• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILL MATERI STATISTIKA PADA SISWA KELAS XII IPA SMAN 1 TAKALAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL HIGHER ORDER THINKING SKILL MATERI STATISTIKA PADA SISWA KELAS XII IPA SMAN 1 TAKALAR SKRIPSI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HIGHER ORDER THINKING SKILL MATERI STATISTIKA PADA SISWA KELAS XII IPA SMAN 1 TAKALAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH :

ABDUL WAHID KAMAL NIM. 10536 5178 15

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

(2)
(3)
(4)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

v

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Abdul Wahid Kamal Nim : 10536517815

Program Studi : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking Skill materi Statistika Kelas XII IPA SMAN 1 Takalar.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, September 2019 Yang Membuat Pernyataan

(5)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

v

SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Abdul Wahid Kamal Nim : 10536517815

Program Studi : Pendidikan Matematika

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun). 2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi

dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh fakultas.

3. Saya tidak melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusun skripsi. 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1,2 dan 3. Saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Makassar, September 2019 Yang Membuat Pernyataan

(6)

vi 

(7)

vii

Abdul Wahid Kamal. Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) Materi Statistika Kelas XII IPA SMAN 1 Takalar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Pembimbing I Muhammad Darwis M. dan Pembimbing II Ma’rup.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill materi Statistika pada kelas XII IPA SMAN 1 Takalar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dirancang untuk mengetahui deskripsi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill Materi Statistika. Subjek yang dipilih pada penelitian ini berjumlah 3 siswa, dengan teknik pemilihannya berdasarkan 3 siswa yang memiliki hasil tes tertinggi. Setelah dipilih berdasarkan hasil tes maka 3 subjek terpilih kemudian diwawancarai untuk menelusuri kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill.

Data yang diolah adalah data kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill. Soal yang digunakan untuk melihat kesulitan siswa adalah soal Statistika bertipe Higher Order Thinking Skill yang berjumlah 5 soal yang terdiri dari 2 soal tipe soal menganalisis, 2 soal tipe mengevaluasi dan 1 soal tipe mencipta. Wawancara dilakukan untuk lebih menggali kesulitan yang dialami oleh siswa dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill materi Statistika.

Berdasarkan olahan data tersebut, semua subjek hampir memiliki kesulitan yang sama dalam menyelesaikan soal Higher Order Thinking Skill materi statistika, yaitu kesulitan dalam menganalisis, kesulitan dalam mengevaluasi dan kesulitan dalam hal mencipta. Adapun kesulitan yang paling dominan dialami subjek adalah kesulitan dalam mencipta. Ketiga subjek memiliki kesulitan yang dominan pada level mencipta dikarenakan subjek tidak mampu menganalisis informasi yang terdapat pada soal, membuat rumusan penyelesaian yang baru berdasar rumus baku dari statistika, serta sulit dalam hal membuat suatu prosedur dalam menyelesaikan soal tersebut berdasarkan rumusan baru yang diperoleh subjek.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam hal menganalisis, mengevaluasi, serta dominan mengalami kesulitan dalam level mencipta terutama mencipta suatu rumusan baru berdasarkan rumusan baku yang tersedia.

(8)

viii

Alhamdulillah, tiada kata yang paling pantas penulis ucapkan kecuali ungkapan rasa syukur kepada Dzat Maha Agung yang kekuasaannnya meliputi langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya, Tuhan yang tiada sesuatu pun yang setara dengan Dia, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tiada kuasa seorang pun kecuali atas kehendak-Nya, kasih-Nya serta limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarganya, para sahabatnya serta orang-orang yang tetap istiqomah di jalan-Nya.

Berkat izin-Nya serta perjuangan yang gigihlah sehingga penulis mampu menghadirkan karya sederhana ini untuk diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Teristimewa dan terutama sekali penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala pengorbanan dan do’a restu yang telah diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu sejak kecil sampai sekarang ini. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi kebaikan dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.

(9)

ix

maka skripsi ini tidak dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Rahman Rahim, S.E., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Mukhlis, S.Pd., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak Ma’rup, S.Pd., M.Pd., Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar sekaligus sebagai Pembimbing II.

5. Bapak Dr.Muhammad Darwis, M.Pd., Sebagai pembimbing I dan penilai I yang telah memberikan saran dan masukannya selama ini.

6. Bapak Ahmad Syamsuadi, S.Pd., M.Pd., sebagai Penilai II atas masukannya sebagai validator pada saat penyusunan instrumen penelitian.

7. Ibu Nursakiah, S.Si., M.Si., M.Pd., Selaku penasihat akademik yang telah memberikan masukan dan saran selama menimba ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan banyak ilmu dan berbagi pengalaman selama penulis menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Matematika

(10)

x

kesediaannya memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 10. Bapak H. Muhammad Syahrir, S.Pd. Guru bidang studi matematika yang

telah memberikan bantuan dan masukan selama penulis melaksanakan penelitian.

11. Adik-adik kelas XII IPA 1 SMAN 1 Takalar yang telah membantu penulis untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

12. Saudara-saudariku mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Angkatan 2015 terkhusus Kelas 2015 F yang telah berjuang bersama selama kurang lebih empat tahun untuk bersama-sama menimba ilmu di bangku perkuliahan, atas segala perhatian dan kebersamaan kita selama ini, semoga ukhuwah kita tetap terajut dalam jalinan yang begitu kuat dan indah untuk dikenang selamanya.

13. Rekan-rekan seperjuanganku di HMJ Pendidikan Matematika atas kesediaannya menemani dalam keadaan suka maupun duka dan segala pengalaman yang tentunya akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi penulis.

14. Seluruh pihak yang belum sempat dituliskan satu persatu, atas segala perannya sehingga karya ini dapat terselesaikan.

(11)

xi

terbaik dalam penyusunan karya ini, namun tentu tidak akan mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kemudian menjadi bahan perbaikan karya ini.

Akhirul qalam, segalanya penulis kembalikan kepada Allah SWT, semoga keikhlasan dan bantuan yang telah diberikan memperoleh ganjaran di sisi-Nya. Aamin.

Makassar, September 2019

(12)

xii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kesulitan siswa ... 9

B. Higher Order Thinking Skill ... 13

C. Statistika ... 32

(13)

xiii A. Rancangan Penelitian ... 40 B. Lokasi Penelitian ...40 C. Subjek Penelitian ...41 D. Prosedur Penelitian... 41 E. Instrumen Penelitian... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Pengecekan Keabsahan Data... 46

BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Paparan Data ... 47

B. Analisis Data dan Pembahasan ... 78

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ...87 B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Dimensi Proses Berpikir 13

Tabel 2.2 Perbandingan Asesmen Tradisional dan Kontekstual 23

Tabel 2.3 Tabel Frekuensi 35

Tabel 2.4 Tabel Frekuensi 36

Tabel 4.1 Daftar Peserta Penelitian Tes dan kode siswa 51 Tabel 4.2 Hasil jawaban siswa terhadap soal HOTS materi statistika 52

(15)

xv

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ...39

Gambar 4.1 Soal nomor 1 ...54

Gambar 4.2 Hasil Tes NA ...55

Gambar 4.3 Hasil Tes NAR ...57

Gambar 4.4 Hasil Tes ADS ...59

Gambar 4.5 Soal Nomor 2 ...61

Gambar 4.6 Hasil tes NA ...62

Gambar 4.7 Hasil tes NAR ...63

Gambar 4.8 Hasil Tes ADS ...65

Gambar 4.9 Soal nomor 3 ...67

Gambar 4.10 Hasil Tes NA ...67

Gambar 4.11 Hasil Tes NAR ...69

Gambar 4.12 Hasil Tes ADS ...70

Gambar 4.13 Soal nomor 4 ...71

Gambar 4.14 Hasil Tes NA ...72

Gambar 4.15 Hasil Tes NAR ...73

Gambar 4.16 Hasil Tes ADS ...74

Gambar 4.17 Soal nomor 5 ...75

Gambar 4.18 Hasil Tes NA ...75

Gambar 4.19 Hasil Tes NAR ...76

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Lampiran A.1 : Kisi-Kisi Soal Diagnostik Lampiran A.2 : Instrumen Tes Diagnostik

Lampiran A.3 : Alternatif Jawaban Tes Diagnostik

LAMPIRAN B

Lampiran B.1 : Hasil Tes Diagnostik

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era milenial seperti sekarang ini, dibutuhkan sumber daya manusia yang kompetitif sehingga mampu menghadapi tuntutan perkembangan jaman yang semakin maju. Kualitas Sumber daya manusia dapat diperoleh melalui pendidikan yang berkualitas dan bermutu tinggi disemua jenjang pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan merupakan suatu proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan segala potensi jasmani (kesehatan fisik) dan rohani (pikir, karya, cipta, dan budi nurani) yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berlangsung secara terus menerus.

Dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif salah satunya dengan cara memperbaiki mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif secara sehat jasmani dan ruhani.

Maka diperlukan suatu terobosan yang bisa memperbaiki mutu pendidikan ke arah yang lebih baik dan dapat meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

(18)

kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri sehingga bisa menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang memuat pembelajaran yang mampu membekali peserta didik dalam menghadapi tantangan di era milenial. Salah satu indikator pembelajaran bermutu adalah dapat membelajarkan peserta didik belajar secara mandiri dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Menurut Thomas dan Thorne (Hamidah, 2018:63) menjelaskan bahwa keterampilan berpikir lebih daripada menghafalkan fakta atau konsep. HOTS mengharuskan siswa melakukan sesuatu atas fakta-fakta tersebut. Siswa harus memahami, menganalisis satu sama lain, mengkategorikan, memanipulasi, menciptakan cara-cara baru secara kreatif, dan menerapkannya dalam mencari solusi terhadap persoalan-persoalan baru.

Menurut Brookhart (Sumaryanta, 2018:500) menyatakan bahwa HOTS berkaitan dengan tiga hal, yaitu: transfer, berpikir kritis, dan pemecahan masalah. Transfer merupakan kemampuan siswa memanfaatkan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan. Berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir rasional dan reflektif serta difokuskan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai serta melakukan sesuatu atau tidak. Pemecahan masalah merupakan kemampuan siswa memanfaatkan apa yang telah dimiliki untuk memecahkan permasalahan yang sebelumnya belum ditemukan (tidak rutin).

(19)

Newman dan Wehlage (Hamidah: 2018:75), mengatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam menunjang prestasi akademik siswa. Dengan HOTS siswa dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas.

Siswa yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak hanya hafal informasi tetapi memiliki kemampuan menerapkan informasi pada situasi baru yang juga meliputi keterampilan siswa dalam menalar. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas dan Thorne (Hamidah, 2018:75) mengatakan bahwa HOTS dapat dipelajari, HOTS dapat diajarkan pada murid, dengan HOTS keterampilan dan karakter siswa dapat ditingkatkan. Ada perbedaan hasil pembelajaran yang cenderung hafalan dan pembelajaran HOTS yang menggunakaan pemikiran tinggkat tinggi. Mengingat hal tersebut, penting sekali dalam melatihkan keterampilan berpikir tingkat tinggi sehingga siswa tidak hanya sekedar mengetahui tetapi juga berusaha memahami dan bisa mengaplikasikannya dalam persoalan yang lain.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting karena matematika merupakan ilmu yang dapat melatih keterampilan berpikir siswa, terutama dalam hal keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran Matematika merupakan bidang ilmu yang tumbuh dan berkembang dari proses berpikir, artinya dasar terbentuknya matematika adalah logika. Logika adalah ilmu tentang kecakapan berpikir secara lurus, tepat, kritis, dan sistematis (Jaelani, 2013:1). Menurut Fitria, dkk. (2014:18) “Pembelajaran matematika adalah suatu

(20)

aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata”. Dalam hal ini pembelajaran matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam penalaran suatu hubungan antara suatu konsep dengan konsep yang lainnya.

Pembelajaran matematika yang mampu melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa adalah pembelajaran yang dapat membuat para siswa untuk bergulat dengan ide-ide baru, membuat dan mempertahankan penyelesaian soal dan berpartisipasi di dalam komunitas pelajar matematika. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika siswa harus didorong untuk aktif dan guru harus memiliki potensi untuk memancing siswa agar rasa ingin tahunya menjadi tinggi dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pemahamannya sendiri.

Namun kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan pembelajaran yang kurang bisa melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Matematika selama ini menjadi momok para siswa yang menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh rumus dan penuh angka sehingga banyak siswa yang kurang menyukai pelajaran matematika bahkan matematika dianggap sebagai hal yang menakutkan. Padahal siswa yang kurang menyukai pelajaran matematika akan menyebabkan kecemasan yang membuat kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan dan berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematika.

Berdasarkan hasil tes dan survey yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2015, hasil untuk matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah yaitu pada peringkat 63 dari 69 negara yang dievaluasi (PISA, 2016:5). Siswa-siswa di

(21)

Indonesia masih rendah dalam penguasaan materi dan kesulitan dalam menjawab soal yang membutuhkan penalaran. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat siswa masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena siswa cenderung belajar menghafalkan rumus tanpa memahami konsepnya. Sehingga saat diberikan soal-soal yang bervariasi meskipun dengan konsep matematika yang sama siswa cenderung bingung menganggap soal tersebut sulit.

Untuk mendorong siswa berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar Internasional maka penyempurnaan kurikulum 2013 pun dilakukan. Penyempurnaan antara lain dilakukan pada standar isi yaitu mengurangi materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik serta diperkaya dengan kebutuhan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis. Penyempurnaan lainnya juga dilakukan pada standar penilaian, dengan mengadaptasi secara bertahap model-model penilaian standar internasional. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill/HOTS).

Untuk menunjang penilaian-penilaian berstandar Internasional maka pemerintah melakukan perubahan pada sistem penilaian ujian nasional untuk pendidikan formal dan nonformal, pada jenjang SMP dan SMA sederajat tahun 2018 dengan memperkenalkan soal model penalaran atau higher order thinking skill (HOTS). Namun, kebijakan ini mendapat berbagai respon dari peserta UN dan masyarakat.

Menurut Wijaya “Isu yang mendapat sorotan masyarakat adalah soal matematika jenjang SMA/MA yang dirasakan terlalu sulit, sehingga banyak

(22)

beredar keluhan di media sosial. Demikian juga adanya keluhan soal UN yang tidak sesuai dengan kisi-kisi soal uji coba try out”. (Titi dkk, 2018: 12). Retno menuturkan (Untari dkk, 2018).

Mereka ada yang menangis karena takut nilainya jelek, kemudian sebagian mengaku bahwa hanya bisa mengerjakan 5 sampai 10 soal dengan benar dari 40 soal yang disajikan. Ada juga yang mengatakan berkurang semangat mengikuti ujian hari ketiga dan keempat akibat frustasi mengerjakan soal matematika di hari kedua.

Menurut Antana News pada tanggal 8 Mei 2018 (Mahmudah, 2018: 50) Kementerian Pendidikan menyebutkan sebanyak 40% siswa kesulitan menjawab soal yang membutuhkan daya nalar yang tinggi (HOTS) pada ujian nasional 2018. Padahal Kemendikbud berencana menambah porsi soal HOTS untuk ujian nasional tingkat SMP dan SMA tahun depan. Kesulitan tersebut terjadi karena beberapa kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal dan juga diakibatkan karena kurangnya pemahaman siswa mengenai soal yang membutuhkan tingkat penalaran yang tinggi.

Pada pemantauan supervisi dan pembinaan pasca evaluasi hasil belajar (EHB) SMA yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA, sebagian besar guru SMA sasaran dalam menyusun butir soal cenderung hanya mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skill). (Widana, 2015:1). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah terutama dalam hal penilaian siswa masih kurang di berikan soal yang dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini menjadi PR bagi pendidik agar pembelajaran yang disajikan harus menyenangkan namun memberikan efek kritis dan kreatif bagi setiap siswa.

(23)

Berdasarkan kenyataan-kenyataan diatas, maka perlu adanya suatu diagnostik yang bisa melacak kesulitan yang dialami oleh siswa sehingga dapat dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian peserta didik untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal High Order Thinking Skill (HOTS) Materi Statistika pada Siswa Kelas XII IPA SMAN 1 Takalar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal higher order thinking skill materi statistika pada siswa kelas XII IPA SMAN 1 Takalar?.

C. Tujuan penelitian

Sehubungan dengan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal HOTS materi statistika pada siswa kelas XII IPA SMAN 1 Takalar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Manfaat teoritis

a. Menjadi bahan informasi dalam pengembangan khasanah ilmu pengetahuan agar kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa mendapat perhatian di berbagai sekolah.

(24)

b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti berikutnya yang mempunyai bahan kajian dengan tulisan ini.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah, dalam hal ini dinas pendidikan dalam melakukan pembenahan kurikulum untuk memperhatikan peningkatan kemampuan berpikir siswa.

b. Sebagai bahan masukan bagi guru agar mengadakan peningkatan kemampuan berpikir siswa.

(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kesulitan Siswa

Menurut Yulianto (2015:1) “Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar”. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang sifatnya “di dalam” atau berkenaan dengan mental, sesuatu kualitas yang tidak tampak secara lahiriah. Kesulitan belajar ditandai dengan adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Namun, guru dan orang tua bisa mengenali ketidakmampuan dalam belajar ini dengan mengamati tingkah laku dan kecenderungan siswa atau anak didik dalam belajar.

Menurut Subini (Puspitasari dkk, tanpa tahun: 2) kesulitan belajar merupakan “Suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan, baik berbentuk sikap, pengetahuan, maupun keterampilan”.

Menurut Allan (Irnayanti, 2017:5) “A learning difficult represent a

dicrepancy between a child’s estimated academic pottential and his actual level of a academic performance”. Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang

ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk mengatasinya. Kesulitan belajar diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang

(26)

mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajar akan mendapatkan hasil di bawah semestinya.

Menurut Yulianto (2015:24) kesulitan belajar matematika merupakan “Salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang”. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara-cara konvensional, berbau ceramah, dan terlalu banyak tugas. Dalam hal ini, anak menjadi malas berhitung karena kurang mampu memotivasi anak didiknya atau karena ketidaktepatan dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.

Adapun sebab-sebab siswa mengalami kesulitan dalam matematika adalah sebagai berikut.

1. Penyebab Secara Umum

a. Si anak tidak menguasai bahasa tulis, sehingga sulit menangkap makna atau arti dari kalimat-kalimat dalam soal-soal hitungan.

b. Anak tidak memahami arti kata-kata yang terdapat dalam soal-soal hitungan tersebut misalnya arti salju, bank, transport, deposito, bunga, modal, dan sebagainya.

c. Anak tidak menguasai rumus-rumus hitungan. Contoh anak kurang paham bahwa “luas” adalah panjang kali lebar. “Laba” adalah penjualan dikurangi pembelian dan sebagainya.

(27)

d. Anak kurang menguasai teknik-teknik berhitung seperti bagaimana cara menjumlahkan, mengurangi, membagi dan sebagainya.

2. Penyebab Secara Khusus

a. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual

Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan dalam matematika.

b. Bermasalah dalam hal mengurut informasi

Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail umumnya juga akan kesulitan dalam mengingat fakta, konsep, ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, anak cenderung mengalami hambatan pada aspek-aspek kemampuan lainnya.

c. Fobia matematika

Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya bila berkaitan dengan hal-hal yang berbau hitungan. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

Menurut Ainurrahman (Widodo, dkk. 2017: 3) penyebab kesulitan siswa dalam menguasai matematika yaitu:

1. Kesulitan dalam mengingat fakta

Fakta adalah suatu ide atau gagasan yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat sama dari sekumpulan eksemplar yang cocok. Dengan mengambil adanya sekumpulan eksemplar sebagai kriteria, dapat didefenisikan apa konsep

(28)

atau fakta. Kesulitan dalam mengingat fakta matematika akan menghambat siswa dalam belajar.

2. Kesulitan dalam memahami konsep

Menurut pemahaman konsep-konsep akan melahirkan teorema-teorema atau rumus-rumus. Agar konsep dan teorema itu dapat diaplikasikan ke situasi lain perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep dan teorema-teorema tersebut. Untuk memahami konsep dan teorema ini diperlukan pengalaman belajar yang lalu. Contohnya pengurangan pecahan yang penyebutnya tidak sama, terlebih dahulu kita samakan penyebutnya dengan KPK dari penyebut-penyebut pecahan itu.

3. Kesulitan dalam memahami prinsip

Apabila suatu ide atau gagasan menghubungkan dua atau lebih konsep, maka ide atau gagasan dinamakan prinsip. Prinsip terdiri dari dua atau lebih konsep maka jika sudah mengalami kesulitan dalam memahami konsep mengakibatkan sulit pula untuk memahami prinsip-prinsip dalam matematika. 4. Kesulitan dalam mengaplikasikan prinsip (konsep-konsep)

Untuk dapat mengaplikasikan prinsip dalam matematika, terlebih dahulu harus dipahami prinsip matematika itu sendiri. Jika mengalami kesulitan memahami prinsip matematika, maka akan sulit mengaplikasikannya.

Untuk mengukur kesulitan dalam menyelesaiakan soal HOTS, maka indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam menganalisis. 2. Kesulitan dalam mengevaluasi. 3. Kesulitan dalam mencipta.

(29)

B. Higher Order Thinking Skill (HOTS) 1. Pengertian

Keterampilan berpikir merupakan gabungan dua kata yang memiliki makna berbeda, yaitu berpikir (thinking) dan keterampilan (skill). Berpikir merupakan proses kognitif, yaitu mengetahui, mengingat, dan mempersiapkan, sedangkan arti dari keterampilan, yaitu tindakan dari mengumpulkan dan menyeleksi informasi, menganalisis, menarik kesimpulan, gagasan, pemecahan persoalan, mengevaluasi pilihan, membuat keputusan dan merefleksikan (Wilson dalam Fanani, 2018:60).

Menurut Hamidah (2018:4) berpikir dapat diartikan “Sebagai pengetahuan awal yang dapat diperoleh dengan cara menghubungkan antara satu dengan yang lainnya baik berupa konsep, gagasan, ataupun pengertian sehingga baru terbentuk suatu kesimpulan”. Menurut Mayer (Hamidah, 2018:46) “Thinking skill is ability to process mental operation includes knowledge, perception and creation”. Dimaksudkan bahwa, kemampuan berpikir merupakan kemampuan dalam memproses operasi mental yang meliputi pengetahuan, persepsi, dan penciptaan.

Anderson dan Krathwohl (Widana, 2017:7) mengklasifikasikan dimensi berpikir sebagai berikut:Berpikir

HOTS

Mengkreasi

 Mengkreasi ide/gagasan.

 Kata kerja: mengkonstruksi, desain, kreasi,

mengembangkan, menulis,

memformulasikan Mengevaluasi

 Mengambil keputusan sendiri.

 Kata kerja : evaluasi, menilai, menyanggah, memutuskan, memilih, mendukung.

Menganalisis  Menspesifikasikan aspek-aspek/elemen  Kata kerja: membandingkan, memeriksa,

(30)

MOTS

Mengaplikasi  Menggunakan informasi pada domain berbeda

 Kata kerja: menggunakan, mendemonstrasikan, mengilustrasikan, mengoperasikan

Memahami  Menjeleskan ide/konsep

 Kata kerja: menjelaskan, mengklasifikas, menerima, melaporkan.

LOTS

Mengetahui  Mengingat kembali

 Kata kerja: mengingat, mendaftar, mengulang, menirukan.

Menurut Newman (Lewis, dkk. 2015:133) “Higher order thinking skill is

challenges the student to interpret, analyze, or manipulate information.”.

Newman mengatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan yang dapat memberi tantangan kepada siswa untuk menafsirkan, menganalisis, dan memanipulasi suatu informasi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah higher order thinking skill (HOTS) sebenarnya bukan terminologi asing dalam pendidikan matematika, tetapi guru perlu kehati-hatian dalam memahaminya. Terminologi HOTS didefinisikan dengan beragam oleh para ahli. Mainala (Sumaryanta, 2018:500) mengatakan bahwa “HOTS merupakan kemampuan kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif”.

Menurut Heong dkk. (Mitri, 2016:1) kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai “Penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru”. Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi yang baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari

(31)

pada sekedar menghafal fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan.

Menurut Gunawan (Laily, 2015:28) higher order thinking skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah:

proses berpikir yang mengharuskan siswa untuk memanipulasi informasi yang ada dan ide-ide dengan cara tertentu yang memberikan mereka pengertian dan implikasi baru. misalnya, ketika siswa menggabungkan fakta dan ide dalam proses mensintesis, melakukan generalisasi, menjelaskan, melakukan hipotesis dan analisis, hingga siswa sampai pada suatu kesimpulan.

HOTS (Higher Order Thinking Skill) meliputi aspek kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Berpikir kritis yaitu kemampuan untuk menganalisis, menciptakan dan menggunakan kriteria secara obyektif, serta mengevaluasi data. Berpikir kreatif yaitu kemampuan untuk menggunakan struktur berpikir yang rumit sehingga memunculkan ide yang baru dan orisinil. Kemampuan memecahkan masalah yaitu kemampuan untuk berpikir secara kompleks dan mendalam untuk memecahkan suatu masalah.

Menurut Brookhart (Hidayati, 2017:147) keterampilan berpikir tingkat tinggi dikategorikan ke dalam 3 bagian yaitu: “(1) ‘....define higher order thinking

in terms of transfer’. (2) ‘....define it in terms of critical thinking’. and (3) ‘.... define it terms of problem solving”. Dalam hal ini defenisi keterampilan berpikir

tingkat tinggi dikategorikan ke dalam 3 bagian yaitu (1) sebagai bentuk hasil transfer hasil belajar, (2) sebagai bentuk berpikir kritis, dan (3) sebagai proses pemecahan masalah.

Menurut Lewy (2009) berpikir tingkat tinggi (HOTS) adalah “Kemampuan untuk menyelesaikan tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang

(32)

membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi yang mungkin”. Adapun menurut Presseissen (Yuniar, 2015:190) menyatakan bahwa “higher order thinking skill (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif”. Berpikir kritis merupakan kegiatan berpikir secara mendalam tentang berbagai hal untuk mencapai suatu kesimpulan.

The Australian Council for Educational Research (ACER) (Widana, 2017:3) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan “Proses menganalisis, merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang.”

Menurut Krathwoll (Hamidah, 2018:68) untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi digunakan indikator yang meliputi:

1. Analyze (menganalisis) yaitu memisahkan materi menjadi bagian-bagian penyusunannya dan mendeteksi bagaimana suatu bagian berhubungan dengan satu bagiannya yang lain, meliputi:

a. Differentiating (membedakan) terjadi ketika siswa membedakan bagian yang tidak relevan dan yang relevan atau dari bagian yang penting ke bagian yang tidak penting dari suatu materi yang diberikan.

b. Organizing (mengorganisasikan) menentukan bagaimana suatu bagian elemen tersebut cocok dan dapat berfungsi bersama-sama di dalam suatu struktur.

(33)

c. Atributing (menghubungkan) terjadi ketika siswa dapat menentukan inti atau menggaris bawahi suatu materi yang diberikan.

2. Evalute (mengevaluasi) yaitu membuat keputusan berdasarkan kriteria yang standar, seperti mengecek dan mengkritik, meliputi:

a. Checking (mengecek) terjadi ketika siswa melacak ketidak konsistenan suatu proses atau hasil, menentukan proses atau hasil yang memiliki kekonsistenan internal atau mendeteksi keefektifan suatu prosedur yang sedang diterapkan. b. Critiquing (mengkritisi) terjadi ketika siswa mendeteksi ketidak konsistenan

antara hasil dan beberapa kriteria luar atau keputusan yang sesuai dengan prosedur masalah yang diberikan.

3. Create (menciptakan) yaitu menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang koheren atau membuat hasil yang asli, seperti menyusun, merencanakan dan menghasilkan, meliputi:

a. Generating (menyusun) melibatkan penemuan hipotesis berdasarkan kriteria yang diberikan.

b. Planning (merencanakan) suatu cara untuk membuat rancangan untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan.

c. Producing (menghasilkan) membuat sebuah produk. Pada Producing, siswa diberikan deskripsi dari suatu hasil dan harus menciptakan produk yang sesuai dengan deskripsi yang diberikan.

Menurut Lewy, dkk. (Hamidah, 2018:69) indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah sebagai berikut: “Non algoritmic, cenderung kompleks, memiliki solusi yang mungkin lebih dari satu (open ended approach), membutuhkan usaha untuk menemukan struktur dalam ketidakteraturan”.

(34)

Menurut Wheler dan Haertel (Forster, Tanpa tahun:1) mengatakan bahwa: A usefull conceptualisation of higher order thinking skills distinguishes two context i which these skills are employed: context where thought process are needed to solve problems and make decisions in everyday life, and context where mental process are needed to benefit from instruction, including comparing, evaluating, justifying, and making inferences.

Maksud dari Wheler dan Hetler mengatakan bahwa untuk menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi ia membedakannya menjadi dua konteks yaitu: konteks proses berpikir yang membutuhkan penyelesaian masalah dan membuat keputusan di kehidupan sehari-hari, dan konteks proses mental yang membutuhkan manfaat dari petunjuk, membandingkan, mengevaluasi, membenarkan, dan membuat kesimpulan.

Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa HOTS (higher order thinking skill) adalah kemampuan berpikir yang mengharuskan seseorang/siswa untuk berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif dengan tujuan peserta didik mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka kembangkan selama belajar pada konteks yang baru.

2. Soal Higher Order Thinking Skill

Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekedar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda beda, 4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang

(35)

berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit dari pada soal recall. (Widana, 2017: 3).

Menurut Kurniati (Suryapuspitarini, 2018:880) mengungkapkan bahwa Soal higher order thinking skill (HOTS) adalah “Indikator-indikator yang mampu mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi seseorang”. Hal in sejalan dengan pendapat Krahtwol (Suryapuspitarini, 2018: 880) menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

a. Menganalisis

1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya.

2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

3) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.

b. Mengevaluasi

1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektifitas atau manfaatnya.

2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.

3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

c. Mencipta

(36)

2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.

3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analizyng-C4), mengevaluasi (Evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja “menentukan” pada Taksonomi Bloom ada ranah C2 dan C3. Dalam konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan” bisa jadi ada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan terbaik. Bahkan kata kerja “Menentukan” bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam konteks HOTS, stimulus disajikan hendaknya bersifat konstektual dan menarik. Stimulus bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah atau berbagai keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang

(37)

guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.

Berdasarkan pemaparan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa soal-soal tipe higher order thinking skill (HOTS) merupakan assesmen untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang membutuhkan penalaran yang tinggi. Dengan mengerjakan soal-soal HOTS maka siswa akan mencapai level-level pada kemampuan literasi matematika siswa, dari level yang terendah yaitu mengindetifikasi informasi, kemudian menafsirkan atau memilah informasi, menerapkan suatu prosedur atau cara untuk menyelesaikan masalah, menghubungkan antara beberapa konsep yang saling berkaitan, menggunakan pemikiran dan penalaran untuk memecahkan suatu persoalan kompleks dan sampai pada level terakhir yaitu menggeneralisasikan beberapa informasi dan menyusun strategi baru untuk memecahkan persoalan. Dengan banyak berlatih mengerjakan soal-soal HOTS siswa akan mampu meningkatkan kemampuan literasi matematikanya dan juga meningkatkan kemampuan berpikirnya.

3. Ciri-Ciri Soal HOTS

Menurut Hamidah (2018:82) ciri-ciri soal-soal HOTS adalah sebagai berikut:

a. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision making). Dengan demikian soal-soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.

(38)

b. Berbasis Permasalahan konstektual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebuIPAn dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen konstektual, yang disingkat REACT.

1) Relating, asesmen yang terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

2) Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (Explorationi), penemuan (Discovery), dan penciptaan (creation).

3) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.

4) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.

(39)

5) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut:

1) Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekedar memilih jawaban yang tersedia;

2) Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;

3) Tugas-tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

Berikut disajikan perbandingan asesmen tradisional dan konstektual: Tabel 2.2 Perbandingan Asesmen Tradisional dan Konstektual

Asesmen tradisional Asesmen konstektual Peserta didik cenderung

memilih respon yang diberikan

Peserta didik mengekspresikan respons

Konteks dunia kelas (buatan) Konteks dunia nyata (realistis) Terpisah dengan pembelajaran Terintegrasi dengan pembelajaran Pembuktian tidak langsung,

cenderung teoritis

Pembuktian langsung melalui penerapan pengetahuan dan keterampilan dengan konteks nyata

c. Menggunakan Bentuk Soal Beragam

Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA bertujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif. Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan

(40)

sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara obyektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA) sebagai berikut:

1) Pilihan ganda

Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang bersumber pada situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari 2 pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor) . kunci jawaban ialah jawaban yang benar atau jawaban paling benar. Pengecoh merupakan jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya/materi pelajarannya dengan baik. Jawaban yang diharapkan (kunci jawaban), umumnya tidak termuat secara eksplisit dalam stimulus atau bacaan. Peserta didik diminta untuk menemukan jawaban soal yang terkait dengan stimulus/bacaan menggunakan konsep-konsep pengetahuan yang dimiliki serta menggunakan logika/penalaran. Jawaban yang benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.

2) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)

Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi konstektual. Peserta didik diberikan

(41)

beberapa pernyataan yang terkait dengan stimulus/bacaan,lalu peserta didik diminta memilih benar/salah atau ya/tidak.

Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang lainnya. Susunan pernyataaan benar dan pernyataan yang salah agar diacak secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.

3) Isian singkat atau melengkapi

Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol. Karakteristik soal isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut. a) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio

butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya tidak membingungkan siswa. b) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata,

frase, angka, simbol, tempat, atau waktu. 4) Jawaban singkat atau pendek

Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal jawaban singkat adalah sebagai berikut:

a) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah; b) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban singkat;

c) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada semua soal diusahakan relatif sama;

(42)

d) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekedar mengingat atau menghafal apa yang tertulis di buku.

Setiap langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.

5) Uraian

Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.

Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, ke dalam dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut juga akan membantu mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman penskoran.

Untuk melakukan penskoran, penulis soal dapat menggunakan rubrik atau pedoman penskoran. Setiap langkah atau kata kunci yang dijawab benar oleh peserta didik diberi skor 1, sedangkan yang salah diberi skor 0. Dalam sebuah soal kemungkinan banyaknya kata kunci atau langkah-langkah penyelesaian soal lebih dari satu sehingga skor untuk sebuah soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan menjumlahkan skor tiap langkah atau kata kunci yang dijawab benar oleh peserta didik.

(43)

Dalam penyusunan soal HOTS terdapat beberapa kata kerja operasional (KKO) yang sama namun berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini sering muncul ketika kita menentukan ranah KKO yang akan digunakan dalam penulisan indikator soal. Untuk meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik (Widana, 2017:7) mengklasifikasikannya menjadi 3 level kognitif sebagaimana digunakan dalam kisi-kisi UN sejak tahun pelajaran 2015/2016. Pengelompokkan level kognitif tersebut yaitu:

1. Pengetahuan dan pemahaman (level 1)

Ciri-ciri soal pada level 1 adalah mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Bisa jadi soal-soal pada level 1 merupakan soal kategori sukar, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal defenisi, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menyebutkan, menjelaskan, membedakan, menghitung, mendaftar, menyatakan, dan lain-lain.

2. Aplikasi (level 2)

Ciri-ciri pada soal level 2 adalah mengukur kemampuan: a) menggunakan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah konstektual (situasi lain).

(44)

Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) karena untuk menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus mampu mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah yang konstektual (situasi nyata yang tidak rutin).

Ciri-ciri soal pada level 3 adalah menuntut kemampuan menggunakan penalaran dan logika untuk mengambil keputusan (evaluasi), memprediksi dan merefleksi, serta kemampuan menyusun strategi baru untuk memecahkan masalah konstektual yang tidak rutin. Kata kerja operasional yang sering digunakan antara lain menguraikan, mengorganisir, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah.

4. Langkah-langkah penyusunan soal HOTS

Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia dalam buku pelajaran. Oleh karena itu penulisan soal HOTS, dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.

Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS. (Widana,2017:17).

(45)

a. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS

Terlebih dahulu kita memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS. Tidak semua KD dapat dibuatkan soal model-model soal HOTS. Kita secara mandiri dapat melakukan analisis KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS. b. Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu kita dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk memandu kita dalam:

1) Memilih KD yang akan dibuat soal-soal HOTS.

2) Memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang akan diuji. 3) Merumuskan indikator soal.

4) Menentukan level kognitif

c. Memilih stimulus yang menarik dan konstektual

Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik sedangkan stimulus konstektuual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks ujian sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.

d. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama.

(46)

e. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban

Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks(benar/sal, ya/tidak), dan isian singkat.

4. Contoh soal HOTS

a. Rata-rata kelas XII IPA 1 SMAN 1 Takalar adalah 12 dan jangkauannya 6. Jika setiap nilai siswa dikurangi dengan 𝑎, kemudian dibagi dengan 𝑏, ternyata menghasilkan data baru dengan rata-rata 2 dan jangkauan 3. Jika Andi adalah siswa kelas tersebut, menurut Anda berapakah nilai yang harus didapat Andi supaya nilainya setelah dikurangi dan dibagi bisa di atas 40?

Penyelesaian: 𝑥1 − 𝑎 𝑏 , 𝑥2− 𝑎 𝑏 , … , 𝑥𝑛 − 𝑎 𝑏 , 𝑥′ =𝑥 − 𝑎 𝑏 , 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑢𝑎𝑛′ = 𝐽 𝑏 𝑥 =′ 12 − 𝑎 𝑏 , 3 = 6 𝑏→ 𝑏 = 2 2 = 12 − 𝑎 2 𝑎 = 8

Nilai yang harus di dapat andi supaya nilainya diatas 40 adalah sebagai berikut: 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑛𝑑𝑖 −𝑎 𝑏 ≤ 40 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑛𝑑𝑖 −8 2 ≤ 40 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑛𝑑𝑖 − 8 ≤ 40 × 2

(47)

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑛𝑑𝑖 ≤ 80 + 8 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑛𝑑𝑖 ≤ 88

Jadi, nilai yang harus didapat oleh Andi supay setelah dikurangkan nilai bisa diatas 40 adalah 88 ke atas.

b. Misalkan data tertinggi suatu data disimbolkan 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 dan data terendah suatu data disimbolkan dengan 𝑥𝑚𝑖𝑛. Diketahui bahwa 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑥𝑚𝑖𝑛 = 6, dan rata-rata data tersebut adalah 16. Jika setiap nilai data dikali 𝑛 kemudian ditambah 2𝑚. diperoleh data baru dengan 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑥𝑚𝑖𝑛 = 9 , dan rata-rata menjadi 30. Menurut Anda, jika nilai 𝑚 dikurangi 3 dan nilai 𝑛 ditambah 3, yang manakah yang paling besar?

Penyelesaian:

Misal data-datanya adalah:

𝑎, 𝑏 dan 𝑐 dengan 𝑎,b dan c adalah bilangan asli. 𝑎 < 𝑏 < 𝑐

Sehingga 𝑐 − 𝑎 = 6 𝑎 + 𝑏 + 𝑐

3 = 16 → 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 48

Setiap data dikali 𝑛 kemudian ditambah 2𝑚 sehingga datanya menjadi: 𝑛𝑎 + 2𝑚 , 𝑛𝑏 + 2𝑚 , 𝑛𝑐 + 2𝑚 → 𝑛𝑎 + 2𝑚 < 𝑛𝑏 + 2𝑚 < 𝑛𝑐 + 2𝑚 Maka,

𝑛𝑐 + 2𝑚 − 𝑛𝑎 + 2𝑚 = 9 𝑛𝑐 + 2𝑚 − 𝑛𝑎 − 2𝑚 = 9 𝑛𝑐 − 𝑛𝑎 = 9

(48)

𝑛 𝑐 − 𝑎 = 9 𝑛 6 = 9 𝑛 =9 6= 3 2 𝑛𝑎 + 2𝑚 + 𝑛𝑏 + 2𝑚 + 𝑛𝑐 + 2𝑚 3 = 30 𝑛𝑎 + 2𝑚 , 𝑛𝑏 + 2𝑚 + , 𝑛𝑐 + 2𝑚 = 90 𝑛𝑎 + +𝑛𝑏 + 𝑛𝑐 + 6𝑚 = 90 𝑛 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 6𝑚 = 90 3 2+ 48 + 6𝑚 = 90 72 + 6𝑚 = 90 6𝑚 = 90 − 72 6𝑚 = 18 𝑚 =18 6 = 3 𝑚 − 3 = 3 − 3 = 0 𝑛 + 3 =3 2+ 3 = 9 2

Jadi yang paling besar adalah nilai 𝑛. C.Statistika

Statistika adalah kumpulan metode untuk eksperimen perencanaan, memperoleh data, dan kemudian mengatur, meringkas, mempresentasikan, menganalisis, menafsirkan, dan menggambar kesimpulan berdasarkan data.

Data adalah hasil pengamatan (seperti pengukuran, gender, tanggapan survei) yang telah dikumpulkan. Populasi adalah kumpulan lengkap semua elemen (skor, orang, pengukuran, dan sebagainya) yang akan dipelajari, sedangkan Sampel adalah subkoleksi anggota yang dipilih dari suatu populasi.

(49)

1. Data Tunggal

a. Nilai statistik data tunggal 1) Mean (Rata-Rata)

Untuk data tunggal, rata-rata (mean) dirumuskan sebagai berikut:

𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑥 =𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 − 1 + 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 − 2 + 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 − 3 + ⋯ + 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 − 𝑛 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚

Contoh:

Diketahui suatu data yaitu 3,4,6,5,7,8. Hitunglah rata-rata data tersebut. Penyelesaian: 𝑀𝑒𝑎𝑛 𝑥 =3 + 4 + 6 + 5 + 7 + 8 6 = 33 6 = 5,5 2) Modus

Modus adalah datum yang sering muncul.

Contoh: Diketahui suatu data yaitu 3,3,6,5,7,8. Berapakah modus data tersebut?

Penyelesaian: modus dari data tersebut adalah 3 Karena 3 adalah data yang paling sering muncul yaitu sebanyak 2 kali.

3) Median

Median data tunggal dirumuskan sebagai berikut:

 Jika banyak data genap, median dirumuskan sebagai berikut:

𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 =𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 𝑛

2 + 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 𝑛2 + 1

2 , 𝑛: 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑡𝑎

 jika banyak data ganjil, median dirumuskan sebagai berikut:

𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘 𝑛 + 1

(50)

4) Kuartil

Kuartil satu (𝑄1) atau kuartil bawah, dan kuartil dua (𝑄2) atau kuartil tengah dan kuartil 3 (𝑄3) atau kuartil atas, merupakan statistik yang membagi data menjadi empat bagian yang sama. Letak tiap kuartil didefinisikan sebagai berikut:

Letak (𝑄𝑖) = 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝑘𝑒 − 𝑖(𝑛+1)4 , 𝑛: 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑡𝑎 5) Deviasi rata-rata

Deviasi rata-rata merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk melihat variasi data.

Contoh: diketahui 𝑥1 = 3,5, 𝑥2 = 5,0, 𝑥3 = 6,0, 𝑥4 = 7,5,𝑑𝑎𝑛 𝑥5 = 8,0. Jika

deviasi rata-rata nilai tersebut dinyatakan dengan rumus 𝑛𝑖=1 𝑥1𝑛−𝑥 . Tentukanlah deviasi rata-rata tersebut.

Penyelesaian: 𝑥 =𝑥1+ 𝑥2 + 𝑥3 + 𝑥4 + 𝑥5 5 = 30 5 = 6 Deviasi rata-rata= 𝑥1−𝑥 + 𝑥2−𝑥 + 𝑥3−𝑥 + 𝑥 −𝑥 + 𝑥5 5−𝑥 = 3,5−6 + 5,0−6 + 6,0−6 + 7,5−6 + 8,0−6 5 = 2,5+1+0+1,5+25 = 75= 1,4 Jadi deviasi rata-rata data tersebut adalah 1,4 2. Data kelompok

a. Nilai statistik data berkelompok 1) Mean

(51)

Mean 𝑥 = 𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=1 =𝑓1𝑥1+ 𝑓2𝑥2+ 𝑓3𝑥3+ ⋯ + 𝑓𝑘𝑥𝑘 𝑓1+ 𝑓2+ 𝑓3+ ⋯ + 𝑓𝑘 Dengan: 𝑓𝑖 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 − 𝑖 𝑥𝑖 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎𝑕 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑒 − 𝑖 Langkah 1. Tentukan nilai tengah setiap kelas

Langkah 2. hitung hasil kali frekuensi dengan nilai tengah (𝑓𝑖, 𝑥𝑖) untuk setiap kelas.

Langkah 3. Hitung mean dengan menggunakan rumus

𝑥 = 𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=1

Dengan menggunakan langkah-langkah diatas diperoleh tabel frekuensi. Tabel. 2.3 Tabel Frekuensi

No Kelas Titik Tengah Frekuensi 𝑓𝑖𝑥𝑖

1 38 – 46 42 1 42 2 47 – 55 51 3 153 3 56 – 64 60 7 420 4 65 – 73 69 14 966 5 74 – 82 78 17 1326 6 83 – 91 87 16 1392 7 92 – 100 96 6 576 Total 𝑓𝑖 = 64 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑘 𝑖=1 = 4875 𝑥 = 𝑓𝑖𝑥𝑖 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=1 𝑥 =4875 65 = 76,17

(52)

Menentukan Mean dengan rumus rata-rata sementara 𝑥 = 𝑥 𝑠+ 𝑓𝑖𝑑𝑖 𝑘 𝑖=1 𝑓𝑖 𝑘 𝑖=1 Keterangan: 𝑓𝑖 = frekuensi kelas ke-i

𝑥 𝑠 = Rata-rata sementara

Langkah 1. Ambil nilai tengah dengan frekuensi terbesar sebagai mean sementara 𝑥𝑠

Langkah 2.Kurangkan setiap nilai tengah kelas dengan mean sementara dan catat hasilnya dalam kolom 𝑑𝑖 = 𝑥𝑖− 𝑥𝑠

Langkah 3. hitung hasil kali 𝑓𝑖𝑑𝑖 dan tuliskan hasilnya pada sebuah kolom, dan hitung totalnya.

Langkah 4. Hitung mean dengan menggunakan rumus rataan sementara b. Modus

Dengan menggunakan rumus modus: 𝑀0 = 𝑡𝑏+ 𝑘 𝑑1 𝑑1+𝑑2 Dimana: 𝑀𝑜 = 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑠, 𝑡𝑏 = 𝑡𝑒𝑝𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎𝑕 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠, 𝑘 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑑1= 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖𝑕 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑠 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 𝑑2= 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖𝑕 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑠 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎𝑕𝑛𝑦𝑎

Tabel. 2.4 Tabel Frekuensi

No Kelas Titik Tengah Frekuensi

1 38 – 46 42 1 2 47 – 55 51 3 3 56 – 64 60 7 4 65 – 73 69 14 5 74 – 82 78 17 6 83 – 91 87 16 7 92 – 100 96 6

(53)

Dari data tersebut dapat ditentukan sebagai berikut.

Tampak modus terletak pada kelas 74 – 82 dengan frekuensi 𝑓 = 17 dan panjang kelas 𝑘 = 9. Oleh karena itu 𝑡𝑏 = 73,5 , dan 𝑑1= 17 − 14 = 3 serta 𝑑2= 17 − 16 = 1 jadi modus data diatas adalah:

𝑀0 = 𝑡𝑏 + 𝑘 𝑑1 𝑑1+ 𝑑2 𝑀0 = 73,5 + 9 3 3 + 1 𝑀0 = 73,5 + 6,75 𝑀0 = 80,25 c.Median

Dengan menggunakan rumus median:

𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 𝑡𝑏+ 𝑘 𝑁 2 − 𝐹 𝑓𝑚 Dimana: 𝑡𝑏 = 𝑡𝑒𝑝𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎𝑕 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠, 𝑘 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑁 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑡𝑢𝑚 𝐹 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑓𝑚 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛

(54)

Dari data sebelumnya diperoleh 𝑘 = 9,𝑡𝑏 = 73,5, 𝑁 = 64, 𝑓𝑚 = 17 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 𝑡𝑏+ 𝑘 𝑁 2 − 𝐹 𝑓𝑚 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 73,5 + 9 64 2 − 25 17 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 73,5 + 3,705 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 = 77,205 D. Kerangka Pikir

Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih giat lagi dalam mengatasinya. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya dan dapat bersifat sosiologis, pskikologis atau fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajar akan mendapatkan hasil di bawah semestinya.

Kesulitan sering dijumpai pada siswa dalam hal menyelesaikan soal matematika terkhusus materi statistika. Statiska merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara merencanakan, mengumpulkan data, menganilisis, mengintrepetasi, dan mempresentasikan data. Kesulitan ini pun terjadi jika soal yang diselesaikan siswa adalah soal yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau soal bertipe higher order thinking skill (HOTS).

Soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang

(55)

tidak sekedar mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk pada pengolahan. Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi.

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Materi Statistika

Soal HOTS

Ciri-Ciri Soal HOTS

 Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi  Berbasis permasalahan konstektual

 Menggunakan bentuk soal beragam

Kesulitan Siswa Kesulitan Menganalisis Kesulitan Mengevaluasi Kesulitan mencipta

Gambar

Tabel 2.1  Dimensi Proses Berpikir  13
Tabel 2.2 Perbandingan Asesmen Tradisional dan Konstektual
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir  Materi Statistika
Tabel 4.1. Daftar Peserta Penelitian (Tes) dan Kode Siswa  No  Kode Siswa  No.  Kode Siswa  No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikator kesalahan yang dilakukan adalah tidak tepat dalam menerapkan definisi, rumus atau teorema yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Adapun letak

Kemudian petikan wawancara (ke-3 dan ke-4) subjek mengetahui soalnya tetapi tidak paham betul mengenai maksud soal yang sebenarnya terlihat dari lembar jawaban

Berdasarkan wawancara di atas, siswa MD tidak mengetahui strategi yang menurutnya efektif dalam merumuskan soal, siswa MD juga tidak mampu menuliskan persamaan yang terdapat di

Penelitian yang relevan terkait analisis kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yakni Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal HOTS Fisika Materi Getaran Harmonis di SMA

mengetahui semua unsur yang ada pada soal. Subjek menyelesaikan soal mencipta hanya dengan menggambarkan tanpa melakukan perhitungan, akan tetapi ketika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tingkat kemampuan matematika siswa memiliki kecenderungan indikator kecemasan matematika yang beragam ketika menyelesaikan soal-soal tipe HOTS,

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penting untuk dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa dalam Menyelesaikan Soal

Dikirim: 13 September 2023, Diterima : 26 September 2023, Diterbitkan : 10 Oktober 2023 15 TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL TIPE HIGHER ORDER