• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN KINERJA BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS KEJAKSAAN RI MELALUI KEWENANGAN PENYADAPAN TINDAK PIDANA KORUPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUATAN KINERJA BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS KEJAKSAAN RI MELALUI KEWENANGAN PENYADAPAN TINDAK PIDANA KORUPSI"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN KINERJA

BIDANG TINDAK PIDANA KHUSUS

KEJAKSAAN RI MELALUI KEWENANGAN

PENYADAPAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Disusun Oleh :

Drs. Nandan 1. iskandar m 2. angasih situmeang, sH., LLm sri 3. Humana L. s.sOs. Relita 4. p. sanjaya, sH. KEJAKSAAN AGUNG

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JAKARTA 2016

Loqman, Loebby, Saksi Mahkota, Forum Keadilan, Nomor 11, 1995. Mulyadi, Lilik, Implikasi Yuridis tentang ‘’Saksi Mahkota’’,diakses

dari http://www.balipost.co.id tanggal 9 Maret 2012.

Nauli, Musri, Issu “Anggie” dari Sudut Hukum Pidana, diakses dari musri-nauli.blogspot.com, tanggal 9 Maret 2012.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:42/PUU-VIII/2010 Tanggal 24 September 2010.

Republik Indonesia, Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat, Sejarah

TNI-AD, 1945-1973 : Perananan TNI-AD Menegakkan Negara Kesatuan RI, Volume 2, Jakarta : Dinas Sejarah Militer.

Setiyono,” Eksistensi Saksi Mahkota Sebagai Alat Bukti Dalam

Perkara Pidana”, Jurnal Hukum Lex Jurnalica, Vol 5, No. 1,

Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia, Esa Unggul, Jakarta, Desember 2007.

Varia Peradilan No 120, September 1995. ——————, Nomor 62, Nopember, 1990.

Widodo Eddyono, Supriyadi, Catatan Kritis Terhadap

Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Jakarta: Elsam, September 2006, diaksesdarihttp://

perlindungansaksi.files.wordpress.com, tanggal 7 Juni 2012.

106

STATUS SAKSI MAHKOTA

STATUS SAKSI MAHKOTA

STATUS SAKSI MAHKOTA

STATUS SAKSI MAHKOTA

STATUS SAKSI MAHKOTA

DALAM PROSES

DALAM PROSES

DALAM PROSES

DALAM PROSES

DALAM PROSES

PERADILAN PIDANA

PERADILAN PIDANA

PERADILAN PIDANA

PERADILAN PIDANA

PERADILAN PIDANA

Oleh : Drs. Nandan Iskandar Siti Utari, SH.,MH. Estiyarso, SH. Hening Hadi Condro, SH. SatriyoWibowo, SH.,LLM.

Imas Sholihah, SH.

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

JAKARTA 2012

 

(2)

penguatan kinerja bidang tindak pidana khusus kejaksaan ri melalui kewenangan penyadapan tindak pidana korupsi

viii + 122 hlm. ; 21 cm isBN : 978-602-6532-10-7

anggota iKApi

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis termasuk foto copy, rekaman dan lain-lain tanpa ijin tertulis dari penerbit.

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi pada asumsi bahwa upaya Kejaksaan dalam menangani Tindak Pidana Korupsi akan lebih maksimal apabila kewenangan melakukan penyadapan oleh Kejaksaan disamakan dengan kewenangan penyadapan yang diberikan kepada KPK, yaitu bahwa KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait upaya penanganan tindak pidana korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Atas dasar ketentuan tersebut KPK dapat melakukan penyadapan sendiri tanpa harus melibatkan pihak lain. Keterbatasan kewenangan Kejaksaan dalam penggunaan alat sadap,

dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tentu menjadi salah satu faktor yang menghambat Kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Disisi lain, kewenangan melakukan tindakan penyadapan dibutuhkan oleh Kejaksaan untuk memudahkan penegakan hukum dalam mencari alat bukti. Permasalahannya adalah apa manfaat kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya optimalisasi penanganan tindak pidana korupsi; bagaimana prosedur dan mekanisme penyadapan yang dilakukan Kejaksaan ;dan apa hambatan dan bagaimana upaya penanggulangan hambatan tersebut. Penelitian ini bersifat diskriptif analisis dengan instrumen penelitian dalam bentuk daftar pertanyaan. Pengambilan sample penelitian secara probability sampling jenis

purposive sampling; dengan responden berjumlah 434 responden terdiri

dari Internal Kejaksaan sebanyak 217 responden (Wakajati, As pidsus, As Intel, Koordinator dan Jaksa Fungsional) dan Eksternal Kejaksaan sebanyak 217 responden (Hakim, Polisi, Pengacara, Akademisi / Dosen dan Anggota DPRD). Lokasi penelitian meliputi 6 (enam) wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati Kepulauan Riau, Kejati Jambi, Kejati D.I. Yogyakarta, Kejati Kalimantan Selatan, Kejati Sulawesi Tenggara dan Kejati Nusa Tenggara Timur). Hasi penelitian menunjukan bahwa yang menjadi salah satu kunci keberhasilan KPK dalam mengungkap tipikor adalah adanya kewenangan penuh dalam penyadapan dan hasilnya nyata terlihat dari Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kejaksaan sebagai sebagai

(4)

aparat penegak hukum dengan tujuan yang sama memberantas Tipikor sangat penting untuk diberikan wewenang penyadapan dalam semua tahap proses penanganan perkara Tipikor, mengingat bahwa Kejaksaan adalah institusi besar yang menyebar di seluruh wilayah RI,. Urgensi kewenangan tersebut demi efektifitas dan efisiensi kinerja Kejaksaan, karena akurasi data hasil penyadapan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat mengoptimalkan penanganan perkara Tipikor oleh Kejaksaan. Prosedur dan mekanisme penyadapan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan, dilakukan oleh Kejaksaan sendiri berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang telah ditetapkan, tidak melalui bantuan provider lain dan tidak melalui ijin pengadilan, karena kurang/tidak efektif dan dikhawatirkan ada kebocoran informasi. Hambatan dalam pelaksanaan, saat ini adalah hambatan yuridis, antara lain belum ada payung hukum tentang kewenangan Kejaksaan melakukan penyadapan secara penuh, hambatan sarana antara lain pengadaan sarana penyadapan, dan hambatan sumber daya manusia, antara lain kurang tenaga ahli Teknologi Informatika. Upaya menanggulangi hambatan tersebut antara lain ada aturan khusus yang mengatur kewenangan bagi kejaksaan untuk dapat melakukan penyadapan serta mengatur mengenai prosedur dan mekanisme penyadapan, menyiapkan sarana penyadapan serta memiliki petugas ahli yang bertanggungjawab dalam masalah penyadapan.

Kata Kunci : Penguatan Kinerja, Bidang Tindak Pidana Khusus

(5)

ABSTRACT

This research background on the assumption that the efforts of the Prosecutor in dealing Corruption will be maximized if the authority to conduct wiretaps by the Prosecutor equated with authority intercepts given to the Commission, namely that the Commission in carrying out the task of investigation, investigation, and prosecution related to the handling of corruption authorized to conduct wiretapping and record conversations. On the basis of these provisions the Commission can do the tapping themselves without having to involve other parties. Attorney limited authority in the use of a tap, from the stage of the inquiry, investigation and prosecution would be one of the factors that hinder the Prosecutor in combating corruption. On the other hand, the authority to take actions needed to facilitate the tapping of law enforcement in the search for evidence. Given these limitations must be one of the obstacles faced by the Prosecutor in the eradication of corruption. The issue is what are the benefits authorized wiretaps by the Prosecutor in efforts to optimize the handling of corruption; how the procedures and mechanisms for tapping carried Attorney; and what barriers exist and how these obstacles prevention efforts. This study is a descriptive analysis of the research instrument in the form of a list of questions. The sample study probability sampling purposive sampling type; by respondents totaled 434 respondents consisted of 217 respondents Internal AGO (Wakajati, Pidsus As, As Intel, Coordinator and Attorney Functional) and External Attorney much as 217 respondents (Judges, police, lawyers, academics / Lecturer and Member of Parliament). Location study include six (6) the jurisdiction of the High Court (High Attorney Kepulauan Riau, Jambi Kejati, Kejati D.I. Yogyakarta, Kejati South Kalimantan, Southeast Sulawesi High Court and the High Court East Nusa Tenggara). Hasi research shows that being one of the key success of the Commission in exposing corruption is their full authority to wiretap and the results are evident from Capture Operation Hand (OTT). Attorney as as law enforcement officers with the same goal to eradicate corruption is critical

(6)

for tapping the authority granted in all stages of the process of handling corruption cases, given that the Prosecutor is the large institutions that spread across the region RI ,. The authority urgency for the sake of effectiveness and efficiency of the performance of the Prosecutor, for the interception of data accuracy can be accounted for, so as to optimize the handling of the case by the Anti-Corruption Prosecutor. Procedures and mechanisms for tapping corruption by the Prosecutor, conducted by the Attorney themselves based Standard Operating Procedures (SOP) investigation, investigation and prosecution has been established, not through the help of other providers and not through permit the court, because it is less / no effective and feared there was a leak information. Obstacles in the implementation, now is the juridical obstacles, among others, there is no umbrella law on wiretapping authority of the Prosecutor in full, the barrier means include the provision of facilities intercepts, and human resource constraints, including a lack of expert Information Technology. Efforts to overcome these obstacles, among others, there are special rules governing the authority of the prosecutor’s office to be able to conduct wiretaps and regulate the procedures and mechanisms for tapping, tapping prepare facilities and have skilled personnel who are responsible for wiretapping issue ..

Keywords: strengthening performance, division of special crimes prosecutor ri., wiretapping authority corruption.

(7)

KATA PENGANTAR

D

engan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT/Tuhan YME buku penelitian dengan judul “Penguatan Kinerja

Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI. Melalui Kewenangan Penyadapan Tindak Pidana Korupsi” telah dapat

dilaksanakan dan diselesaikan oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI.

Berkat bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak yang terkait dalam penelitian ini, Tim Peneliti telah dapat menyelesaikan tugasnya dilapangan dengan baik dan lancar, sehingga penulisan buku penelitian ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Penelitian ini dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan melalui tahapan pengumpulan data kepustakaan, pengumpulan data lapangan, pengolahan dan analisis data serta penulisan hasil penelitian. Pengumpulan data lapangan dilakukan di enam wilayah hukum Kejaksaan Tinggi, yaitu Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Kejaksaan Tinggi Jambi, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta, Kejaksaan Tinggi NTT, dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, dengan responden terdiri dari kalangan internal Kejaksaan dan kalangan eksternal Kejaksaan yang terdiri dari hakim, polisi, dosen/ akademisi, anggota DPRD dan pengacara. Data diolah dan dianalisis secara kualitatif. Untuk menyempurnakan penulisan buku hasil penelitian, terlebih dahulu dibahas melalui diskusi-diskusi kecil antara tim peneliti dan para pejabat di lingkungan Pusat Litbang, sehingga pada akhir bulan Nopember 2016 Tim Peneliti telah berhasil menyelesaikan seluruh tahapan penelitian yang direncanakan.

Pada kesempatan ini Tim Peneliti Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI mengucapkan terima kasih kepada :

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI 1.

(8)

Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, Kepala Kejaksaan 2.

Tinggi Jambi, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Kepala Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT beserta staf. Para Hakim, Polisi, Pengacara, Akademisi / Dosen dan Anggota 3.

DPRD.

Tim peneliti menyadari bahwa buku hasil penelitian ini masih belum sempurna, untuk itu segala saran dan masukan serta kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan hasil penelitian ini sangat kami nantikan.

Mudah-mudahan buku hasil penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan kinerja Kejaksaan khususnya tugas Kejaksaan di bidang tindak pidana khusus dalam penanganan tindak pidana korupsi, yaitu pentingnya legislasi kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya mengoptimalkan penanganan tindak pidana korupsi.

.

Jakarta, Nopember 2016

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang ... B. Permasalahan ... C. Ruang Lingkup Penelitian ... D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... E. Kerangka Pemikiran ... F. Kerangka Konseptual ... G. Metode Penelitian ...

BAB II IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYADAPAN OLEH KEJAKSAAN DALAM UPAYA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI ... A. Karakteristik Responden ... B. Kewenangan Penyadapan Oleh Kejaksaan Dalam

Upaya Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Korupsi ... C. Prosedur Dan Mekanisme Penyadapan Yang

Dilakukan Kejaksaan ... D. Hambatan Dalam Pelaksanaan Penyadapan Oleh

Kejaksaan dan Upaya Penanggulangan Hambatan ... iii vii ix 1 1 6 7 7 8 13 16 21 21 28 59 84

(10)

BAB III URGENSI KEWENANGAN PENYADAPAN TIPIKOR OLEH KEJAKSAAN DALAM UPAYA PENGUATAN

KINERJA BIDANG PIDSUS KEJAKSAAN ...

A. Urgensi Penyadapan Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan ... B. Prosedur dan Mekanisme Penyadapan Tindak Pidana

Korupsi oleh Kejaksaan ... C. Hambatan dan Upaya penanggulangan ...

BAB IV PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... 93 93 107 115 119 119 120 121

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

A.

Pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan prioritas utama penegakan hukum dewasa ini, karena dampak tindak pidana korupsi cukup besar. Korupsi mengakibatkan kerugian negara dan hal ini akan berimbas pada tingkat kemakmuran rakyat. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat justru dipergunakan secara pribadi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu agar dampak yang diakibatkan tidak semakin meluas, maka tindak pidana korupsi harus segera ditangani dengan cara yang khusus mengingat pelakunya adalah mereka yang memiliki posisi dan kedudukan yang kuat, sehingga hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi dalam proses penegakan hukumnya.

Salah satu upaya khusus yang dimaksud adalah melalui penyadapan. Penyadapan menjadi alat ampuh dalam menjerat para pelaku korupsi di Indonesia, karena hasil penyadapan tersebut dapat membongkar ulah pelaku korupsi, yaitu dengan operasi tangkap tangan (OTT).

Dengan penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa kali KPK berhasil membongkar ulah pelaku korupsi dengan operasi tangkap tangan (OTT). Kewenangan menyadap yang dilanjutkan dengan operasi tangkap tangan tersebut berhasil membongkar beberapa praktek korupsi dengan nilai fantastis. Beberapa contoh dapat dikemukakan di bawah ini :

Perkara tindak pidana korupsi berupa penyuapan terhadap Urip 1.

Tri Gunawan (mantan jaksa) pada tahun 2008 ditangkap setelah bertransaksi dengan Arthalina Suryani alias Ayin dalam kasus

(12)

penerima dana BLBI yaitu Syamsul Nursalim, dalam kasus tersebut ditemukan dan disita uang sebesar US $ 660.000.1

Perkara tindak pidana korupsi berupa penyuapan terhadap 2.

mantan komisioner KY Irawadi Joenoes sebesar $ 30 ribu dan 600 juta dari Fredi Santoso.2

Perkara tindak pidana korupsi berupa penyuapan terhadap 3.

Bulyan Royan (mantan anggota DPR), ia ditangkap karena terkait suap dalam kasus pengadaan kapal patrol di Departemen Perhubungan.3

Perkara tindak pidana korupsi penyuapan terhadap Abdul 4.

Hadi Djamal (mantan anggota DPR) terkait suap dalam kasus pembahasan dan stimulus di DPR4

Perkara tindak pidana korupsi atas nama Rudi Rubiandini 5.

(mantan Wakil Menteri ESDM/Kepala SKK Migas), diduga menerima uang suap dari Kernel Oil Pte Ltd.5

Perkara tindak pidana korupsi atas nama Akil Mochtar (Ketua 6.

Mahkamah Konstitusi), diduga menerima suap terkait 2 (dua) proses penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah.6

Pemberitaan penanganan kasus yang menggunakan penyadapan, dalam hal ini operasi tangkap tangan tersebut di atas didominasi oleh KPK, walaupun sesungguhnya institusi yang memiliki kewenangan dan peralatan untuk melakukan penyadapan bukan hanya KPK, melainkan juga Mabes Polri dan Kejaksaan, serta instansi lainnya.

Penggunaan penyadapan merupakan salah satu faktor yang dapat mengungkap kejahatan yang dilakukan secara tertutup dan rapi

1

http//news.detik.com/read/2013/03/22/140148/2201136/10/intersepsi-tulang-punggung-kpk-dalam - pemberantasan -korupsi,

2 http//news.detik.com/read/2008/01/18/101406/880716/10/ketua-ky-bersaksi-di-sidang-kasus

suap-irawady-joenoes

3 http//www.indosiar.com/focus/kpk-memeriksa-bulyan-royan.74348.html

4

http//www.antaranews.com/berita/1254894020/mantan-anggota-dpr-dituntut–lima-tahun-penjara.

5 “Suap di SKK Migas, KPK tidak pernah libur”, Kompas , 15 Agustus 2013 6 “Suap Mahkamah Konstitusi Mengguncang Negara”, Kompas , 4 Oktober 2013

(13)

sehingga cukup sulit pembuktiannya. Indriyanto Seno Adji7 (selaku

Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi) mengatakan kepada Tempo, Kamis, 18 Juni 2015 “Penyadapan kunci terjadinya OTT (Operasi Tangkap Tangan). Maka dari itu, eksistensi penyadapan merupakan bumper terdepan pemberantasan korupsi”. Karena itu penggunaan teknologi intersepsi atau penyadapan merupakan suatu tindakan yang patut dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun aparat intelijen, baik untuk dijadikan alat bukti dalam penanganan perkara maupun kegiatan intelijen.

Masalah penyadapan ini telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2911 Tentang Intelijen Negara.

Pengaturan tentang penyadapan dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi legitimasi bagi KPK dalam melakukan penyadapan terhadap para koruptor. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

(14)

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak menjelaskan secara detail mengenai penyadapan oleh KPK, tidak menjelaskan apa definisi penyadapan, durasi penyadapan dan pejabat yang memberikan otorisasi penyadapan, dan bagaimana prosedurnya. Selama ini penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan kepada prosedur tetap (Protap) dan standard operational procedures (SOP) sendiri. Hal ini berbeda dengan aturan penyadapan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Ketiga Undang-Undang ini mengatur lebih jelas mengenai prosedur penyadapan terutama berkaitan dengan izin dan jangka waktu dilakukannya penyadapan.

Dengan demikian, ada 6 (enam) lembaga yang berwenang melakukan penyadapan yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Polri, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), namun Komisi Pemberantasan Korupsi secara kelembagaan merupakan institusi yang berbeda dari kelima institusi pemerintah tersebut.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum diberikan kewenangan melakukan penyadapan sebagai instrument dalam optimalisasi proses penegakan hukum. Kejaksaan dapat melakukan penyadapan yang diatur dalam tiga undang-undang, yaitu :

Pasal 41 dan 42 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang 1.

Telekomunikasi, telah memberikan kewenangnan kepada Jaksa Agung untuk kepentingan penyidikan tindak pidana-tindak pidana tertentu sesuai undang-undang, meminta kepada penyelenggara jasa telekomunikasi merekam informasi yang dikirim atau diterima oleh pengguna jasa telekomunikasi. Penjelasan Pasal 26 undang-Undang Nomor 31 Tahun 2.

(15)

memberikan kewenangan bagi aparat penyidik tindak pidana korupsi untuk melakukan penyadapan.

Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 3.

Tentang Informasi dan Transaksi elektronik, memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk mengizinkan penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum.

Berdasarkan ketiga undang-undang di atas, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menentukan secara tegas, aparat Kejaksaan dapat melakukan kewenangan penyadapan untuk tindak pidana korupsi, sedangkan kedua undang-undang lainnya hanya menyebutkan untuk kepentingan penyidikan sesuai undang-undang yang berlaku dan dalam rangka penegakan hukum. Apabila peraturan kewenangan tersebut dikaitkan dengan kewenangan Kejaksaan dalam tahap penyidikan yang diatur dalam undang-undang, berarti Kejaksaan hanya dapat melakukan penyadapan pada tahap penyidikan perkara tindak pidana korupsi.

Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Kejaksaan dapat mengajukan permintaan kepada penyelenggara jasa telekomunikasi (provider) untuk merekam informasi yang dikirimkan atau diterima oleh pengguna jasa telekomunikasi tertentu demi kepentingan penyidikan atau dalam upaya penegakan hukum. Dengan kata lain, Kejaksaan harus memerlukan bantuan pihak lain dalam melakukan penyadapan, yaitu provider.

Upaya Kejaksaan dalam menangani Tindak Pidana Korupsi akan lebih maksimal apabila kewenangan melakukan penyadapan oleh Kejaksaan disamakan dengan kewenangan penyadapan yang diberikan kepada KPK, yaitu bahwa KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait upaya penanganan tindak pidana korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Atas dasar ketentuan tersebut KPK dapat melakukan penyadapan sendiri tanpa harus melibatkan pihak lain.

(16)

Keterbatasan kewenangan Kejaksaan dalam penggunaan alat sadap, dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. tentu menjadi salah satu faktor yang menghambat Kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Disisi lain, kewenangan melakukan tindakan penyadapan dibutuhkan untuk memudahkan penegakan hukum dalam mencari alat bukti. Dengan adanya Keterbatasan kewenangan Kejaksaan dalam hal penyadapan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, menjadi salah satu hambatan yang dihadapi Kejaksaan dalam perannya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi.

Jaksa Agung RI. HM Prasetyo8 mengatakan “kewenangan

menyadap dibutuhkan untuk memudahkan penegakan hukum dalam mencari alat bukti. Kewenangan penyadapan yang diberikan ini baru sebatas dari Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kejaksan belum dapat langsung menyadap, tetapi hanya meminta bantuan kepada operator seluler untuk menyadap”. Artinya dengan kewenangan di dua Undang-Undang tersebut, Kejaksaan hanya dapat menyadap (meminta bantuan penyadapan) terhadap orang-orang yang sudah berstatus sebagai tersangka, terdakwa atau terpidana. Kejaksaan baru bisa menyadap pada tahap penyidikan, kalau tahap sebelum penyidikan, Kejaksaan tidak bisa menyadap.

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian tentang “Penguatan Kinerja Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI Melalui Kewenangan Penyadapan Tindak Pidana Korupsi”.

Permasalahan

B.

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Apakah manfaat kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam 1.

upaya optimalisasi penanganan tindak pidana korupsi ?

(17)

Bagaimana prosedur dan mekanisme penyadapan yang dilakukan 2.

Kejaksaan ?

Apa hambatan dalam pelaksanaan penyadapan oleh Kejaksaan, 3.

dan bagaimana upaya penanggulangan hambatan tersebut ?

Ruang Lingkup Penelitian

C.

Penelitian ini menitikberatkan pada pentingnya legislasi kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya penanganan tindak pidana korupsi. Dengan mengemukakan hal-hal pendukung yang dapat memperjelas bagaimana cara yang harus ditempuh guna mengatasi permasalahan ini, dan dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh kejelasan tentang permasalahan-permasalahan lain yang timbul akibat kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh Kejaksaan

Tujuan Dan Manfaat Penelitian

D.

Tujuan Umum

1.

Untuk menginventarisir pendapat dari responden terhadap pentingnya legislasi kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya penanganan tindak pidana korupsi.

Manfaat Penelitian

2.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pimpinan Kejaksaan RI untuk mempersiapkan perangkat perundang-undangan (payung hukum) berkaitan urgensi legislasi kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya penanganan tindak pidana korupsi.

(18)

Kerangka Pemikiran

E.

Pengertian Penyadapan

1.

Dalam frase bahasa Inggris penyadapan disebut sebagai

interception. Kamus.net menerjemahkan intercept sebagai

menahan, menangkap, mencegat atau memintas. Sedangkan di dalam kamus Oxford didefinisikan sebagai to cut off from access

or communication. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

menyadap adalah mendengarkan (merekam) informasi (rahasia, pembicaraan) orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuan orangnya9.

Penyadapan (wiretapping) menurut Edmon Makarim merupakan tindakan mencuri dengar komunikasi para oihak yang dilakukan dengan cara menggunakan penembahan alat tertentu atau mencantol saluran kabel komunikasi untuk merekam (tapping) pada fasilitas jaringan telekomunikasi (wire

communication) yang umumnya menggunakan kabel (wire) atau

jalur telepon rumah.10

Dengan perkembangan teknologi komunikasi, terjadi perubahan dari model circuit switching menjadi packet

switching. Konsekwensinya, mekanisme kerja wiretapping

yang lazim dilakukan kemudian berkembang dengan cara menghubungkan alat penyadap langsung pada sentral pengalih komunikasi (switching center) yang diselenggarakan oleh Operator Telekomunikasi dengan tujuan mendapatkan direct

access dan selanjutnya akan melakukan perekaman secara

sendiri dan langsung tanpa harus meminta operator untuk merekamnya, apalagi dengan perkembangan internet protocol yang membuat komunikasi dapat dilakukan dengan medium nirkabel (wireless), berkembang istilah baru yakni intersepsi

9 http://www.thefreedictionary.com/intercept, 3 Pebruari 2016

10 Edmon Makarim, Analisis Terhadap Kontroversi Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang tata cara intersepsi yang sesuai Hukum (Lawfull Interception), Badan Penerbit FHUI, Jakarta,

(19)

(interception).11 Namun secara prinsip kedua istilah tersebut

memiliki makna yang sama.

Secara yuridis, antara lain disebutkan dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penyadapan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan guna mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi

Penyadapan secara sah atau Lawful Interception adalah suatu cara penyadapan dengan menempatkan posisi penyadap di dalam penyelenggara jaringan telekomunikasi sedemikian rupa sehingga penyadapan memenuhi syarat tertentu yang dianggap sah secara hukum. Dalam hal ini syarat-syarat tersebut diatur secara yuridis oleh negara yang bersangkutan. Sehingga dimungkinkan terdapat perbedaan aturan serta standar antara suatu negara dengan negara lainnya12.

Pengaturan Lawful Interception di Indonesia, Peraturan Menkominfo Nomor 11/PER/M. KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi yang berisi pedoman-pedoman dalam melakukan penyadapan secara sah, dikatakan bahwa penyadapan terhadap informasi secara sah (lawful

interception) dilaksanakan dengan tujuan untuk keperluan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan terhadap suatu peristiwa tindak pidana (Pasal 3). Sedangkan hal ini hanya dapat dilakukan oleh penegak hukum serta wajib bekerjasama dengan penyelenggaraan telekomunikasi (Pasal 4 dan 11).

11 Ibid, hlm. 267

(20)

2. Pengaturan Penyadapan

a. Pengaturan Penyadapan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

KUHAP tidak mengatur mengenai legalitas penyadapan yang dilakukan oleh jaksa penyidik. KUHAP hanya menjelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) huruf j, ”penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 bahwa yang dimaksud dengan “tindakan lain” adalah tindakan dari penyidikan untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :

Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 1)

Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan 2)

dilakukannya tindakan jabatan

Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk 3)

dalam lingkungan jabatannya

Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan 4)

memaksa

Menghormati hak asasi manusia 5)

b. Pengaturan Penyadapan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keabsahan penyadapan dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi menurut UU pemberantasan tindak pidana korupsi, diatur dalam :

Pasal 26 :

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali

(21)

ditentukan lain dalam undang undang ini“.

Pasal 26A :

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan

b. Dokumen, yakni setiap rekaman dan/atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Pasal 26 tersebut dalam penjelasannya menyatakan bahwa kewenangan penyidik dalam pasal ini termasuk wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretapping). Sedangkan penjelasan mengenai pasal 26A, yang dimaksud dengan “disimpan secara elektronik“ misalnya data yang disimpan dalam mikro film, Compact Disk Read Only Memory

(CD-ROM) atau Write Once Read Many (WORM). Yang dimaksud

dengan “alat optik atau yang serupa dengan itu“ dalam ayat ini tidak terbatas pada data penghubung elektronik

(electronic data interchange), surat elektronik (e-mail),

telegram, teleks, dan faksimili.

c. Pengaturan Penyadapan menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(22)

KPK pasal 12 ayat (1) huruf a yang menyatakan :

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Sejumlah undang-undang di Indonesia, memang telah memberikan kewenangan khusus pada penyidik untuk melakukan penyadapan telepon dan merekam pembicaraan, termasuk penyidikan dengan cara under cover. Paling tidak ada 4 (empat) undang-undang yang memberi kewenangan khusus itu, yaitu Undang-Undang Psikotropika, Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Bila dicermati, ketentuan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan terdapat perbedaan prinsip antara satu dengan undang-undang lainnya.

Undang-undang Psikotropika dan Undang-undang a)

Narkotika mengharuskan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan dengan izin Kepala Polri dan hanya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Artinya, ada pengawasan vertikal terhadap penyidik dalam melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan.

Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana b)

Terorisme membolehkan penyidik menyadap telepon dan perekaman pembicaraan hanya atas izin ketua pengadilan negeri dan dibatasi dalam jangka waktu satu tahun. Di sini ada pengawasan horizontal terhadap penyidik dalam melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan.

Bila dicermati, ketentuan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan terdapat perbedaan aturan antara

(23)

satu dengan undang-undang lainnya. Bahkan dalam Undang-undang KPK boleh melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan dalam mengungkap dugaan suatu kasus korupsi tanpa pengawasan dari siapa pun dan tanpa dibatasi jangka waktu.

F. Kerangka konseptual

Penguatan Kinerja 1.

Penguatan, menurut kamus bahasa Indonesia adalah: cara, proses perbuatan menguati atau menguatkan13. Kinerja berasal

dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran

dari suatu proses 14. Menurut pendekatan perilaku dalam

manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan15 . Kinerja adalah hasil kerja baik secara

kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan16.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan

13 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,

2007, hlm.605.

14 Nurlaila, Manajemen Sumber Daya Manusia I, Penerbit LepKhair, 2010, hlm.71. 15 Luthans, F., Organizational Behavior, New York: McGraw-hill, 2005, hlm.165.

16 Mangkunegara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosdakarya. Bandung, 2002, hlm. 22

(24)

terlebih dahulu telah disepakati bersama17.

Sedangkan Mathis dan Jackson18 menyatakan bahwa kinerja

pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku19. Pengertian kinerja ini mengaitkan antara

hasil kerja dengan tingkah laku. Sebagai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.

Menurut pendapat Suryadi Prawirosentono20, Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Kinerja yaitu:

Efektifitas dan efisiensi 1)

Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien.

Otoritas (wewenang) 2)

Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya.

17 Rivai, Vethzal & Basri, Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hlm.50.

18 Mathis, R.L. & J.H. Jackson, Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat, 2006, hlm. 65

19 Amstrong, Mischael, Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta, 1999, hlm. 15

(25)

Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.

Disiplin 3)

Disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.

Inisiatif 4)

Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.

Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI 2.

Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan RI berada pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) merupakan salah satu unsur pembantu pimpinan dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di bidang yustisial mengenai tindak pidana korupsi

Penyadapan 3.

Secara yuridis, antara lain disebutkan dalam penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penyadapan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan guna mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi

Dari uraian tersebut di atas, maka konsep penelitian ini adalah menguatkan/meningkatkan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh bidang Tindak Pidana

(26)

Khusus Kejaksaan, dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di bidang penegakan hukum tindak pidana korupsi. melalui legislasi kewenangan penyadapan oleh Kejaksaan dalam upaya penanganan tindak pidana korupsi.

Metode Penelitian

G.

1. Sifat dan Tipe Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tipe penelitian yuridis

normatif dan yuridis empiris. Yurudis normatif berarti penelitian

dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang permasalahan yang diteliti. Yuridis empiris berarti bagaimana ketentuan itu dilaksanakan di lapangan.

2. Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis Data

a.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu: data primer dan data sekunder.

b. Sumber Data

Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (Field

Research). Sementara itu data sekunder diperoleh dari

penelitian kepustakaan (Library Research), berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari:

1). Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.,

(27)

Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

2). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku, literatur dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi.

3). Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari kamus hukum, ensiklopedi dan kamus lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Sementara itu data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

4. Tata Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik non

probability sampling jenis purposive sampling, yaitu sampel

dipilih berdasarkan pertimbangan dan penilaian subyektif dari peneliti, responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi.

5. Lokasi dan Responden Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan sampel penelitian meliputi 6 (enam) wilayah hukum Kejaksaan Tinggi yaitu: Kejati Kepulauan

(28)

Riau, Kejati Jambi, Kejati D.I. Yogyakarta, Kejati Kalimantan Selatan, Kejati Sulawesi Tenggara dan Kejati Nusa Tenggara Timur

b. Responden

Pengumpulan data dengan wawancara kepada 434 responden yang terdiri dari:

Internal Kejaksaan sebanyak 217 responden, terdiri dari •

responden: Wakajati 1)

Aspidsus dan staf 2)

As Intel dan staf 3)

Koordinator 4)

Jaksa Fungsional 5)

Eksternal Kejaksaan sebanyak 217 responden, terdiri • dari responden: Hakim 1) Polisi 2) Pengacara 3) Akademisi / Dosen 4) Anggota DPRD Tk I & Tk II 5) 6. Analisis Data

Data hasil penelitian pustaka dan penelitian lapangan, diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif

Tahapan Penelitian 7.

Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 9 (sembilan) bulan, terhitung mulai bulan Maret 2016 sampai bulan Nopember 2016 dengan tahapan sebagai berikut:

(29)

1) Pembuatan research design 2 minggu 2) Pembuatan Instrumen Penelitian dan Pre-Test 1 minggu

3) Penjajagan 2 minggu

4) Pengurusan ijin penelitian 1 minggu 5) Pengumpulan data pustaka 2 minggu 6) Pengumpulan data lapangan 6 minggu

7) Pengolahan data 2 minggu

8) Penulisan laporan sementara 2 minggu 9) Diskusi laporan sementara hasil penelitian 1 minggu 10) Perbaikan laporan sementara 1 minggu 11) Penulisan laporan akhir dan abstraksi 2 minggu 13) Penggandaan dan pendistribusian

hasil penelitian 2 minggu

(30)

BAB II

IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYADAPAN

OLEH KEJAKSAAN DALAM UPAYA

PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengumpulan data terhadap 434 responden yang terdiri dari 6 institusi terkait yang tersebar di enam wilayah hukum Kejaksaan tinggi yang dijadikan sampel penelitian (Wilayah Hukum Kejati Kepri, Wilayah Hukum Kejati Jambi, Wilayah Hukum Kejati D.I Yogyakarta, Wilayah Hukum Kejati Kalsel, Wilayah Hukum Kejati Sultra dan Wilayah Hukum Kejati NTT), dengan komposisi responden terdiri dari dua kelompok yaitu internal Kejaksaan sebanyak 217 (dua ratus tujuh belas) responden dan kalangan eksternal Kejaksaan sebanyak 217 (dua ratus tujuh belas) responden yang terdiri dari hakim, polisi, dosen/akademisi, anggota DPRD dan pengacara.

Sampel diambil secara probability sampling dan gambaran umum jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

Karakteristik Responden

A.

1. Profesi responden tabel 1 profesi responden No 1 2 3 4 5 6 internal Eksternal Total profesi Jaksa Hakim polisi Dosen Angg. DpRD pengacara Jumlah 217 56 55 6 52 48 434 percent 50.00 12.91 12.67 1.38 11,98 11.06 100.00 N=434

(31)

2. Jenis Kelamin Responden

tabel 2

Jenis kelamin responden No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total Laki-laki 172 39.63% 185 42.63% 357 82.3% perempuan 45 10.37% 32 7.37% 77 17.7% total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% Jenis kelamin N=434 3. Pendidikan Responden tabel 3 pendidikan responden No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% S3 0 .0% 3 0.69% 3 0.69% S2 75 17.28% 57 13.13% 132 30.41% S1 140 32.26% 126 29.04% 266 61.30% SmA 0 .0% 29 6.68% 29 6.68% D3 2 0.46% 2 0.46% 4 0.92% pendidikan terakhir N=434

(32)

4. Usia responden tabel 4 Usia responden No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% >50 20 4.61% 26 5.99% 46 10.60% 41-50 52 11.98% 63 14.52% 115 26.50% <31 21 4.84% 26 5.99% 47 10.83% 31-40 124 28.57% 102 23.50% 226 52.07% kelompok Umur N=434

5. Pengetahuan responden terhadap Penyadapan

tabel 5

pengetahuan responden tentang penyadapan Dalam penanganan tindak pidana korupsi No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total Ya 217 50.0% 216 49.77% 433 99.77% pengetahuan responden ttg Istilah Penyadapan Dalam TPK

tidak 0 .0% 1 0.23% 433 0.23% total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% N=434

a) 433 responden (99,77%) menyatakan mengetahui istilah penyadapan dalam penanganan tindak pidana korupsi, yang dimaksud dengan istilah penyadapan adalah sebagai berikut:

1) Kejaksaan:

(33)

melakukan penyelidikan ataupun penyidikan terhadap perbuatan seseorang dilakukan secara sendiri-sendiri untuk mendapatkan fakta melalui sarana tertentu dengan alat-alat elektronik dengan tujuan untuk mendapatkan alat bukti dalam rangka menemukan titik terang suatu peristiwa pidana (TP. Korupsi). - Kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan

atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan pesan, informasi dan jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon atau alat komunikasi elektronik lainnya.

- Tindakan memantau pembicaraan, pesan, informasi atau jaringan yang dilakukan melalui media elektronik atau internet.

- Kegiatan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan cara mendengarkan, merekam dan atau mencatat pembicaraan, pesan dan atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya tanpa ijin atau tidak sepengetahuan yang bersangkutan.

- Tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam upaya mengungkap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang melalui sarana telekomunikasi elektronik.

- Serangkaian tindakan mengambil informasi secara diam-diam untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pelaku TP. Korupsi tanpa diketahui oleh yang bersangkutan dengan menggunakan alat sadap dan hasil penyelidikan dapat dijadikan alat bukti di pengadilan.

- Salah satu metode penyidikan untuk memperoleh informasi dan dokumen elektronik, informasi dan dokumentasi elektronik yang diucapkan, dikirimkan,

(34)

diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik dapat dijadikan alat bukti dalam tindak pidana korupsi.

- Tindakan penyidik yang diatur oleh UU untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tanpa diketahui oleh yang bersangkutan dengan menggunakan sebuah alat sadap dan hasil penyadapan dapat digunakan sebagai alat bukti dipersidangan.

- Kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan atau mencatat transmisi informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

2) Hakim

Serangkaian tindakan liddik dengan cara merekam -

isi dari percakapan “target” untuk menemukan bukti-bukti yang cukup guna melanjutkan suatu dugaan perkara pidana.

Suatu tindakan pemantauan pembicaraan yang -

dilakukan oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan orang tersebut.

Penyadapan yang dilakukan pada sms, telpon, pihak -

yang dinilai telah melakukan tipikor, penyadapan itu dilakukan pada hal-hal berkaitan dengan Tipikor. Melakukan penyadapan disesuaikan dengan ketentuan -

yang berlaku dan didukung dengan anggaran.

Polisi 3)

Kegiatan Lid atau Dik dengan cara menyadap -

(35)

- Mendengar pembicaraan orang dengan menggunakan alat tekhnologi dan orang tersebut tidak mengetahui bahwa ia disadap atau di rekam suara atau pembicaraannya.

Upaya penyidik untuk membuat terang atau -

menemukan barang bukti dalam pengungkapan perkara Tipikor melalui Media.

Serangkaian tindakan atau penyadapan melalui -

telpon.

Suatu tekhnik yang dilakukan oleh penyelidik secara -

tertutup untuk memperoleh suatu informasi guna menangani suatu kasus tipikor.

Serangkaian tindakan interogasi untuk mengumpulkan -

barang bukti yang ada kaitannya dengan tindak pidana dimana seorang yang sudah diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan guna proses Lid yang akurat.

Penyadapan dilakukan untuk merekam/mengetahui -

bentuk pembicaraan seseorang.

4) Anggota DPRD

- Penyadapan merupakan kegiatan merekam pembicaraan orang lain tanpa sepengetahuan orang ybs.

- Penyadapan dalam penanganan tindak pidana korupsi adalah upaya menggali atau mendapatkan informasi terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menyelidiki melalui proses komunikasi elektronik/HP seseorang yang diduga melakukan korupsi.

- Tindakan penyadapan di larang di Indonesia kecuali untuk tujuan tertentu yang pelaksanaannya dibatasi oleh undang-undang, tujuan penyadapan tersebut terkait dengan penegakan hukum

(36)

5) Dosen/Akademisi

- Terhadap delik-delik khusus yang diatur dalam perundang-undangan, penyadapan boleh dilakukan dalam rangka mengungkap kejahatan, dengan pertimbangan bahwa kejahatan tersebut biasanya terorganisir dan sulit pembuktiannya.

- Serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi dan atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronik lainnya. - Penyadapan merupakan kegiatan untuk merekam,

menyimpan secara elektronik terhadap komunikasi/ percakapan/pesan elektronik yang dilakukan oleh lembaga berwenang yang mengandung isi berupa pemufakatan/turut serta/ pembantuan untuk melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.

6) Pengacara

- Merekam dengan alat elektronik maupun alat komunikasi untuk mengetahui komunikasi yang mengarahkan pada tindak pidana korupsi.

- Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. - Salah satu teknik sederhana untuk melacak dan

menelusuri korupsi adalah pengintaian (surveillance) dan penyadapan (wiretapping).

- Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi dan atau jaringan komunikasi yang dilakukan melalui tahapan dan atau alat komunikasi elektronik lainnya.

(37)

- Penyadapan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh penyidik atau penyelidik dengan cara menyadap atau ikut mendengarkan percakapan antara orang dan orang lain baik melalui telpon (visual) ataupun pesan singkat (messanger).

- Penyadapan adalah pengawasan dan kontrol terhadap aktivitas seseorang atau kelompok terhadap penggunaan alat komunikasi.

- Serangkaian tindakan dalam penyelidikan atau penyidikan dengan menggunakan alat komunikasi elektronik dengan cara merekam pembicaraan. b). 1 responden (0,2%) tidak mengetahui tentang istilah

penyadapan dalam penanganan tindak pidana korupsi

Kewenangan Penyadapan Oleh Kejaksaan Dalam Upaya

B.

Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana Korupsi

Salah Satu Kunci Keberhasilan KPK Melakukan Penyadapan 1.

Tipikor

tabel 6

Salah kunci keberhasilan kpk melakukan penyadapan tipikor No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total Setuju 214 49.31% 198 45.62% 412 94.93%

pendapat responden Salah Satu kunci keberhasilan kpk

tdk setuju 3 0.69% 19 4.38% 22 5.07% total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% N=434

(38)

a). 412 responden (94.93%) setuju bahwa salah satu kunci keberhasilan KPK dalam penanganan TPK karena diberi kewenangan oleh undang-undang melakukan penyadapan, alasannya adalah sebagai berikut:

1) Kejaksaan :

Metode penyadapan KPK lebih mudah mengungkap

-

suatu kejahatan atau tindak pidana pada dasarnya hanya berorientasi dari penyadapan yang dilakukan ketika melakukan penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana dan itu merupakan senjata ampuh KPK dalam mengungkapkan kasus korupsi untuk mendapatkan alat bukti dan bukti-bukti lainnya. Kewenangan penyadapan menjadi alat ampuh untuk

-

menemukan adanya tindak pidana korupsi maupun tindak pidana lainnya, terbukti tim penyidik KPK beberapa kali berhasil membongkar ulah koruptor bahkan melibatkan aparat penegak hukum lainnya. Dalam keterbatasan pembuktian dalam menangani

-

kasus-kasus tertentu, maka dengan adanya kewenangan penyadapan ini akan memberikan suatu kemudahan dalam kasus tindak pidana korupsi tertentu dalam membuktikan perbuatan dari pelaku tindak pidana korupsi.

Banyak perkara/kasus yang dapat ditangani KPK atas

-

bukti dari hasil penyadapan seperti operasi tangkap tangan (OTT) yang dikembangkan perkaranya. Dengan adanya penyadapan yang dilakukan

-

dapat memudahkan proses pengungkapan adanya perbuatan melawan hukum, sejauh ini KPK dengan kewenangannya melakukan penyadapan lebih banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang didapat berdasarkan hasil penyadapan tersebut.

(39)

KPK dengan melakukan penyadapan dapat secara

-

cepat mengungkapkan korupsi, seperti dengan operasi tangkap tangan, penyadapan juga dapat menjadi bukti permulaan yang dapat mengungkapkan korupsi sampai ke akar-akarnya.

Keberhasilan KPK dalam melakukan penyadapan

-

dikarenakan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2) Hakim:

Karena KPK memiliki hak penuh untuk melakukan -

penyadapan.

Karena diberikan kewenangan oleh undang-undang -

proses penyadapan dapat dilakukan dengan maksimal sehingga dapat memaksimalkan pengungkapan Tipikor.

Karena dengan penyadapan pengungkapan kasus--

kasus korupsi dapat dilakukan secara cepat tanpa prosedur yang panjang.

Karena dapat diketahui pembicaraan yang menyangkut -

tentang pidana korupsi karena pada dasarnya suatu tindak pidana dilakukan secara diam-diam, dengan menyadapan alat komunikasi dimungkinkan dapat mengetahui seluruh isi pembicaraan/komunikasi yang dilakukan para pihak.

Karena kewenangan yang di miliki KPK maka upaya -

penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK terkait korupsi dapat dilacak atau dipantau.

Karena Tipikor sendiri setiap tahunnya semakin -

(40)

3) Polisi:

Dengan dilakukan penyadapan oleh KPK salah satu -

keberhasilannya adalah operasi tangkap tangan. Karena dengan penyadapan tersebut semua perkataan -

dan pembicaraan yang berhubungan dengan tipikor dapat segera diketahui.

Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang -

untuk melakukan penyadapan mempermudah penyidik KPK lebih banyak menemukan pelaku tipikor.

Dengan penyadapan tersebut KPK berhasil -

mendapatkan bukti/petunjuk untuk mengungkap kasus korupsi tersebut.

KPK dapat memperoleh informasi yang aktual tanpa -

harus merasa takut dan ragu.

Beberapa kasus OTT yang dilakukan KPK adalah -

hasil dari tekhnologi penyadapan yang dimiliki oleh KPK.

Untuk mempermudah melakukan Lid dan Dik dengan

-

mendeteksi, merekam, menyadap pembicaraan seseorang yang ada kaitannya dengan Tipikor

4) Anggota DPRD:

Untuk saat ini melakukan penyadapan masih salah

-

satu cara ampuh untuk menyelidiki kasus-kasus korupsi.

Dengan kewenangan melakukan penyadapan,

-

maka KPK dapat memanfaatkan dan didukung dengan teknologi dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan.

(41)

5) Dosen/Akademisi

Sangat membantu dalam proses penyelidikan karena

-

merupakan salah satu alat bukti yang kuat.

Penyadapan adalah kunci keberhasilan KPK

-

membongkar kasus korupsi, tidak adanya kewenangan penyadapan yang “luas” di Kepolisian dan Kejaksaan menjadi alasan kedua lembaga ini tidak kuat dalam penyelesaian kasus Tipikor.

Meskipun penyadapan KPK tidak jelas pengawasan

-

dan jangka waktunya sehingga bersifat absolut dan cenderung melanggar HAM namun tetap digunakan sebagai pembuktian sehingga selama ini mudah menangkap para tersangka.

6) Pengacara:

Dengan melakukan penyadapan KPK lebih cepat

-

dalam mengumpulkan alat bukti terkait orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

KPK banyak mengungkap kasus korupsi melalui

-

OTT (operasi tangkap tangan) pada saat LID, yang tentunya sebagai akibat informasi dari penyadapan. Mayoritas perkara korupsi yang ditangkap oleh KPK

-

adalah akibat OTT (operasi tangkap tangan) yang merupakan hasil pengembangan penyadapan.

Bahwa salah satu kunci keberhasilan KPK karena

-

diberi kewenangan melakukan penyadapan karena dengan dilakukan penyadapan terhadap seseorang yang diduga akan melakukan tindak pidana korupsi dapat diketahui lebih dini melalui pembicaraan alat komunikasi (telpon genggam).

b). 22 responden (5.07%) tidak setuju bahwa salah satu kunci keberhasilan KPK karena diberi kewenangan oleh

(42)

undang-undang melakukan penyadapan, alasannya adalah sebagai berikut:

1) Anggota DPRD:

Keberhasilan KPK karena adanya tenaga penyidik

-

dari Kejaksaan, Kepolisian dan ditambahkan oleh pimpinan KPK yang langsung mendapat mandat untuk fokus pada kasus KKN saja.

Pekerjaan KPK dikhususkan menangani kasus tipikor

-

dan mendapatkan dukungan penuh pemerintah.

2) Pengacara:

karena tolak ukur berhasil atau tidaknya KPK dalam mencegah dan melakukan pemberantasan korupsi adalah sampai sejauhmana aktifitas korupsi itu tidak terjadi lagi.

2. Aparat Penegak Hukum Lain Diberi Kewenangan Dalam Melakukan Penyadapan Tipikor.

tabel 7

Aparat penegak Hukum Lain Diberi kewenangan Dalam melakukan penyadapan tipikor No 1 2 profesi internal kejaksaan Eksternal kejaksaan total Setuju 207 47.70% 145 33.41% 352 81.11%

pendapat responden terhadap Aparat penegak Hukum lain diberi kewenangan yang sama dengan

kpk dalam melakukan penyadapan tipikor

tdk setuju 10 2.30% 69 15.90% 79 18.20% tidak menjwb 10 2.30% 69 15.90% 3 0.69% total 217 50.0% 217 50.0% 434 100.0% N=434

(43)

a) 352 responden (81.11%) Setuju bahwa Aparat Penegak Hukum yang lain juga diberi kewenangan yang sama dengan KPK dalam melakukan penyadapan alasannya adalah sebagai berikut:

1) Kejaksaan

Sama-sama penegak hukum yang memiliki tujuan

-

yang sama yaitu menegakkan keadilan.

Tujuan KPK adalah untuk memberantas korupsi,

-

sama dengan tujuan penegakkan hukum lain sehingga tidak ada alasan kewenangan penyadapan tidak dimiliki penegak hukum lain terlebih korupsi hampir menyentuh sendi-sendi lembaga negara.

Agar pemberantasan tindak pidana korupsi dapat

-

dilakukan sampai ke pelosok negeri kalau hanya KPK saja tindakan dalam pemberantasan korupsi sangat terbatas.

Dengan adanya tindakan penyadapan dapat menjadi

-

alat bukti yang kuat terjadinya suatu tindak pidana dan akan lebih mengefektifkan proses penyelidikan dan penyidikan.

Agar upaya untuk memberantas para koruptor dapat

-

terlaksana dengan baik.

Kejaksaan sesuai dengan kewenangannya dapat

-

melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi sehingga seharusnya juga diberikan kewenangan melakukan penyadapan pada tahap penyelidikan. Dengan diberi kewenangan kepada Polri dan

-

Kejaksaan secara tidak langsung para pelaku tindak pidana tidak akan berani melakukan tindak pidana korupsi.

Dengan adanya kewenangan untuk melakukan

-

(44)

adanya tindak pidana korupsi secara dini serta dapat mengungkapnya secara cepat.

Kewenangan dalam melakukan penyadapan menjadi

-

kekuatan utama dalam membongkar luas kasus korupsi. Oleh karena itu, aparat penegak hukum lain juga diberi kewenangan yang sama agar dapat menyelesaikan kasus korupsi secara cepat dan tepat. Dengan penyadapan dapat mempermudah penyidik

-

dalam mengungkapkan suatu kasus korupsi yang pembuktiannya terbatas, dengan adanya hasil penyadapan maka akan sulit bagi pelaku tindak pidana korupsi untuk menghindar dari perbuatan yang telah dilakukannya.

Kewenangan KPK yang dapat melakukan penyadapan

-

dalam mengungkap dugaan suatu kasus korupsi dan sepatutnya juga aparat penegak hukum yang lain juga diberikan kewenangan yang sama, kewenangan tersebut seharusnya tidak dibatasi, tetapi seperti halnya KPK sehingga dapat melakukan penyadapan dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai ke tahapan yang lain. Oleh karena itu, antara aparat penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dapat diberikan kewenangan yang sama dengan KPK, dan tidak terbatas pada tahap penyidikan saja. Dengan diberikan kewenangan yang sama dengan

-

KPK, proses pengungkapan perkara tindak pidana lebih maju dan juga bisa melakukan operasi tangkap tangan. Jadi dengan memperbanyak lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan penyadapan, hal tersebut akan memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.

(45)

2) Hakim

Agar sistem penegakan hukum di Indonesia tidak -

dinilai timpang dalam menerapkan hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang karena yang memiliki hak melakukan penyadapan pada tahap Lid dan Dik bukan hanya KPK.

Para penegak hukum dalam melakukan penyadapan -

benar-benar harus bersih dan bertanggung jawab dan tidak digunakan untuk kepentingan pribadi.

Dengan kewenangan tersebut para penegak hukum -

dapat lebih maksimal dalam mengungkapakan kasus Tipikor dan lebih terarah dan tepat guna.

Agar pemberantasan Tipikor di Indonesia dapat lebih -

berjalan lebih efektif.

Agar selalu dikontrol dan diawasi oleh suatu lembaga -

pengawasan sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan dan didasari oleh aturan yang ketat. Untuk pendukung kerja aparat penegak hukum selain -

KPK.

Dalam hal pemberantasan Tipikor harus diberikan -

kewenangan yang sama kepada para penegak hukum.

3) Polisi

Kewenangan penyadapan kepada KPK,Polri dan -

Kejaksaan dapat mempermudah pengungkapan Tipikor.

Dengan penyadapan tersebut tindakan yang dilakukan -

seseorang yang berhubungan dengan Tipikor dapat diketahui atau terdeteksi secara dini.

Kewenangan yang sama dengan KPK adalah solusi -

(46)

Mempermudah Lid, Dik dan penuntutan perkara -

Tipikor.

Dapat mengungkap atau dapat menpermudahkan -

penegak hukum mengungkap atau membuktikan kejahatan yang dilakukan Tipikor.

Anggota DPRD 4)

Seperti Kejaksaan dan Kepolisian seharusnya

-

diberikan kewenangan penyadapan, sehingga dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan mendapatkan bukti yang akurat sebagaimana yang dilakukan KPK.

Karena seyogyanya, seluruh upaya menggali informasi

-

baik dalam upaya pencegahan atau penanganan tindak pidana korupsi, seluruh sumber daya yang ada baik SDM atau fasilitas lainnya termasuk teknologi dalam mendukung kinerja aparat penegak hukum dalam penegakan hukum di Indonesia untuk semua instansi.

Penyadapan boleh dilakukan namun diketahui oleh

-

lembaga peradilan lain agar tidak terkesan sewenang-wenang.

Dosen/Akademisi 5)

Dengan adanya kewenangan antara aparat penegak

-

hukum dapat mengurangi adanya perbuatan melawan hukum khususnya korupsi yang dilakukan sendiri oleh aparat penegak hukum sehingga akan memberikan rasa takut aparat penegak hukum (oknum) yang menyimpang.

Dengan diberikan kewenangan penyadapan kepada

-

aparat penegak hukum baik Kejaksaaan Agung maupun Kepolisian dapat memberikan solusi untuk

(47)

percepatan penanganan tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi.

Penegak hukum lain mempunyai SDM dan

-

kemampuan yang tidak kalah dari KPK dan akan memaksimalkan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Aparat penegak hukum yang lain juga harus diberikan

-

kewenangan untuk melakukan penyadapan. Jika kewenangan itu diberikan, diyakini akan semakin meningkatkan kinerja aparat penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi. Satu institusi seperti KPK tidak cukup memberantas korupsi, seharusnya diperdayakan lembaga lainnya yang memiliki kewenangan penyadapan untuk dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi, tinggal diatur sejauhmana kewenangan tersebut dapat diberikan

Pengacara 6)

Biar menambah kekuatan dalam menindak korupsi.

-

Dengan diberikannya hak penyadapan yang sama

-

kepada aparat penegak hukum lainnya, maka upaya pemberantasan tindak pidana korupsi akan lebih optimal.

Sama-sama penegak hukum harus diberikan

-

kemudahan untuk menegakkan hukum jangan dipersulit dan agar lebih banyak lagi kasus korupsi yang terungkap.

Agar aparat penegak hukum yang lain juga

-

dapat memberantas tindak pidana korupsi secara maksimal.

Referensi

Dokumen terkait

Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Bukan Pegawai Negeri Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh bukan pegawai negeri, dapat dilihat dari perumusan tindak pidana korupsi

CV Satria Graha adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan rumah dan properti. Hasil produksinya yaitu perumahan yang berada di Klodran,

Pada penelitian ini, diambil ukuran sampel sebanyak 100 orang mahasiswa/i S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha Jurusan Akuntansi, Bandung, responden tersebut

[r]

Dari hasil uji statistic rank spearman diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas (0,109) jauh lebih tinggi standart signifikan 0,05 atau ( &gt; ),

Pada siklus I ini hanya 34 peserta didik yang menjadi responden dari 35 peserta didik, dikarenakan satu siswa sedang sakit pada saat tes siklus dilaksanakan. terdiri dari

Monsak adalah sebuah seni beladiri yang boleh disajikan dalam dua bentuk yang berbeza. Monsak sebagai sebuah seni beladiri sudah pasti disajikan sebagai sebuah pertarungan.

49 Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu, berkata kepada mereka: &#34;Kamu tidak tahu apa-apa, 50 dan kamu tidak insaf, bahwa lebih