Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
PENGUKURAN KARAKTER ARUS lAUT
DI SElAT ToyAPAKEH, NUSA PENIDA,
UNTUK MENUNjANG DeTaileD enGineerinG DeSiGn
(DED) PlTAl
Ai yuningsih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGl)
yuningsih_ai@yahoo.com
SARI
Dalam rangka mendukung pemulihan status Nusa Penida sebagai Desa Wisata Energi, dilaku-kan satu upaya untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) di wilayah tersebut.
Pengukuran karakter arus laut dilakukan di Selat Toyapakeh selama bulan Agustus 2015 meliputi kegiatan: simulasi arah dan kecepatan arus; pemilihan lokasi di luar wilayah tata ruang yang sudah ada; dan kondisi geomorfologi dasar laut yang cocok untuk sistem konstruksi terapung
(floating) atau tertancap (fix point). Pengukuran ini dimaksudkan untuk memperoleh data detail
untuk mengkaji jenis pembangkit skala besar serta lokasi yang paling cocok (viable site) serta merancang bentuk konstruksinya.
Mengingat Nusa Penida merupakan ikon pariwisata bahari berkelas dunia, maka dalam peren-canaan DED ini harus senantiasa mempertimbangkan faktor kenyamanan, keamanan bagi wisa-tawan, dampak lingkungan, dampak polusi suara, dan juga memperhatikan estetika dan faktor keindahan infrastruktur yang akan dibangun. Dengan demikian, bisa diandalkan menjadi multi fungsi tujuan yaitu sebagai ruang ajang (showroom) promosi wisata bahari, pembelajaran, penelitian, dan pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut.
Kata Kunci: energi baru terbarukan, desain teknik detail, arus laut, wisata kelautan, penelitian
dan pengembangan.
1. PENDAHUlUAN
Dengan ditetapkannya kawasan Bukit Mun-di, Desa Klumpu sebagai wilayah pelopor energi terbarukan di pulau Nusa Penida se-bagai Desa Mandiri Energi, sekaligus Desa Wisata Energi sejak tahun 2007 (Majalah Warta DESDM, esdm.go.id, 2007) maka telah memunculkan berbagai konsekuensi, di anta-ranya adalah penyediaan daya listrik ekstra
terutama pada saat mencapai beban puncak pemakaian. Saat ini, ketersediaan daya listrik di Nusa Penida dipasok oleh dua Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 3,6 MW di Kutampi dan Jungut Batu. Sementara itu, beban puncak di pulau ini memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat dan mencapai beban puncak penggunaan 3,5 MW. Artinya, wilayah ini mengalami krisis listrik, se-hingga diperlukan penyediaan sumber energi
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
Oleh sebab itu, dalam rangka mendukung pe-mu lihan status Desa Wisata Energi ini perlu satu upaya untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL). Acuan un-tuk hal tersebut adalah keberhasilan (success
story) pembangunan PLTAL SeaGen Marine Current Turbine di Inggris yang berkapasitas
1,2 - 2,0 MW memanfaatkan kecepatan arus laut 2,4 m/det.
Hasil perhitungan dan simulasi arus laut yang dilakukan oleh ASELI (Kompas, 11 Desember 2011) menyatakan bahwa energi arus laut di selat Nusa Penida saja memiliki kecepatan arus lebih dari 3,0 m/detik yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang lebih dari 5 km. Dengan menggunakan konversi arus menja-di daya listrik mengacu pada teknologi PLTAL skala mikro, maka selat ini secara teknis me-nyimpan potensi rapat daya listrik sekitar 340 kW per m panjang pantai (Yuningsih, 2011). listrik baru. Tujuan ditetapkannya Desa
Mandi-ri Energi adalah mengembangkan semua po-tensi energi baru dan terbarukan setempat yang dimiliki daerah. Namun ironisnya, Nusa Penida yang telah terpilih sebagai lokasi per-contohan Desa Wisata Energi tingkat nasio nal, karena telah memiliki beberapa Pembang kit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berkapasitas to-tal 735 kW, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 30 kW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) berkapasitas mikro 5,0 kW, ternyata saat ini hampir seluruh pembangkit listrik terpulihkan ini telah berhen-ti beroperasi karena mengalami kerusakan (Gambar 1).
Bahkan saat ini, seluruh daya listrik andalan yang berasal dari energi terpulihkan yang ter-koneksi pada jaringan listrik PLN dan biasanya digunakan untuk fasilitas penerangan jalan umum dan rumah tangga ini telah beralih kem-bali memakai beban listrik dari PLN.
Gambar 1. Kondisi PLTB berkapasitas total 735 kW (9 buah windmill)
dan PLTS berkapasitas 30 kW di Bukit Mundi, Desa Klumpu sebagai Desa Wisata Energi yang rusak dan tidak beroperasi lagi
Foto: Y
uningsih,
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
Mengingat Nusa Penida merupakan ikon pari-wisata bahari berkelas dunia yang memiliki beberapa lokasi kemunculan ikan raksasa Mo-la-Mola (Sunfish) dan Pari Manta (Manta Bi-rostris), maka dalam perencanaan pilot plant ini harus senantiasa mempertimbangkan fak-tor kenyamanan, keamanan bagi wisatawan, dampak lingkungan, dampak polusi suara, dan juga memperhatikan estetika dan faktor keindahan infrastruktur yang akan dibangun, sehingga bisa diandalkan menjadi ruang ajang (showroom) promosi wisata bahari, pembelajaran, penelitian, dan percontohan wisata energi terbarukan.
2. KoNDISI oSEANoGRAFI
Tinjauan secara oseanografis, Selat Toyapa-keh termasuk bagian perairan yang sangat di-namis, karena dari utara mengalir Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia sepanjang tahun yang berinteraksi de-ngan arus musiman dan arus pasang surut. Untuk mendukung pembangunan pembangkit
listrik terpulihkan pada skala pilot, maka telah dilakukan penelitian serta kajian-kajian teknik secara komprehensif melalui pembuatan De
tailed Engineering Design (DED), yang
meli-puti simulasi arah dan kecepatan arus harian, bulanan dan tahunan; pemilihan lokasi di luar wilayah tata ruang yang sudah ada (Gambar 2); kondisi dasar laut yang cocok untuk sistem konstruksi terapung (floating) atau tertancap (fix point).
Pengukuran karakter arus laut di Selat Toya-pakeh selama bulan Agustus 2015 yang dituju-kan untuk menunjang kajian DED ini, merupa-kan penelitian lanjutan untuk melengkapi data arus laut yang telah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian arus jangka pendek (Yuning-sih, 2008) dan ujicoba prototipe PLTAL skala mikro (Yu ningsih, 2009), sehingga akan mem-berikan data detail untuk bahan pertimbangan dalam menentukan jenis pembangkit skala be-sar serta lokasi yang paling cocok (selected
site) sebagai tapak untuk merancang bentuk
konstruksinya. Selat Badung Lembongan Nusa ceningan Nusa lembongan Ped Batukandik Bungamekar Sakti Batumadeg Toyopakeh Batununggul Kutambi Kaler Jungutbatu Klumpu Nusa Penida Sekartaji Kutampi Suana Pejukutan Tanglad Inti Hutan Bakau Batas KKP Nusa Penida (Luas 20.057,2 hektar) Perikanan Tradisional legenda: Lokasi Penyelaman 8° 38' 34.63" LS 115° 26' 42.52" BT 8° 45' 46.33" LS 115° 34' 37.10" BT 8° 51' 39.59" LS 115° 35' 32.77" BT Pelabuhan Suci 8° 45' 46.33" LS 115° 26' 6.53" BT 8° 46' 25.54" LS115° 39' 41.36" BT
Pariwisata Bahari Khusus Budidaya Rumput Laut Pariwisata Bahari 8° 41' 5.82" LS
115° 24.13' 13.28" BT
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
Kecepatan arus laut di Selat Toyapakeh, Nusa Penida, secara umum lebih besar dari 1,5 m/ det. Bahkan pada kondisi tertentu, kecepatan-nya bisa mencapai 2,5 – 3,0 m/det. Pada saat bulan purnama (spring tide) kecepatan arus maksimum yang tercatat adalah 3,5 m/det, se-dangkan kecepatan arus minimum biasanya pada saat surut perbani (neap tide) dengan arah reatif ke selatan (Yuningsih, 2008).
3. UjI cobA PlTAl SKAlA PIloT
Mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) pada Kongres II bulan September 2011 di Ban dung, secara hipotesis, total sumber daya ener-gi arus laut nasional sangat berlimpah yaitu mencapai 160 GW, sedangkan potensi energi laut yang dapat dimanfaatkan dengan meng-gunakan teknologi yang ada sekarang dan memungkin kan secara praktis untuk dikem-bangkan (Tahap III), berkisar antara 4,8 GW (Web: esdm.go.id tanggal 20 September 2011). Sejak tahun 2008, beberapa prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) skala mikro telah diuji-coba dengan berbagai kapasitas, di antaranya kerja sama Kelompok Teknik T-Files ITB dan Kementerian ESDM (Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan) telah mengadopsi dan memodifikasi model turbin Gorlov skala kecil (0,8 kW/cel). Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Hidrodina-mika Indonesia (UPT LHI) BPPT di Suraba-ya juga telah menguji-coba prototipe PLTAL menggunakan turbin poros vertikal Darrieus berbilah turbin lurus. Turbin ini berdiameter pu-tar 2 m x 2 m dengan efisiensi total 35%, turbin dapat menghasilkan listrik 2 kW pada kece-patan arus 1,4 m/det. Generator PLTAL yang digunakan adalah generator tipe magnet per-manen (perper-manent magnetic generator) de-ngan kapasitas 3,5 kW pada putaran 250 rpm. Kelebihan prototipe ini adalah telah menggu-nakan penstabil daya listrik yang naik turun, sehingga output listrik Alternating Current (AC) 3 fase yang dihasilkan dapat diubah menjadi
Direct Current (DC). Arus DC ini diubah
kem-Pada masa peralihan musim, yaitu pada bulan April-Mei dan November-Desember, arus yang bergerak ke selatan berbalik ke utara karena pengaruh masuknya gelombang Kelvin dari kawasan ekuator Samudra Hindia (Sprintall, dkk., 2000). Selat Toyapakeh (merupakan ba-gian dari Selat Lombok) juga dikenal sebagai kawasan transisi energi gelombang Kelvin dari Samudra Hindia yang memasuki perairan kepulauan Indonesia. (Syamsudin et al, 2004). Gelombang Kelvin atau yang dikenal dengan
Equatorial Trapped Kelvin Waves merambat
di sepanjang ekuator Samudra Hindia adalah gelombang yang muncul dan menjalar dari barat memasuki wilayah perairan Indonesia. Untuk mencapai kesetimbangan akibat inter-aksi gerak massa air ini, maka terjadi penye-suaian gerak massa air yang menyusup ke ba-gian bawah yang disebut Downwelling Kelvin
Wave. Sebagian massa air gelombang Kelvin
ini direfleksikan kembali oleh daratan Pulau Sumatera ke arah barat dalam bentuk gelom-bang Rossby. Gelomgelom-bang balik ini terbagi dua, yang kemudian bergerak ke utara dan ke se-latan. Gelombang balik massa air ini disebut
Coastally Trapped Kelvin Waves.
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) umumnya mu-lai menguat pada bulan Juli-September, dan melemah kembali pada bulan Januari-Maret, sedangkan arus pasang surut (pasut) men-capai kecepatan 3,5 m/s di daerah dangkalan antara P. Nusa Penida dan Lombok. Selain itu, interaksi antara pasang surut setengah ha-rian (12,42 jam) dengan efek kedangkalan ini meng akibatkan terbentuknya Soliton, yaitu pa-ket gelombang yang menjalar dalam dua arah: ke arah utara dan timur menuju Laut Flores sampai mendekati Pulau Kangean dan ke arah selatan menuju laut lepas Samudra Hindia (Gordon and Rine, 1996). Dengan demikian, paling tidak ada 4 faktor utama yang mempen-garuhi karakter arus laut di selat ini, yaitu: Ar-lindo, arus musiman, arus pasut, dan Soliton yang saling berinteraksi dan menyebabkan Selat Nusa Penida bagian selatan dan bagian utara senantiasa bergelombang dan memiliki pusat-pusat arus putar yang kuat serta sering mengalami perubahan karakter yang cepat.
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
yaitu teknologi yang sesuai dengan karakter teknis lokasi yang dapat memberikan man-faat bagi lingkungan, manufaktur yang ramah lingkungan, menggunakan bahan-bahan yang optimum serta mempunyai kelebihan lain yang relevan dengan lingkungan.
Peralatan pengukur arus laut yang dilak-sanakan selama bulan Agustus 2015 ini, adalah jenis ADCP (Acoustics Doppler Current Profiler) yang memiliki 3 buah transduser. Transduser pada ADCP ini dilengkapi dengan sistem pener-ima (receiver), amplifier, sistem waktu, sensor temperatur, kompas, pitch dan sensor roll, pen-gubah analog ke digital, memori, processor, dan petunjuk sinyal pergeseran Doppler. Pada prin-sipnya ADCP adalah sejenis alat yang meman-faatkan gelombang akustik untuk mengukur profil kecepatan arus pada berbagai kedalaman laut. Peralatan ini diturunkan ke dasar laut oleh para penyelam peneliti profesional menggu-nakan lift bag (Gambar 4).
Prinsip dasar penentuan penampang kece-bali menjadi AC stabil bertegangan 220 V dan
frekuensi 50 Hz menggunakan inverter kapa-sitas 2 kW.
Selanjutnya, dalam gelar inovasi teknologi Kelompok Teknik T-Files ITB sebagai peraih Mandiri Young Technopreneur (MYT) Award ta-hun 2011, mengaplikasikan PLTAL skala mikro di dermaga Desa Toyopakeh, Nusa Penida, dengan perangkat turbin berukuran (4,5 x 2,5 x 2) m yang menghasilkan listrik 5,0 kW. Lis-trik yang dihasilkan ini selanjutnya digunakan sebagai penerangan jalan umum lebih kurang 1 km sepanjang tepi jalan di pesisir desa. Na-mun saat ini, perangkat PLTAL skala mikro ini dalam kondisi rusak dan tidak beroperasi lagi (Gambar 3).
4. PENGUKURAN KARAKTER ARUS lAUT UNTRUK MENDUKUNG DED
Penelitian tapak (site survey) adalah kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi hi-dro-oseanografi dan informasi geologi bawah laut. Kegiatan utama yang dilakukan dalam pe-nelitian tapak (site survey) meliputi: penentuan posisi dan penggunaan sistem referensi, ukuran kedalaman, pengukuran arus, peng-ambilan sedimen dasar laut dan analisisnya, pengamatan pasang surut, pemetaan geomor-fologi dasar laut untuk pondasi konstruksi/ba-ngunan pantai, pengukuran detail situasi dan karakteristik pantai untuk pemetaan pesisir. Selat Toyapakeh sudah dipilih menjadi salah satu lokasi untuk pembangunan pilot plant pembangkit listrik arus laut pada skala pilot dan skala komersial. Pemilihan lokasi penem patan pilot plant turbin arus laut ditetapkan melalui berbagai kajian dan pertimbangan teknik me-ngenai fenomena dan karakter massa air laut, morfologi dasar perairan, morfologi pantai un-tuk penempatan kabel transmisi dan tata ruang penyangganya.
Mengacu pada tata ruang wilayah laut yang baru dan pertimbangan tata ruang wilayah pesisir di Selat Toyapakeh, maka seyogianya
Gambar 3. Perangkat PLTAL
skala mikro 5,0 kW yang ditempatkan di dermaga Pelabuhan Toyapakeh sejak tahun 2012,
saat ini telah mengalami kerusakan dan berhenti beroperasi
Foto: Y
uningsih
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
dianggap sama dengan kecepatan gerak par-tikel. Dengan mengetahui vektor gerak partikel ini, maka dapat ditentukan penampang arah, kecepatan arus pada kedalaman yang diingin-kan. Dengan demikian, kecepatan dan arah objek melayang pada air laut ini merupakan kecepatan arus laut dan ditampilkan dalam bentuk digital penampang arus (arah, kecepat-an dkecepat-an kedalamkecepat-an arus). Instalasi perkecepat-angkat ADCP di dasar laut dilakukan menggunakan pemberat kantong pasir (sand bag) karena adanya larangan penggunaan sistem jangkar di perairan terumbu karang (Gambar 5).
Karena adanya gerak relatif pemantul gelom-bang suara terhadap alat ukur arus akustik, maka gelombang yang diterima akan meng-alami efek Doppler atau berubah frekuensi-nya. Frekuensi ini akan sebanding dengan perbedaan kecepatan antara alat ukur arus akustik dengan lapisan arus yang diukur. Jika arus tersebut bergerak menjauhi alat ukur arus akustik, maka frekuensi yang akan ditangkap akan lebih kecil dan begitu juga sebaliknya. Pada alat ADCP ini ada 3 transduser, yang pertama mengalami pergerakan arus horizon-tal arah barat-timur, yang kedua mengamati pergerakan arus utara-selatan, dan yang ke-akustik yang ditransmisikan di dalam air dari
satu atau lebih transduser, selanjutnya ge-lombang suara yang dipancarkan tadi akan menumbuk partikel-partikel seperti sedimen, plankton, atau gelembung-gelembung dalam air. Sebagian gelombang suara ini akan dire-fleksikan lagi sebagai gelombang akustik balik yang diterima oleh penerima (receiver). Be-sarnya pergeseran Doppler ini sebanding den-gan kecepatan partikel, karena partikel-partikel bergerak dengan kecepatan yang sama dan dalam arah yang sama, maka kecepatan air
Gambar 4. Perangkat alat ukur ADCP
yang diturunkan oleh para penyelam ke dasar laut di Selat Toyopakeh untuk mengukur karakter arus selama siklus bulan purnama dan siklus perbani.
Gambar 5. Penempatan dan instalasi perangkat
ADCP di dasar laut untuk mengukur karakter arus laut selama satu siklus purnama
yaitu minimum 29 hari pengamatan.
Foto: Mira
Yosi, 2015
Foto: Mira
101
9
M&E, Vol. 13, No. 2, Juni 2015Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
M&E, Vol.13, No. 4, Desember 2015
5. IDENTIFIKASI DAN PENGAMbIlAN SE D IMEN DASAR lAUT
Karakter geomorfologi dasar laut diperoleh melalui pengukuran langsung di dasar laut oleh para penyelam ilmiah (scientific divers) secara profesional yaitu dengan melakukan pengu-kur an transek (transect method) di sekitar pe-nempatan peralatan pengukur arus ADCP, bia-sanya mengikuti garis kontur kedalaman laut (Gambar 7).
Pemetaan geomorfologi dasar laut oleh para penyelam adalah aplikasi geomorfologi yang diterapkan untuk berbagai bentang alam di dasar laut, terutama bentuk bentang alam tiga mengamati pergerakan arus vertikal
atas-bawah. Dari vektor-vektor tersebut dapat di-tentukan arah arusnya masing-masing kolom yang diamati.
Proses koreksi data ADCP ini dilakukan de-ngan me tode filter, agar tidak terjadi kesalah-an dalam melakukkesalah-an kesalah-analisa data lkesalah-anjutkesalah-an. Pada prinsipnya, pengolahan data ADCP di selat Nusa Penida ini adalah mengurai karak-ter arus laut dari masing-masing penyebab-nya, namun dalam hal ini hanya menganalisa arah, kecepat an serta kedalaman arus dan ditampilkan sesuai dengan pola yang dingin-kan (Gambar 6).
Gambar 6. Contoh hasil analisa data alat ukur arus laut ADCP
meliputi arah, kecepatan, dan kedalaman dalam fungsi waktu (real time), sehingga dapat menentukan durasinya.
0 4 8 12 16 20 10/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 de pth (m )
65.5
65.55
65.6
65.65
65.7
65.75
65.8
65.85
65.9
65.95
66
66.05
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 4 8 12 16 20 11/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -565.2
65.3
65.4
65.5
65.6
65.7
65.8
65.9
66
66.1
66.2
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 4 8 12 16 20 12/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -565
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 4 8 12 16 20 13/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -564.8
65
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 4 8 12 16 20 14/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -564.6
64.8
65
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.265.5
65.55
65.6
65.65
65.7
65.75
65.8
65.85
65.9
65.95
66
66.05
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
65.2
65.3
65.4
65.5
65.6
65.7
65.8
65.9
66
66.1
66.2
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
65
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
64.8
65
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
64.6
64.8
65
65.2
65.4
65.6
65.8
66
66.2
66.4
0:00
4:00
8:00
12:00
16:00
20:00
0 5 10 15 20 10/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 de pth (m ) 0 5 10 15 20 11/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 12/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 13/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 14/11/08 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 40 80 12 0 16 0 20 0 24 0 28 0 32 0 36 0Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
6. PENUTUP
Identifikasi potensi energi arus laut sebagai sumber energi baru terbarukan di Selat Toya-pa keh, Nusa Penida ini, telah memberikan kontribusi penting dalam mengkompilasi data dasar yang diperlukan dalam menentukan lo-kasi terpilih pembangkit PLTAL, dan selanjut-nya digulirkan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan kapasitas dan jenis tek-nologi pembangkit yang cocok dengan karak-ter arusnya.
Penelitian tapak (site survey) yang dilak-sanakan selama bulan Agustus 2015 ini adalah langkah lanjutan dalam mendukung penyediaan informasi hidro-oseanografi dan dan proses yang terjadi di dasar laut
terma-suk pergerakan material, masa air, serta faktor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik. Yang dimaksud bentang alam dasar laut ada-lah bukan hanya mengenal bentuk, proses serta jenis material dasar laut saja, tetapi juga mengenal tentang berbagai fenomena alam yang membentuknya (Thornbury, 1969). Oleh sebab itu, ditelaah juga bentuk bentang alam dasar laut secara deskriptif, mempelajari cara pembentukkannya, proses alamiah dan proses artifisial (man made) yang merubahnya. Hasil pemetaan geomorfologi dasar laut di sekitar ins talasi alat ukur arus laut ADCP telah berha-sil mengidentifikasi beberapa kawasan dasar laut berlereng mendatar yang akan diperuntuk-kan sebagai titik tambat (mooring point) untuk konstruksi bawah laut.
Gambar 7. Pengambilan sedimen dasar laut menggunakan alat Scoop oleh penyelam
karena berada di kawasan inti, di mana penggunaan perangkat penginti comot (grab sampler) dan penginti jatuh bebas (gravity corer) terlarang untuk digunakan pada dasar laut terumbu karang
Foto: Mira
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.
Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.
Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,
19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).
2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk
Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.
Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi
Thornbury, W.D. 1969. Principle of Geomor-phology, John Wiley and Sons Inc., New York.
Yuningsih A, A. Masduki, B. Rachmat, P. Ast-jario, M. Akrom, E. Usman, and I. N. Astawa, 2008. Penelitian Potensi Energi Arus Laut Sebagai Pembangkit Listrik Bagi Masyarakat Pesisir di Selat Badung, Nusa Penida, Bali. Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung. Yuningsih A, Priantono A, Masduki A, 2009.
Laporan Ujicoba Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) T-Files di Perairan Nusa Penida. Puslitbang Geologi Kelautan. Ban-dung.
informasi geologi dasar laut yang lebih detail dan dibutuhkan dalam membuat Detailed Engi
neering Design (DED) PLTAL. Walaupun Selat
Toyapakeh telah ditetapkan menjadi salah satu lokasi terpilih pada kajian teknis pembangunan pilot plant energi arus laut, namun dengan dikeluarkannya kebijakan baru dalam pena-taan Tata Ruang Wilayah Laut, maka diperlu-kan kajian lanjutan. Selain itu, pemilihan jenis teknologinya juga harus disesuaikan dengan karakter lingkung an, manu faktur yang ramah lingkungan, serta menggunakan bahan-bahan yang optimum dan mudah perawatannya. Mengingat Nusa Penida adalah ikon pari-wisata bahari berkelas dunia, maka dalam pembangun an pilot plant energi arus laut ini harus tetap mempertimbangkan faktor kenya-manan dan keakenya-manan bagi wisatawan, ramah lingkung an, tidak menimbulkan polusi suara, dan juga memperhatikan estetika dan fak-tor keindahan infrastruktur, sehingga bisa di-andalkan menjadi ajang promosi (showroom) untuk percontohan wisata energi, pendidikan, penelitian dan pengembangan pembangkit listrik tenaga arus laut sebagai sumber daya energi terbarukan.
DAFTAR PUSTAKA
Gordon, A. L., and R. Fine, 1996: Pathways of water between the Pacific and Indian Oceans in the Indonesian Seas, Nature, vol. 379.
Sekjen DESDM, Majalah Warta, 2007, Desa Wisata Energi Nusa Penida
Sprintall, J., A. L. Gordon, R. Murtugudde, and R. D. Susanto, 2000: A semi-annual Indian Ocean forced Kelvin wave observed in the Indonesian Seas, Geophys. Res. Lett. Syamsudin F., A. Kaneko, and D.B. Haidvogel,
2004, Numerical and Observational Esti-mates of Indian Ocean Kelvin wave intru-sion into Lombok Strait, Geophys. Res. Lett. (In Press).