• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF AL-GHAZALI DAN KI HAJAR DEWANTARA. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF AL-GHAZALI DAN KI HAJAR DEWANTARA. Oleh:"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF AL-GHAZALI DAN KI HAJAR DEWANTARA

Oleh: Ahmad Royani

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Prodi Manajamen Pendidikan Islam IAIN Jember

royan_jel@yahoo.com Selamet Hariyadi Politeknik Negeri Banyuwangi

SMKN 1 Giri Banyuwangi

selamet_hariyadi@yahoo.com

ABSTRACT

Education is the only effort to build human being as a whole person. The development of a country depends on the development of education for the society. School as the formal education institution, systematically plans many kinds of education environments which supply a lot of chances for the students to have bunch of learning activities. A good education concept for us to be implemented is the humanistic concept by Ki Hadjar Dewantara, which focused on the freedom of human being in expressing their potential and ability, and the religious humanistic education concept

of Imam Ghazali in order to get ridlo from Allah SWT.

Kata Kunci: Mendidik Anak, Al Ghazali dan Ki Hadjar Dewantara

PENDAHULUAN

Dalam UU Sikdiknas No 20 Tahun 20031, pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki ke-kuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

1

(2)

Pendidikan kita mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan demikian karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Jangan sampai kondisi demikian akan selalu menggelapkan raut muka dan wajah buruk pendidikan kita. Sudah saatnya, reformasi pendidikan perlu untuk segera dan secara ”massif” diupayakan, yaitu gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang berorientasi kemanusiaan.

Tapi selama ini kita hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen “ritualisasi”. Makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apa-lagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter manusiawi. Pendidikan kita sangat miskin dari sarat keilmuan yang meniscayakan jaminan atas perbaikan kondisi sosial yang ada. Pendidikan hanya menjadi “barang da-gangan” yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya, pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam pikiran masyarakat keseluruhan.

Di saat bangsa kita sedang mengalami devaluasi nilai dan moralitas maka sangat diperlukan wacana mengenai pendidikan yang memberdayakan. Nilai-nilai kemanusiaan perlu dimasukkan ke dalam karakter pendidikan sehingga akan menghasilkan kualitas manusia yang berwawasan dan berorientasi kemanusiaan. Pendidikan yang humanis adalah harapan besar kita.

Pendidikan humanis merupakan pendidikan yang mempunyai paradigma (pandangan) dalam pendidikan yang lebih menekankan pada aspek pendidikan yang manusiawi, baik dalam tujuan, proseses interaksi antara pendidik dan peserta didik, kurikulum dan metode pembelajaran dan cara evaluasi yang dipakai.

Pendidikan Al-Ghazali, merupakan konsep yang ideal,2 yang menekankan

pada aspek-aspek religius sebagai dasar pengembangan potensi manusia (peserta didik) tentunya suatu konsep yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan di Indonesia. Secara kontektual negara kita didominasi oleh penduduk yang beragama Islam, tentunya mereka membutuhkan sebuah konsep pendidikan yang mampu mengembangkan nilai-nilai spiritual, intelektual dan emosional. Maka konsep pendidikan menurut Al-Ghazali bisa dijadikan sebagai salah satu konsep dasar pendidikan di Indonesia.

Dalam bukunya Umiarso dan Haris Fatoni Makmur yang berjudul

2

Umiarso, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern, (Jogjakarta: IRCIsOD. 2010), hlm 145

(3)

“Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern”3 di jelaskan

pendidikan yang digunakan oleh Al-ghazali adalah pendidikan yang humanis agamis. Dimana dalam isinya pendidikan yang digunakan oleh Al Ghazali

menggedepankan moral building. Dalam hal ini Al Ghazali dalam memandang

pendidikan ahlak dibagi jadi tiga sebagai berikut: pertama, Dimensi Diri, yakni

orang dengan dirinya dan tuhannya, seperti ibadah dan sembahyang. Kedua

Dimensi Sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesama. ketiga dimensi Metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.4Jadi pendidikan

dalam hal ini yang menjadi alat sebagai jalan untuk menempuh humanisasi dalam sebuah kehidupan.

Selain itu Ki Hajar Dewantara menyebutkan, manusia memilki daya cipta,

karsa dan karya.5 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan

semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitik beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Ter-nyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika ini berlanjut akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

Dalam bukunya Suparto Raharjo yang berjudul Ki Hajar Dewantara

Biografi singkat 1889- 1959,6 menyebutkan bahwa Ki Hajar Dewantara

merupa-kan tokoh pendidimerupa-kan yang humanis yang mengedepanmerupa-kan pada aspek ke-manusiaan. Meliputi rasa, cipta, dan karsa.

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini meundukung sikap-sikap se-perti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggung jawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian.

Analisa perbandingan yang ada dalam paradigma pendidikan Al Ghazali dengan Ki Hadjar Dewantara merupan analisa perbandingan krtis yang nantinya dapat berjalan secara seimbang antara paradigma pendidikan Al-Ghazali dan Ki Hadjar Dewantara. Dan merupakan konfigurasi komplementer baru yang

3

ibid

4

Ahmad Daudy, Kuliyah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm 124

5

Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan Islam. (bandung: CV ilmu. 1979), hlm 93

6

Suparto Raharjo, Ki Hajar Dewantarabiografi Singkat 1889-1959,(Jakarta: Garasi.2009), hlm 63

(4)

berdimensi insan kamil. Yang nantinya konsep keduanya bisa kita jadikan sebagai rujukan atau referensi dalam meningkatkan mutu pendidikan kita kedepan. Agar pendidikan kita mempunyai wajah dan jatidiri yang sesuai dengan tujuan pendidikan sebenarnya.

Berangkat dari fenomena dan pemikiran diatas dirasa perlu untuk bisa mengintegrasikan pola pendidikan anak menurut dua tokoh diatas. Studi pe-mikiran tokoh Al-Ghazali dan Ki Hajar Dewantara diarasa sangat penting sebagai upaya penambahan refrensi bagi pendidik dan akademisi.

KONSEP PENDIDIKAN AL-GHAZALI DAN KI HADJAR DEWANATARA

Konsep Pendidikan Al-Ghazali

Imam Ghazali merupakan salah satu pemikir dan tokoh kejayaan Islam, ter-bukti dengan beberapa karyanya di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Namun,

karya yang membuat nama beliau tenar adalah Ihya’ Ulumuddin. Sebuah karya

monomenal yang sering diagungkan oleh umat Islam, khususnya orang-orang muslim yang berlatar belakang pesantren salaf, khususnya pesantren-pesantren yang ada di Indonesia.

Al-Ghazali menjelaskan bagaimana seorang pelajar harus bersikap terhadap ilmu dan gurunya. Ia mengemukan metode belajar dan metode mengajar. Dan apa yang telah dikemukakan Al-Ghazali tersebut adalah lebih moderat ke-timbang apa yang kemudian diterjemahkan ulang dan banyak penambahan di sana sini oleh pengagumnya yang bernama al-Zarnuji yang lebih berorientasi

pada etika murid pada dunia tasawuf dan tarekat.

Penjelasan Al-Ghazali juga menyinggung metode pengajaran keteladanan dan kognitifistik. Selain itu ia juga memakai pendekatan behavioristik sebagai sa-lah satu pendekatan dalam pendidikan yang dijalankan. Hal ini tampak dalam pandangannya yang menyatakan jika seorang murid berprestasi hendaklah se-orang guru mengapresiasi murid tersebut, dan jika melanggar hendaklah di-peringatkan. Tetapi bentuk pengapresiasian gaya Al-Ghazali tentu berbeda dengan pendekatan behavioristik dalam Eropa modern yang memberikan reward and punishment-nya dalam bentuk kebendaan dan simbol-simbol materi.

Al-Ghazali menggunakan tsawab (pahala) dan uqubah (dosa) sebagai reward and

punishment-nya.

Disamping pendekatan behavioristik diatas, Al-Ghazali juga mengelaborasi

dengan pendekatan humanistik yang mengatakan bahwa para pendidik harus

(5)

sebagai manusia. Bahasa Al-Ghazali tentang hal ini adalah bagaimana seorang guru harus bersikap lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang pada murid selayaknya mereka adalah anak kandung sendiri. Dengan ungkapan seperti ini tentu Al-Ghazali menginginkan sebuah pemanusiaan anak didik oleh guru.

Dalam pandangan al-Ghazali, pendidikan tidak semata-mata suatu proses yang dengannya guru menanamkan pengetahuan yang diserap oleh siswa, yang setelah proses itu masing-masing guru dan murid berjalan di jalan mereka yang berlainan. Tetapi lebih dari itu, yaitu sebuah interaksi yang saling mempengaruhi dan menguntungkan antara guru dan murid dalam tataran yang relatif sama, yang pertama mendapatkan jasa karena memberikan pendidikan dan yang terakhir mengolah dirinya dengan tambahan pengetahuan.

Tetapi hal yang paling nampak dalam kacamata Al-Ghazali tentang pendidikan adalah bagaimana ia membangun karakter pendidikan, ia sangat konsisten dalam masalah etika pendidikan. Pembahasan masalah ahklak atau

etika tidak saja tampak dalam Ihya Ulmuddin , Ayyuha Walad , Mizan

al-Amal dan Bidayah al-hidayah. Dalam kitab yang terkhir ini persinggungan Al-Ghazali dengan tasawuf sangat kental sekali. Yang menarik dalam semua kitab ini Al-Ghazali menggunakan gaya narasi untuk mengungkapkan pemikirannya.

Bahkan semenjak Tahafut al-Falasifah, ia tak segan menggunakan kata

pengganti pertama berupa ‘aku’ atau ‘kita’.

Malah dalam Ayyuha al-Walad, Al-Ghazali menggunakan kata pengganti

‘engkau’ untuk menyapa pembacanya.7 Gaya penyusunan seperti ini kemudian

banyak diadopsi oleh para pendidik sesudahnya termasuk oleh Umar Baradja da-lam kitab Akhlaq lil Banin dan Ahklaq lil Banat. Mungkin inilah metode yang terbaik menurut Al-Ghazali tentang proses belajar dan mengajar.

Menurut Imam Ghazali proses pengajaran akan berhasil apabila di dalam jiwa pendidik tertatanam keinginan yang kuat untuk menciptakan hubungan batin yang kokoh dengan anak didiknya. Dengan usaha itulah pendidik me-mahami tabiat, kebiasaan dan kejiwaan anak didik.

Semua itu akan mempermudah pendidik dalam proses pengajaran dan de-ngan tepat mencapai tujuan pendidikan yang hakiki. Metode pengajaran yang ditawarkan oleh Imam Ghazali adalah sebagaimana berikut: 1) Memberikan latihan 2) Memberikan kebisaan kepada anak didik untuk berbuat kebaikan. 3) Melindungi anak didik dari pergaulan yang buruk dengan cara memberi

nasehat.8

Selain metode di atas Imam Ghazali memunculkan metode lain yang

7

Al ghazali. Ayyuha al-Walad. 01

8

(6)

dirumuskan dari prinsip-prinsip harus dipegang oleh pendidik, yaitu; 1) Pendidik dalam memberikan materi pelajaran harus bertahap, agar anak didik dapat memahami ilmu pengetahuan dengan baik. 2) Pendidik dalam mengajar harus sejalan dengan tingkat kemampuan intelegensi anak didik. 3) Pendidik dalam

mengajar tidak dengan kekerasan.9

Prinsip metode pengajaran modern selalu menunjukkan aspek ganda, satu aspek menunjukkan proses anak belajar dan aspek lain menunjukkan guru mengajar. Hasil penelitian yang mendalam yang dilakukan oleh pemikir modern terdapat metode pengajaran yang dilontarkan oleh Imam Ghazali melahirkan kedua aspek tersebut.

Imam Ghazali juga menganjurkan bahwa dalam ilmu pengetahuan metode yang diterapkan terhadap peserta didik, harus disertai dengan etika yang baik diwujudkan melalui keteladanan dari diri pendidik dan mempreoritaskan

kewibawaannya.10

Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin , karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak memajukan kehidupan anak didik laras dengan

dunianya.11 Ki Hajar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan

tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta

mampu memberi kontribusi kepada masyarakatnya.12 Menjadi manusia

merdeka berarti : (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c) cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir. Pandangan konstruktivisme tentang pendidikan sejalan dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Ki Hajar mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan”

Pendidikan yang menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai

9

Fathiyyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan. hal 43.

10

Abu Hamid al-Ghazali, Kaidah-kaidah Sufistik (Keluar dari Kemelut Tipu Daya Risalah Gusti, (Surabaya: al-Hidayah, 1997), hal. 25

11

Westy soemanto dkk. Dasar-dasar pendidikan dunia.. 11

12

(7)

manusia yang utuh berkembang ( menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand”

a. Pendidik

Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri. Sejalan dengan itu, Ki Hajar Dewantara memakai semboyan mengenai syarat seorang

menjadi pemimpin (guru) sebagai berikut:13 Pertama, Tut Wuri Hanadayani”

(dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).

Kedua, Ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, pendidik harus

menciptakan prakarsa dan ide). Ketiga Ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang

pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik)

Ki Hajar Dewantara menyebutkan tanggung jawab seorang guru (pendidik) pun sangat besar perannya dalam konteks demikian guna menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap kehidupan bangsa indonesia. Yang pasti, pandangan kedepan seorang Ki Hajar Dewantara terkait dengan pendidikan seorang pendidik terhadap anak didiknya begitu kuat untuk direnungkan dengan sedimikian reflektif. Cukup tepat mengutip pernyataan proklamator Ir. Soekarno, cara mengapresiasi pendidikan yang sedang digelar Ki Hajar

Dewantara. Dia berkata:14

“sungguh alangkah hebatnya jika tiap-tiap guru diperguruan taman siswa itu satu persatu adalah Rosul kebangunan! Hanya guru yang dadanya penuh dengan jiwa kebangsaan dapat menurunkan kebangunan dalam jiwa sang anak.”

b. Konsep Kurikulum

Bila mengamati isi-isi muatan pembelajaran yang berada ditaman siswa sebagai lembaga pendidikan yang digarap oleh Ki Hajar Dewantara, maka penting untuk diketahui public bahwa pendidikan jangan sampai lepas dari akar sebuah perjalanan bangsa karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam mendidik anak-anak negeri. Sesuai dengan dasar pendidikan nasional maupun dengan pendidikan kebudayaan, pendidikan kebangsaan dan pendidikan kemanusiaan, maka bahan pendidikan yang disajikan kepada peserta didik untuk dimiliki dan diperkembangkan. Baik untuk diri sendiri maupun untuk

13

M.yamin. Menggugat Pendidikan Indonesia. 194-195

14

(8)

masyarakat. Berikut hal-hal yang harus ditanamkan dan diajarkan kepada peserta didik:15

1) Agama Kerti (agama perbuatan baik) yang meliputi; a) Perasaan diri yang kuat. b) Perasaan sosial. c) Perasaan keadilan. d) Perasaan puas. e) Kehendak yang kuat. f) Keberanian. g) Kesangupan berkorban. h) Hidup sederhana.

2) Adat istiadat. Dalam mempelajari pelajaran ini wajib di ingat, bahwa pendidik harus berani membuang dan mengganti hal yang tidak sesuai lagi dengan kemajuan masyarakat.

3) Bahasa sendiri (bahasa Indonesia). Pelajaran bahasa sendiri sangat dipentingakan, karena bahasa alat penting untuk menyelami jiwa bangsa dan memahami kebudayaan nasional

4) Ilmu sejarah dan ilmu bumi. Dalam mempelajari ilmu sejarah dan ilmu bumi yang harus dipentingkan adalah sejarah bangsa dan mengenai bumi sendiri.

5) Kesenian. Seni sastra, suara, tari dan seni-seni yang lainya wajib dipelajari, guna untuk menjaga nilai-nilai budaya Bangsa.

c. Metode pembelajaran

Dalam penyelenggaraan pendidikan system atau metode yang digunakan dalam pembelajaran, ki Hajar Dewantara menggunakan system/ metode among.

Metode Among berkaitan dengan kata mong yang mencakup momong,

Among dan Ngemong. Inilah yang disebut “ tiga mong” yang akan diterapkan dalam proses pendidikan dan pengajaran seiring dengan perjalanan proses pendidikan siswa dari mulai tahap paling awal hingga sudah dewasa dan siap

masuk kejenjang pendidikan selanjutnya.16

Dalam sikap Momong, Among dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat

mendasar yaitu pendidikan tidak memaksakan namun tidak berarti membiarkan anak berkembang tanpa bebas arah.

Among mempunyai pengertian menjaga, membina dan mendidik anak

dengan kasih sayang. Pelaksana Among disebut Pamong, dimana dalam taman

siswa guru dan dosen disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu.

15

Soejono. Aliran Baru Dalam Pendidikan. 91-92

16

Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara: Biografi Singkat 1889-1959 (Jogjakarta: Garasi.2009) hal.71

(9)

Tujuan pendidikan Among adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur , cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahtraan tanah air dan

masyarakat pada umumnya.17

Sistem Among dilaksanakan secara Tut wuri handayani, ketika kita dapat

“menemui-kenali“ anak, bila perlu koreksi anak dikoreksi (handayani) namun

te-tap dilaksanakan dengan kasih sayang. Menurut Ki hajar, anak harus tumbuh menurut kodrat yang diperlukan untuk segala kemajuan dan harus dimerdeka-kan seluas-luasnya.

d. Evaluasi Pendidikan

Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu

cipta, karsa dan karya.18 Pengembangan manusia seutuhnya menuntut

pengem-bangan semua daya secara seimbang. Pengempengem-bangan yang terlalu menitik-beratkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masya-rakatnya.

Jadi dalam pandangan untuk mengevaluasi sebuah pendidikan maka harus ditekankan kepada tiga kompnen yang ada pada diri manusia yaitu cipta (kognitif), karsa (afektif) dan karya (psikomotorik).

MENDIDIK ANAK PRESFEKTIF AL-GHAZALI DAN KI HADJAR DEWANTARA

Mendidik Anak Presfektif Al-Ghazali

Proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna. Dan dalam tujuan pendidikan lebih diutamakan kepada manusia seutuhnya, suatu pribadi suatu pribadi yang kuat, mahluk sosial yang kuat dan hamba yang saleh. Tujuan terakhir adalah membentuk manusia

17

Suparto Rahardjo. Ki Hajar Dewantara.72

18

(10)

yang mampu melaksanakan tugas dan misi sebagai wakil Tuhan diatas bumi. Beliau menempatkan pendidik sebagai orang yang paling mulia dengan penghargaan yang sangat tinggi. Dan menempatkan peseta didik sebagai objek sekaligus objek dalam proses belajar mengajar. Materi Pendidikan yang diajakan adalah ilmu-ilmu keduniaan maupun keakheratan. Dalam proses pendidikan system pendidikannya ingin menciptakan suasana belajar yang wajar, manusiawi, berdasarkan rasa sayang dan menghormati dengan interaksi dan komunikasi timbal balik selaras dan seimbang, dengan kesadaran akan tempat dan fungsi tugas dan kewajiban masing-masing. Dalam hal metode pendidikan tidak hanya melibatkan metode-metode formal, tetapi juga metode-metode non formal, tidak hanya metode pengetahuan (teori) dan jalan tindakan (praktek) tetapi dengan

jalan rasa (kebaktian) dan tidak bersifat intruksional, tetapi juga bersifat self

-inquiri (mencapai dan menemukan) sendiri tidak hanya menggunakan metode konvensional tetapi juga metode inkonvensional. Dalam evaluasi tidak hanya mengevaluasi hasil peserta didik dalam bidang ilmu saja, tetapi juga dalam bidang keterampilan, sikap-sikap, watak, dan seluruh kepribadian peserta didik, tingkah laku bahkan seluruh hidupnya.

Mendidik Anak Presfektif Ki Hadjar Dewantara

Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk menunjukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin/karakter), pikiran (intelek) dan fisik anak demi memajukan kehidupan anak didik yang selaras dengan dunianya. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya dan berjiwa nasionalisme serta patriotism.

Ki Hajar Dewantara memahami pendidik (guru) / pengajar sebagai mitra siswa untuk menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindah-kan pengetahuan dari guru ke siswa melainmemindah-kan kegiatan yang memungkinmemindah-kan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Guru diharap-kan mampu memberidiharap-kan kobaran semangat nasionalisme dan patriotism, serta menempatkan peserta didik sebagai objek sekaligus objek dalam proses belajar mengajar. Materi yang diajarkan adalah materi umum yang bisa membentuk karakter siswa. Proses pendidikan guru adalah sebagai contoh, jadi semua tindakan dalam proses belajar mengajar bimbingan dari guru sangat diutamakan.

(11)

Metode pendidikan yang dipakai sistem Momong, Among dan Ngemong, terkandung nilai yang sangat mendasar yaitu pendidikan tidak memaksakan namun tidak berarti membiarkan anak berkembang bebas tanpa arah. Dalam mengevaluasi sebuah pendidikan maka harus ditekankan kepada tiga kompnen yang ada pada diri manusia yaitu cipta (kognitif), karsa (afektif) dan karya (pskomotorik).

PENUTUP

Setelah melakukan berbagai pertimbangan, maka munculah satu konsep baru tentang tujuan pendidikan. Konsep baru tersebut adalah, bahwa pertama, pendidikan harus bertujuan kepada esensi kehidupan yang berguna bagi orang lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan sebuah pendidikan adalah untuk menjadikan manusia merdeka. Pendidikan yang merdeka haruslah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya masing-masing. Dan Imam Ghazali menginginkan pendidikan harus bertujuan kepada manusia yang

saleh. Saleh disini ialah mencapai kesempurnaan manusia untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT dan mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih

kebahagiaan di dunia dan akhirat (sa’idun fi al-dun-ya wa sa’idun fi al-akhirah).

Jadi, perbandingan paradigma pendidikan humanis Al-Ghazali dan Ki Hdjar Dewantara merupakan konsepsi pelengkap dalam dunia pendidikan. Pendidikan humanis Al-Ghazali sebagai rambu-rambu atau pengatur mana yang salah dan yang benar. Paradigma pendidikan humanis Ki Hadjar sebagai konsepsi yang membebaskan manusia dari penindasan, yaitu melalui pendidikan merdeka.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid al-Ghazali, Kaidah-kaidah Sufistik (Keluar dari Kemelut Tipu Daya

Risalah Gusti, (Surabaya: al-Hidayah, 1997)

Ahmad Daudy, 1986. Kuliyah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang

Al Ghazali Imam . 2004. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin. Surabaya: Bintang Usaha

Jaya

Al Ghazali Imam . 2010. Hakikat Amal. Surabaya: Karya Agung

Al Ghazali Imam. 2000. Peringatan Bagi Penguasa. Jakarta:Hikmah

Al Ghazali Imam. 2009. Misteri & Keajaiban Ayat-Ayat Seribu Dinar. Jakarta:

Mitra press

Al ghazali Imam.2003. Ihya’ Ulumudddin. Bandung : IKAPI

Arifi Ahmad. 2009. Politik Pendidikan Islam. Jogjakara: Teras.

Arifin Miftah.2007. Pendidkan Ahlak Dalam presfektif Alghazali. Jember:

Center for Society Studies.

Asy’arie, Musa. 2005. Islam Keseimabangan, Rasionalitas, Moralitas, Dan

Spritualitas. Yogyakarta: Lesfi.

Baharuddin. 2010. Pendidikan Humanistic, Konsep Teori Dan Aplikasi Dalam

Dunia Pendidikan. Jogjakarta. Ar-ruzz Media.

Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV

Diponegoro

Djumransjah Muhammad. 2007. Pendidikan Islam Menggali Tradisi

Mengukuhkan Eksistensi. Malang: UIN malang Press.

Dwi siswoyo,DKK. 2008.Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY PRES.

Elmubarok Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan Yang

Terserak, Menyambng Yang Terputus Dan Menyatukan Yang Tercerai. Bandung: ALFABETA CV

Juwariyah. 2010. Hadist Tarbawi. Jogjakarta: Teras.

Karim Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Raharjo Budi. 2009. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959. Jogjakarta:

Garasi.

Raharjo Suparto. 2009. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959.

Jogjakarta: Arruz Media

Soejono, Ag, 1979. Aliran Baru Dalam Pendidikan. Bandug: CV.Ilmu

(13)

Straregi Reformasi Pendidikan Islam. Bandung: PT remaja Rosadakarya Offset.

Umiarso, 2010. Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern,

Jogjakarta: IRCIsOD. 2010

Undang-undang RI.2010. Sikdiknas & Peraturan Republic Indonesia Tahun

2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar. Bandung:Citra Utama

Yamin Moh. 2010. Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-ruzz

Media.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui persepsi petani terhadap pelaksanaan dan manfaat program UPSUS Kedelai, (2) Untuk mengetahui faktor pendorong dan faktor

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu sistem perpustakaan baru yang nantinya akan dibandingkan dengan sistem

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kebaikan rahmat dan nikmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Pengaruh

pada bayi dan / atau ibu, seperti berat badan bayi di atas rata-rata normal pada saat lahir (makrosomia), lama persalinan yang memanjang sehingga meningkatkan

dan Candida albicans .Isolat-isolat endofit dari akar tanaman purwoceng yang tidak menunjukkan potensi antimikrobia kemungkinan memiliki senyawa potensial

Hasil skoring menghasilkan 21 galur somaklon yang dianggap tahan terhadap serangan blas daun, karena tidak menunjukkan adanya gejala serangan pada semua ulangan pada ketiga ras

H. Prosedur Pengendalian Dokumen di Puskesmas. Prosedur Pengendalian Dokumen di Puskesmas harus ditetapkan oleh Kepala Puskesmas yang dijadikan acuan oleh seluruh unit