• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nur Syamsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nur Syamsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN : 2407-8441/℮-ISSN : 2502-0749 Editorial

IMUNOPROFILAKSIS DAN IMUNOTERAPI BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Nur Syamsi

Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako email : nursyamsiyusuf@gmail.com

ABSTRAK

Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab utama infeksi yang mengancam jiwa, khususnya strain MRSA yang resisten terhadap antibiotik tertentu. Strain MRSA terkait dengan komunitas dan kemudian menyebar berkelanjutan dalam populasi. MRSA secara rata-rata menyebabkan lebih banyak kematian setiap tahun daripada AIDS, menjadikan MRSA salah satu masalah terpenting bagi sistem kesehatan masyarakat. Situasi sulit ini diperparah oleh kenyataan kurangnya keberhasilan dalam penemuan antibiotik baru. Karena itu, eksplorasi potensi imunoprofilaksis dan imunoterapeutik antistaphylococcal saat ini merupakan prioritas dan salah satu alternatif paling menjanjikan untuk mengatasi tantangan ini.

Kata Kunci : Infeksi, MRSA, antibiotik

ABSTRACT

Staphylococcus aureus is one of the main bacteria that cause life-threatening infections, especially MRSA strains that are resistant to certain antibiotics. MRSA strains are related to the community and then spread sustainably in the population. MRSA on average causes more deaths each year than AIDS, making MRSA one of the most important problems for the public health system. This difficult situation is compounded by the fact of the lack of success in the discovery of new antibiotics. Therefore, exploration of antistaphylococcal immunoprophylaxis and immunoterapeutic potential is currently a priority and one of the most promising alternatives to overcome this challenge.

(2)

PENDAHULUAN

Staphylococcus aureus adalah penyebab utama infeksi yang mengancam jiwa khususnya pada unit perawatan intensif (ICU), seperti bakteremia dan endokarditis. Sayangnya, banyak strain dari spesies bakteri ini menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu, termasuk metisilin dan amoksisilin. Strain ini dikenal sebagai Staphylococcus aureus yang resistan terhadap metisilin (MRSA). Metisilin adalah turunan penisilin yang resisten terhadap penisilinase yang dikembangkan pada pertengahan abad terakhir, karena banyak strain S. aureus telah resistensi terhadap penisilin. Jenis MRSA terbaru muncul, yang menggabungkan resistensi terhadap metisilin dengan virulensi luar biasa dan kapasitas untuk menginfeksi individu yang sehat di luar komunitas rumah sakit. Strain MRSA terkait dengan komunitas, telah menyebar berkelanjutan dalam populasi. MRSA menyebabkan lebih banyak kematian setiap tahun di AS daripada AIDS, menjadikan MRSA salah satu masalah terpenting bagi sistem kesehatan masyarakat (1-4). Untuk saat ini antibiotik merupakan pilihan satu-satunya obat yang tersedia untuk mengobati infeksi ini. Situasi sulit ini diperparah oleh kenyataan bahwa tidak banyak perusahaan berinvestasi dalam pengembangan antibiotik baru. Ini cukup dimengerti dari sudut pandang ekonomi, mengingat tingginya biaya dan kurangnya keberhasilan dalam penemuan antibiotik (2). Karena itu, eksplorasi potensi profilaksis dan terapeutik vaksin antistaphylococcal saat ini merupakan prioritas. Di dalam konteks ini, imunoterapi mungkin adalah salah satu yang paling menjanjikan pendekatan untuk mengatasi tantangan ini (1,3).

Pengembangan imunoterapi stafilokokus bukanlah hal baru, dari era preantibiotik sebagai pengobatan untuk infeksi pneumokokus, kemudian digunakan sebagai terapi tambahan pada sepsis, konsep

imunoterapi pada infeksi bakteri telah menarik perhatian dan telah memberikan hasil pada uji coba model hewan penyakit, serta dalam studi klinis. Sejumlah isu menghambat kemajuan di bidang ini, namun perlu adanya pilihan lain selain antibiotik sebagai pilihan terapi terhadap MRSA (4, 5).

Sebagai konsekuensi dari masalah terkait dengan resistensi antibiotik dan pengembangan baru antibiotik, para peneliti baru-baru ini mengintensifkan pencarian alternatif terutama dibidang vaksin dan antibodi terapeutik (2). Secara konseptual, imunoterapi bekerja dengan cara menghambat produk yang ada di permukaan bakteri (seperti polisakarida, lipopolisakarida, dan protein) atau produk yang larut misalnya toksin yang dihasilkan oleh bakteri, yang jika tidak dapat dihambat maka proses infeksi terus berlangsung (5). Pendekatan imunoterapi saat

ini dilakukan untuk mencegah atau mengobati infeksi S. aureus terutama bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan meningkatkan titer antibodi yang sudah ada sebelumnya. Secara spesifik memerangi strain ganas, upaya penemuan imunisasi aktif dan pasif melalui uji preklinis maupun uji klinis ditargetkan pada molekul yang terlibat dalam patogenesis (2).

FAKTOR-FAKTOR SELULER

STAPHY-LOCOCCUS AUREUS SEBAGAI

IMUNOPROFILAKSIS DAN IMUNO-TERAPI POTENSIAL

Lokasi faktor-faktor virulensi seluler Staphylococcus aureus yang telah diuji sebagai imunoterapi potensial digambarkan dalam Gambar 1.

(3)

Gambar 1. Lokasi faktor-faktor virulensi seluler Staphylococcus aureus yang telah diuji sebagai imunoterapi potensial

1. Microbial Surface Components Recognizing Adhesive Matrix Molecule (MSCRAMM)

MSCRAMM merupakan kumpulan lebih dari 20 protein yang melekat pada dinding sel peptidoglikan bakteri, mengenali dan mengikat komponen matriks ekstraseluler manusia seperti fibrinogen atau fibronektin. Protein MSCRAMM antara lain adalah clumping factor A (ClfA), clumping factor B (ClfB), protein Cna pengikat kolagen, iron-regulated surface determinant B (IsdB), dan protein pengikat fibronektin A (FnBPA) (6).

2. Capsule polysaccharides (CP)

CP adalah komponen permukaan sel bakteri yang berkontribusi terhadap virulensi mikroba dengan mempro-mosikan penghindaran atau gangguan pada bakteri sistem kekebalan tubuh inang. Kebanyakan strain S. aureus yang diisolasi dari manusia menghasilkan serotipe 5 (CP5) atau serotipe 8 (CP8)(7). 3. Transporter ABC

Transporter ABC bakteri dianggap berperan dalam penyerapan nutrisi, resistensi obat, dan diprediksi berada di ruang periplasmik atau membran bagian dalam. Transporter ABC bersifat imunogenik, maka dapat dieksploitasi sebagai kandidat subunit untuk imunoprofilaksis (8).

4. Lipoteichoic Acid (LTA)

S. aureus dikelilingi oleh polisakarida permukaan sel, termasuk polisakarida kapsuler (CPs) dan asam teichoic (TA) 4. Ada dua jenis TA: lipo-TA (LTA), yang berlabuh di membran sitoplasma, dan TA dinding sel (WTA), yang secara kovalen terkait dengan peptidoglikan di dinding sel bakteri.(9)

5. Poly-N-acetylglucosamine (PNAG) PNAG sebagai alternative polisakarida intercellular adhesin (PIA), adalah polimer permukaan yang diproduksi baik oleh S. aureus dan S. Epidermidis

yang mempromosikan biofilm pemben-tukan dan meningkatkan virulensi stafilokokus. Sebagian PIA / PNAG didapatkan dalam bentuk de-N-acetylated (dPNAG). Hanya antibody epitop dPNAG dari PNAG diperantarai oleh antibody opsonophagocytic S. aureus yang dikenali oleh neutrofil manusia (10).

6. Toxin

Lebih dari setengah faktor penentu virulensi yang dikenal di S. aureus sesuai dengan enzim ekstraseluler dan racun, dan netralisasi mereka tampaknya tujuan utama yang wajar untuk terapi. Hal ini dikarenakan S. aureus mengeluarkan berbagai eksoprotein superantigen, termasuk racun sindrom syok toksin, serta sekitar 15 enterotoksin berbeda. Super-antigen bertindak sebagai aktivator sel-T yang kuat, merangsang pelepasan sitokin pro-inflamasi yang massif (6). Panton-Valentine leukocidin (PVL) Staphylo-coccus aureus merupakan toksin yang disekresikan oleh strain MRSA dan menjadi faktor virulensi primer pada nekrosis paru dalam pneumonia stafilokokus yang sering mematikan (11, 12). PVL dapat dinetralisasi oleh antibodi anti-PVL, dengan demikian antibodi terhadap PVL bisa memiliki nilai terapi (6). Sebagian besar strain S. aureus juga

(4)

menghasilkan α-hemolisin (alfa-toksin, Hla), protein pembentuk pori yang dapat melisiskan berbagai sel manusia, termasuk limfosit dan keratinosit. Selain itu, α-hemolisin dapat menginduksi apoptosis pada limfosit T dan juga telah terbukti diperlukan untuk pembentukan biofilm. Inaktivasi sarA (staphylococcal accessory regulator) meningkatkan transkripsi Hla, menunjukkan bahwa sarA merupakan repsesor terhadap Hla (13).

7. Whole Cell

Imunisasi dengan empat antigen (IsdA, IsdB, SdrD, dan SdrE) menghasilkan imunitas pelindung yang signifikan yang berkorelasi dengan induksi antibodi opsonophagocytic. Ketika dipadukan menjadi vaksin gabungan, keempat protein permukaan memberikan perlindungan tingkat tinggi terhadap penyakit invasif menggunakan isolat S. aureus dari manusia dengan gejala klinis (14). Saat ini sedang dikembangkan vaksin SA75 oleh Vaccine Research International Plc, yang merupakan whole cell vaccine S. aureus. Vaksin ini telah melewati uji klinis fase I dan menunjukkan hasil bahwa vaksin ini aman untuk manusia dan merangsang respons imun.

8. Monoclonal Antibody (mAb)

Alpha-toksin (AT) adalah faktor virulensi utama dalam patogenesis penyakit Staphylococcus aureus. Antibodi monoklonal (MAb) terhadap AT yang mengurangi keparahan penyakit pada model dermonekrosis tikus telah diidentifikasi yaitu LC10. Pada model tikus S. aureus pneumonia,imunisasi pasif dengan LC10 meningkatkan kelangsungan hidup dan mengurangi jumlah bakteri di paru-paru dan ginjal tikus yang terinfeksi dan menunjukkan perlindungan terhadap beragam isolat klinis S. aureus. Kontrol negatif menunjukkan pneumonia bakteri dengan peradangan luas, sedangkan

paru-paru tikus yang menerima LC10 menunjukkan peradangan minimal. Konsisten dengan infiltrasi sel imun yang berkurang, hewan yang diobati dengan LC10 secara signifikan memiliki tingkat sitokin dan kemokin proinflamasi lebih rendah daripada hewan kontrol. Peradangan minimal pada hewan yang diobati dengan LC10 ini mengakibatkan berkurangnya kebocoran protein vaskular dan kadar CO2 dalam darah. LC10 juga dinilai aktivitas terapeutiknya dalam kombinasi dengan vankomisin atau linezolid. Pengobatan dengan kombinasi antara LC10 dan vankomisin atau linezolid menghasilkan peningkatan yang signifikan dibandingkan monoterapi. Paru-paru hewan yang diobati dengan antibiotik dan LC10 menunjukkan kerusakan jaringan inflamasi yang lebih sedikit daripada yang menerima monoterapi. Hal ini memberikan informasi tentang mekanisme perlindungan yang terjadi melalui penghambatan AT dan mendukung antibodi monoklonal sebagai terapi yang menjanjikan untuk imunoprofilaksis atau terapi tambahan terhadap S. aureus pneumonia (15).

KESIMPULAN

Pengembangan imunoprofilaksis dan imunoterapi stafilokokus aureus sebagai pilihan terapi selain antibiotik terhadap MRSA bukanlah hal baru, namun sejumlah isu menghambat kemajuan di bidang ini. Banyak faktor virulensi yang telah diuji sebagai sasaran imunoterapi dan imunoprofilaksis potensial S. aureus merupakan panduan untuk pengembangan dan imunoterapi bakteri S. aureus. Faktor-faktor potensial yang telah diuji antara lain microbial surface components recognizing adhesive matrix molecule (MSCRAMM), capsule polysaccharides (CP), transporter ABC, lipoteichoic acid (LTA),

(5)

poly-N-acetylglucosamine (PNAG), toxin, whole cell, serta monoclonal antibody (mAb). DAFTAR ISI

1. Francois B, Barraud O, Jafri HS.

Antibody-based therapy to combat Staphylococcus aureus infections. Clinical Microbiology and Infection. 201723(4):219-21.

2. Otto M. Novel targeted immunotherapy

approaches for staphylococcal infection.

Expert opinion on biological therapy.

2010;10(7):1049-59.

3. Verkaik NJ, Van Wamel WJ, Van Belkum

A. Immunotherapeutic approaches

against Staphylococcus aureus.

Immunotherapy. 2011;3(9):1063-73.

4. Projan SJ, Nesin M, Dunman PM.

Staphylococcal vaccines and

immunotherapy: to dream the impossible

dream?. Current opinion in

pharmacology. 2006;6(5):473-9.

5. Jacobson JM, editor. Immunotherapy for

infectious diseases. Springer Science &

Business Media. 2002.

6. Ohlsen K, Lorenz U. Immunotherapeutic

strategies to combat staphylococcal infections. International Journal of

Medical Microbiology.

2010;300(6):402-10.

7. Robbins JB, Schneerson R, Horwith G,

Naso R, Fattom A. Staphylococcus aureus types 5 and 8 capsular polysaccharide-protein conjugate vaccines. American

heart journal. 2004;147(4):593-8.

8. Garmory HS, Titball RW. ATP-binding

cassette transporters are targets for the development of antibacterial vaccines and

therapies. Infection and immunity.

2004;72(12):6757-63.

9. Mistretta N, Brossaud M, Telles F,

Sanchez V, Talaga P, Rokbi B. Glycosylation of Staphylococcus aureus cell wall teichoic acid is influenced by

environmental conditions. Scientific

reports. 2019;9(1):3212.

10. Kelly-Quintos C, Kropec A, Briggs S,

Ordonez CL, Goldmann DA, Pier GB. The role of epitope specificity in the human opsonic antibody response to the staphylococcal surface polysaccharide poly N-acetyl glucosamine. The Journal of

infectious diseases. 2005;192(11):2012-9.

11. Labandeira-Rey M, Couzon F, Boisset S,

Brown EL, Bes M, Benito Y, Barbu EM, Vazquez V, Höök M, Etienne J, Vandenesch F. Staphylococcus aureus

Panton-Valentine leukocidin causes

necrotizing pneumonia. Science. 2007 :315(5815):1130-3.

12. Gillet Y, Vanhems P, Lina G, Bes M,

Vandenesch F, Floret D, Etienne J. Factors predicting mortality in necrotizing community-acquired pneumonia caused by Staphylococcus aureus containing Panton-Valentine leukocidin. Clinical

Infectious Diseases. 2007;45(3):315-21.

13. Oscarsson J, Kanth A, Tegmark-Wisell K,

Arvidson S. SarA is a repressor of hla

(α-hemolysin) transcription in

Staphylococcus aureus: its apparent role as an activator of hla in the prototype strain NCTC 8325 depends on reduced

expression of sarS. Journal of

bacteriology. 2006;188(24):8526-33.

14. Stranger-Jones YK, Bae T, Schneewind O.

Vaccine assembly from surface proteins of Staphylococcus aureus. Proceedings of the

National Academy of Sciences. 2006

;103(45):16942-7.

15. Hua L, Hilliard JJ, Shi Y, Tkaczyk C,

Cheng LI, Yu X, Datta V, Ren S, Feng H, Zinsou R, Keller A. Assessment of an anti-alpha-toxin monoclonal antibody for

prevention and treatment of

Staphylococcus aureus-induced

pneumonia. Antimicrobial agents and

Gambar

Gambar  1.  Lokasi  faktor-faktor  virulensi  seluler Staphylococcus aureus yang telah diuji  sebagai imunoterapi potensial

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh sistem jaringan komputer dan sistem informasi AWOS terhadap kinerja pegawai di kantor stasiun

 Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ). 4.3 Menulis petunjuk me- lakukan sesuatu dengan

Selain itu, PTP juga tidak dibangunkan dengan struktur yang baik yang boleh digunakan untuk mengukur dan menguruskan hubungan dan aktiviti yang berkaitan dengan

Pada penelitian ini dilakukan penerapan metode usulan berupa pengembangan metode Neural Network menggunakan metode Exponential Smoothing untuk transformasi data yang kemudian

Berdasarkan hasil validasi pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) berorientasi pendekatan saintifik pada pokok bahasan larutan asam-basa kelas XI SMA, diperoleh

[r]

Sebagai suatu bentuk pencemaran lingkungan yang bersifat transnasional, selain memberikan dampak bagi kesehatan dan kelayakan ekosistem udara pada tingkat lokal dan

Seluruh Dosen Jurusan Sistem Informasi dan Jurusan Manajemen Universitas Bina Nusantara yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis