• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Penelitian Terdahulu

Asnindar (2018), meneliti tentang Pengaruh IPM dan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Aceh Timur. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa secara parsial IPM berpengaruh positif dan tidak signifikan sedangkan inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Timur. Secara simultan IPM dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Timur.

Srisinto (2018), meneliti tentang Inflasi dan IPM Peranannya terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Implikasinya pada Kemiskinan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis induktif atau inferensia. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa inflasi dan IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. IPM berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan, sementara pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Sragen.

Pradana dan Sumarsono (2018), meneliti tentang HDI, Capital Expenditure,

Fiscal Decentralization to Economic Growth and Income Inequality in East Java Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel. Hasil penelitian

(2)

yang dilakukan menunjukkan bahwa IPM dan belanja modal berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi IPM dan belanja modal memiliki berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi yang semakin besar. Akan tetapi, derajat desentralisasi fiskal tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Suhardi (2018), meneliti tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Parepare. Penelitian ini menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Parepare. Dana perimbangan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Parepare. Investasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Parepare. Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Parepare. Secara simultan pengaruh PAD, dana perimbangan, investasi, pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Parepare tidak berpengaruh signifikan.

Yulianti dan Khairuna (2019), meneliti tentang Pengaruh Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh Periode 2015-2018 dalam Perspektif Ekonomi Islam. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap

(3)

pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien determinasi yang telah dihitung sebesar 29,4 persen.

Ratno (2019), meneliti tentang Pengaruh Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Karisidenan Surakarta. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dinamis autoregressive distributed-lag. Hasil penelitian yang dilakukan dan implikasinya menunjukkan bahwa belanja tidak langsung berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan belanja langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Solo Raya.

Adapun keterkaitan atau relevansi penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah penelitian ini merupakan pengembangan penelitian (developmental research) dari peneliti sebelumnya. Dimana penelitian ini menggunakan empat variabel ekonomi dan satu variabel sosial/kependudukan. Variabel ekonomi yang dimasukkan dalam penelitian ini ialah inflasi, belanja daerah, dana perimbangan, dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, variabel sosial/kependudukan ialah indeks pembangunan manusia.

B. Landasan Teori 1. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Menurut Bank Indonesia (2018), inflasi diartikan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikkan itu meluas yang mengakibatkan kenaikkan harga

(4)

pada barang-barang lain. Syarat yang harus terpenuhi agar dapat dikatakan sebagai inflasi, yaitu:

1) Kenaikan harga, dimana harga komoditas/barang dikatakan naik jika harganya lebih tinggi dari harga tahun sebelumnya;

2) Bersifat umum, dimana harga komoditas/barang belum dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara keseluruhan meningkat;

3) Berlangsung secara terus menerus, dimana kenaikkan harga yang bersifat umum tidak dapat dikatakan inflasi, jika terjadinya hanya berlangsung sesaat.

Secara ekonomi, perubahan harga dikarenakan permintaan (demand) dan penawaran (supply). Inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) terjadi karena kenaikan permintaan keseluruhan (aggregate demand) yang berlebihan sementara penawaran sisi produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja yang penuh dan tidak akan meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan menyebabkan terjadinya perubahan kenaikkan harga. Inflasi dikarenakan dorongan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga menyebabkan harga barang (output) yang dihasilkan meningkat. Biaya per unit lebih tinggi untuk produksi menyebabkan jumlah barang yang ditawarkan berkurang. Kenaikan harga barang secara umum dan kontinu disebut inflasi tertutup (close inflation). Sedangkan kenaikan harga barang secara

(5)

menyeluruh disebut inflasi terbuka (open inflation). Inflasi tak terkendali

(hiperinflation) adalah kondisi dimana inflasi terjadi secara hebat serta

harga-harga selalu berubah dan meningkat yang menyebabkan orang-orang tidak dapat menahan uang lebih lama dikarenakan nilai uang terus menurun

(depreciation).

b. Teori Inflasi

1) Teori Kuantitas

Teori kuantitas merupakan teori tertua dan merupakan teori yang mendekati inflasi dari sisi permintaan. Teori ini dikembangkan oleh sekelompok ekonomi yang dikenal dengan kelompok moneteris. Kaum moneteris berpendapat bahwa inflasi hanya dapat terjadi bila ada kenaikkan jumlah uang yang beredar. Harga-harga akan meningkat dikarenakan adanya kelebihan uang yang diciptakan atau diproduksi oleh bank sentral. Meningkatnya jumlah uang yang beredar berarti meningkatkan saldo kas yang dimiliki oleh rumah tangga konsumen dan akibatnya akan meningkatkan pengeluaran konsumsi masyarakat. Kenaikkan konsumsi masyarakat akan mengakibatkan kenaikkan harga, sehingga berakibat terjadinya inflasi. Penyebab selain penambahan jumlah uang beredar kaum moneteris percaya bahwa sebab dasar adanya tekanan inflasi adalah keadaan sosial dan politik di masyarakat. Faktor ini berkaitan erat dengan harga yang diharapkan (price expectation) terjadi di saat yang akan datang.

(6)

Dengan sendirinya perilaku masyarakat mengenai perubahan harga dan ekonomi akan besar pengaruhnya terhadap laju inflasi.

2) Teori Keynes dan Teori Tekanan Biaya (Cosh Push Theory)

Teori inflasi menurut pendekatan ini mengatakan bahwa inflasi terjadi dikarenakan suatu kelompok masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga proses inflasi merupakan proses tarik-menarik antar golongan masyarakat untuk memperoleh bagian masyarakat yang lebih besar dari pada yang mampu disediakan oleh masyarakat sendiri. Golongan yang berhasil dengan aspirasinya akan mencerminkan keberhasilan dalam suatu permintaan yang efektif. Kalau hal ini selalu terjadi maka akan timbul suatu kesenjangan inflasi (inflationary gap). Tekanan dari golongan ini akan mengakibatkan kenaikkan biaya (cosh push). Menurut aliran ini, untuk mengetahui proses inflasi perkiraan diamati faktor kelembagaan yang dapat mempengaruhi upah dan harga. Adanya suatu kesenjangan diatas akan menaikkan harga-harga dan laju inflasi. Proses inflasi akan berlangsung terus menerus selama masih terjadi perbedaan antara permintaan efektif selama masih terjadi kesenjangan inflasi.

3) Teori Struktural

Teori struktural biasa disebut dengan teori inflasi jangka panjang (long run), yang disebabkan inflasi berasal dari kekuatan struktur perekonomian. Masalah struktural di dalam perekonomian negara

(7)

berkembang yang dapat menyebabkan inflasi ada dua. Pertama, penerimaan ekspor tidak elastis, yaitu pertumbuhan nilai ekspor lebih lambat dari pada pertumbuhan sektor lain. Hal itu disebabkan oleh syarat perdagangan (terms of trade) yang buruk dan produksi barang ekspor yang kurang responsif terhadap kenaikan harga. Dengan lambatnya pertumbuhan ekspor, maka akan menghambat kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Seringkali muncul kebijakan substitusi barang impor yang dilakukan banyak negara berkembang menyebabkan biaya dan harga barang tinggi sehingga menimbulkan inflasi. Kedua, masalah produksi bahan makanan di dalam negeri yang tidak elastis menyebabkan produksi makanan dalam negeri tidak secepat pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita sehingga harga makanan di dalam negeri cenderung meningkat lebih tinggi dari pada naiknya harga barang-barang lain. Hal ini menyebabkan tuntutan kenaikan upah dari pekerja di sektor industri yang nantinya akan meningkatkan biaya produksi dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

4) Teori Inflasi Model Kurva Philips

Dalam hal ini Philips ingin mengetahui hubungan antara inflasi dan pengangguran. Full employment adalah suatu keadaan dimana setiap orang mau untuk bekerja pada tingkat upah yang berlaku untuk memperoleh pekerjaan. Namun, pada kenyataannya, keadaan full

(8)

employment tidak mungkin terjadi, sebab adanya ketidaksempurnaan

dalam perekonomian. Sebagai contoh, ketidaksempurnaan informasi mengenai tersedianya lapangan kerja, ketidaksempurnaan dalam pasar barang dan pasar tenaga kerja, dan adanya pengangguran fraksional.

Di dalam penelitiannya Philips menemukan bahwa periode dimana tingkat pengangguran rendah, saat itu pula terdapat perubahan yang drastis atas tingkat upah. Kemudian, penelitian Philips diperluas dengan melihat hubungan antara tingkat pengangguran dan inflasi, dan hubungan diantara kedua variabel tersebut. Hubungan timbal balik antara tingkat pengangguran dan inflasi yaitu apabila pemerintah ingin menetapkan tingkat pengangguran yang rendah, maka hal ini dapat dicapai dengan tingkat inflasi yang tinggi begitu pula sebaliknya. 5) Mark-up Model

Dasar pemikiran dari teori ini ditentukan oleh dua komponen yaitu biaya produksi (cost of production) dan selisih keuntungan (profit

margin). Jadi, ketika terjadi kenaikan biaya produksi akan

menyebabkan keuntungan dari perusahaan menurun, yang nantinya akan berdampak pada kenaikkan harga jual komoditas/barang di pasaran.

2. Hubungan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi merupakan indikator yang sangat penting dalam mengendalikan ekonomi baik secara mikro maupun makro yang akan berdampak luas dan

(9)

memiliki multiplier effect di berbagai bidang ekonomi. Terlalu tingginya laju inflasi akan menurunkan pertumbuhan ekonomi, namun inflasi yang tidak terlalu tinggi akan memudahkan usaha pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Mankiw (2012: 178), menjelaskan bahwa banyak orang mengira inflasi membuat mereka semakin miskin karena inflasi meningkatkan harga barang-barang yang mereka beli. Namun, pandangan ini keliru karena inflasi juga meningkatkan pendapatan nominal.

Mekanisme ekonomi di dalam masyarakat memerlukan kenaikkan harga. Dengan naiknya harga barang dan jasa, akan mendorong serta menstimulus masyarakat untuk melakukan kegiatan produksi, sehingga perekonomian dapat dipacu untuk menaikkan aktivitas produksi secara nasional. Sukirno (2010: 333 dan 337), menjelaskan bahwa tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena inflasi nol sukar untuk dicapai, yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi tetap rendah. Di negara-negara berkembang adakalanya tingkat inflasi tidak mudah dikendalikan. Negara-negara tersebut tidak menghadapi hiperinflasi, akan tetapi juga tidak mampu menurunkan inflasi pada tingkat yang sangat rendah. Secara rata-rata di sebagian negara tingkat inflasi mencapai antara 5 hingga 10 persen.

Suseno dan Aisyah (2009: 48), menjelaskan bahwa inflasi yang rendah merupakan kebutuhan semua pihak baik dari pemeritah (government), pelaku usaha (business actors), ataupun masyarakat luas (wide community) karena

(10)

inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable). Asnindar (2018), menjelaskan inflasi yang fluktuatif akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi atau pasar dalam membuat serta mengambil keputusan yang tepat yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

3. Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan di bidang manusia merupakan salah satu indikator yang sangat penting. Indeks pembangunan manusia menjelaskan bagaimana masyarakat dapat merasakan hasil dari proses pembangunan dalam memperoleh pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Indeks pembangunan manusia digunakan pemerintah untuk melihat bagaimana pembangunan serta pilihan kebijakan yang tepat. Indeks pembangunan manusia diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Development

Programme (UNDP), pada tahun 1990. Komponen dalam perhitungan IPM

meliputi: Dimensi Kesehatan: 𝐼𝐾𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐴𝐻𝐻 − 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛 Dimensi Pendidikan: 𝐼𝐻𝐿𝑆 = 𝐻𝐿𝑆 − 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝐼𝑅𝐿𝑆 = 𝑅𝐿𝑆 − 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛

(11)

𝐼𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛= 𝐼𝐻𝐿𝑆− 𝐼𝑅𝐿𝑆 2 Dimensi Pengeluaran:

𝐼𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛= 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛) − 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛) 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑎𝑘𝑠) − 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛)

IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran., dengan rumus:

𝐼𝑃𝑀 = √𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛× 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛× 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 × 100

3

IPM dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Kategori Indeks Pembangunan Manusia

IPM Kriteria

IPM ≥80 Sangat tinggi

70≤ IPM <80 IPM tinggi 60≤ IPM <70 IPM sedang

IPM <60 IPM rendah

Sumber: IPM Badan Pusat Statistik, 2021

4. Hubungan Indeks Pembangunan Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan aspek di bidang manusia merupakan salah satu indikator penting dalam menciptakan pembangunan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Brata (dalam Dewi dan Sutrisna, 2014) menjelaskan bahwa tingkat pembangunan manusia yang tinggi sangat menentukan kemampuan penduduk dalam menyerap serta mengelola sumber-sumber dari

(12)

pertumbuhan ekonomi, baik yang terkait teknologi ataupun kelembagaan sebagai faktor penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

Waluyo (2007: 211) menjelaskan bahwa ahli teori pertumbuhan baru telah menfokuskan pada dua prinsip penting yakni: Pertama, pada kapital manusia seperti pengetahuan, ketrampilan, dan pelatihan-pelatihan individu. Kedua, inovasi teknologi sebagai sumber dari pertumbuhan produktivitas.

5. Belanja Daerah

Pembelian pemerintah atau belanja pemerintah merupakan komponen ketiga dari permintaan terhadap barang dan jasa di dalam masyarakat. Pengeluaran pemerintah adalah pembelian yang dilakukan untuk keperluan negara. Pengeluaran pemerintah memiliki teori dasar dari identitas pendapatan nasional (national income). Deviani (2016), belanja daerah mencerminkan kebijakan pemerintah daerah (Pemda) dan arah pembangunan yang ada di daerah. Dalam ekonomi makro, government expenditure merupakan salah satu variabel pembentuk PDB selain dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang konsumsi dan jasa (C), permintaan yang berasal sektor bisnis untuk jenis barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang maupun jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk ekspor dan impor (X-M). Rumus pendapatan nasional menggunakan pendekatan pengeluaran (expenditure

approach) sebagai berikut:

(13)

Dimana, variabel Y melambangkan pendapatan nasional sekaligus mencerminkan dari penawaran agregat. Sedangkan variabel-variabel di sisi kanan disebut permintaan agregat. Dengan membandingkan nilai G terhadap Y serta mengamati dari waktu ke waktu dapat diketahui seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah dalam pembentukan pendapatan nasional. Perekonomian akan tumbuh ketika adanya pengeluaran pemerintah yang meningkat sebagaimana diterangkan dalam Keynesian cross. Teori pembangunan dan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan Rostow dan Musgrave, menghubungkan tahap-tahap pembangunan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah yang dibedakan menjadi:

a. Tahap awal, pada tahap ini perkembangan ekonomi khusunya di investasi besar, sebab pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya;

b. Tahap menengah, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, akan tetapi peran investasi swasta sudah semakin besar;

c. Tahap lanjut, pembangunan ekonomi serta aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan kesehatan masyarakat.

(14)

6. Hubungan Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja daerah yang dilakukan pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan di sektor publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastuktur membuat masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan yang ada di daerahnya. Deviani (2016), tersedianya infrastuktur yang baik akan mampu menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor sehingga produktivitas dari masyarakat akan semakin tinggi yang pada gilirannya akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Mahmudi (2010: 79), menyatakan bahwa sebagai alat untuk menimplementasikan kebijakan di bidang ekonomi, maka pengelolaan belanja daerah harus berorientasi dalam mewujudkan tiga tujuan kebijakan ekonomi, meliputi pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dicapai dengan cara pengelolaan belanja harus fokus pada efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran pada berbagai program pembangunan. Ratno (2019), pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh serta peranan yang penting dalam menstimulus serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja daerah merupakan salah satu alat yang digunakan pemerintah pusat untuk mengintervensi perekonomian yang dinilai paling efektif.

7. Dana Perimbangan

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 104 Tahun 2000, dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam

(15)

mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.

Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat block grand yang berarti penggunaannya diserahkan kepada sesuai prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan layanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU merupakan dana yang memberikan kontribusi terbesar dalam dana perimbangan.

DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Tujuan DAK lainnya yaitu membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyedia sarana dan prasarana fisik layanan dasar masyarakat yang merupakan tanggungjawab daerah serta menunjang percepatan pembangunan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan bencana banjir dan longsor, daerah tertinggal/terpencil, termasuk kategori daerah pariwisata dan ketahanan pangan.

(16)

DBH merupakan dana yang bersala dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by

origin (daerah penghasil) dan penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan.

Klasifikasi DBH terdiri dari pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan, sumber daya alam yang berasal dari kehutanan dan provisi sumber daya hutan, serta dana reboisasi.

8. Hubungan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dana perimbangan merupakan dana atau biaya yang dikeluarkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan tujuan utama untuk menciptakan pemerataan pembangunan atau mengurangi kesenjangan (gap) antar daerah. Dana perimbangan digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah melalui alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Nordiawan (2007: 48), menyampaikan bahwa dana perimbangan merupakan salah satu komponen pendapatan di daerah yang sangat penting. Banyak pemerintah daerah (Pemda) masih mengandalkan sumber pendapatan ini dikarenakan jumlah PAD masih kurang mencukupi untuk menutup anggaran belanja. Sehingga, diharapkan dengan adanya dana perimbangan akan mempermudah daerah dalam membangun dan menciptakan pemerataan serta nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perimbangan keuangan pusat dan daerah yang ideal apabila setiap tingkat pemerintah dapat independen

(17)

di bidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing.

9. Pertumbuhan Ekonomi

a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah sesuatu yang berbeda karena dalam pembangunan ekonomi tingkat pendapatan per kapita terus meningkat sedangkan pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti oleh kenaikan pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi sendiri juga disebut sebagai terjadinya pertambahan perubahan pendapatan nasional (produksi nasional/PDB/PNB) dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan untuk menjelaskan mengenai faktor yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang serta menjelaskan bagaimana faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan. Ukuran yang digunakan dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah PDB. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan di dalam pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah dapat diukur menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan yang ada di daerah. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Tingkat

(18)

pertumbuhan ekonomi dihitung dengan cara membandingkan PDRB tahun tertentu dengan tahun sebelumnya berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan pertambahan jumlah barang dan jasa yang diproduksi masyarakat yang nantinya diikuti pula oleh kenaikkan kemakmuran masyarakat.

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Teori pertumbuhan Klasik

Teori pertumbuhan klasik merupakan teori yang dipelopori oleh Adam Smith. Menurut Smith terdapat dua faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu: sumber daya alam yang tersedia, sumber-sumber manusia, dan stok barang modal yang ada. Menurut Smith, sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Smith juga memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok modal atau akumulasi modal dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi pada tingkat output tergantung pada apa yang terjadi pada stok modal, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal, tentu saja sampai tahap pertumbuhan dimana sumber daya alam mulai dibatasi.

(19)

2) Teori pertumbuhan Harrod-Domar

Teori Harrod-Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan oleh Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan investasi dalam jangka Panjang. Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih Panjang. Menurut keduanya, pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh (multiplier) terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Harrod-Domar mengatakan bahwa setiap penambahan stok modal masyarakat meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Dalam model Horrod-Domar

output dan modal serta output dan tenaga kerja masing-masing

dihubungkan oleh suatu fungsi produksi, dengan koefisien yang tidak bisa berubah.

3) Teori pertumbuhan Neo-Klasik

Model Solow dan Swan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, kemajuan teknologi, dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dalam model Neo-Klasik dari Solow-Swan dipergunakan suatu fungsi produksi yang lebih umum, yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara modal (K) dan tenaga kerja

(20)

(L). Dengan digunaknnya fungsi produksi tersebut (Q = F (K,L)), ada satu konsekuensi lain yang penting. Konsekuensi ini adalah bahwa seluruh faktor yang tersedia baik modal maupun tenaga kerja akan selalu terpakai atau digunakan secara penuh dalam proses produksi. Ini disebabkan karena dengan fungsi produksi Neo-Klasik tersebut, berapapun modal dan tenaga kerja yang tersedia akan bisa dikombinasikan untuk proses produksi, sehingga tidak ada lagi kemungkinan kelebihan atau kekurangan faktor produksi. Aspek full

employment ini merupakan ciri utama yang membedakan model

Neo-Klasik dengan model Keynesian (Harrod-Domar) maupun model klasik.

4) Teori pertumbuhan Endogen

Teori ini dipelopori oleh Romer (2001) dan Lucas (1988) merupakan awal kebangkitan dari pemahaman baru mengenai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan dunia yang semakin cepat ditandai dengan teknologi yang semakin modern yang dipergunakan dalam proses produksi. Sehingga permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijelaskan secara baik oleh teori Neo-Klasik, seperti penjelasan mengenai decreasing return to capital, persaingan sempurna, dan eksogenitas teknologi dalam model pertumbuhan ekonomi. Teori Pertumbuhan endogen merupakan suatu teori pertumbuhan yang

(21)

menjelaskan bahwa pertumbuhan dalam jangka panjang ditentukan dari dalam model dari pada oleh beberapa variabel pertumbuhan yang dianggap eksogen. Model ini mencoba menjelaskan terjadinya divergensi pola pertumbuhan ekonomi antar negara dalam jangka panjang. Todaro (dalam Isnowati, 2012) model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa faktor pertumbuhan teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

C. Kerangka Pemikiran

Gambaran kerangka pikir dalam penelitian ini di jelaskan dalam bagan, sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Inflasi (INF) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dana Perimbangan (DP) Belanja Daerah (BD) Pertumbuhan Ekonomi (PE)

(22)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan dugaan (hipotesis) atau jawaban sementara dalam penelitian sebagai berikut:

1. Diduga bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatra.

2. Diduga bahwa indeks pembangunan manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatra.

3. Diduga bahwa belanja daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatra.

4. Diduga bahwa dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatra.

Gambar

Tabel 2.1. Kategori Indeks Pembangunan Manusia
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Inflasi (INF) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dana Perimbangan (DP) Belanja Daerah (BD)  Pertumbuhan Ekonomi (PE)

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana struktur dan makna aspek perfektif yang terkandung dalam verba bantu – teshimatta dan verba majemuk – owatta.. Bagaimana persamaan dan perbedaan aspek

Penjelasan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 selanjutnya menjelaskan bahwa, akreditasi puskesmas dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan dan

pemakaian-nya ditentukan oleh struktur kalimat, sehingga pem-bicara atau penulis juga tidak dapat memilih secara asal-asalan...  Pilihan kata pada hakikatnya merupakan salah.

Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksud pada huruf c yang akan dijual wajib diajukan izin sementara oleh pemegang IUP untuk melakukan pengangkutan dan

Penelitian lain tentang faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat dalam pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Stella Maris Makasar dengan

Istilah expert system berasal dari knowledge-based expert system (sistim cerdas berbasis pengetahuan), dimana suatu sistem yang menggunakan pengetahuan manusia (human

Surat Edaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan Nomor KU.02.01/I/09746/2014 tanggal 14 Juli

PENGARUH KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SANGGAR TERHADAP EKSPRESI GAMBAR ANAK USIA DINI DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu