• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 10, 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2005

TENTANG PAJAK REKLAME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

Menimbang : a. bahwa sumber daya berupa reklame merupakan salah satu potensi Pendapatan Daerah di dalam menunjang penyelenggaraan Pembangunan guna mendukung Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab;

b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Pajak Reklame yang telah diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Alor Nomor 5 Tahun 1998 dalam perubahannya dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649);

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Sengketa Penyelesaian Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) yang telah diubah dengan Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

(2)

(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Nomor 118 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);

12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundangan-undangan, Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden; 13. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ALOR dan

BUPATI ALOR MEMUTUSKAN :

(3)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Alor;

2. Peraturan Daerah selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan Daerah Kabupaten Alor; 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah; 5. Bupati adalah Bupati Alor;

6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Alor; 7. Kas Daerah adalah Kas Kabupaten Alor;

8. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

9. Pajak Reklame yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pungutan Daerah atas penyelenggaraan Reklame;

10. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk, susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau mengujikan sesuatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum untuk suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dilihat atau dibaca dan atau didengar disuatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah;

11. Panggung atau lokasi adalah suatu sarana atau tempat pemasangan satu atau beberapa buah reklame;

12. Penyelenggara reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya;

13. Kawasan/zone adalah batasan wilayah tertentu sesuai dengan pemanfaatan wilayah tersebut yang dapat digunakan untuk pemasangan reklame;

14. Nilai jual objek Pajak reklame adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran biaya yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame termasuk dalam hal ini adalah biaya/harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, perakitan, pemancar peragaan, penayangan, pemasangan hingga reklame siap pasang ditempat yang diijinkan;

15. Nilai strategis reklame adalah ukuran nilai yang telah ditetapkan pada titik pemasangan lokasi tersebut berdasarkan kriteria tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan dibidang usaha;

16. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) adalah Surat untuk malakukan Tagihan Pajak dan atau sanksi administrasi atau denda;

17. SPPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah) adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran Pajak yang terhutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah;

18. SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang;

19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terhutang,

(4)

jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;

20. SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan) adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan;

21. SKPDN (Surat Keterangan Pajak Daerah Nihil) adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atas pajak tak terhutang dan tidak ada kredit pajak.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2

Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas kegiatan pemasangan Reklame. Pasal 3

(1) Obyek pajak adalah setiap kegiatan penyelenggaraan reklame.

(2) Obyek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi : a. Reklame Papan/Billboard Megatron;

b. Reklame Kain; c. Reklame Melekat; d. Reklame Selebaran;

e. Reklame Berjalan termasuk pada kendaraan bermotor atau tidak bermotor; f. Reklame Udara melalui Radio Daerah/Swasta;

g. Reklame Peragaan;

h. Reklame Melalui Warta Harian (Majalah, Koran, Brosur, dll). Pasal 4

(1) Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Reklame. (2) Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan daerah ini

diwajibkan untuk melakukan pembayaran Pajak Reklame yang terhutang, kecuali : a. Penyelenggaraan Reklame oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Penyelenggaraan Reklame oleh Badan-badan sosial;

c. Penyelenggaraan Reklame melalui Televisi. BAB III

DASAR PENGENAAN TARIF, CARA PERHITUNGAN PAJAK DAN WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 5

(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil dan atau nilai sewa atas kegiatan penyelenggara reklame.

(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dihitung berdasarkan pemasangan reklame, lama pemasangan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.

(3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, maka nilai sewa reklame ditentukan berdasarkan jumlah untuk suatu masa pajak, masa penyelenggaraan reklame, pemeliharaan reklame, lama pemasangan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.

(4) Setiap tahun Bupati menetapkan nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) pasal ini, pada masing–masing reklame.

(5)

Pasal 6

Tarif pajak reklame ditetapkan 15% (lima belas prosen) dari nilai jual reklame. Pasal 7

Besarnya pajak yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

Pasal 8

Pajak yang terhutang dipungut di Wilayah Kabupaten Alor. BAB IV

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK

Pasal 9

Masa pajak adalah suatu jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan penyelenggaraan atau dengan ketentuan lain sesuai Keputusan Bupati.

Pasal 10

Pajak terhutang dalam masa pajak terjadi, pada saat kegiatan penyelenggaraan reklame dilakukan.

Pasal 11 (1) Setiap wajib pajak diharuskan mengisi SPPD;

(2) Wajib pajak atau kuasanya harus mengisi SPPD sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan jelas, benar dan lengkap, serta ditandatangani;

(3) Wajib pajak atau kuasanya harus menyampaikan SPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak;

(4) Bupati menetapkan tentang bentuk, isi dan tata cara pengisian SPPD. BAB V

PENETAPAN PAJAK Pasal 12

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak dengan menerbitkan SKPD

berdasarkan SPPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Wajib pajak yang kurang atau tidak membayar setelah lewat waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan denda 2% (dua prosen) sebulan dari nilai nominal SKPD.

Pasal 13

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN;

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang, tidak atau kurang dibayar dikenakan denda sebesar 2% (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang

(6)

kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

(3) Apabila SPPD tidak disampaikan dalam waktu yang tidak ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan denda sebesar 2% (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

(4) Apabila kewajiban mengisi SPPD tidak dipenuhi, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima prosen) dari pokok pajak, ditambah denda sebesar 2% (dua prosen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terhutangnya pajak;

(5) SKPDKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap, yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, akan dikenakan denda berupa kenaikan sebesar 100% (seratus prosen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut;

(6) SKPDN diterbitkan apabila jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terhutang tidak ada terbit pajak;

(7) Apabila kewajiban membayar pajak terhutang dalam SKPDKBT kurang atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua prosen) sebulan;

(8) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pasal ini tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemerikasaan.

BAB VI

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK Pasal 14

(1) Wajib pajak atau kuasanya membayar pajak di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati, sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan dalam SPPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD;

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka petugas pemungut atau Bendahara Penerima wajib menyetor ke kas daerah melalui Dinas Pendapatan selambat-lambatnya 1 (satu) kali 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati;

(3) Petugas pemungut Bendahara Penerima yang melalaikan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini dikenakan denda 2% (dua prosen) dari jumlah Pajak yang harus disetor, untuk setiap 1 (satu) minggu keterlambatan;

(4) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) pasal ini dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 15 (1) Pembayaran Pajak dilakukan secara tunai;

(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terhutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan;

(7)

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar;

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang telah ditentukan, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua prosen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar;

(5) Bupati menetapkan persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran, serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini;

Pasal 16

(1) Instansi pemungut memperoleh insentif sebesar 5% (lima prosen) dari hasil penyetoran ke kas daerah;

(2) Tata cara pembayaran insentif sebagaimna dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku;

(3) Bupati dapat memberikan insentif kepada wajib pajak yang melakukan kewajiban membayar pajak tepat waktu secara berturut-turut selama masa pajak.

Pasal 17

(1) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan;

(2) Bupati menetapkan bentuk, isi, kertas, ukuran, bahan dan tanda bukti pembayaran. BAB VII

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 18

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dapat mengeluarkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak.

(2) Wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat teguran, surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis.

Pasal 19

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menagih dengan surat paksa, apabila wajib pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan surat paksa sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya yang sejenis dikeluarkan.

Pasal 20

Pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan surat pemberitahuan penyitaan kepada pengadilan, apabila wajib pajak tidak melunasi pajak terhutang dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa.

(8)

Pasal 21

Setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan, pejabat yang ditunjuk segera mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara setempat, jika wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya meskipun penyitaan sudah dilakukan.

Pasal 22

Juru sita segera memberitahukan secara tertulis tentang pelaksanaan lelang kepada wajib pajak, setelah Kantor Lelang Negara setempat menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang.

Pasal 23

Bupati menetapkan bentuk, jenis dan isi formolir yang dipergunakan untuk melaksanakan penagihan pajak daerah.

BAB VIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 24

(1) Bupati berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak;

(2) Bupati menetapkan Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini.

BAB IX

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN

Pasal 25 (1) Bupati karena jabatannya dapat :

a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peratuaran perundang-undangan perpajakan daerah yang berlaku;

b. Membatalkan atau mengurangi ketetapan pajak yang tidak benar;

c. Mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak terhutang, dalam hal sanksi tersebut dikarenakan kehilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;

(2) Wajib pajak atau kuasanya, secara tertulis, mengajukan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKPD, SKPDKB, SKPDKBT. atau STPD disertai dengan alasan-alasan yang jelas;

(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, diterima sudah harus memberikan keputusan;

(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan Keputusan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan, atau pengurangan sanksi administrasi, dianggap dikabulkan.

(9)

BAB X

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 26

(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk, atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN;

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;

(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini diterima, sudah harus memberikan keputusan;

(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan;

(5) Pengajuan keberatan dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 27

(1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterima keputusan keberatan;

(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tidak menunda kewajiban membayar pajak;

Pasal 28

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua prosen) untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XI

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 29

(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :

a. Nama dan alamat wajib pajak; b. Masa pajak;

c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak; d. Alasan yang jelas;

(10)

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk wajib memberikan keputusan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, dilampaui Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan;

(4) Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu pajak terhutang pada tahun berikutnya;

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar kelebihan pajak (SPMKP);

(6) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan imbalan bunga 2 % (dua prosen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak terhitung sejak lewat waktu 2 (dua) bulan dari diterbitkannya SKPDLB.

BAB XII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 30

(1) Pejabat Pengawas Dinas Pendapatan Daerah karena fungsi dan tugasnya mengadakan pembinaan dan pengawasan.

(2) Ruang lingkup pengawasan dan tata kerja pembinaan dan pengawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIII KADALUWARSA

Pasal 31

(1) Pemerintah Daerah kehilangan haknya untuk melakukan penagihan pajak kadaluwarsa, setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terhutangnya pajak kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah.

(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terganggu apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Tagihan Paksa atau;

b. Ada pengakuan Hutang Pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;

(3) Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.

BAB XIV

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 32

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan pidana di bidang

(11)

pajak daerah sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan atau meneliti laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pajak daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dengan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan Hukum tentang Kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pajak daerah;

c. Meminta keterangan dan bekas bukti dari orang pribadi atau Badan Hukum sehubungan dengan tindak pidana Pajak Daerah;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pajak Daerah;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, penataan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan tindak Pidana di bidang pajak daerah;

g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas seseorang dan atau dokumen yang di bawah sebagaimana dimaksud pada huruf e ayat (2) pasal ini;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pajak daerah;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. Menangguhkan Penyidikan;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang pajak daerah yang menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan;

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

BAB XV

KETENTUAN PIDANA Pasal 33

(1) Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terhutang;

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang

terhutang. (3) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak mendaftarkan obyek pajak yang dimilikinya

sehingga merugikan keuangan daerah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 6 kali jumlah pajak yang terhutang.

(12)

Pasal 34

Tindak pidana Perpajakan Daerah tidak ditentukan setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35

Wajib Pajak yang belum membayar pajak yang sampai pada Peraturan Daerah ini ditetapkan belum melunasi pajak terutang, pembayarannya dilakukan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 36

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannnya akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 37

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tnggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Alor.

Ditetapkan di Kalabahi

pada tanggal 19 April 2005

Diundangkan di Kalabahi

pada tanggal 25 April 2005

(13)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2005

TENTANG PAJAK REKLAME I. UMUM

Bahwa dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat seiring dengan amanat Otonomi Daerah maka diperlukan penyediaan pembiayaan yang memadai dari sumber Pendapatan Daerah.

Bahwa Pajak Reklame merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang diatur dengan Undang–Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Bahwa dengan berlakunya undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dimaksud maka Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sehingga segera ditinjau kembali.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

huruf a : Cukup jelas huruf b : Cukup jelas huruf c : Cukup jelas huruf d : Cukup jelas huruf e : Cukup jelas huruf f : Cukup jelas

Huruf g : Pejabat adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah yang berdasarkan kewenangan Bupati ditunjuk untuk melaksanakan Pemungutan dan penagihan pajak.

Huruf h : Cukup jelas Huruf i : Cukup jelas Huruf j : Cukup jelas Huruf k : Cukup jelas Huruf l : Cukup jelas Huruf m : Cukup jelas Huruf n : Cukup jelas Huruf o : Cukup jelas Huruf p : Cukup jelas Huruf q : Cukup jelas Huruf r : Cukup jelas Huruf s : Cukup jelas Huruf t : Cukup jelas Pasal 2 : Cukup jelas Pasal 3 : Cukup jelas Pasal 4 : Cukup jelas Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : Cukup jelas Pasal 7 : Cukup jelas Pasal 8 : Cukup jelas

(14)

Pasal 9 : Cukup jelas Pasal 10 : Cukup jelas Pasal 11 : Cukup jelas Pasal 12 : Cukup jelas Pasal 13 : Cukup jelas Pasal 14 : Cukup jelas Pasal 15 : Cukup jelas Pasal 16 : Cukup jelas Pasal 17 : Cukup jelas Pasal 18 : Cukup jelas Pasal 19 : Cukup jelas Pasal 20 : Cukup jelas Pasal 21 : Cukup jelas Pasal 22 : Cukup jelas Pasal 23 : Cukup jelas Pasal 24 : Cukup jelas Pasal 25 : Cukup jelas Pasal 26 : Cukup jelas Pasal 27 : Cukup jelas Pasal 28 : Cukup jelas Pasal 29 : Cukup jelas Pasal 30 : Cukup jelas Pasal 31 : Cukup jelas Pasal 32 : Cukup jelas Pasal 33 : Cukup jelas Pasal 34 : Cukup jelas Pasal 35 : Cukup jelas Pasal 36 : Cukup jelas Pasal 37 : Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka yang dimaksud dengan homoseksual mengacu pada orang-orang yang memiliki dorongan impuls, preferensi, perilaku seksual dan ketertarikan secara fisik, emosi

Selain itu, dari penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan non finansial yang ingin dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi,

Saudara-saudara yang kekasih di dalam Tuhan Yesus Kristus, Perjamuan Kudus yang segera akan kita rayakan ini kita laksanakan berdasarkan perintah dari Tuhan Yesus sendiri, seperti

Contoh yang akan diberikan dalam tutorial ini adalah cara menginstal Ruby on rails pada Windows 2000. Download Ruby Installer

Maka dari itu, dibutuhkan sebuah cara penyimpanan yang tepat setelah susu tersebut dipasteurisasi agar pengolahan yang sudah dilakukan tidak menjadi sia-sia karena suhu dan

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI NILAI CALL OPTION DARI 3 (TIGA) SAHAM

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang berasal dari metabolit primer yang melalui jalur biosintesis tertentu berupa jalur metabolisme yang disesuaikan

Adapun menurut pendapat lain dalam pelaksanaannya, kepala madrasah sebagai supervisor harus memperhatikan prinsip-prinsip antara lain : (1) hubungan konsultatif,