• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kuantitatif Anak Itik Lokal (Anas sp.)... Diar Dwi Febyany, dkk.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nilai Kuantitatif Anak Itik Lokal (Anas sp.)... Diar Dwi Febyany, dkk."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 NILAI KUANTITATIF ANAK ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN POLA

PENGATURAN TEMPERATUR MESIN TETAS

QUANTITATIVE VALUES OF LOCAL DUCKLINGS (Anas sp.) BASED ON PATTERN TEMPERATURE CONTROL OF INCUBATOR

Diar Dwi Febyany*, Dani Garnida**, Andi Mushawwir** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad

e-mail: diardwifebyany@gmail.com Abstrak

Temperatur merupakan faktor pendukung penting dalam proses penetasan, namun terkadang dapat menimbulkan efek negatif. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas dan menghasilkan kualitas anak itik lokal yang baik. Penelitian dilaksanakan pada Tanggal 11 April–10 Mei 2015 di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang dengan menggunakan tiga unit mesin tetas thermo higro digital elektronik kapasitas 70 butir telur. Penelitian menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan tiga perlakuan yaitu T1 (37,5oC (hari 1 - 25) dan 37oC (hari 26 - 28)), T2 (37,5oC (hari 1 - 21), 39,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28)), T3 37,5oC (hari 1 - 21), 40,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28)). Pola pengaturan temperatur mesin tetas terdapat perbedaan terhadap nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) yang terdiri dari panjang tubuh dan berat yolk sac dan perlakuan T3 memiliki nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) terbaik berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas.

Kata kunci: Temperatur, Panjang Tubuh, Berat Yolk Sac, Anak Itik Lokal.

Abstract

Temperature is an important contributing factor in the hatching, but sometimes cause negative effect. The research was held to determine quantitative values of local ducklings (anas sp.) based on pattern control temperature incubator and the result is high quality of local ducklings. The research was held on 11th April to 10th May 2015 in Poultry Production Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University, Sumedang by using three units incubator electronic thermo hygro digital with capacity of 70 grains. The research using Kruskal-Wallis test with three treatments: T1 (37,5oC (days 1 – 25) and 37oC (days 26 – 28)), T2 (37,5oC (days 1 – 21), 39,5oC (days 22 - 24) for 3 hours a day, 37,5oC (day 25) and 37oC (days 26 - 28)), T3 37,5oC (days 1 - 21), 40,5oC (days 22 - 24) for 3 hours a day, 37,5oC (day 25) and 37oC (days 26 - 28)). The pattern temperature control of incubator there is a difference to the quantitative values of local ducklings (Anas sp.) which consists of duck length and yolk sac weight and the treatment T3 has the best quantitative values of local ducklings (Anas sp.) based on pattern temperature control of incubator.

(2)

2 Pendahuluan

Itik lokal adalah salah satu jenis unggas air (water fowls) (Srigandono, 1997). Itik Pajajaran adalah itik asli Indonesia yang berasal dari persilangan itik Cihateup dari Tasikmalaya dan itik Magelang yang dibudidayakan oleh kelompok peternak Family di Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat, memiliki leher bercorak putih seperti kalung, badannya tegak dan sifatnya jinak (Nugraha, 2011). Sifat mengeram sangat rendah, sehingga penetasan telurnya dilakukan secara buatan yang memerlukan temperatur dan kelembaban yang tepat, prinsipnya menyediakan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan embrio.

Temperatur mesin tetas merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan dalam mengendalikan pertumbuhan dan pengembangan embrio yang optimal. Temperatur dan kelembaban dalam mesin tetas harus stabil dan optimal untuk mempertahankan kondisi telur agar embrio tidak menyebabkan kematian selama proses penetasan. Keberhasilan penetasan dapat dilihat saat telur menetas yaitu pada kualitas Day Old Duck (DOD). Temperatur yang terlalu tinggi ataupun rendah pada penetasan dalam mesin tetas dapat mempengaruhi kualitas itik lokal secara kuantitatif, sehingga diperlukan suhu yang optimal untuk menghasilkan anak itik yang berkualitas. Temperatur optimum untuk menetaskan telur itik yaitu 38oC – 39oC (Ningtyas dkk., 2003).

Kelembaban dalam mesin tetas yang harus selalu dipertahankan adalah di atas 60 persen. Pada minggu terakhir menjelang menetas kelembaban perlu ditingkatkan sampai 85 persen untuk memperlancar pemecahan kerabang telur, pada saat ini temperatur diturunkan kira-kira 0,5oC (Srigandono, 1986). Tingkat kelembaban 60 - 80% (meningkat selama masa inkubasi) penting untuk menghentikan hilangnya isi telur berlebih melalui pori kulit telur dan membran (King’ori, 2011).

Kualitas anak ayam merupakan hal yang penting, sehingga ditentukan oleh skor kuantitatif mempertimbangkan berbagai kriteria kualitas numerik atau observasi dalam penetasan (Decuypere dan Bruggeman, 2007). Pengukuran kuantitatif yang digunakan untuk mendefinisikan anak ayam DOC pada kualitas yang baik yaitu panjang anak ayam (Hill, 2001; Wolanski dkk., 2003 dalam Barri, 2008), berat yolk sac dan bobot tetas tanpa kuning telur yang merupakan indikator yang dapat diandalkan dari kualitas anak ayam (Meijerhof (2009) dalam Ipek dkk., 2013). Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas ayam pada masa inkubasi yaitu berdampak pada fisiologi perkembangan embrio (Maltby dkk., 2004 dalam Barri, 2008).

(3)

3 Pengukuran panjang tubuh DOD yang dapat menjadi alat untuk memprediksi potensi pertumbuhan dan perkembangan. Keragaman ukuran tubuh juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, umur, dan lingkungan (Moran (1999) dalam Sudiyono dan Purwatri, 2007).

Panjang tubuh anak ayam yaitu dengan cara mengukur panjang antara ujung paruh sampai jari kaki tengah (Decuypere dan Bruggeman, 2007). Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan bila tersedia temperatur sekitar 95oF - 105oF (35oC – 40,5oC). Antara temperatur tersebut terdapat temperatur optimal dimana dihasilkan perkembangan embrio terbaik (Suprijatna dkk., 2008).

Berat yolk sac dapat dilihat dari penyerapan kuning telur yang lebih banyak dan merupakan indikator itik yang berkualitas baik. Anak ayam setelah menetas biasanya masih terdapat sisa kuning telur sebanyak lima gram, yang tersisa untuk lima hari makan (Abbas, 2009). Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak ayam yang baru menetas (Noble dan Ogunyemi, 1989).

Yolk sac merupakan membran yang membungkus kuning telur selama proses perkembangan embrio berlangsung. Sekitar hari ke-19 inkubasi, yolk sac mulai diserap oleh rongga tubuh embrio. Yolk sac pada ayam akan diserap sempurna dan masuk ke dalam rongga tubuh embrio yang sedang berkembang sehari sebelum telur menetas atau pada hari ke-20 pengeraman (Noble dan Ogunyemi, 1989). Peningkatan temperatur hari ke 15 – 17 dari 37,5oC menjadi 40,7oC selama 3 jam masa inkubasi yang dilakukan pada strain ayam lokal Mesir (Gimmizah dan Mandarah) menyebabkan penurunan berat yolk sac (Elsayed dkk., 2009).

Berdasarkan penelitian tersebut penulis menerapkan perlakuan pada penetasan itik dengan metode temperatur dinaikkan dari 37,5oC menjadi 39,5oC dan 40,5oC hari ke-22 – 24 selama 3 jam per hari. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) dan nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) terbaik berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas untuk menentukan dan menghasilkan DOD yang berkualitas.

Bahan/ Objek dan Metode

Sebanyak 450 butir telur tetas itik lokal umur 1 - 3 hari dari induk yang berumur 9 – 12 bulan dengan kisaran bobot telur 59,5 – 70,8 gram sebagai objek penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan uji Kruskal-Wallis yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu T1 (37,5oC (hari 1 - 25) dan 37oC (hari 26 - 28)), T2 (37,5oC (hari 1 - 21),

(4)

4 39,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28)), T3 (37,5oC (hari 1 - 21), 40,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28)).

Metode penelitian yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan

Pemilihan telur tetas dengan berdasarkan bobot telur, keutuhan telur, kebersihan telur, umur telur dan umur induk, Pembersihan telur itik, Penomoran telur, Fumigasi mesin tetas menggunakan formalin 40% dan KMnO4 dengan perbandingan 2:1, Menjalankan dan memanaskan mesin tetas (Warming Up) sampai suhu mencapai 37,5oC agar temperaturnya stabil 2 jam dan Memasukkan telur itik yang telah di pilih kedalam mesin tetas.

2) Tahap Penelitian

Telur dibagi tiga bagian masing-masing 150 butir setiap perlakuan. Pengamatan dilakukan hanya 70 butir telur yang fertil pada hasil candling hari ke- 7. Telur yang dimasukkan ke dalam mesin tetas mulai diputar pada hari ke-2 sampai hari ke-25. Frekuensi pemutaran secara otomatis 24 kali per hari atau setiap 1 jam sekali. Candling dilakukan pada hari ke-3, 7, 21 dan 25.

Pola pengaturan temperatur penetasan yang dilakukan adalah temperatur T1 37,5oC (hari 1 - 25) dan 37oC (hari 26 - 28), temperatur T2 37,5oC (hari 1 - 21), 39,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28), temperatur T3 37,5oC (hari 1 - 21), 40,5oC (hari 22 - 24) selama 3 jam per hari, 37,5oC (hari 25) dan 37oC (hari 26 - 28).

Temperatur dinaikkan selama 3 jam per hari pada siang hari dan dihitung sejak temperatur mesin tetas stabil. Kelembaban mesin tetas selama penetasan yaitu 55% (hari 1 - 14), 65% (hari 15 - 25) dan 75% (hari 26 - 28). Pendinginan telur dimulai hari ke-15 sampai 28 dengan menurunkan temperatur menjadi 32oC selama 15 menit setelah temperatur stabil kemudian dinaikkan kembali ke temperatur awal. Pendinginan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.

Panjang tubuh DOD diukur saat pulling (pengeluaran DOD dari mesin tetas setelah bulu kering 95%). Mengukur panjang tubuh yaitu antara ujung paruh sampai jari kaki tengah (Decuypere dan Bruggeman, 2007). Pengukurannya dilakukan dengan cara dibaringkan, ditarik lurus panjang antara ujung paruh sampai jari kaki bagian tengah. Sampel yang digunakan, yaitu pada banyaknya anak itik yang menetas. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengukuran menggunakan pita pengukur, dicatat data

(5)

5 pengukuran dalam sentimeter (cm) dan mencari nilai rata-rata panjang tubuh dari setiap perlakuan.

Pada berat yolk sac dengan cara menyembelih dan membedah anak itik lokal yang baru menetas, kemudian menimbang berat yolk sac menggunakan timbangan digital dan mencatat data penimbangan (gram) serta mencari nilai rata-rata berat yolk sac dari setiap perlakuan. Sampel yang digunakan yaitu pada banyaknya anak itik yang menetas.

Hasil dan Pembahasan

Panjang Tubuh Anak Itik Lokal (Anas sp.)

Peningkatan kondisi temperatur mesin tetas penting pada seleksi sifat yang berbeda pada itik. Lingkungan embrio dapat meningkatkan atau mempengaruhi tahapan yang berbeda dari perkembangan dan kinerja pertumbuhan pasca menetas sehingga dapat mempengaruhi kualitas anak itik yang menetas. Kualitas anak itik dapat dilihat dari pengukuran kuantitatif yaitu pada panjang tubuh untuk menentukan anak itik yang berkualitas dan memiliki pengaruh besar pada pertumbuhan.

Rataan panjang tubuh pada nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas hasil perhitungan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang Tubuh Anak Itik Lokal (Anas sp.) Berdasarkan Pola Pengaturan Temperatur Mesin Tetas

Mesin Rata-rata Panjang Tubuh Signifikansi

...cm...

T1 20,500 a

T2 19,895 b

T3 20,607 c

Keterangan :

Rata-rata panjang tubuh yang diikuti abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 1., kisaran rataan panjang tubuh anak itik lokal pada penelitian ini, yaitu antara 19,895 - 20,607 cm. Rataan panjang tubuh anak itik lokal dari yang tertinggi sampai dengan terendah berturut-turut adalah T3 sebesar 20,607 cm, T1 sebesar 20,500 cm, dan T2 sebesar 19,895 cm.

Berdasarkan hasil analisis statistik, terdapat perbedaan nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas (P<0,05). Hal tersebut diartikan bahwa dengan pemberian perlakuan mendapatkan hasil yang berbeda pada panjang tubuh DOD untuk menentukan kualitas anak itik secara kuantitatif. Jika diterapkan pada anak itik, hal ini sesuai dengan pernyataan Hill (2001); Wolanski dkk (2003) dalam Barri (2008)

(6)

6 bahwa pengukuran kuantitatif yang digunakan untuk mendefinisikan anak ayam pada kualitas yang baik yaitu panjang tubuhnya.

Faktor yang dapat disebabkan juga karena faktor genetik dan lingkungan. Selain itu, dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain. Pertumbuhan embrio yang kurang baik dapat disebabkan karena kurangnya mengubah posisi telur pada tahap akhir penetasan dari perkembangan embrio mengakibatkan terjadinya gangguan konsumsi O2 melalui pertukaran gas chorioallantoic.

Telur ayam akan menetas pada penetasan buatan bila tersedia temperatur sekitar 95oF - 105oF (35oC – 40,5oC). Antara temperatur tersebut terdapat temperatur optimal dimana dihasilkan perkembangan embrio terbaik (Suprijatna dkk., 2008). Berdasarkan Tabel 1., dapat dilihat jika diterapkan pada penetasan telur itik menunjukkan bahwa temperatur yang dinaikkan 40,5oC (T3) pada hari ke 22 – 24 dapat menghasilkan perkembangan embrio dan pertumbuhan anak itik terbaik yaitu dengan ukuran tubuh yang paling panjang.

Kelembaban optimum untuk menetaskan telur itik yaitu 70% - 85% (Ningtyas dkk., 2013). Pada penelitian, anak itik yang dihasilkan dengan ukuran tubuh yang kecil saat menetas dan lemah disebabkan karena mengalami dehidrasi. Hal ini karena kelembaban yang terlalu rendah sehingga terjadi penyusutan isi telur terlalu tinggi.

Selain itu pada Tabel 1 dan 2., tampak ada kecenderungan bahwa semakin panjang tubuhnya, maka semakin kecil berat yolk sac nya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hill (2001) bahwa terdapat hubungan antara panjang tubuh dan tingkat penyerapan kuning telur serta kondisi inkubasi. Peningkatan panjang tubuh merupakan salah satu faktor penting dasar dalam kualitas anak itik.

Perkembangan tulang sangat dipengaruhi kehadiran mineral kalium (K) dan Calsium (Ca) (Van Der Pol dkk., 2014). Hasil penelitian Van der Pol dkk (2014) menunjukkan ukuran tulang baik berat maupun panjangnya signifikan lebih tinggi pada telur yang ditetaskan dengan ekspose panas yang lebih tinggi. Tampak bahwa tulang-tulang ekstrimitas interior dan eksterior serta tulang columna lebih panjang.

Terkait dengan hasil penelitian ini maka panjang tubuh yang lebih tinggi dapat disebabkan oleh perkembangan tulang yang tinggi dengan temperatur yang lebih panas. Kűrtűl dkk (2009) melaporkan bahwa perkembangan tulang yang lebih tinggi pada masa inkubasi dengan peningkatan panas inkubasi yang masih dapat ditelorir disebabkan karena absorpsi kalsium dan phospor yang lebih banyak, sebagai dampak penurunan pH sehingga meningkatkan serapan mineral. Penuruan pH darah yang berdampak terhadap peningkatan

(7)

7 absorpsi mineral, dapat disebabkan oleh peningkatan asam laktat dalam kondisi embrio dalam kondisi ekspose panas (Maatjens dkk., 2014).

Berat Yolk Sac Anak Itik Lokal (Anas sp.)

Berat yolk sac merupakan indikator yang dapat diandalkan dari kualitas anak itik. Yolk sac (kantong kuning telur) merupakan membran yang membungkus kuning telur. Membran ini mensekresikan suatu enzim yang mengubah kandungan kuning telur ke dalam suatu bentuk yang dapat dilarutkan sehingga bahan makanan dapat diserap oleh embrio yang sedang berkembang. Yolk sac dan sisa isinya akan diserap dan masuk ke dalam rongga tubuh segera sebelum telur menetas. Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak itik yang baru menetas.

Rataan berat yolk sac pada nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas hasil perhitungan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Berat Yolk Sac Anak Itik Lokal (Anas sp.) Berdasarkan Pola Pengaturan Temperatur Mesin Tetas

Mesin Rata-rata Berat Yolk Sac Signifikansi

...gram...

T1 5,440 a

T2 6,774 b

T3 5,914 c

Keterangan :

Rata-rata berat yolk sac yang diikuti abjad yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 2., kisaran rataan berat yolk sac anak itik pada penelitian ini, yaitu antara 5,440 – 6,774 gram. Rataan berat yolk sac anak itik dari yang tertinggi sampai dengan terendah berturut-turut adalah T2 sebesar 6,774 gram, T3 sebesar 5,914 gram, dan T1 sebesar 5,440 gram.

Berdasarkan hasil analisis statistik, terdapat perbedaan nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas (P<0,05). Hal tersebut diartikan bahwa dengan adanya pemberian perlakuan mendapatkan hasil yang berbeda pada berat yolk sac DOD untuk menentukan kualitas anak itik secara kuantitatif. Penentuan kualitas DOD secara kuantitatif dapat dilihat dari berat yolk sac yang dihasilkan setelah menetas.

Menurut pernyataan Powell dkk (2004) bahwa pada penetasan anak ayam yang telah diinkubasi pada temperatur di atas atau di bawah 37°C sampai 38°C menghasilkan sisa kuning telur yang besar, sedangkan anak ayam diinkubasi pada kondisi yang lebih optimal 37°C memiliki sisa kuning telur yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

(8)

8 diterapkan pada penetasan telur itik memperoleh hasil yang sama dengan penetasan pada telur ayam, bahwa perlakuan T1 anak itik yang menetas menghasilkan berat yolk sac yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena penyerapan, sekresi lemak dan protein oleh Yolk Sac Membrane tampaknya terganggu pada temperatur yang tinggi atau penurunan kadar oksigen selama inkubasi, yang mengarah pada kematian embrio tinggi.

Hasil penelitian pada perlakuan T2 diperoleh rataan 6,774 gram, hal ini diperoleh rataan berat yolk sac yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Faktor yang dapat menyebabkan gangguan absorbsi kuning telur diantaranya, yaitu stress, penetasan yang kurang higienis, rendahnya kelembaban dalam mesin tetas yang berakibat membran kerabang telur akan menjadi kering dan proporsi kerabang telur yang kering akan menarik pusar sehingga menyebabkan iritasi pada tali pusar sehingga pusar tidak dapat menutup secara sempurna.

Penurunan berat yolk sac atau penyerapan yolk terbaik pada T1. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Elsayed dkk (2009) bahwa penurunan berat yolk sac akan terjadi pada temperatur yang dinaikkan (T2 dan T3). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan T2 dan T3 kurangnya terjadi rangsangan penyerapan lemak dari yolk sac dan mengaktifkan metabolisme lemak (lipolisis) untuk menghasilkan energi. Anak itik yang menetas dengan berat yolk sac yang dihasilkan lebih kecil memiliki kualitas yang baik. Karena berat yolk sac merupakan indikator yang dapat diandalkan dari kualitas anak itik, semakin banyak yolk sac yang diserap maka semakin besar energi dan nutrisi dari sumber kuning telur yang digunakan terutama selama proses penetasan.

Konsekuensi dengan meningkatnya temperatur inkubasi menyebabkan peningkatan panas embrio. Pengaturan temperatur embrio berdampak terhadap penyesuaian peningkatan laju metabolisme ini. Kenyataan ini tentu berdampak terhadap meningkatnya kebutuhan energi, sehingga meningkatkan oksidasi karbohidrat, selanjutnya lipid dan protein guna memenuhi kebutuhan ATP dalam rangka pengaturan panas. Hal ini menyebabkan lipid dan protein yolk lebih banyak digunakan sebagai sumber energi (Molenaar dkk. 2011). Inilah sebabnya peningkatan atau dengan penambahan temperatur dengan pola T3 dapat menyebabkan berat yolk sac secara signifikan menjadi menurun dibandingkan dengan pola T2.

Peningkatan aktivitas pengaturan panas oleh embrio tampaknya membutuhkan energi yang berlebih. Energi ini diperoleh dari oksidasi lipid dan protein yolk. Hassanzadeh dkk. (2002) menunjukkan peningkatan denyut jantung yang diinduksi oleh β-energenik reseptor

(9)

9 sebagai respon panas yang berlebihan dalam masa inkubasi. Kebutuhan energi untuk proses ini menyebabkan cadangan nutrien yolk dioksidasi untuk menghasilkan ATP.

Simpulan

Pola pengaturan temperatur mesin tetas terdapat perbedaan terhadap nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) yang terdiri dari panjang tubuh dan berat yolk sac dan perlakuan T3 memiliki nilai kuantitatif anak itik lokal (Anas sp.) terbaik berdasarkan pola pengaturan temperatur mesin tetas.

Daftar Pustaka

Abbas, M. Hafil. 2009. Fisiologi Pertumbuhan Ternak. Andalas University Press. Padang. Barri, Adriana. 2008. Effects Of Incubation Temperature and Transportation Stress On Yolk

Utilization, Small Intestine Development, And Post-Hatch Performance Of High-Yield Broiler Chicks. The Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University. Decuypere, E., and V. Bruggeman. 2007. The endocrine interface of environmental and egg

factors affecting chick quality. Poultry Science 86: 1037-1042.

Elsayed, Nadia A.M., Alaa E. Elkomy., Amina S. El-Saadany and Effet Y. Hassan. 2009. New Suggested Schemes for Incubation Temperature and Their Effect on Embryonic Development and Hatching Power. Poultry Science., 3 (1): 19-29.

Hassanzadeh, M., N. Buys, and E. Decuypere. 2002. Further Evidence for The Involvement of Cardiac Beta-Adrenergic Receptors in Right Ventricular Hypertrophy and Ascites in Broiler Chickens. Avian Pathol. 31:177-181.

Hill D. 2001. Chick Quality Uniformity Profiles As a Field Measurement of Chick Quality. Avian and Poultry Biology Reviews, 12, 4: 169-202.

Ipek, Aydin and Arda Sozcu. 2013. Broiler Chick Quality And Scoring Methods. Journal of Agricultural Faculty of Uludag University.

King’ori, A.M. 2011. Review of the Factors That Influence Egg Fertility and Hatchabilty in Poultry. International Journal of Poultry Science 10 (6): 483-492.

Kűrtűl: I., S. H. Atalgin, K. Aslan, dan E. U. Bozkurt. 2009. Ossification and Grow of The Bones of The Wings and Legs in Prehatching Period of The Hubbert Strain Broiler. Kafkas, University Vet. Fak. Derg. 15:869-874.

(10)

10 Maatjens, C. M., I. A. M. Reijrink, I. van den Anker, R. Molenaar, C.W. van der Pol, B. Kemp, dan H. van den Brand. 2014. Temperature and CO2 During the Hatching Phase. II. Effects on Chicken Embryo Physiology. Poultry Science 93 :655-663.

Molenaar, R., R. Hulet, R. Meijerhof, C. M. Maatjens, B. Kemp, and H. van den Brand. 2011. High eggshell temperatures during incubation decrease growth performance and increase the incidence of ascites in broiler chickens. Poultry Science 90:624-632. http://dx.doi.org/10.3382/ps.2010-00970.

Ningtyas, M. S., Ismoyowati, Ibnu H. S. 2013. Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas Dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):347-352 Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Noble, R. C. and D. Ogunyemi. 1989. Lipid changes in the residual yolk and liver of the chick immediately after hatching. Biol. Neonate 56:228–236.

Nugraha, Z.T. 2011. Karakteristik Morfologi Itik Pajajaran Kasus Kelompok Peternak Family di Desa Pangauban Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Powell, K. A., E. A. Deans, and B. K. Speake. 2004. Fatty acid esterification in the yolk sac membrane of the avian embryo. J. Comp. Physiol B. 174: 163-168.

Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudiyono dan T. H. Purwatri. 2007. Pengaruh Penambahan Enzim Dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Dan Bagian-Bagian Karkas Itik Lokal Jantan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suprijatna, Edjeng., Umiyati Atmomarsono., Ruhyat Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Van der Pol, C.W., I.A.M. van Rubation on Brooovert-Reijrink, C.M. Maatjens. A. Van der Anker. B. Kemp., dan H. den Brand. 2014. Effect of Eggshell Temperature Throughout Incubator on Broiler Hatching Leg Bone Development. Poultry Science. 93:2878-2883.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari beragam informasi yang ditawarkan oleh media massa, responden hampir seluruhnya memberikan tanggapan yang menyetujui bahwa informasi mengenai susu kental manis perlu

Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya variabel rasio profitabilitas yang berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi perusahaan non-lembaga Keuangan, sedangkan

hanya merupakan sebagian dari aspek-aspek penting dari apa yang terkandung di dalam konsep daya saing saing, tetapi itu bukan komponen lengkap yang dibutuhkan

Namun, dalam kritik Rorty, fokus proyek epistemologi Barat kepada fungsi fondasi dan representasi realitas yang diemban oleh pengetahuan manusia, sebenarnya hanya

Bidang ini harus disusun secara mengalir, sehingga dalam operasionalnya dapat disesuaikan dengan kondisi atau faktor yang berpengaru, untuk mencapai tujuan

sama seperti kepentinganya sendiri. Keefektifan dalam perencanaan pembagian keuntungan terletak pada kerja sama antara buruh dan majikan serta peningkatan mutu

bersangkutan. 2) Tidak terdapat perbedaan rata-rata abnormal return dan trading volume activity sebelum dan sesudah pengumuman penurunan harga BBM. Hal ini