• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

 

BAB I PENDAHULUAN  

A. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat dunia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan lama yang muncul kembali (re-emerging). Hal ini tentu saja berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs) dengan target menghentikan penyebaran dan mengurangi insiden (Kepmenkes RI, 2010)

Berdasarkan The World Malaria Report (2011) melaporkan bahwa sampai tahun 2010 tercatat 216 juta kasus malaria diantara 3,3 miliar penduduk dunia yang berisiko terkena penyakit malaria. Pada tahun 2010 tercatat 655.000 orang meninggal akibat malaria diseluruh dunia dan 86 % diantaranya adalah anak-anak kurang dari 5 tahun. Sebanyak 91 % kematian akibat malaria terjadi di Afrika (WHO, 2011)

Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar menunjukkan pada tahun 2011 terdapat 374 Kabupaten endemis malaria dan diperkirakan ada 256.592 kasus malaria dengan jumlah kematian akibat malaria sebesar 388 orang (Kepmenkes RI, 2010). Oleh karena itu penyakit malaria menjadi target pemerintah untuk dieliminasi secara bertahap sampai tahun 2030. Sesuai dengan Keputusan Menkes No. 293/ Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia.

Kementerian Kesehatan menargetkan tahun 2015 telah berhasil mengeliminasi penyakit malaria di Pulau Jawa-Bali dan meningkatkan langkah sosialisasi kepada masyarakat untuk mencapai target tersebut. Jumlah kasus malaria di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 3.467 kasus dengan CFR 0,12%, meningkat dibandingkan kasus tahun 2010 sebanyak 3.300 kasus.

(2)

 

2   

Berdasarkan indikator annual parasite incidence (API) pada tahun 2011 sebesar 0,11‰ sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 yaitu 0,10‰ (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011). Indikator API di Propinsi Jawa Tengah sejak tahun 2008 dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1 Grafik Angka Kesakitan Berdasarkan Indikator API di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011

Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2011

Saat ini di Propinsi Jawa Tengah khususnya, masih ditemukan desa high case incidence (HCI) sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen, Purbalingga, Banyumas dan Jepara (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011).

Kurang lebih 45 % wilayah Kabupaten Banyumas merupakan daratan yang tersebar di bagian Tengah dan Selatan. Sebagian wilayahnya adalah pegunungan dan hutan tropis yang terletak di sisi selatan Gunung Slamet (Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2012).

Kabupaten Banyumas adalah salah satu kabupaten endemis malaria di Provinsi Jawa Tengah dan diharapkan pada tahun 2015 bisa memasuki tahap eliminasi sesuai kriteria WHO. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten

0.05 0.05 0.1 0.11 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 2008 2009 2010 2011

(3)

  B f S J s P o k B p b t 2 b Banyumas k fluktuasi dar Gamba Sumber : Lap Pen Jumlah mala 1.278 malar sebanyak 2 Puskesmas T orang, salah kedua terda Banjarpanep Apa penurunan, n baru dengan tahun 2010 2012 mening bahwa telah 0 100 200 300 400 500 600 700 20 2 kasus malar ri tahun 2004 ar 2 Distribu Tahun poran Tahuna ningkatan ka aria tertinggi ria klinis di 214 kasus. Tambak I k h seorang di apat di wila pen sebanyak abila diban namun apab n penularan dari semua gkat lagi me terjadi penu 004 2005 232 238 ria selalu ad 4 sampai den usi Kasus M n 2004 - 201 an Pengendal asus malari i pada tahun itemukan 42 Kasus ma khususnya D iantaranya a ayah Puskes k 117 orang ndingkan k bila dilihat da setempat m kasus malar enjadi 85%. ularan setemp 2006 20 232 KASUS MA da setiap tah ngan tahun 2 Malaria Posi 12 lian Penyakit ia positif te n 2010 sebesa 23 penderita alaria positi Desa Watuag adalah ibu h smas Sumpi penderita, ti kasus dari ari jumlah p menunjukkan ria, tahun 2 Peningkatan mpat. 007 2008 169 122 ALARIA … hunnya. Jum 2012. itif di Kabu Dinkes Kab. erjadi dari t ar 623 kasus a malaria po f tertinggi gung dengan hamil. Jumla iuh II yaitu iga orang dia

tahun ke penderita ind fluktuasi ya 011 menjad n kasus indig 2009 2 289 mlah kasus m upaten Bany Banyumas tahun 2007 s. Pada tahun ositif dan t terdapat d n jumlah pen ah penderita u Desa Bog antaranya ib tahun me digenous atau aitu sebesar di 81% dan p genous ini di 010 2011 623 423  mengalami yumas s.d 2010. n 2011 dari ahun 2012 di wilayah nderita 146 a terbanyak gangin dan u hamil. enunjukkan u penderita 84% pada pada tahun iasumsikan 2012 214 

(4)

 

4   

Banyumas pernah dinyatakan daerah yang sudah bebas malaria. Tetapi pada tahun 2001 untuk pertama kalinya terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) sebanyak 150 kasus. Pada tahun 2002 kembali terjadi lonjakan kasus, tercatat 5.409 penderita malaria klinis, 1.127 orang diantaranya positif malaria dan terdapat delapan kematian akibat malaria. Bahkan dari tahun 2008 sampai dengan 2011 KLB malaria masih terjadi di Kabupaten Banyumas. Pada tahun 2010 tercatat 623 kasus positif malaria dan 5 diantaranya meninggal dunia (CFR 0,8%) dan pada februari tahun 2012 terjadi KLB malaria di wilayah kerja puskesmas Banyumas tepatnya di desa Binangun tercatat sebanyak 36 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, 2012).

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas membagi wilayah desa endemis malaria menjadi empat kategori yaitu high case incidence (HCI), medium case incidence (MCI), low case incidence (LCI) dan non endemis berdasarkan perhitungan API tahun 2012 dan ada tidaknya kasus indigenous (Kementerian RI, 2011). Adapun desa yang termasuk kategori diatas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Distribusi desa berdasarkan stratifikasi endemis malaria di

Kabupaten Banyumas tahun 2012

Berdasarkan tabel 1 pada tahun 2012 terdapat empat desa yang termasuk daerah endemis malaria, dengan stratifikasi desa HCI (Ketanda, Bogangin, Binangun dan Watuagung).

Kejadian malaria dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor vektor, faktor lingkungan dan faktor yang berhubungan dengan kependudukan (manusia). Keberadaan sumber penyakit (agent) di lingkungan adalah pangkal penularan

Impo

rt

Indige

nous

Ketanda

Sumpiuh I

4934

382

382

24

1

23 6.28

5

Bogangin

Sumpiuh II

6124

224

224

28

0

28 12.5

5

Binangun

Banyumas

4368

419

419

36

0

36 8.59 8.24

Watuagung

Tambak I

12360 11569

95

76

0

76

80 6.15

Asal Kasus

SPR

(%)

API

(‰)

Desa

Wilayah

Puskesmas

Jumlah

Pendud

uk

Jumlah

Kasus

% SD

diperiks

a

SD

Positif

(5)

 

malaria di suatu wilayah. Agent malaria dibawa oleh nyamuk Anopheles sp. yang terinfeksi plasmodium serta manusia sakit malaria yang di dalam darahnya terdapat gametosit (Achmadi, 2012).

Penyakit malaria memiliki dinamika penularan yang tidak mengenal batas wilayah administratif pemerintahan. Meningkatnya mobilitas penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain meningkat akibat kemajuan dan kemudahan sarana transportasi. Mobilitas penduduk ini juga memberikan andil dalam penularan malaria melalui kasus import. Pada pendatang yang bekerja diluar Jawa (daerah endemis) sebagai penebang kayu atau sektor informal lain merupakan kelompok yang sangat berisiko dibandingkan dengan kelompok lokal. Jika pada musim atau waktu tertentu pulang ke daerah asal dapat menjadi sumber penularan malaria (Gunawan, 2000). Hasil penelitian (Pramono, 2010) di Kabupaten Barito Kuala, menyatakan bahwa pekerjaan, riwayat berpergian ke daerah endemis merupakan faktor risiko utama kejadian malaria.

Martens & Hall (2000) menyatakan bahwa risiko penularan malaria meningkat karena perpindahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian, perkebunan dan pertambangan. Masyarakat Kabupaten Banyumas banyak yang bekerja di daerah-daerah endemis malaria baik yang satu pulau seperti Banjarnegara, Wonosobo, Kebumen dan Cilacap atau beda pulau seperti Kalimantan, Sumatera, Riau dan lain-lain. Kemudian pulang ke kampung halaman dan kemungkinan membawa penyakit malaria dan ditularkan ke masyarakat lain. Sehingga kasus import dapat berubah menjadi kasus indigenous.

Penggunaan kelambu berinsektisida dan kegiatan indoor residual spraying (IRS) merupakan salah satu pengendalian vektor secara kimia. Kelambu berinsektisida pernah didistribusikan pada tahun 2009 dan 2012 di Kabupaten Banyumas dengan sasaran ibu hamil dan bayi. Sedangkan IRS pada tahun 2012 di desa-desa endemis malaria dan pada saat terjadi KLB. Penelitian yang dilakukan (Alemu et al., 2011) di Kota Jimma Ethiopia menyimpulkan bahwa orang yang tidak menggunakan kelambu berinsektisida berisiko terinfeksi malaria. Hasil penelitian Sulistyawati (2009) di Kabupaten Purworejo menunjukkan bahwa

(6)

 

6   

rumah yang tidak mendapat IRS dalam 12 bulan terakhir akan meningkatkan kejadian malaria.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan berpengaruh pada budaya. Salah satunya adalah kebiasaan memelihara ternak di sekitar rumah. Kondisi ini berpengaruh terhadap populasi nyamuk vektor malaria. Keberadaan ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang hewan tersebut tidak menyatu dengan rumah tempat tinggal (Harijanto, 2000).

Perilaku masyarakat yang sering keluar pada malam hari ke rumah tetangga maupun hanya duduk di depan rumah dengan pakaian tidak tertutup dapat memperbesar peluang kontak dengan nyamuk. Masyarakat desa endemis di Kabupaten Banyumas mempunyai kebiasaan berkumpul di warung atau di rumah tetangga pada malam hari hanya sekedar untuk berkumpul di teras rumah. Babba (2007) menemukan hal yang sama bahwa di daerah endemis kebiasaan masyarakat berkumpul dengan tetangga atau kerabat di teras rumah atau warung pada malam hari, lebih berisiko terinfeksi malaria dari pada yang tidak mempunyai kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari.

Penyakit malaria di Kabupaten Banyumas disinyalir berkorelasi dengan kepadatan nyamuk Anopheles sebagai vektor, sebagaimana pernyataan Rozendal (1997) bahwa banyaknya vektor akan berkorelasi positif dengan tingginya kasus penyakit. Berdasarkan profil Kabupaten Banyumas, secara geografis, desa endemis malaria di Kabupaten Banyumas terletak di daerah-daerah hutan dengan banyak semak-semak, pegunungan dan perkebunan di sekitar pemukiman penduduk yang ideal dijadikan tempat perkembangbiakan dan peristirahatan nyamuk malaria.

Hasil spot survei nyamuk malaria yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Banyumas di beberapa desa di Kabupaten Banyumas tahun 2012 ditemukan spesies dominan yaitu An. aconitus, An. maculatus, An. balabacencis, An. barbirotris dan An. vagus, An. aconitus merupakan vektor utama malaria dipedalaman Jawa Tengah, terutama daerah persawahan yang berteras dan air yang mengalir perlahan (Susana, 2011). Habitat An. barbirostris adalah di rawa,

(7)

 

kolam darat dan saluran irigasi. An.maculatus memiliki tempat perkembangbiakan di pegunungan, sungai-sungai kecil, kolam, air jernih dan mata air yang terkena langsung sinar matahari (Achmadi, 2010).

Jarak tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp juga berpengaruh terhadap kejadian malaria (Kazwani et al., 2006). Ini sesuai dengan penelitian Harefa (2008) menunjukkan bahwa jarak rawa, kebun dan air menggenang merupakan faktor risiko kejadian malaria. Jarak terbang nyamuk anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk anopheles bias terbawa sampai 30 km.

Pemetaan sebaran penyakit secara epidemiologi penting untuk dilakukan terutama penyebaran penyakit menular. Sehingga bukan hanya mengetahui pola distribusi penyakit, wilayah endemis dan faktor risiko suatu penyakit secara kewilayahan, tetapi juga penemuan penyebab penularan penyakit dengan harapan dapat melakukan kebijakan cara intervensi yang tepat dalam pemutusan mata rantai dan pengendalian penularan penyakit malaria. Khan et al.,(2011) menemukan adanya pengelompokkan kasus malaria secara definitive yang bertahan pada saat musim penularan yang rendah sampai dengan musim penularan tinggi di Bandarban, Bangladesh.

Saat ini belum diketahui dengan jelas bagaimana sesungguhnya hubungan variabel pada faktor risiko dan distribusi keberadaan lokasi pasti tempat tinggal penderita malaria serta pola penyebaran malaria khususnya desa endemis di Kabupaten Banyumas belum pernah dilakukan sebelumnya. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang faktor risiko kejadian malaria dan pemetaan sebaran vektor malaria di desa endemis malaria HCI Kabupaten Banyumas tahun 2012.

(8)

 

8   

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah faktor risiko karakteristik individu (pekerjaan, riwayat pergi ke daerah endemis, aktivitas di luar rumah pada malam hari, penggunaan kelambu berinsektisida dan riwayat IRS) berhubungan dengan kejadian malaria pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas?

2. Apakah faktor risiko lingkungan (keberadaan dan jarak semak-semak, air menggenang, hewan ternak dan kebun) berhubungan dengan kejadian malaria pada desa endemis malaria HCI Kabupaten Banyumas?

3. Apa spesies dan kepadatan vektor yang ada pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas?

4. Apakah terdapat pengelompokan pola sebaran kasus malaria pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria, pola sebaran kasus dan vektor pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara faktor risiko karakteristik individu (pekerjaan, riwayat pergi ke daerah endemis, aktivitas di luar rumah pada malam hari, penggunaan kelambu berinsektisida dan riwayat IRS) dengan kejadian malaria pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas. b. Mengetahui hubungan antara faktor risiko lingkungan (keberadaan dan

jarak semak-semak, air menggenang, hewan ternak dan kebun) dengan kejadian malaria pada desa endemis malaria HCI Kabupaten Banyumas. c. Mengetahui spesies dan gambaran populasi kepadatan vektor pada desa

(9)

 

d. Mengetahui pola pengelompokan kasus pada desa endemis malaria HCI di Kabupaten Banyumas.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat

Sebagai informasi dalam upaya pencegahan dini terhadap penyakit malaria 2. Bagi program pemberantasan malaria Kabupaten Banyumas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malaria di desa endemis malaria stratifikasi HCI Kabupaten Banyumas sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan, pengambilan keputusan dan pemberantasan penyakit malaria sehingga target eliminasi pada tahun 2015 dapat tercapai.

3. Bagi ilmu pengetahuan

Menambah informasi untuk pengembangan kajian dan rujukan bagi peneliti lain guna pengembangan lebih lanjut.

4. Bagi peneliti

Menambah dan mengembangkan wawasan di bidang penelitian khususnya dalam program pemberantasan malaria.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka yang penulis lakukan, penelitian sejenis pernah dilakukan di wilayah lain oleh :

1. Penelitian malaria pernah dilakukan oleh Harefa (2008) yaitu, melakukan penelitian malaria di Kabupaten Nias tentang faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian malaria pada high incidence area (HIA) di Kecamatan Lotu Kabupaten Nias. Persamaan dengan penelitian ini menganalisis faktor risiko malaria dan rancangan penelitiannya. Perbedaannya adalah penelitian tersebut pembagian wilayah endemis berdasarkan indikator annual malaria incidence (AMI) sedangkan penelitian ini berdasarkan indikator annual parasite incidence (API), variabel penelitian, subyek, pemetaan dan lokasi penelitian.

(10)

 

10   

2. Zhang et al. (2008), melakukan penelitian tentang analisis spasial malaria di Propinsi Anhui, Cina. Persamaan dengan penelitian ini adalah menganalisis pemetaan distribusi spasial kasus malaria. Perbedaannya adalah varabel, lokasi dan subyek penelitian.

3. Alemu et al. (2011), melakukan penelitian tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di daerah urban di Kota Jimma Ethiopia Barat Daya. Persamaannya penelitian ini adalah meneliti faktor risiko malaria kejadian malaria. Perbedaannya adalah dari variabel, lokasi, subyek dan rancangan penelitian, dimana penelitian tersebut menggunakan cross sectional sedangkan penelitian ini menggunakan case control study.

4. Penelitian dilakukan oleh Purnomo (2012) tentang faktor risiko dan distribusi spasial kejadian malaria di Kota Singkawang. Persamaan dalam penelitian ini adalah meneliti tentang faktor risiko yang berhubungan dengan malaria, rancangan yang sama yaitu case control. Perbedaannya salah satu variabel bebas yaitu faktor vektor (spesies dan kepadatan nyamuk) dengan pendekatan spasial untuk mendukung hasil penelitian, subyek dan lokasi penelitian.

5. Aradea (2012) tentang faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria menurut kawasan pantai dan pedalaman di Kabupaten Pontianak Tahun 2011. Persamaan dlam penelitian ini adalah meneliti tentang faktor risiko dengan kejadian malaria dengan rancangan case control. Perbedaannya pada subyek, variabel bebas yaitu faktor vektor (spesies dan kepadatan nyamuk), lokasi penelitian.

Gambar

Gambar 1 Grafik Angka Kesakitan Berdasarkan Indikator API   di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011
Tabel 1  Distribusi desa berdasarkan stratifikasi endemis malaria di  Kabupaten Banyumas tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

Masukkan email serta password lalu klik “Login” untuk melakukan koneksi ke akun tumblr yang ingin di daftarkan sehingga nanti jika ada postingan baru dari akun blog anda

Selanjutnya alat tangkap jaring insang tetap juga digunakan nelayan perahu tanpa motor Kabupaten Sinjai dengan hasil tangkapan kepiting bakau berpengaruh nyata positif pada

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan 10% alga Euchema cottoni pada pakan memberikan pengaruh yang terbaik terhadap kualitas kandungan

Berdasarkan penjelasan diatas, hasil penelitian ini nantinya akan dikaji lebih lanjut untuk digunakan sebagai sumber belajar berupa jurnal ilmiah, untuk mempermudah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul : “Perbandingan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis yang Diajarkan dengan

hayat tetapi meminati pengajian tamadun menyebabkan beliau mengajar tamadun ataupun seseorang pensyarah itu barangkali ingin mengetahui dengan lebih mendalam tentang

Bagaimana Prosedur pelayanan perizinan mandirikan bangunan (IMB) pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) di Kota Pontianak dan apakah BP2T tersebut telah

Penelitian ini akan mengimplementasikan algoritma data mining K-Means Clustering untuk mengenali pola jemaat yang menjadi salah satu target kegiatan pelayanan gereja