampuan pemahaman atau berpikir seorang siswa pada mata pelajaran yang lain. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa matematika di sekolah masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit, menakutkan bahkan sebagian siswa menganggapnya sebagai momok. Menurut laporan hasil ujian nasional SMP tahun 2012/2013, nilai rata-rata hasil UN SMP negeri yang tersebar di kabupaten Sukoharjo pada mata pelajaran matematika 6,24. Hasil ini lebih rendah dari nilai rata-rata matematika pada tingkat provinsi dan tingkat nasional. Pada tingkat provinsi rata-ratanya sebesar 6,49 dan pada tingkat nasional untuk pelajaran matematika sebesar 7,54.

(2)

commit to user

Indikator yang digunakan sebagai tolak ukur dalam menyatakan keberhasilan siswa adalah daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berdasarkan daftar persentase daya serap matematika Ujian Nasional 2012/2013 di Kabupaten Sukoharjo menunjukkan bahwa daya serap siswa dalam menyelesaikan soal-soal bangun ruang sisi datar masih tergolong rendah. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Persentase Daya Serap Matematika UN SMP Tahun 2012/1013 di Sukoharjo Materi Bangun Ruang

No Kemampuan Yang Diuji Kab. Sukoharjo Prop. Nas. 1 Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan kerangka atau jaring-jaring bangun ruang

45,16 44,26 50,17

2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang

33,79 37,03 47,30

3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan bangun ruang

28,63 31,06 41,72

Sumber data: Badan Standar Nasional Pendidikan

Dari data di atas, terlihat bahwa penguasaan materi bangun ruang sisi datar tergolong rendah, artinya siswa belum memahami konsep dari materi tersebut dengan baik. Rendahnya prestasi belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar tidak terlepas dari peran guru. Kemungkinan pembelajaran matematika di kelas cenderung masih berpusat pada guru dengan menerapkan model pembelajaran konvensional. Kegiatan model pembelajaran tersebut dimulai dengan guru memberikan uraian dan penjelasan materi dan disertai contoh-contoh soal, kemudian siswa mencatatnya. Pembelajaran seperti ini tidak akan dapat membangun pengetahuan siswa dengan sendirinya sehingga siswa cenderung pasif dan siswa tidak

mempunyai kesempatan untuk berpikir matematik. Corno and Snow (dalam

Syarifudin Nurdin, 2005: 8) berpendapat, “Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai kompetensi minimal yang telah ditetapkan, terutama siswa yang berkemampuan rendah”.

(3)

commit to user

Berbagai upaya ke arah peningkatan pembelajaran matematika pun terus dilakukan, yaitu melalui perbaikan terhadap strategi, metode, dan teknik pelaksanaan pembelajaran matematika itu sendiri. Kegiatan pendidikan yang dilakukan di sekolah merupakan proses yang kompleks. Banyak faktor yang saling mempengaruhi dan saling menunjang dalam kegiatan ini diantaranya yaitu: guru, siswa, materi pengajaran dan model pembelajaran. Ketepatan dalam menggunakan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan dapat meningkatkan proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Siswa akan lebih mudah menerima materi yang diberikan oleh guru apabila model pembelajaran yang digunakan tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa adalah

model pembelataran kooperatif. Menurut Hamdani (2011 : 30), model pembelajaran

kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang menerapkan prinsip kerjasama adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share). Dalam pembelajaran, model pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau materi pelajaran untuk dipikirkan siswa secara individu. Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dengan teman sebangku untuk berdiskusi, kemudian hasil diskusi antar pasangan dipresentasikan di depan kelas, sharing dengan kelompok lainnya. Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar serta menumbuh kembangkan rasa tanggungjawab siswa sehingga mampu dan aktif memahami persoalan yang dipelajari.

Menurut Satya Sri Handayani (2010) prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan akar, pangkat dan logaritma dengan menggunakan model pembelajaran struktural TPS lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran langsung. Sedangkan menurut Pupuh Faturrohman (2009:12), kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS salah satunya adalah siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil kemudian siswa secara langsung dapat memecahkan

(4)

commit to user

masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Alternatif pembelajaran lain adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS (Thinking Aloud Pairs Problem Solving). TAPPS merupakan salah satu model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, yang juga mampu melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Dalam bahasa Indonesia Thinking Aloud artinya berpikir keras, Pair artinya berpasangan dan Problem Solving artinya penyelesaian masalah. Jadi model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS dapat diartikan sebagai teknik berpikir yang diungkapkan dengan suara keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif kepada siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompok beranggotakan 2 orang. Menurut Lochhead dalam Pate & Miller (2011) model pembelajaran TAPPS melibatkan dua pihak dalam sebuah kelompok, satu pihak menjadi problem solver dan pihak yang lain menjadi listener. Menurut Pate, et al (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan TAPPS menjadi langkah penting dalam mengembangkan metakognitif siswa dalam memecahkan masalah.

Alasan menggunakan dua model pembelajaran kooperatif tersebut karena model pembelajaran TAPPS dan TPS sama-sama dapat menumbuhkan jiwa kebersamaan pada diskusi siswa dalam proses pembelajaran, selain itu persamaan kedua model pembelajaran TAPPS dan TPS adalah sama-sama menggunkan tehnik berpasangan dalam berdiskusi kelompok. Model pembelajaran TPS, siswa berpasangan dengan teman sebangkunya ketika berdiskusi, sedangkan model pembelajaran TAPPS, terdapat sepasang pihak yaitu problem solver dan listener dalam berdiskusi. Akan tetapi kedua model tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada bagaimana cara siswa berdiskusi dengan kelompoknya. Dalam model pembelajaran TAPPS siswa berdiskusi dengan suara keras agar teman diskusinya mendengar apa yang dipikirkan sehingga pihak yang

(5)

commit to user

lain dalam kelompoknya dapat merangsang proses berpikirnya, maka dari itu dalam model pembelajaran TAPPS terdapat dua pihak yaitu pihak problem solver dan listener. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnson & Chung (1999), dalam penelitiannya menyatakan ada beberapa kekhawatiran sebelum dimulainya penelitian bahwa subjek mungkin ragu-ragu untuk berbicara keras ketika pasangan sedang mengamati mereka. Ini tidak terjadi, menurut peneliti mereka yang pada awalnya tampak tidak nyaman berpikir keras, dengan cepat menjadi terbiasa memainkan peran sebagai problem solver. Akan tetapi dalam proses pembelajaran TPS tidak diatur bagaimana cara siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Selain model pembelajaran yang diperhatikan untuk meningkatkan prestasi belajar, faktor sikap percaya diri siswa juga perlu diperhatikan. Sikap percaya diri memiliki peran yang penting dalam mencapai belajar yang baik. Sikap percaya diri merupakan pola tingkah laku untuk menyesuaikan diri dalam situasi secara sederhana. Menurut Sheenah Hakim (2005:6) percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hannula, et al (2004) menyatakan bahwa “the learning of mathematics is influenced by a pupil’s

mathematics-related beliefs, especially self-confidence.” yang artinya

pembelajaran matematika dipengaruhi oleh keyakinan siswa yang terkait dengan matematika, terutama sikap percaya diri.

Dari penjabaran di atas maka perlu bagi guru untuk mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan TAPPS. Karena terdapat keterkaitan antara model pembelajaran tersebut dengan sikap percaya diri. Keterkaitan antara model pembelajaran TPS dengan sikap percaya diri adalah ketika siswa berdiskusi ataupun mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas sikap percaya diri sangat dibutuhkan, sedangkan keterkaitan antara model pembelajaran TAPPS dengan sikap percaya diri adalah ketika siswa berada pada pihak problem solving menuntut siswa mengungkapkan gagasan dengan suara jelas atau keras. Dari

(6)

commit to user

penjabaran tersebut sikap percaya diri siswa sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran matematika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik diantara model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS atau model pembelajaran konvensional?

2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan sikap percaya diri tinggi, sedang atau rendah?

3. Pada masing-masing kategori sikap percaya diri siswa, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik diantara model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajran kooperatif tipe TAPPS atau model pembelajaran konvensional?

4. Pada masing-masing model pembelajaran manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa dengan sikap percaya diri tinggi, sedang atau rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik diantara model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS atau model pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan sikap percaya diri tinggi, sedang atau rendah.

(7)

commit to user

3. Untuk mengetahui pada masing-masing kategori sikap percaya diri siswa, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik diantara model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajran kooperatif tipe TAPPS atau model pembelajaran konvensional

4. Untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa dengan sikap percaya diri tinggi, sedang atau rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melaksanakan penelitian yang lain.

b. Menambah khasanah karya ilmiah di bidang pendidikan tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan model pembelajaran kooperatif tipe TAPPS.

2. Manfaat Praktis a. Bagi guru

1) Memberikan informasi atau gambaran bagi guru ataupun calon guru dalam pembelajaran matematika untuk menentukan alternatif model pembelajaran matematika yang tepat pada materi bangun ruang sisi datar sehingga dapat mengoptimalkan prestasi belajar matematika siswa.

2) Sebagai masukan bagi guru matematika tentang pentingnya sikap percaya diri siswa terhadap prestasi belajar matematika dalam pembelajaran matematika.

b. Bagi siswa

1) Meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika pada materi bangun ruang sisi datar

(8)

commit to user

2) Meningkatkan kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir, tanggung jawab, sikap percaya diri siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Gambar

Tabel  1.1.  Persentase  Daya  Serap  Matematika  UN  SMP  Tahun  2012/1013 di Sukoharjo Materi Bangun Ruang

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini adalah: (1) Sebaiknya pihak Auto Prima Salon mengimplementasikan pemakaian seragam khusus karyawan, melakuan training baik secara

Perbaikan perilaku dan tingkat kesehatan pada siswa sekolah dasar (SD) sangat penting dengan pertimbangan bahwa : 1) periode usia siswa SD sedang mengalami tumbuh

Dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat tidak memberikan efek toksik pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah

Based on the previous discussion about the implementation of Content- Based Instruction in PGSD English Club, the tutors not only integrated the language and

Dari penelitian didapatkan bahwa (a) jumlah tetesan air yang paling banyak dihasilkan adalah pada variasi fan bekerja selama 5 menit dan fan berhenti bekerja selama 5

This study is aimed at describing the procedure that PAS FM Business Radio Semarang takes in making its advertisement.. The data of this study were collected by using

Dalam perkembangannya, pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya.Santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas

Syarat agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu adalah bahwa jumlah gaya yang tidak diketahui sekurang-kurangnya tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang tersebut