• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RIWAYAT SAKIT DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA CORRELATION BETWEEN HISTORY OF ILLNESS WITH STUNTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN RIWAYAT SAKIT DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA CORRELATION BETWEEN HISTORY OF ILLNESS WITH STUNTING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Asli/Review Artikel

HUBUNGAN RIWAYAT SAKIT DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA

CORRELATION BETWEEN HISTORY OF ILLNESS WITH STUNTING

Mahudeh1*, Nikmatur Rohmah2, Sri Wahyuni Adriani3

1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember, Email: mahudeh.66@gmail.com

2 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember, Email: nikmaturrohmah@unmuhjember.ac.id 3 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember, Email: sriwahyuni@unmuhjember.ac.id *Korespondensi penulis:

Mahudeh

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

Jl. Karimata No.49 Jember, Telp: 0331-332240, 336728 /Fax: 337957 Email: fikes@unmuhjember.ac.id

Info Artikel ABSTRAK

Riwayat Artikel:

Dikirim Direvisi Diterima

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam kurun waktu yang lama. Malnutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan resistensi tubuh menurun sehingga rentan mengalami penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat sakit dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain korelasi dengan pendekatan study cross sectional dengan jumlah sampel 376 balita. Pengambilan sampel dengan metode stratified

random sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei-Juni 2021 menggunakan instrument kuisioner. Analisis data menggunakan uji Spearman Rho dengan nilai α = 0,05. Dari 376 responden didapatkan 274 responden (72,9%) mengalami riwayat sakit dengan kategori sering dan 102 responden (27,1%) mengalami riwayat sakit kategori tidak sering. Didapatkan nilai p value 0,000. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan riwayat sakit dengan kejadian stunting pada balita. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan promosi kesehatan terkait pencegahan dan penanggulangan kejadian sakit berulang atau berkelanjutan pada balita perlu ditingkatkan lagi untuk mengatasi permasalahan balita stunting dan saran bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan makanan yang bergizi serta menjaga kebersihan makanan/minuman dan tempat tinggal bagi anak agar terhindar dari stunting.

Kata Kunci: Balita Riwayat Sakit Stunting Keywords: History of illness Stunting Toodlers ABSTRACT

Stunting is a chronic nutritional problem caused by a long period of malnutrition. Prolonged malnutrition can result in decreased body resistance making it susceptible to disease. This study aims to analyze the correlation of history of illness with stunting case in toddlers at the Working Area of Sumberjambe Health Center. The research design used correlation design with cross sectional study approach. The sample of this research were 376 toddlers. Sampling technique by stratified random sampling. The research was conducted in May 2021 using questionnaire instruments. Analyze the data using Spearman Rho test with a value of α = 0.05.Result: Based on data analysis obtained from 376

(2)

Pendahuluan

Balita adalah individu yang berada dalam rentan usia 0-60 bulan. Masa balita merupakan masa kritis karena pada masa ini balita membutuhkan zat gizi dari makanan sehari-hari dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik (Adriani & Wirjatmadi, 2014). Balita dengan status gizi kurang dapat mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangannya, salah satunya stunting.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Stunting adalah bentuk refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi tidak memadai dan sering menderita penyakit infeksi pada masa kanak-kanak. Masalah stunting menjadi masalah gizi yang perlu mendapatkan perhatian karena dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Rahman, 2018).

Prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2018 sebesar 30,8% dan pada tahun 2019 sebesar 27,67% (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan jumlah balita stunting, namun angka kejadian ini masih menjadi masalah kesehatan karena jumlah tersebut melampaui nilai standar maksimal dari World Health Organization yakni sebesar 20% dari jumlah total anak balita dalam suatu negara.

Prevalensi balita stunting di Jawa Timur adalah 32,8% pada tahun 2018 dan sebesar 26,86% pada tahun 2019. Kabupaten Jember menempati urutan ke-8 se Jawa Timur dengan prevalensi balita stunting sebesar 17,83% pada tahun 2017 dan sebesar 11,83% tahun 2018. Salah satu wilayah yang memiliki prevalensi balita stunting di Jember

yakni Sumberjambe dengan prosentase 20,42% pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 sebesar 29,35% (Dinkes, 2019). Data tersebut menunjukkan bahwa wilayah Sumberjambe termasuk kedalam wilayah dengan angka stunting tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan pada balita yang perlu segera diatasi dikarenakan cut off point dari kejadian stunting tidak boleh lebih dari 20%. Dari hasil studi pendahuluan terhadap balita stunting di wilayah Puskesmas Sumberjambe yang tersebar di 9 desa, didapatkan 7 dari 9 balita memiliki riwayat sakit dengan kategori sering dan 3 balita kategori tidak sering.

Stunting dapat menimbulkan dampak yang buruk, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek stunting yaitu perkembangan kognitif, bahasa, motorik tidak optimal, rentan terhadap penyakit (morbiditas) dan peningkatan mortalitas serta peningkatan biaya kesehatan (WHO, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Setiawan, Machmud, & Masrul (2018) menunjukkan bahwa kerentanan terhadap penyakit berpengaruh terhadap kejadian stunting. Penyakit infeksi yang dialami anak berdampak pada penurunan nafsu makan yang menyebabkan gangguan absorbsi nutrien, kehilangan mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan mikronutrien akibat katabolisme yang meningkat dan gangguan transportasi nutrisi ke jaringan. Terjadinya gangguan asupan gizi tersebut mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan anak (Namangboling, Murti, & Sulaeman, 2017).

Beberapa faktor risiko terjadinya stunting adalah faktor infeksi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pibriyanti, Suryono, & Luthfi (2019). menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi memiliki risiko stunting 12 kali. Penyakit

respondents obtained 274 respondents (72.9%) experienced a history of illness with frequently categories and 102 respondents (27.1%) experienced a history of illness with infrequently categories. Conclusion of this study is there correlation between history of illness with stunting. Based on the results of the study, it’s recommended that health promotion related to prevention of recurrent or sustainable pain events in toddlers need to be improved again to overcome the problem of stunting toddlers and advice for mothers to provide exclusive breast milk and nutritious food and maintain food/beverage hygiene and shelter for children to avoid stunting.

(3)

infeksi berpengaruh negatif terhadap status gizi balita sehingga akan berakibat pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Penyakit infeksi yang sering diderita anak dapat menguras cadangan energi dalam tubuh, dan apabila berlangsung cukup lama dapat mengganggu pertumbuhan. Penyakit yang tidak menguras cadangan energi sekalipun jika berlangsung lama dapat mengganggu pertumbuhan karena menghilangkan nafsu makan anak (Fatimah & Wirjatmadi, 2018). Status gizi kurang yang dialami anak akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit yang rendah sehingga mudah terkena penyakit infeksi (Desyanti & Nindya, 2017).

Faktor infeksi dalam hal ini adalah riwayat sakit. Penelitian Nurbaweana (2019) menunjukkan bahwa balita stunting memiliki riwayat sakit sebanyak 90% sedangkan balita non-stunting sebanyak 45%. Balita yang sering mengalami sakit berpengaruh terhadap pertumbuhannya (Fatimah & Wirjatmadi, 2018). Teori Thoha menyatakan bahwa seorang balita yang sering mengalami sakit tidak hanya akan mempengaruhi penurunan berat badannya, namun juga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan linier anak (Desyanti & Nindya, 2017).

Interaksi timbal balik yang terdapat antara gangguan gizi dengan penyakit infeksi dapat terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi. Interaksi negatif tersebut jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan tidak segera di intervensi maka dapat menurunkan intake makanan dan mengganggu absorbsi zat gizi, sehingga dapat meningkatkan risiko stunting pada anak balita (Permatasari & Sumarmi, 2018). Oleh karena itu, perawat berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting, diantaranya yaitu dalam memberikan informasi terkait stunting dan sebagai pemberi asuhan keperawatan terbaik pada balita stunting.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan maka peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai hubungan riwayat sakit dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain korelasi dengan pendekatan study cross sectional dengan jumlah populasi 6352 balita beserta ibu yang tersebar di 9 desa, didapatkan sampel 376 balita diperoleh dari

penghitungan dengan rumus Slovin.

Pemilihan sampel ditentukan oleh kriteria inklusi yaitu anak usia 2-5 tahun dan pernah mengalami diare, ISPA atau kecacingan serta kriteria eksklusi yakni ibu balita yang tidak bisa baca-tulis.

Bagan 1. Proses Pengambilan Sampel

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2021 di Wilayah Kerja Puskesmas

Sumberjambe dengan menggunakan

kuisioner yang terdiri dari data umum dan data khusus. Data umum mencakup umur ibu, pendidikan terakhir ibu dan pendapatan keluarga. Data khusus mencakup 15 pernyataan yang disusun sendiri oleh peneliti terkait riwayat sakit yang dialami balita setidaknya 1 bulan terakhir. Uji validitas kuisioner tergolong kategori valid dan realibitas kuisioner termasuk realibilitas sedang. Alternatif jawaban terdapat 2 pilihan yaitu ya dan tidak. Setiap jawaban ya akan diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi skor 0. Riwayat sakit dikategorikan tidak sering jika diperoleh skor 0-8 dan kategori sering apabila diperoleh skor 9-15. Analisis data menggunakan uji Spearman Rho dengan nilai α = 0,05.

Populasi diambil dari total jumlah balita beserta ibu di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumberjambe Sampel dihitung menggunakan rumus

Slovin sehingga diperoleh 376 balita dengan kriteria inklusi yaitu anak usia

2-5 tahun dan anak yang pernah mengalami diare, ISPA atau kecacingan

serta kriteria eksklusi yaitu ibu balita yang tidak bisa baca tulis Jumlah sampel yang didapatkan dibagi secara merata pada setiap desa dengan metode stratified random sampling dari penghitungan sampel pada setiap

desa menggunakan rumus alokasi proporsional. Pengambilan sampel di

tiap desa dilakukan secara acak dengan cara dilotre

(4)

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian terdiri dari data umum dan data khusus. Data umum memuat usia ibu, pendidikan terakhir ibu dan pendapatan keluarga. Data khusus terdiri atas riwayat sakit dan kejadian stunting pada balita. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut:

Data Umum

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ibu Balita Berdasarkan Umur (n=376) Mean Standar Deviasi Min-Max 95% IC Umur

Ibu 28,43 6,73 18 - 56 27,75 -29,12

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa rerata umur ibu balita yaitu 28,43 dengan standar deviasi 6,73. Umur ibu balita tertinggi 56 dan terendah 18. Dari hasil estimasi interval didapatkan bahwa 95% diyakini skor rerata umur ibu balita antara 27,75 sampai dengan 29,12.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan Terakhir Ibu (n=376)

Pendidikan

Terakhir Ibu Frekuensi Persentase (%)

Perguruan Tinggi 12 3,2

SMA/Sederajat 41 10,9

SMP/Sederajat 115 30,6

SD/Sederajat 208 55,3

Total 376 100

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 376 ibu balita terdiiri dari ibu berpendidikan perguran tinggi sejumlah 12 responden (3,2%), pendidikan SMA sebanyak 41 responden (10,9%), pendidikan SMP sejumlah 115 responden (30,6%) dan pendidikan SD merupakan pendidikan dengan jumlah tertinggi yakni sebanyak 208 responden (55,3%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ibu Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga (n=376)

Penghasilan Frekuensi Persentase (%)

<1.000.000 281 74,7

1.000.000 – 1.500.00 72 93,9

>1.500.000 23 6,1

Total 376 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga <1.000.000

sebanyak 281 responden (74,7%),

pendapatan keluarga 1.000.000 – 1.500.000 sejumlah 72 responden (93,9%) dan pendapatan keluarga >1.500.000 sebanyak 23 responden (6,1%). Dari data ini didapatkan mayoritas pendapatan keluarga sebesar 1.000.000 - 1.500.000

1. Data Khusus

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Balita berdasarkan Riwayat Sakit (n=376)

Riwayat Sakit Frekuensi Persentase (%)

Tidak Sering 102 27,1

Sering 274 72,9

Total 376 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada seluruh sampel yang berjumlah 376 responden dapat diketahui bahwa mayoritas balita yang menjadi responden mengalami riwayat sakit dengan frekuensi sering yaitu sebanyak 274 responden (72,9%) dan balita dengan riwayat sakit tidak sering sebanyak 102 responden (27,1%).

Penyakit yang sering dan

berkepanjangan dapat menyebabkan

hilangnya nafsu makan, penyerapan,

gangguan metabolisme, dan perubahan

perilaku, yang selanjutnya dapat

mempengaruhi status gizi balita. Status gizi buruk dapat mempengaruhi kejadian sakit atau memperpanjang durasi pemulihan (Mkhize & Sibanda, 2020). Balita yang sering mengalami sakit membutuhkan lebih banyak asupan gizi untuk proses penyembuhan. Hal ini dikarenakan infeksi yang sering dialami balita dapat menguras cadangan energi dalam tubuh dan apabila berlangsung cukup lama dapat mengganggu pertumbuhan karena hilangnya nafsu makan balita serta malgizi yang dialami balita akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit yang rendah sehingga mudah terkena penyakit infeksi (Ariani, 2017). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki riwayat sakit dengan frekuensi sering lebih berisiko mengalami stunting.

Sejalan dengan penelitian

Nurbaweana (2019) menyatakan bahwa balita stunting memiliki riwayat sakit lebih

(5)

sering daripada balita non-stunting. Riwayat penyakit infeksi dapat mempengaruhi pertumbuhan anak karena ketika anak sakit daya tahan tubuh anak atau imun tubuh anak akan melemah dan anak akan menjadi lebih

mudah terserang penyakit sehingga

pertumbuhan anak akan terganggu

(Nofiandri & Ali, 2021). Didukung pula oleh penelitian Putri, Irawan, & Mukono (2021) menyatakan bahwa angka frekuensi sakit yang rendah akan menurunkan risiko kejadian stunting karena tubuh balita yang sehat dapat tumbuh tanpa hambatan.

Tabel 5. Kejadian Stunting Pada Balita (n=376)

Kejadian

Stunting Frekuensi Persentase (%)

Stunting 256 68,1

Tidak Stunting 120 31,9

Total 376 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menjadi responden mengalami stunting yaitu 256

responden (68,1%) sedangkan 120

responden (31,9%) termasuk balita non-stunting. Hal ini menunjukkan bahwa masalah stunting di wilayah Puskesmas Sumberjambe masih tinggi.

Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa (Purwanti & Ratnasari, 2020).

Frekuensi dan durasi sakit pada balita memberikan resiko kemungkinan terjadinya stunting. Terdapat hubungan timbal balik antara status gizi dan kejadian infeksi. Balita yang mengalami status gizi buruk dapat menyebabkan infeksi dikarenakan daya tahan tubuh rendah, sehingga akan mudah terserang penyakit. Sebaliknya, jika penyakit infeksi sering terjadi maka akan membuat seseorang mengalami malnutrisi dikarenakan adanya penurunan nafsu makan (Malisa, 2020).

Penelitian Nur et al. (2021) menyatakan bahwa riwayat penyakit dalam 3 bulan terakhir memiliki hubungan bermakna dengan TB/U balita. Kejadian infeksi secara langsung akan mempengaruhi metabolisme zat gizi dalam tubuh termasuk akan menghambat penyerapan zat gizi, selanjutnya kejadian infeksi anak akan mempengaruhi nafsu makan anak menjadi kurang sehingga kedua hal ini akan berdampak pada status gizi anak atau stunting.

Tabel 6. Hubungan Riwayat Sakit dengan Kejadian Stunting Pada Balita (n=376)

Variabel

Independen Dependen Variabel value p- r

Riwayat Sakit Kejadian

stunting 0,000 0,686

Tabel 6 menunjukkan hasil pengujian dengan spearman rank dan diperoleh signifikansi sebesar 0,000 < (α =0,05) dengan r hitung 0,686 yang termasuk dalam kategori kuat (0,6 - 0,8). Arah korelasi pada hasil penelitian ini yaitu positif (+), sehingga semakin tinggi riwayat sakit balita maka risiko kejadian stunting semakin tinggi. Dengan ini, maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima yang artinya ada hubungan yang signifikan antara riwayat sakit dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe.

Stunting merupakan suatu bentuk klinik dari gangguan pertumbuhan akibat mekanisme adaptasi yang terjadi selama infeksi. Anak dikatakan memiliki riwayat infeksi yang beresiko stunting apabila infeksi terjadi berulang minimal satu bulan sekali dan berlangsung minimal tiga hari per periode sakit. Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Kejadian infeksi yang berulang dan dengan durasi lama merupakan salah satu faktor yang membuat gizi balita terkuras sehingga pertumbuhan menjadi lamban dan prevalensi pendek bertambah (Hasdianah, Siyoto, & Yuly, 2019). Balita yang menderita sakit dengan durasi waktu yang lebih lama berisiko lebih besar mengalami kejadian stunting dan lebih cenderung mengalami gejala sisa akibat infeksi umum yang akan melemahkan

(6)

Paramashanti, & Sulistiyawati, 2020). Balita yang mengonsumsi makanan sebagai hasil dari praktik higiene yang buruk dapat meningkatkan risiko anak tersebut terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi ini biasa ditandai dengan gangguan nafsu makan dan muntah-muntah sehingga asupan balita tersebut tidak memenuhi kebutuhannya. Kondisi seperti ini yang nantinya akan berimplikasi buruk terhadap pertumbuhan balita. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi (Desyanti & Nindya, 2017).

Penyakit infeksi yang berlangsung terus-menerus maka akan berdampak pada pola pertumbuhan karena infeksi dapat menurunkan asupan makanan, mengganggu penyerapan zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan kebutuhan metabolik atau menurunnya proses katabolik zat gizi sehingga akan

mempengaruhi pola konsumsi yang

selanjutnya akan mempengaruhi status gizi balita. Apabila kondisi ini berlangsung lama maka akan mempengaruhi pertumbuhan linier anak (Dewi & Adhi, 2016).

Penyakit infeksi dan gangguan gizi seringkali ditemukan secara bersama-sama dan hubungannya saling mempengaruhi. Ada hubungan timbal balik antara asupan gizi dan kejadian infeksi. Kekurangan asupan berhubungan erat dengan tingginya kejadian penyakit infeksi, karena anak yang kurang gizi mungkin mengalami penurunan daya tahan tubuh dan dengan adanya penyakit infeksi menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan. Akibatnya terjadi kekurangan makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh sehingga anak menderita kurang gizi (Angkat, 2018).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurbaweana (2019) yang menunjukkan bahwa ada hubungan riwayat sakit dengan kejadian stunting dan balita stunting memiliki riwayat sakit lebih sering daripada balita non-stunting. Infeksi yang dialami balita menyebabkan tidak merasa lapar dan tidak mau makan yang berakibat kurangnya gizi dan pertumbuhan menjadi lambat karena infeksi dalam jangka waktu yang lama.

Rendahnya asupan makanan dapat

menurunkan imunitas dalam tubuh sehingga tubuh mudah mengalami infeksi yang menyebabkan gizi kurang atau sebaliknya tubuh yang mengalami infeksi akan

mengganggu penyerapan zat gizi oleh sehingga tubuh akan mengalami malnutrisi.

Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. Daya tahan terhadap penyakit yang rendah akan mengurangi kapasitas tubuh untuk melawan penyakit (Ariani, 2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian Aisyah, Tarigan, & Azizah (2021) yang menyatakan bahwa ada hubungan kejadian sakit dengan stunting. Balita yang jarang sakit, mereka memiliki nafsu makan yang baik sehingga mereka memiliki ketahanan tubuh yang kuat, dan asupan gizi mereka tercukupi karena tidak ada faktor yang mengganggu nafsu makan anak dan tidak ada penyakit yang menghabiskan protein dan kalori anak

Peneliti berasumsi bahwa tingginya balita stunting disebabkan ada riwayat penyakit infeksi yang diderita selama masa balita. Riwayat penyakit infeksi termasuk faktor yang mempengaruhi stunting pada balita. Kejadian stunting yang tinggi ini disebabkan karena tingginya riwayat sakit pada balita. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu mempengaruhi nafsu makan, menyebabkan

kehilangan bahan makanan karena

muntah/diare, atau mempengaruhi

metabolisme makanan. Dengan demikian, balita dengan riwayat sakit yang sering membutuhkan lebih banyak cakupan nutrisi guna memulihkan kebutuhan nutrisi yang hilang selama sakit.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan riwayat sakit dengan kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember atas izin penelitian yang diberikan, kepada dosen pembimbing atas bimbingan yang diberikan dan kepada pihak Puskesmas Sumberjambe atas izin

(7)

penelitian serta kepada pihak kader kesehatan yang telah bersedia membantu selama proses pengambilan data penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Referensi

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2014). Gizi dan Kesehatan Balita : Peranan Mikro Zinc Pada Pertumbuhan Balita (Edisi 1). Jakarta: Kencana.

Aisyah, S., Tarigan, R., & Azizah, L. L. N. (2021). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2020. Gentle Birth, 4(1).

Angkat, A. H. (2018). Penyakit Infeksi Dan Praktek Pemberian Mp-Asi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam. Jurnal Dunia Gizi, 1(1), 52–58.

Ariani, A. P. (2017). Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Desyanti, C., & Nindya, T. S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Higiene Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Simolawang , Surabaya. Amerta Nutrition, 243–251. https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i3.2 017.243-251

Dewi, I. A. K. C., & Adhi, K. T. (2016). Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Umur 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III, 3(1), 36–46.

Dinkes. (2019). Stunting. Jember: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Fatimah, N. S. H., & Wirjatmadi, B. (2018). Tingkat Kecukupan Vitamin A, Seng dan Zat Besi Serta Frekuensi Infeksi Pada Balita Stunting dan Non Stunting. Media

Gizi Indonesia, 13(2), 168–175.

https://doi.org/10.20473/mgi.v13i2.1 68-175

Hasdianah, Siyoto, & Yuly, P. (2019). Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil

Utama Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2019). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar 2019. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.

Malisa, A. (2020). Determinan Penyebab Kejadian Stunting Pada Balita. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan

Dan Keperawatan, 11(1).

https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1. 559

Mkhize, M., & Sibanda, M. (2020). A Review of Selected Studies on the Factors Associated with the Nutrition Status of Children Under the Age of Five Years in South Africa. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(7973), 1–26.

Namangboling, A. D., Murti, B., & Sulaeman, E. S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Anak Usia 7-12 Bulan di Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Sari Pediatri, 19(2), 91–96. Nofiandri, & Ali, N. M. (2021). Hubungan Pola

Makan, Riwayat Penyakit Infeksi, Tinggi Badan Orang Tua Dan Sumber Air Minum Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 24--59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumpang, Kota Ternate. Hospital Majapahit, 13(1), 11–20. Nur, Z. T., Suryana, & Yunianto, A. E. (2021).

Hubungan Riwayat Penyakit dengan Status Gizi : Studi Cross Sectional. Jurnal Riset Gizi, 9(1), 16–21.

Nurbaweana, H. (2019). Hubungan Riwayat Sakit Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Puskesmas Simomulyo Surabaya. Gadjah Mada Journal.

Permatasari, D. F., & Sumarmi, S. (2018). Perbedaan Panjang Badan Lahir, Riwayat Penyakit Infeksi, dan Perkembangan Balita Stunting dan Non Stunting. Jurnal Berkala Epidemiologi,

6(2), 182–191.

https://doi.org/10.20473/jbe.v6i2201 8.182-191

Pibriyanti, K., Suryono, & Luthfi, C. A. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Puskesmas Slogohimo Kabupaten Wonogiri. Darussalam Nutrition Journal, 3(2), 42–49.

(8)

Purwanti, D. Y., & Ratnasari, D. (2020). Hubungan antara kejadian diare, pemberian asi eksklusif, dan stunting pada batita. Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan, 1(02), 15–23.

Putri, M. G., Irawan, R., & Mukono, I. S. (2021). Hubungan Suplementasi Vitamin A , Pemberian Imunisasi , dan Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Mulyorejo , Surabaya. Media Gizi Kesmas, 10(1), 72–79.

Rahman, F. D. (2018). Pengaruh Pola Pemberian Makanan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberjambe, Kasiyan, dan Puskesmas Sumberbaru Kabupaten Jember. The Indonesian Journal of Health Science, 10(1), 15–24.

Sahitarani, A. S., Paramashanti, B. A., & Sulistiyawati. (2020). Kaitan Stunting Dengan Frekuensi Dan Durasi Penyakit Infeksi Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Journal Nutrition, 9(3).

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 275–284.

Gambar

Tabel  1  Distribusi  Frekuensi  Ibu  Balita  Berdasarkan Umur (n=376)  Mean  Standar  Deviasi   Min-Max  95% IC  Umur  Ibu  28,43  6,73  18 - 56  27,75 -29,12  Berdasarkan  tabel  1  menunjukkan  bahwa  rerata  umur  ibu  balita  yaitu  28,43  dengan stan

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan signifikan antara kejadian stunting dengan pendidikan ibu balita, status gizi ibu saat hamil, asupan nutrisi balita, riwayat ISPA dan diare, serta

Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat ISPA dengan kejadian Stunting dengan mengontrol variabel berat badan lahir ,

Penelitian yang dilakukan oleh Yasmin (2014), berdasarkan data sekunder Riskedas tahun 2010 pada delapan provinsi di Indonesia menyatakan bahwa anak balita dengan

Kedua, berdasarkan analisis siswa yang dilakukan peneliti dengan mewawancarai 20 siswa kelas X Pemasaran SMK Negeri 2 Blitar diketahui bahwa 72% anak merasa

Guru meminta siswa mengerjakan di depan dan memperagakan menggunakan alat peraga bangun ruang balok untuk siswa yang lain memberikan penilaian tentang hasil

Dengan demikian setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama sebagaimana orang yang normal dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan,

Berdasarkan hasil penelitian tentang adanya hubungan antara frekuensi kehamilan dengan hipertensi menunjukkan bahwa responden dengan kehamilan lebih dari satu kali banyak

Dengan penelitian eksplanatif ini diharapkan penulis dapat mengetahui hasil dari penelitian yang penulis lakukan tentang Pengaruh Program Corporate Social