Kebijakan DPD RI dalam Upaya Penguatan
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana kepada
Pemerintah Daerah
Parlindungan Purba, S.H, M.M
Ketua Komite II, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI parlin_senat@yahoo.com
Biografi Singkat
Nama: Parlindungan Purba, S.H, M.M
Posisi: Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
(Membidangi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi)
Tanggal Lahir: Medan, 22 Oktober 1963 Kontak Person: +62 82168313750
Email: parlin_senat@yahoo.co.id
Visi dan Misi serta Tugas, Fungsi dan Wewenang
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Visi Dewan Perwakilan Daerah RI
• Konsensus politik bangsa Indonesia melalui reformasi 1998 telah menghasilkan perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia yang dituangkan dalam konstitusi. Perubahan tersebut antara lain menghadirkan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga perwakilan selain Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
• Lembaga DPD RI dibentuk melalui Perubahan Ketiga UUD 1945 tahun 2001 dalam rangka penguatan kelembagaan dari semula hanya setingkat Fraksi Utusan Daerah di MPR RI untuk mengatasi masalah hubungan pusat-daerah dan memperkuat ikatan daerah-daerah dalam NKRI serta membangun mekanisme check and balances antar cabang kekuasaan negara dan dalam cabang kekuasaan legislatif itu sendiri
Berdasarkan hal tersebut maka visi DPD RI adalah sebagai berikut :
• Menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai lembaga
perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia
1. Memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen UUD 1945;
2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran sesuai kewenangan yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang;
3. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang mencakup
penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan DPD RI dalam rangka akuntabilitas publik;
4. Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan lembaga-lembaga
negara/pemerintah dan non pemerintah di dalam negeri dan lembaga perwakilan negara-negara sahabat termasuk masyarakat parlemen internasional;
5. Meningkatkan kinerja dan kapasitas kelembagaan baik yang menyangkut tampilan perorangan para anggota DPD RI maupun pelaksanaan fungsi kesekretariatan
jenderal termasuk tunjangan fungsional/keahlian.
Tugas, Fungsi dan Wewenang DPD RI
Mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran. Sedangkan tugas dan wewenang DPD RI adalah :
1. Pengajuan Usul Rancangan Undang-Undang, 2. Pembahasan Rancangan Undang-Undang,
3. Pertimbangan Atas Rancangan Undang-Undang dan Pemilihan Anggota BPK, 4. Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang,
5. Pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah (raperda) dan juga peraturan daerah (perda), berdasarkan Pasal 249 revisi UU MD3 terbaru
Komite II DPD RI
• Komite II DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pengelolaan sumber daya alam; dan pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.
• Lingkup tugas Komite II sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, sebagai berikut :
Pertanian dan
Perkebunan Perhubungan
Perikanan dan
Kelautan Energi dan SumberDaya Mineral Lingkungan HidupKehutanan dan
Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Daerah
Tertinggal
Perindustrian dan
Peran DPD RI dalam Penganggulangan Bencana
1. Legislasi
Peran DPD RI dalam Penganggulangan Bencana : 1.
Legislasi
Menginisiasi Revisi UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Jakarta, 21/7 – DPD RI memutuskan
menyetujui revisi UU No 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana sebagai RUU usul inisiatif dari DPD RI dan akan
diusulkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2018 di DPR RI.
Persetujuan tersebut diputuskan dalam rapat paripurna DPD RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
Sumber : https://geotimes.co.id/berita/dpd-ri-sepakati-inisiasi-revisi-uu-penanggulangan-bencana/
Terdapat Lima Materi Perubahan, meliputi,
1. Pengertian dan jenis bencana;
2. Sistem penetapan status dan tingkatan bencana;
3. Kelembagaan;
4. Peran serta masyarakat;
5. Pendanaan penanggulangan bencana.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Beberapa Usulan Perubahan Poin Pertama : Pengertian dan Jenis
Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dampak sosial dan dampak psikologis, yang melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat yang terdampak untuk menghadapi.
1. Mengubah definisi atau pengertian tentang “bencana” pada Pasal 1 butir 1, dengan memasukkan aspek kapasitas dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana, sehingga menjadi:
Usulan Perubahan Poin Pertama : Pengertian dan Jenis Bencana
Indikator bencana yang bisa dikuantitatifkan
Timbulnya korban jiwa : Dapat dihitung dengan kuantitatif Kerusakan Lingkungan : Dapat dihitung dengan kuantitatif Kerugaian Harta Benda : Dapat dihitung dengan kuantitatif
Dampak Psikologis : Tidak dapat dihitung perlu ada indikator dampak psikologis
Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007
Usulan Perubahan Poin Pertama : Pengertian dan Jenis Bencana
3. Perlu adanya klasifikasi bencana berdasarkan Pasal 1 butir 2 dan 3Bencana Alam Benana Non Alam Bencana Sosial
1. Gempa Bumi 1. Gagal Teknologi 1. Konflik Sosial 2. Tsunami 2. Gagal Modernisasai 2. Teror
3. Gunung Meletus 3. Epidemi
4. Banjir 4. Wabah Penyakit 5. Kekeringan
6. Angin Topan 7. Tanah Longsor
Klasifikasi bencana akan mempermudah stakeholder dalam persiapan
penanganan bencana dan dampak kebijakan yang akan mengikutinya
Usulan Perubahan Poin Kedua: Sistem penetapan status dan
tingkatan bencana
(2) Penetapan status keadaan darurat bencana dan tingkatan bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. jenis bencana;
b. cakupan wilayah terdampak; c. jangka waktu; dan
d. tataran penyelenggaraanya.
1. Mengubah ayat (2) Pasal 7 (Klasifikasi Bencana) sehingga menjadi :
Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007
Jangka Waktu Klasifikasi Bencana
Kurang dari 1 bulan bencana tingkat Pemerintah daerah kabupaten/kota,
Antara 1 – 3 bulan bencana tingkat
Pemerintah daerah Provinsi
Pasal 18 Ayat (2)
(2) Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib;dan
b. badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa.
Usulan Perubahan Poin Ketiga: Kelembagaan
a. Implementasi amanat Undang-Undang ini dinilai perlu konsistensi, sehingga jabatan Kepala BPBD menjadi jabatan kedua bagi Sekretaris Daerah yang akan menghambat “keputusan segera” dalam penanggulangan Bencana, dikarenakan tugas Sekda banyak. Diusulkan agar pejabat pada BPBD tidak rancu (tidak dijabat oleh Sekda).
b. Berdasarkan Fungsi Koordinasi, Komando danPelaksana, maka diusulkan agar implementasi Pasal 18 Ayat 2 dapat dilaksanakan dengan usulan :
1. Kepala Pelaksana BPBD diganti menjada Kepala BPBD
2. Kepala BPBD bukan ex officio dari Sekda, namun berdiri sendiri
3. Kepala BPBD tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur (setingkat eselon 1b) dan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin pejabat setingkat di bawah Bupati (eselon II a)
8. Konsistensi dalam Pelaksanaan Pasl 18 ayat (2)
TIDAK Pasal YANG DIMAKSUD
Usulan Perubahan Poin Keempat: Peran Serta Masyarakat
Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat Pasal 27A
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
(2) Untuk mendorong peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kegiatan yang menumbuhkan dan mengembangkan inisiatif serta kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan kearifan masyarakat setempat
(4) Untuk meningkatkan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat, (2), dan ayat (3) dapat dibentuk forum pengurangan risiko bencana sebagai wadah kerjasama masyarakat dalam penanggulangan bencana.
(5) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dibentuk di provinsi dan/atau kabupaten/kota.
(6) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.
UU No 24 Tahun 2007 Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007 1. Menambah 1 (satu) bagian dan 1 (satu) pasal pada Bab V, sehingga menjadi:
Pasal 50
(1) Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai kemudahan akses yang meliputi: .
Usulan Perubahan Poin Keempat: Peran Serta Masyarakat
Pasal 50
(1) Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan perangkat daerah yang membidangi sub urusan bencana mempunyai kemudahan akses yang meliputi:
UU No 24 Tahun 2007 Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007 2. Mengubah Pasal 50 ayat (1), sehingga menjadi:
Pasal 51
(1) Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
Usulan Perubahan Poin Keempat: Peran Serta Masyarakat
Pasal 51
(1) Penetapan dilaksanakan oleh pemerintah sesuaistatus keadaan darurat bencana dengan
tingkatan bencana nasional dan daerah.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tingkatan bencana nasional dilakukan oleh Presiden, tingkatan bencana daerah
provinsi dilakukan oleh gubernur, dan tingkatan bencana daerah kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
UU No 24 Tahun 2007 Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007 3. Mengubah Pasal 51, sehingga menjadi sebagai berikut:
Usulan Perubahan Poin Kelima:Pendanaan Penanggulangan
Bencana
Pasal 61
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan dana penanggulangan bencana sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 60 paling sedikit 1 (satu) persen dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
UU No 24 Tahun 2007 Poin Revisi UU No 24 Tahun 2007 1. Mengubah ketentuan Pasal 61, sehingga menjadi:
Peran DPD RI dalam Penganggulangan Bencana
2. Advokasi Di Daerah
• Anggota DPD RI melakukan komunikasi dan sosialisasi
dengan Pemerintah Dearah terkait dengan berbagai
peraturan terkait dengan bencana alam di Indonesia, salah
satunya adalah Revisi UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.
• Mendorong Pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) agar ada di setiap kabupaten/provinsi
Peran DPD RI dalam Penganggulangan Bencana
3. Mendorong Implementasi Asuransi Bencana
DPD RI Melalui Komite II Mengusulkan adanya Asuransi Bencana
RMOL. Pemerintah diminta segera mewujudkan sistem penanganan bencana alam nasional di Indonesia. Sistem tersebut harus dibuat dalam bentuk regulasi melalui usulan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Asuransi Bencana Alam.
Demikian dikatakan Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba kepada wartawan, Rabu (24/1). Dia mengatakan hal itu setelah melihat dan mendengar pemberitaan terkait gempa bumi di Banten dan daerah lainnya di Indonesia
Sumber :
http://politik.rmol.co/read/2018/01/24/3239
25/DPD-Dorong-Asuransi-Bencana-Alam-Kenapa Asuransi Bencana
Alam?
Indonesia
menjadi negara
dengan
tingkat
underinsurance
yang paling jelek
(nomor 2 dari
bawah
setelah
Bangladesh)
Asuransi Bencana
Alam di Beberapa
Negara
Jepang
Japan Earthquake Reinsurance (JER)
yang didirikan oleh 20 perusahaan asuransi umum di Jepang pada 1966. Saat ada gempa bumi yang merusak rumah warga, perusahaan asuransi, JER, dan pemerintah berperan
dengan skema tertentu. Dalam satu gempa bumi, pemerintah memiliki batasan membayar klaim asuransi hingga 11,12 triliun yen. Pada Gempa Bumi dan Tsunamo 2011, klaim