• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak. Differences of Career Anchor in Generation X and Generation Y Employee. Abstract. Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak. Differences of Career Anchor in Generation X and Generation Y Employee. Abstract. Pendahuluan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Perbedaan Jangkar Karir pada Karyawan Generasi X dan Generai Y

Rinda Susanti dan Adi Respati

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indoenesia

E-mail:rinda.susanti50@ui.ac.id (R. Susanti), adirespatih@gmail.com (A. Respati)

Abstrak

Angka turnover yang tinggi pada Generasi Y menjadi masalah serius bagi perusahaan. Perusahaan perlu cara yang berbeda untuk menghadapi Generasi Y karena mereka berbeda dari generasi sebelumnya. Penelitian ini menawarkan konstruk jangkar karir sebagai cara untuk memahami perbedaan perilaku kerja antara Generasi X dan Generasi Y. Jangkar karir adalah persepsi individu terhadap kebutuhan, nilai-nilai, dan bakat yang membentuk keputusan karirnya (Igbaria & Baroudi, 1993). Jangkar karir ini memberikan informasi yang relevan mengenai apa yang diinginkan seseorang dari karir mereka daripada konstruk lain. Terdapat dua generasi yang mendominasi tempat kerja saat ini yaitu Generasi X dan Generasi Y. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Generasi Y. Jangkar karir terdiri dari sembilan dimensi. 303 subjek (Generasi X= 106 ; Generasi Y= 197) diperoleh dengan Career Orientation Inventory. Hasil analisis menggunakan independent sample t-tes menunjukkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada delapan dimensi jangkar karir yaitu geographic security, job security,

managerial competence, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan lifestyle. Hanya

pada satu dimensi yaitu technical competence Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X.

Differences of Career Anchor in Generation X and Generation Y Employee Abstract

High rate of turnover in Generation Y has ben a serious problem for companies. Companies need different ways to deal with Generation Y turnovers from the ways the currently do with the previous generations. This research offers career anchors as a way to understand differences in work behavior between Generation X dan Generation Y. Career anchors are individual's needs, values, and talents that give shape to career decision (Igbaria & Baroudi, 1993). Career anchors provide more relevant information than other constructs do about what an employees want from. There are two generations currently dominateing workplace, Generation X and Generation Y. This study aims to determine differences of career anchor between Generation X and Generation Y employees. Career anchor consists of nine dimensions. 303 subjects (106 Generation Xs and 197 Generation Ys) filled out Career Orientation Inventory. Independent sample t-test analysis shows that Generation Ys significantly scored higher than Generation X in eight dimensions of career anchors including geographic security, job security, managerial competence, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, and lifestyle. Only in one dimension, technical competence, that Generation Y’s did not significantly scored higher significantly than Generation X’s.

Keyword:Career anchor, Generation X. Generation Y.

Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan jangkar karir pada Generasi X dan Generasi Y. Penelitian ini dilatarbelakangi gejala anak muda yang mudah sekali pindah kerja. Survei yang dilakukan PT. Unilever Indonesia, Tbk menemukan bahwa 60 persen dari anak muda Indonesia yang baru meniti karir sudah pindah tempat kerja dalam waktu tiga tahun

(2)

(Ngantung, 2013). Bahkan sepertiganya sudah berganti pekerjaan sebanyak dua kali atau lebih.

Anak muda yang mudah pindah tempat kerja tersebut menyebabkan angka turnover tinggi di perusahaan. Penelitian Wisconsin (dalam Pinkovitz, Moskal & Green, 1997) menemukan bahwa permintaan karyawan baru mencapai 75% untuk menggantikan karyawan yang meninggalkan perusahaan. Angka turnover yang tinggi ini akan menimbulkan masalah bagi perusahaan baik finansial maupun non finansial. Masalah finansial bagi perusahaan, yaitu training, vacancy, dan staffing (O’Connell dan Kung, 2007). Masalah non finansial akibat turnover tinggi yakni dampak moral, beban kerja yang lebih tinggi, stimulasi turnover tambahan, mengganggu kinerja, dan tim (Achoui & Mansour, 2007).

Menurut Meier, Austin, dan Crocker (2010) anak muda ini disebut Generasi Y, dimana mereka lahir antara tahun 1980-2000. Generasi ini memiliki karakteristik berbeda dengan generasi sebelumnya, yakni Generasi Baby Boomer dan Generasi X. Baby Boomer adalah mereka yang lahir pada 1960 dan sebelumnya. Mayoritas karyawan di perusahaan Indonesia saat ini berdasarkan hasil survei Dunamis Consulting (2013) adalah Generasi X (26%) dan Generasi Y (25%). Marston (2007) juga menjelaskan bahwa populasi tenaga kerja generasi muda mencapai 50%. Yang dimaksud generasi muda sekaligus yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu Generasi X dan Generasi Y, dimana Generasi X lahir antara tahun 1960an sampai dengan 1980an sedangkan Generasi Y yang lahir setelahnya. Pew Research Center (dalam Thompson, 2012) melaporkan bahwa pada sepuluh tahun ke depan lebih dari setengah tenaga kerja di Amerika Serikat adalah Generasi Y. Ini artinya jika masalah turnover pada Generasi Y tidak ditangani dengan baik maka perusahaan bersisiko tidak akan memiliki middle manager karena dimasa depan Generasi Y akan mendominasi dunia kerja.

Penelitian sebelumnya mengidentifikasi penyebab atau anteseden turnover berfokus pada peran stres, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan konflik (Cotton & Tuttle, 1986; Good, Page & Young, 1996). Baru-baru ini, beberapa peneliti mengalihkan perhatian mereka ke konstruk jangkar karir (Kassicieh, Igbaria & Silver, 1999; Jiang & Klein, 1999). Jangkar karir adalah persepsi individu terhadap kebutuhan, nilai dan bakat yang membentuk keputusan karirnya (Igbaria & Baroudi, 1993). Jangkar karir ini terdiri dari sembilan dimensi yaitu geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, technical competence, dan lifestyle.

(3)

Jangkar karir merupakan sebuah elemen penting dari karir karyawan (Igbaria & Baroudi, 1993). Seseorang akan mengusahakan jangkar karir mereka dalam karirnya (Hsu, dkk, 2003). Individu yang memiliki jangkar karir berbeda akan menginginkan jenis dan kondisi pekerjaan yang berbeda, termotivasi dengan bentuk penghargaan dan insentif yang berbeda, dan rentan terhadap berbagai bentuk kesalahan manajemen karir yang berbeda pula (Schein, 2006). Jangkar karir memberikan informasi yang relevan mengenai apa yang diinginkan seseorang dalam karirnya dibandingkan model yang lain (Arnold, 2004). Lebih lanjut, Ginzberg & Baroudi (dalam Igbaria & Baroudi, 1993) mengatakan bahwa karir internal harus dipenuhi dan organisasi harus berusaha menyediakan kondisi kerja yang sesuai dengan jangkar karir internal karyawan. Kesesuaian antara jangkar karir internal dan persepsi insentif karir akan menentukan kepuasan karir atau intensi turnover karyawan. Tan & Quek (2001) menambahkan bahwa jangkar karir mempengaruhi kepuasan kerja dan stabilitas kerja seseorang.

Sweeney (2008) mengatakan bahwa Generasi X dan Y memiliki harapan yang sangat berbeda terhadap karir mereka karena dipengaruhi orangtua. Lebih lanjut, Arnold (2004) menjelaskan bahwa jangkar karir memberikan informasi yang relevan mengenai apa yang diinginkan seseorang dari karir mereka daripada model lain seperti Holland’s vocational personality yang fokus pada bakat seseorang. Evans (1996) menambahkan bahwa jangkar karir masih populer dan berhasil digunakan oleh banyak praktisi untuk memberikan bimbingan kepada individu. Untuk itu jika hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jangkar karir yang signifikan antara Generasi X dan Y, perusahaan dapat membuat perencanaan jenjang karir sesuai jangkar karir karyawan untuk menurunkan turnover. Lebih jauh lagi pada penelitian ini untuk melihat perbedaan setiap dimensi jangkar karir pada kedua generasi tersebut.

Tinjauan Teoritis

Jangkar Karir. Istilah jangkar karir atau career anchor pertama kali diperkenalkan oleh

Schein (1978). Jangkar karir merupakan salah satu batasan kesuksesan karir seseorang yang diukur oleh dirinya sendiri. Definisi jangkar karir menurut Schein (1978) adalah :

The pattern of self perceived talents, motives, and values serves to guide, constrain, stabilize, and integrate the person’s career.

Definisi lain jangkar karir dijelaskan oleh Igbaria dan Baroudi (1993) yaitu:

Individual’s self perceived needs, values, and talents that give shape to his or her career.

(4)

Jangkar karir fokus pada bagaimana motivasi, kompetensi, dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang yang secara bertahap menjadi sebuah kombinasi yang membentuk konsep karir yang kelak akan membatasi dan menentukan pilihan karir di sepanjang hidupnya (Igbaria & Baroudi, 1993). Dari dua definisi yang dijelaskan sebelumnya peneliti memilih menggunakan definisi jangkar karir dari Igbaria dan Baroudi (1993) yaitu persepsi individu terhadap kebutuhan, nilai, dan bakat yang membentuk keputusan karirnya.

Dimensi Jangkar Karir. Schein (dalam Igbaria & Baroudi, 1993) menyatakan delapan

dimensi jangkar karir yakni security, autonomy, managerial competence, technical competence, creativity and entrepreneurship, sense of service, pure challenge, dan lifestyle. Di bawah ini penjelasan dari masing-masing dimensi:

a. Security adalah kebutuhan individu terhadap rasa aman berkaitan dengan wilayah geografis dan pekerjaan yang membentuk keputusan karirnya.

b. Autonomy adalah kebutuhan individu terhadap kebebasan dari batasan organisasi untuk mengejar kompetensi profesional yang membentuk keputusan karirnya.

c. Sense of service adalah kebutuhan dan nilai individu untuk mendedikasikan diri dalam melayani orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk tinggal dan bekerja yang membentuk keputusan karirnya.

d. Pure challenge adalah kebutuhan individu untuk mengatasi hambatan, memecahkan masalah, dan menang melawan lawan yang membentuk keputusan karirnya.

e. Creativity and entrepreneurship adalah kebutuhan, nilai, dan bakat individu untuk membuat sesuatu yang diciptakan mereka sendiri dan membangun bisnis baru, yang membentuk keputusan karirnya.

f. Managerial competence adalah nilai dan bakat yang dipersepsi individu untuk mengawasi, mempengaruhi, dan memimpin orang lain, serta kebutuhan individu mencari promosi posisi manajer umum sebagai cara untuk mencapai keberhasilan yang membentuk keputusan karirnya.

g. Technical competence adalah nilai dan bakat individu pada teknis pekerjaan yang membentuk keputusan karirnya.

h. Lifestyle adalah kebutuhan dan nilai individu untuk mengintegrasikan kehidupan keluarga dan karir yang membentuk keputusan karirnya

(5)

Igbaria dan Baroudi (1993) merevisinya menjadi 9 dimensi jangkar karir dengan memecahkan dimensi security menjadi geographic security dan job security. Dimensi geographic security merupakan kebutuhan individu terhadap rasa aman dengan menghubungkan area geografis tertentu dalam jangka panjang yang membentuk keputusan karirnya sedangkan dimensi job security merupakan kebutuhan individu terhadap rasa aman dengan menghubungkannya pada loyalitas perusahaan, jabatan jangka panjang, dan jaminan keuangan yang membentuk keputusan karirnya. Jadi sembilan dimensi jangkar karir menurut Igbaria dan Baroudi (1993) meliputi: geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, technical competence, dan lifestyle.

Dinamika Perbedaan Jangkar Karir pada Generasi X dan Generasi Y. Peneliti memiliki

dugaan terhadap hasil penelitian ini berdasarkan karakteristik-karakteristik Generasi Y yang dijelaskan oleh para ahli. Generasi Y lahir pada zaman teknologi sehingga dibandingkan guru dan orangtuanya mereka lebih ahli teknologi (Meier, Austin, & Crocker, 2010) serta memiliki kemampuan multi-tasking dan kompetensi teknis di tempat kerja (Kim, 2008). Generasi Y juga menginginkan fleksibilitas dalam bekerja karena ingin menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kerjanya (Meier, Austin, & Crocker, 2010). Kim (dalam Acar, 2014) menambahkan bahwa ketika terjadi kesalahan, Generasi Y segera mengambil langkah positif karena mereka optimis dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Selain itu, Generasi Y dinilai memiliki kebebasan dan otonomi tinggi. Mereka tidak pernah malu untuk mengatakan apa yang mereka inginkan (Josiam, dkk, dalam Kwok, 2012). Di sisi lain, Pirie dan Worcester (1998) menjelaskan bahwa Generasi Y tertarik membangun bisnis sendiri. Dari karakteristik-karakteristik Generasi Y tersebut, peneliti menduga bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi daripada Generasi X pada dimensi technical competence, lifestyle, pure challenge, autonomy, dan entrepreneurship.

Peneliti juga menduga bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi daripada Generasi X pada dimensi job security, managerial competence, dan sense of service. Dugaan ini disimpulkan dari karakteristik yang dimiliki Generasi Y selain yang dijelaskan sebelumnya. Pertama, hasil penelitian Knowske, Rasch dan Wiley (2010) menunjukkan bahwa Generasi Y menempatkan kepuasan terhadap perusahaan dengan melihat jaminan kerja dan pengembangan karirnya. Kedua, Generasi Y masuk ke tempat kerja dengan ambisi yang tinggi dan akan melakukan apapun yang mereka inginkan agar menjadi paling sukses dari generasi sebelumnya (Meier, Austin, & Crocker, 2010). Ketiga, Turban dan Greening (dalam Ng, Schweitzer, & Lyons, 2010) menjelaskan bahwa Generasi Y ingin berkontribusi untuk

(6)

masyarakat. Karakteristik lain dari Generasi Y menurut Meier, Austin, dan Crocker (2010) adalah Generasi Y bisa bekerja di mana pun dan kapan pun jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya (Meier, Austin, & Crocker, 2010). Karakteristik ini membuat peneliti menduga bahwa Generasi Y akan memiliki skor lebih rendah daripada Generasi X pada dimensi geographic security. Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa peneliti menduga Generasi Y memiliki skor lebih tinggi daripada Generasi X pada semua dimensi jangkar karir kecuali pada dimensi geographic security.

Metode Penelitian

Sampel Penelitian. Sampel pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok karyawan yang

bekerja pada instansi pemerintah dan beberapa perusahaan swasta. Pertama adalah karyawan yang termasuk dalam Generasi X yang memiliki tahun kelahiran 1961-1979. Kedua adalah karyawan yang termasuk dalam Generasi Y yang memiliki tahun kelahiran 1980-2000.

Alat Ukur. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah Career Orientation Inventory

(COI) yang dikembangkan oleh Igbaria dan Baroudi (1993). Alat ukur ini terdiri dari dua bagian dengan total 25 item. Pada bagian pertama terdiri dari 15 item dengan rentang skala 1-5 dimana 1 berarti “sangat tidak penting” dan 1-5 berarti “sangat penting”. Pada bagian kedua terdiri dari 10 item dengan rentang skala 1-5 dimana 1 berarti “sangat tidak benar” dan 5 berarti “sangat benar”. Konstruk jangkar karir bersifat multidimensional sehingga tidak ada skor tunggalnya. Sembilan dimensi dari jangkar karir yaitu geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, technical competence, dan lifestyle. Setiap dimensi terwakili oleh 3 item kecuali pada dimensi job security dan geographic security yang diwakili 2 item.

Desain Penelitian. Terdapat tiga pendekatan dalam menjelaskan desain penelitian yaitu

ditinjau dari jumlah kontak dengan sampel, kerangka waktu, dan sifat penelitian (Kumar, 2005). Pertama, ditinjau dari jumlah kontak dengan sampel, penelitian ini termasuk penelitian one-shot study karena pengambilan data hanya dilakukan satu kali sehingga peneliti hanya sekali terlibat dengan responden penelitian. Kedua, ditinjau dari kerangka waktunya, penelitian ini termasuk restrospektif karena meneliti fenomena atau masalah yang telah terjadi. Ketiga, ditinjau dari sifat penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental karena tidak ada manipulasi dan terjadi pada seting alamiah.

Teknik Pengambilan Sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah

non-probability sampling. Teknik ini dipilih karena elemen dalam populasi tidak diketahui dan tidak dapat diidentifikasi (Kumar, 2005). Selain itu, setiap individu dalam populasi tidak

(7)

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden penelitian ini. Lebih jauh lagi, berdasarkan empat jenis teknik non-probability sampling (Kumar, 2005), pada penelitian ini menggunakan accidental sampling, dimana sampel penelitian dipilih dari ketersediaannya menjadi responden penelitian. Peneliti juga menggunakan snowball sampling, dimana peneliti memilih responden berdasarkan rekomendasi dari responden yang sudah berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti meminta rekomendasi sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian ini.

Variabel Penelitian. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu jangkar karir dan generasi.

Pada variabel jangkar karir terdapat sembilan dimensi yaitu geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, technical competence, dan lifestyle. Pada variabel generasi terdapat dua variasi yaitu Generasi X dan Generasi Y.

Teknik Pengumpulan Data. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah kuesioner. Menurut Kumar (2005), kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang jawabannya ditulis sendiri oleh responden. Peneliti menggunakan dua bentuk kuesioner yaitu softcopy dan hardcopy. Peneliti membuat kuesioner softcopy dengan menggunakan Google Spreadsheet yang kemudian disebarkan melalui media sosial seperti Path, Facebook, Twitter, broadcasting Blackberry Messanger (BBM), dan broadcasting WhatsApp. Kuesioner hardcopy berbentuk booklet yang peneliti sebarkan secara langsung kepada responden penelitian di perusahaan serta ke teman dan kerabat yang memiliki karakteristik sesuai dengan responden penelitian.

Teknik Analisis. Beberapa teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini untuk

mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Statistik deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik responden penelitian ini seperti tahun lahir, lama bekerja, sektor industri tempat bekerja, level jabatan, status bekerja, status pernikahan, dan besar penghasilan. Selain itu, teknik ini juga untuk mengetahui distribusi frekuensi (minimum dan maksimum), rata-rata (mean), median, dan standar deviasi.

2. Independent Sample t-test

Independent Sample t-test digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata (mean) pada kelompok Generasi X dan Y. Teknik ini memberikan gambaran signifikansi perbedaan rata-rata (mean) skor setiap dimensi jangkar karir pada kedua kelompok generasi tersebut.

(8)

Hasil Penelitian

Gambaran Responden Penelitian

Tabel 1. Gambaran Umum Responden Penelitian

Karakteristik Gen X Gen Y

N (106) Frekuensi (%) N (197) Frekuensi (%) Pendidikan Terakhir SMA/SMK/ Sederajat 22 20.58 39 19.8 Diploma III 13 12.3 25 12.7 Sarjana Strata 1 (S1) 60 56.6 124 62.9 Sarjana Strata 2 (S2) 11 10.4 9 4.6 Jenis Kelamin Laki-laki 66 62.3 100 50.8 Perempuan 40 37.7 97 49.2 Level Jabatan Staf 54 50.9 150 76.1 Supervisor 25 23.6 22 11.2 Manajer 16 15.1 6 3.0 General Manajer 1 0.9 2 1.0 Direktur 2 1.9 1 0.5 Lain-lain 8 7.5 16 8.1 Status Kepegawaian Part-time 0 0 5 2.5

Full-time (Pegawai Tetap) 100 94.3 149 75.6

Full-time (Pegawai Kontrak) 6 5.7 43 21.8

Status Pernikahan

Belum Menikah 5 4.7 142 72.1

Sudah Menikah 101 95.3 55 27.9

Pendapatan/ Gaji Per Bulan

< Rp 5.000.000 35 33.0 109 55.3

Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 42 39.6 66 33.5

Rp 11.000.000 – Rp 20.000.000 18 17.0 17 8.6

Rp 21.000.000 – Rp 30.000.000 6 5.7 3 1.5

>Rp 30.000.000 5 4.7 2 1.0

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat ditarik enam kesimpulan terkait frekuensi responden penelitian. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan terakhir, baik pada Generasi X maupun Generasi Y responden yang tingkat pendidikan terakhirnya Sarjana Strata 1 lebih banyak dibandingkan tingkat pendidikan yang lain. Kedua, dilihat dari jenis kelaminnya, mayoritas responden adalah laki-laki pada dua generasi tersebut. Ketiga, dilihat dari level jabatan pada Generasi X dan Y menunjukkan responden paling banyak adalah yang berada pada level staf. Keempat, dilihat dari status kepegawaian, mayoritas responden baik pada Generasi X maupun Generasi Y memiliki status kepegawaian full-time (pegawai tetap).

(9)

Kelima, dilihat dari status pernikahannya, pada Generasi X responden paling banyak adalah yang sudah menikah sementara pada Generasi Y responden paling banyak adalah belum menikah. Terakhir, dilihat dari pendapatan/ gaji per bulan, mayoritas responden pada Generasi X memiliki pendapatan/ gaji antara Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 per bulannya sedangkan pada Generasi Y mayoritas responden memiliki pendapatan/ gaji kurang dari Rp 5.000.000 per bulannya.

Hasil Analisis Utama

Tabel 2. Perbedaan Jangkar Karir pada Karyawan Generasi X dan Generasi Y N Mean Perbedaan Mean Effect Size (d) F Sig (one tailed) Geographic Security Gen X 106 3.06 0.21 0.22 0.16 0.03** Gen Y 197 3.27 Job Security Gen X 106 3.79 0.35 0.71 10.47 0.00** Gen Y 197 4.14 Autonomy Gen X 106 3.05 0.23 0.31 12.52 0.00** Gen Y 197 3.28 Sense of Service Gen X 106 3.75 0.34 0.46 11.33 0.00** Gen Y 197 4.09 Pure Challenge Gen X 106 3.45 0.22 0.28 10.33 0.01** Gen Y 197 3.67 Entrepreneurship Gen X 106 3.64 0.32 0.40 0.48 0.00** Gen Y 197 3.96 Managerial Competence Gen X 106 3.24 0.42 0.56 6.82 0.00** Gen Y 197 3.66 Technical Competence Gen X 106 3.33 0.07 0.08 3.90 0.24 Gen Y 197 3.40 Lifestyle Gen X 106 3.30 0.13 0.18 0.06 0.04** Gen Y 197 3.43

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Y. Data diolah dengan menggunakan teknik analisis independent sample t-test untuk mengetahui perbedaan skor setiap dimensi pada Generasi X dan Y. Tabel 4.4 akan menjelaskan hasil perbandingan setiap dimensi jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Y.

(10)

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa pada delapan dimensi jangkar karir yaitu geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, dan lifestyle memiliki nilai signifikansi atau p < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, dan lifestyle. Hasil ini menunjukkan bahwa HA1 ditolak, sementara HA2, HA3, HA4, HA5, HA6, HA7, HA9 diterima. Hanya pada satu dimensi jangkar karir yaitu technical competence memiliki p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi technical competence dan HA8 ditolak.

Berdasarkan hasil uji Cohen’s d yang menunjukkan nilai effect size, hanya terdapat satu dimensi jangkar karir yaitu job security yang memiliki effect size besar (d > 0.6). Pada dimensi autonomy, sense of service, entrepreneurship, dan managerial competence memiliki effect size sedang (0.3 < d < 0.5) serta pada dimensi geographic security, pure challenge, technical competence, dan lifestyle memiliki effect size kecil (d < 0.2). Melihat nilai effect size tersebut mengindikasikan bahwa hanya pada dimensi job security, perbedaan rata-rata skor pada Generasi X dan Y memiliki tingkat perbedaan yang besar. Hal ini karena semakin besar nilai effect size, maka perbedaan rata-rata skor variabel pada kedua kelompok yang dibandingkan semakin besar (Becker, 2000). Sebaliknya, semakin kecil nilai effect size mengindikasikan bahwa perbedaan rata-rata skor variabel pada kedua kelompok yang dibandingkan adalah kecil.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada delapan dimensi jangkar karir yaitu pada dimensi geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, dan lifestyle. Akan tetapi hanya pada dimensi job security perbedaan skor pada kedua generasi tersebut besar sementara pada tujuh dimensi lainnya perbedaan skor termasuk kecil dan sedang. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa pada dimensi technical competence Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X.

Hasil Analisis Tambahan

Peneliti melakukan analisis tambahan untuk memperkuat hasil analisis utama dengan membandingkan jangkar karir pada Generasi X dan Y berdasarkan data kontrol jenis kelamin.

(11)

Data diolah dengan menggunakan teknik analisis independent sample t-test untuk membandingkan skor jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Y. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, pada empat dimensi jangkar karir yaitu job security, sense of service, pure challenge, dan managerial competence memiliki nilai p < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan pada Generasi X memiliki perbedaan yang signifikan pada dimensi job security, sense of service, pure challenge, dan managerial competence. Pada lima dimensi jangkar karir lainnya yaitu geographic security, autonomy, entrepreneurship, technical competence, dan lifestyle memiliki nilai p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan pada Generasi X tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada dimensi geographic security, autonomy, entrepreneurship, technical competence, dan lifestyle.

Sama halnya dengan Generasi X, pada Generasi Y hasil penghitungan juga menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, pada empat dimensi jangkar karir yaitu job security, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence memiliki nilai p < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan pada Generasi Y memiliki perbedaan yang signifikan pada dimensi job security, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence. Pada lima dimensi jangkar lainnya yaitu geographic security, autonomy, sense of service, technical competence, dan lifestyle memiliki nilai p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan pada Generasi Y tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada dimensi geographic security, autonomy, sense of service, technical competence, dan lifestyle.

Selain, membandingkan jangkar karir berdasarkan jenis kelamin, peneliti juga membandingkan jangkar karir pada Generasi X dan Y dengan melihat pengaruh adanya Generasi Transisi. Berdasarkan diskusi bersama teman payung penelitian, peneliti menduga bahwa taksonomi tahun kelahiran itu sangat penting. Peneliti mencoba untuk melihat apakah pembagian tahun kelahiran ini sudah sesuai atau tidak. Untuk itu peneliti melakukan dua variasi untuk pengujian analisis tersebut. Pertama, peneliti mengikutsertakan data Generasi Transisi dengan cara memasukkan responden yang memiliki tahun kelahiran 1979-1975 ke Generasi Y dan responden yang memiliki tahun kelahiran sama dengan atau lebih dari 1994 tidak diikutkan dalam pengolahan data. Kedua, peneliti tidak mengikutsertakan data Generasi Transisi dengan cara tidak mengikutkan dalam pengolahan data responden yang memiliki tahun kelahiran 1979-1975 dan yang memiliki tahun kelahiran sama atau lebih dari 1994. Peneliti menggunakan teknik analisis independent sample t-test untuk membandingkan skor

(12)

jangkar karir pada Generasi X dan Y ketika mengikutsertakan data Generasi Transisi dan juga ketika tidak mengikutsertakan data Generasi Transisi.

Hasil penghitungan dengan mengikutsertakan data Generasi Transisi menunjukkan bahwa pada lima dimensi jangkar karir yaitu job security, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence memiliki nilai p < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi job security, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence. Pada empat dimensi jangkar lainnya yaitu geographic security, autonomy, technical competence, dan lifestyle memiliki nilai p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi geographic security, autonomy, technical competence, dan lifestyle.

Berbeda dengan hasil sebelumnya, hasil penghitungan dengan tidak mengikutsertakan data Generasi Transisi menunjukkan bahwa pada enam dimensi jangkar karir yaitu job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence memiliki nilai p < 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence. Pada tiga dimensi jangkar karir lainnya yaitu geographic security, technical competence, dan lifestyle memiliki nilai p > 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada Generasi X pada dimensi geographic security, technical competence, dan lifestyle.  

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Y. Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tujuh dari sembilan hipotesis penelitian diterima yaitu HA2, HA3, HA4, HA5, HA6, HA7, dan HA9. Hasil tersebut menunjukkan bahwa karyawan Generasi Y memiliki skor lebih tinggi daripada karyawan Generasi X pada dimensi job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, dan lifestyle. Dua hipotesis lainnya pada penelitian ini ditolak yaitu HA1 dan HA8. Hasil ini menunjukkan bahwa karyawan Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan pada dimensi geographic security dan technical competence.

(13)

Hasil penelitian ini yang menunjukkan tujuh hipotesis terbukti adalah sesuai dengan karakteristik Generasi Y yang dijelaskan oleh beberapa ahli sebelumnya. Pertama, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi job security adalah sesuai dengan penjelasan Knowske, Rasch dan Wiley (2010) yang menyatakan bahwa Generasi Y menempatkan kepuasan terhadap perusahaan dengan melihat jaminan kerja dan pengembangan karirnya. Kedua, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi autonomy sesuai dengan penjelasan Josiam, dkk (dalam Kwok, 2012) yang menyatakan bahwa Generasi Y dinilai memiliki kebebasan dan otonomi tinggi. Selain itu, Generasi Y tidak pernah malu untuk mengatakan apa yang mereka inginkan.

Ketiga, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi

X pada dimensi sense of service sesuai dengan karakteristik Generasi Y yang dijelaskan oleh Turban dan Greening (dalam Ng, Schweitzer, & Lyons, 2010), dimana Generasi Y ingin berkontribusi untuk masyarakat. Keempat, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi pure challenge sesuai dengan penjelasan Kim (dalam Acar, 2014), dimana ketika terjadi kesalahan, Generasi Y segera mengambil langkah positif karena mereka optimis dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Kelima, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi entrepreneurship sejalan dengan Pirie dan Worcester (1998) yang menjelaskan bahwa Generasi Y tertarik membangun bisnis sendiri. Keenam, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi managerial competence juga sesuai dengan penjelasan Meier, Austin, dan Crocker (2010), dimana Generasi Y masuk ke tempat kerja dengan ambisi yang tinggi dan akan melakukan apapun yang mereka inginkan agar menjadi paling sukses dari generasi sebelumnya. Ketujuh, skor karyawan Generasi Y lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi lifestyle adalah sesuai dengan karakteristik Generasi Y yang dijelaskan Meier, Austin, & Crocker (2010), dimana mereka menginginkan fleksibilitas dalam bekerja karena ingin menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kerjanya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada dua hipotesis lainnya tidak terbukti. Hasil ini tidak sesuai dengan karakteristik Generasi Y yang dijelaskan oleh Meier, Austin, dan Crocker (2010). Pertama, skor karyawan Generasi Y yang tidak lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi geographic security tidak sesuai dengan

(14)

karakteristik Generasi Y, dimana mereka bisa bekerja di mana pun dan kapan pun jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Kedua, skor karyawan Generasi Y yang tidak lebih tinggi signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi technical competence tidak sesuai dengan karakteristik Generasi Y, dimana mereka lebih ahli teknologi dibandingkan guru dan orangtuanya karena Generasi Y lahir pada zaman teknologi. Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penjelasan Kim (2008) yang menyatakan bahwa Generasi Y memiliki kemampuan multi-tasking dan kompetensi teknis di tempat kerja. Hasil penelitian yang tidak signifikan tersebut diduga karena pada penelitian ini baik pada Generasi X maupun Generasi Y, mayoritas responden bekerja pada sektor industri oil & mining, dimana keterampilan teknis sangat dibutuhkan pada perusahaan tersebut. Untuk itu, semua karyawan baik yang berusia muda maupun tua tentu dituntut untuk memiliki keterampilan teknis yang tinggi.

Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan urutan jangkar karir yang dianggap paling penting hingga tidak penting pada Generasi X dan Generasi Y. Pada Generasi X urutannya adalah job security, sense of service, entrepreneurship, pure challenge, technical competence, lifestyle, managerial competence, geographic security, dan autonomy. Pada Generasi Y urutannya adalah job security, sense of service, entrepreneurship, pure challenge, managerial competence, lifestyle, technical competence, autonomy, dan geographic security. Ini artinya baik pada Generasi X maupun Generasi Y sama-sama memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap rasa aman yang dikaitkan dengan jaminan kerja yang membentuk keputusan karirnya. Selain itu, pada Generasi Y terlihat bahwa kebutuhan terhadap rasa aman yang dikaitkan dengan area geografis tertentu dianggap paling tidak penting. Ini artinya Generasi Y kurang memiliki kebutuhan terhadap rasa aman yang dikaitkan dengan area geografis tertentu yang membentuk keputusan karirnya. Berbeda dengan Generasi Y, pada Generasi X kurang memiliki kebutuhan terhadap otoritas dalam bekerja yang membentuk keputusan karirnya.

Dari hasil analisis tambahan, jenis kelamin ikut berperan terhadap hasil penelitian baik pada Generasi X maupun Generasi Y. Pada Generasi X terdapat empat dimensi jangkar karir yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan yaitu pada dimensi job security, sense of sevice, pure challenge, dan magerial competence. Akan tetapi, melihat nilai effect size hanya pada dimensi sense of service yang mengindikasikan perbedaan rata-rata skor antara laki-laki dan perempuan yang besar. Pada Generasi Y juga terdapat empat dimensi yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan yaitu pada

(15)

dimensi job security, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence. Pada Generasi Y, nilai effect sizenya termasuk kecil dan sedang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Crook, dkk dan Igbaria, dkk (dalam Igbaria & Baroudi, 1993) yang menunjukkan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi jangkar karir seseorang. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa data kontrol jenis kelamin ikut berperan terhadap hasil penelitian ini.

Selain melakukan uji statistik analisis tambahan berdasarkan jenis kelamin, peneliti juga melakukan uji statistik untuk melihat perngaruh Generasi Transisi. Peneliti melakukan dua variasi untuk pengujian analisis tersebut. Hasil yang diperoleh dengan mengikutsertakan data Generasi Transisi adalah Generasi Transisi ikut berperan terhadap hasil penelitian pada lima dimensi jangkar karir yaitu job security, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence.. Kemudian, hasil yang diperoleh dengan tidak mengikutsertakan data Generasi Transisi dalam pengolahan data yaitu ikut berperan terhadap hasil penelitian pada enam dimensi jangkar karir yakni job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, dan managerial competence. Untuk itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa Generasi Transisi juga ikut berperan terhadap hasil penelitian ini.

Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan jangkar karir pada karyawan Generasi X dan Generasi Y. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa karyawan Generasi Y memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi geographic security, job security, autonomy, sense of service, pure challenge, entrepreneurship, managerial competence, dan lifestyle. Selain itu, dari hasil pengolahan data juga dapat disimpulkan bahwa karyawan Generasi Y tidak memiliki skor lebih tinggi yang signifikan daripada karyawan Generasi X pada dimensi technical competence.

Saran

Saran praktis yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini memberikan sumbangan pada organisasi/perusahaan khususnya bagian SDM bahwa untuk mempertahankan karyawan Generasi X dan Y dapat dibuat perencanaan jenjang karir sesuai jangkar karir karyawan khususnya terkait rasa aman dalam bekerja/ job security. Hal ini dapat diwujudkan dengan pemberian tunjangan pensiun dan tunjangan kesehatan. Generasi X dan Y memiliki jangkar karir yang berbeda.

(16)

2. Berdasarkan hasil penelitian ini, perusahaan/ organisasi bisa melihat urutan jangkar karir dari yang dianggap penting hingga tidak untuk menentukan keputusan karir pada kedua Generasi tersebut. Pada Generasi X urutannya adalah job security, sense of service, entrepreneurship, pure challenge, technical competence, lifestyle, managerial competence, geographic security, dan autonomy. Pada Generasi Y urutannya adalah job security, sense of service, entrepreneurship, pure challenge, managerial competence, lifestyle, technical competence, autonomy, dan geographic security. Perusahaan bisa menggunakan informasi urutan jangkar karir pada kedua generasi ini untuk menyusun jenjang karir di perusahaan.

Daftar Pustaka

Achoui, M., & Mansour, M. (2007). Employee turnover and retention strategies: Evidence from Saudi Companies. International Review of Business Research Papers, 3(3), 1-16.

Acar, Beyhan Asc. (2014). Do Intrinsic and Extrinsic Motivation Factors Differ for Generation X and Generation Y?. International Journal of Business and Social Science, 5 (5).

Arnold, J. (2004). The congruence problem in john Holland’s Theory of vocational decisions. Journal of

Occupational and Organizational Psychology, 77(1), 95-113. doi: 10.1348/096317904322915937.

Cotton, J. L., & Tuttle, J. M. (1986). Employee turnover: a meta-analysis and review with implications for research. Academy of Management Review, 11(1), 55–70.

Ngantung, Daniel. (2013). Survei membuktikan : 60 % Anak Muda Indonesia suka berpindah tempat kerja. Diakses dari : http://www.tribunnews.com

Dunamis Consulting. (2013). “Karyawan Baby Boomers, Generasi X dan Generasi Y”. Diakses dari: http://www.dunamis.co.id/knowledge/details/articles/110

Evans, C. (1996). A review of career anchors in use. European Journal of Work and Organizational Psychology, 5(4), 609-915.

Good, L. K., Page, T. J. Jr., & Young, C. E. (1996). Assessing hierarchical differences in job-related attitudes and turnover among retail managers. Academy of Marketing Science, 24(2), 148–156.

Igbaria, M., & Baroudi, J. J. (1993). A short-form measure of career orientations: a psychometric evaluation.

Journal of Management Information Systems, 10(2), 131–154.

Kassicieh, M., Igbaria, S. K., & Silver, M. (1999). Career orientations and career success among research, and development and engineering professionals. Journal of Engineering and Technology Management, 16(1), 29–54.

Kowske, B., Rasch, R., & Wiley, J. (2010). Millennails’ (lack of) attitude problem: An empirical examination of generational effects on work attitudes. Journal of Business & Psychology, 25, 265-279.

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications Ltd.

Kwok, Hongkin. (2012). The Generation Yworking encounter: A comparative study of hongkong and other Chinese city. Journal of Family and Economic Issue, 33, 231-249. doi:10.1007/s10834-012-9302-7 Lim, Hwe, Ling. (2012). Generation Y workforce expectations: implications for the UAE. Education, Business

and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, 5(4), 281-293. doi: 10.1108/17537981211284452

Marston, Cam. (2007). Motivating the “What is in it for me ?” workforce: Manage across the generational

divide and increase profit.. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Meier, Justin., Austin, Stephen, F., & Crocker, Mitchell. (2010). Generation Y in the workforce: Managerial Challenges. Journal of Human Resource and Adult Learning, 6(1).

Ng, Eddy, S. W., Schweitzer, Linda., & Lyons, Sean. T. (2010). New Generation, Great Expectations: A Field Study of the Millennial Generation. Journal Bussiness Psychology, 25, 281-292. doi: 10.1007/s10869-010-9159-4.

O’Connell, Matthew., & Kung, Mei-Chuan. (2007). The cost of employee turnover. Industrial Management, 49(1), 14.

Pirie, Madsen, & Worcester, Robert. M. (1998). The millennial generation. London: ASI (Research) Ltd. Schein, E.H. (1978). Career Dynamics: Matching individual and organizational needs. Reading Massachusetts:

Addison-Wesley Publishing Company.

Schein, E.H. (2006). Career Anchor. Greenhaus, In.J.H., & Callanan, G.A. (Ed.). Ensyclopedia of Career

(17)

Sweeney, Judy. (2008). Career path for Gen X and Gen Y. Canadian HR Reporter, 21(12), 16.

Tan, Hwee Hon., & Quek, Boon Choo. (2001). An exploratory study on the career anchors of educators in Singapura. Journal of Psychology, 135(5), 527.

Thompson, Charles. (2012). Managing Millennials: A framework for improving attraction, motivation, and retention. The Psychologist-Manager Journal, 15, 237–246. doi: 10.1080/10887156.2012.730444.

Gambar

Tabel 1. Gambaran Umum Responden Penelitian
Tabel 2. Perbedaan Jangkar Karir pada Karyawan Generasi X dan Generasi Y  N  Mean  Perbedaan  Mean  Effect Size  (d)  F  Sig  (one  tailed)  Geographic Security  Gen X  106  3.06  0.21  0.22  0.16  0.03**  Gen Y  197  3.27  Job Security  Gen X  106  3.79

Referensi

Dokumen terkait

Adanya benang merah antara sistem pemerintahan dalam Penjelasan dan sistem pemerintahan dalam Batang Tubuh Undang- undang Dasar 1945 ini menunjukkan bahwa Soepomo, dengan

akan membeli bisnis yang sudah ada atau mulai dari awal. Banyak ahli

Benzalchloride yang diperoleh dari proses klorinasi akan dihidrolisis menjadi. benzaldehyde pa da suhu 100 ⁰ C dengan

REKAPITULASI LAMA STUDI MAHASISWA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PALANGKA

Surat Kuasa bagi yang diwakilkan, yang namanya tercantum dalam Akta Pendirian/ Perubahan – perusahaan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang

Hasil Uji-t Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients. t

Puji dan Syukur penulis haturkan kepadamu Yesus atas kesempatan dan penyertaanMu dalam penulisan ini, sehingga selalu tugas akhir yang berjudul “ Strategi

1). Bagaimana bentuk fungsi kuadrat yang diperoleh dari masalah 3 dan 4 dengan peubah bebasnya anggota himpunan bilangan real ? Berapakah nilai peubah bebas dari