• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. vol. 7, no. 2, 1985, p A. Dobronogov & T. Farole, An Economic Integration Zone for the East African Community:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. vol. 7, no. 2, 1985, p A. Dobronogov & T. Farole, An Economic Integration Zone for the East African Community:"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang isu

Setelah kebijakan pintu terbuka sebagai bagian dari reformasi ekonomi dimulai pada akhir tahun 1978, pembangunan ekonomi Cina sangat mengesankan selama rentang waktu 1990 hingga 2010 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahunnya lebih dari 10%.1 Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zones, SEZ) memainkan peranan penting dalam pembangunan ekonomi di Cina. SEZ dianggap sebagai kunci kesuksean Cina dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Peran SEZ dimulai saat Deng Xiaoping di tahun 1980 mengusulkan untuk mendirikan SEZ dengan melakukan transfer otoritas ekonomi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Deng mengusulkan agar kota-kota yang berdekatan dengan Hong Kong, yaitu Shenzen, Zhuhai, dan Shantou di Provinsi Guangdong serta Xiamen di Provinsi Fujian, dijadikan SEZ. Pembentukan SEZ merupakan salah satu upaya untuk mengaplikasikan ekonomi berbasis pasar ke dalam sistem ekonomi sosialis Cina. SEZ dianggap sebagai pemacu peningkatan ekonomi dengan investasi modal asing serta kerja sama ekonomi dan joint venture antara perusahaan domestik dan asing. Empat kota SEZ di atas dirancang untuk menarik investasi asing yang pada saat itu berada di wilayah Hong Kong dan Makau.2

Dalam pembentukan SEZ terdapat beberapa prasyarat. Di antara prasyarat itu adalah lokasi geografis, dukungan ekonomi makro oleh negara, dukungan investasi terhadap pengembangan industri, besarnya investasi, keterampilan tenaga kerja, manajemen dan jasa, kebijakan pemerintah, hukum dan peraturan, serta stabilitas dan konsistensi pemerintah.3 Khusus keempat SEZ Cina, atribut utama yang langsung terlihat adalah lokasi mereka yang diperuntukkan sebagai pintu perdagangan di wilayah pesisir yang dekat dengan pusat ekonomi. Keempat SEZ kemudian berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan hingga kini berhasil meningkatkan perekonomian

1 „GDP growth (annual %),‟ The World Bank (daring),

<http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG>, diakses pada 2 Oktober 2015. 2

V.C. Falkenheim, „The Political Economy of China‟s SEZs,‟ Asian Journal of Public Administration, vol. 7, no. 2, 1985, p. 146.

3 A. Dobronogov & T. Farole, An Economic Integration Zone for the East African Community:

Exploiting regional potential and addressing commitment challenges, The Poverty Reduction and Economic

(2)

2

Cina. Shenzhen, sebuah kota di bagian timur Cina menjadi SEZ yang paling sukses. Shenzhen memiliki jumlah penduduk yang meningkat dari 30.000 di tahun 1980 menjadi 12.510.000 jiwa pada tahun 2013. Kota ini diumumkan oleh Forbes sebagai

The World’s Fastest-Growing Megacities di urutan kedua setelah Karachi di Pakistan

dengan peningkatan jumlah populasi dari tahun 2000 hingga 2010 sebesar 56,1%.4 Terdapat beberapa faktor yang menyumbang keberhasilan Shenzen hingga saat ini. Pertama, lokasi yang strategis, kedekatan dengan Hong Kong yang saat itu mempunyai fasilitas pelabuhan modern yang memiliki akses efektif ke jaringan pengiriman global, mendukung Shenzen dengan mudah menarik investor. Kedua, regulasi yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap akses perdagangan dan berbagai kemudahan mengenai investasi. Ketiga, infrastruktur yang menunjang kegiatan berbasis ekspor. Keempat, jaminan finansial atas investasi dan kelima, terkait dengan demografi penduduk yang mendukung kegiatan pengembangan ekonomi di kota tersebut.5

Pada tahun 2010 pemerintah Cina mencanangkan program baru pengembangan SEZ di kawasan barat, yaitu di kota Kashgar, Provinsi Xinjiang (lihat Gambar 1). Ini merupakan hasil dari pertemuan Komite Pusat Partai Komunis Cina (PKC) dan Dewan Negara di Beijing pada tanggal 17-19 Mei 2010, yang merencanakan promosi pengembangan dan pembangunan di Xinjiang Uyghur Autonomous Region (XUAR) yang dinilai sebagai wilayah terdepan di bagian barat Cina. Pada pertemuan itu disebutkan bahwa pengembangan dan pembangunan akan berlangsung hingga tahun 2020 dengan anggaran ratusan miliar yuan.6 Secara lebih terinci, zona perdagangan di Kashgar akan dibangun dengan investasi ¥100 juta ($16 juta), meliputi area seluas 99 m2 atau sekitar 6,6 ha.7 Kawasan ini terdiri dari area fungsional untuk perdagangan, pariwisata, makanan, dan akomodasi.

4 J. Kotkin & W. Cox, „The World‟s Fastest-Growing Megacities,‟ Forbes (daring), 8 April 2013, <http://www.forbes.com/sites/joelkotkin/2013/04/08/the-worlds-fastest-growing-megacities>, diakses pada 6 September 2015.

5 Hao Pu, R. Sliuzas & S. Geertman. „The development and redevelopment of urban villages in Shenzhen,‟ Habitat International, vol. 35, no. 2, 2011, pp. 214-224.

6 Wei W, „China‟s New Policy in Xinjiang and Its Challenges,‟ East Asian Policy (daring), 2012, <http://www.eai.nus.edu.sg/Vol2No3_ShanWei&WengCuifen.pdf>, diakses pada 27 Februari 2015.

7 „Xinjiang Sets Up Trade Zone In Border Count,‟ China Daily (daring), 2015,

(3)

3

Gambar 1. Posisi kota Kashgar8

Penunjukkan Kashgar menimbulkan sejumlah pertanyaan. Kashgar berada di posisi paling barat dari Cina yang berbatasan langsung dengan empat negara di kawasan Asia Tengah, lebih dari 4.000 kilometer jauhnya dari Shenzhen, yang telah dijanjikan oleh pemerintah pusat sebagai role model bagi Kashgar. Apabila SEZ lain di Cina memiliki posisi strategis dekat dengan laut, Kashgar terkurung daratan dan dikelilingi gurun-gurun pasir. Kota ini bahkan secara geografis terputus dengan daerah lain di Cina oleh gurun Taklimakan. Selain terkait masalah geografis, mayoritas penduduk (90%) di Kashgar merupakan bagian dari etnis minoritas Cina. Hal ini dalam beberapa kasus menciptakan ketegangan etnis antara penduduk asli Kashgar dengan etnis mayoritas Han. Perubahan komposisi etnis di Xinjiang, yang tadinya didominasi oleh etnis Uyghur yang Muslim dan kini oleh etnis Han, memunculkan perseturuan hingga gerakan-gerakan separatis terus terjadi di kawasan tersebut. Di tahun 2015, misalnya, terjadi serangan bom terhadap polisi yang membunuh 18 orang dan melukai belasan lainnya.9

8

Kashgar Map (daring), <http://danmahony.com/home2_files/kashmap.gif>, diakses pada 5 September 2015.

9 „Bomb attack in restive Xinjiang and police response kill at least 18: Radio Free Asia,‟ Reuters (daring), 24 June 2015, <

(4)

4

Di luar itu, Kashgar juga merupakan salah satu kota termiskin di Cina.10 Status tersebut diberikan antara lain karena pendapatan daerah Kashgar pada tahun 2013 berada di ranking 259 dari 355 kota di Cina, yaitu hanya ¥61,73 juta – sangat jauh bila dibandingkan dengan Shanghai di peringkat pertama dengan ¥2.160,21 juta.11

Selama ini, perkembangan wilayah Cina bagian barat dan timur begitu timpang. Kota-kota di pesisir timur Cina berkembang begitu pesat dan maju apabila dibandingkan dengan wilayah barat atau tengah. Keberhasilan kota-kota di wilayah pesisir timur salah satunya disebabkan oleh keberadaan SEZ. Dalam konteks ini SEZ memiliki kebijakan ekonomi yang lebih liberal dan mandiri terhadap perdagangan dan investasi di kawasan, dengan didukung oleh faktor kedekatan akses terhadap laut dan negara-negara tetangga Asia Timur dan Tenggara. Hal yang sama juga akan diterapkan di Kashgar yang berada di paling ujung barat Cina berbatasan langsung dengan empat negara Asia Tengah. Ini membuat keputusan pemerintah Cina menetapkan SEZ di kawasan Xinjiang menjadi sebuah hal yang menarik. Penulis ingin menemukan jawaban apakah pengembangan Kashgar melalui kerangka SEZ merupakan upaya Cina menyerap kapital dari perbatasan dengan negara-negara Asia Tengah ataukah terdapat motif lain.

B. Pertanyaan penelitian

1. Mengapa pemerintah Cina menerapkan Special Economic Zones di Kasghar, sementara wilayah tersebut mempunyai beberapa kelemahan, khususnya letak geografis yang jauh dari laut, kondisi pemerataan pembangunan, dan masalah hubungan antaretnis?

2. Apa saja tantangan dan hambatan Cina dalam menerapkan Special Economic Zone di Kashgar?

C. Tinjauan pustaka

Beberapa negara berhasil menggunakan SEZ untuk mendorong pembangunan ekonomi dengan cara penyesuaian pasar yang dinamis. Lotta Moberg menulis bahwa SEZ dapat mendorong investasi, sering dengan menawarkan iklim usaha yang lebih

10 M. Bontje, The Influence of the Special Economic Zone Status of Kashgar on the Living Conditions of

the Population, Erasmus University Rotterdam, 2013 < http://thesis.eur.nl/pub/14045/BA-Thesis-Masha-Bontje-348671-versie-2.pdf>, diakses pada 31 Agustus 2015.

11 „Kashgar (Kashi) (Xinjiang) City Information,‟ China Knowledge (daring),

<http://www.chinaknowledge.com/CityInfo/City.aspx?Region=Western&City=Kashgar%20(Kashi)>, diakses pada 2 Oktober 2015.

(5)

5

liberal, dengan pajak dan tarif yang lebih rendah, serta peraturan yang cenderung lebih sederhana.12 Kesuksesan SEZ dipengaruhi oleh banyak faktor; dua di antaranya adalah bahwa SEZ terhubung dengan baik ke pasar domestik, dengan investor yang menggunakan faktor produksi dari dalam negeri,13 dan bahwa ia terkait dengan lokasi yang berada dekat daerah perkotaan, batas-batas negara dan tenaga kerja terampil.14

Penetapan SEZ didasari pada usaha pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Cina memperkenalkan SEZ sebagai bagian dari reformasi ekonomi di akhir tahun 1970-an. SEZ di Cina merupakan mesin ekonomi yang berasal dari daerah. Kebijakan tersebut awalnya diperkenalkan di beberapa wilayah di Cina dan menyebar ke wilayah lainnya, meskipun tidak semua SEZ di Cina sukses dan makmur. Meskipun sebagai persyaratan awal untuk SEZ investor asing harus langsung mendirikan perusahaan dengan teknologi tinggi, namun pemerintah kemudian menyederhanakan ketentuan tersebut untuk beberapa teknologi saja. Hal ini memungkinkan SEZ tumbuh dengan keunggulan komparatif, khususnya berkaitan dengan tenaga kerja murah. Deregulasi tersebut memungkinkan adanya hubungan pasar domestik yang tepat sehingga membuat Shenzhen sebagai salah satu proyek SEZ yang sukses di Cina.15

Selain itu, menurut Xu Chenggang, skema desentralisasi yang dijalankan oleh pemerintah Cina menjadi salah satu faktor keberhasilan dari SEZ.16 Desentralisasi di Cina sudah dimulai sejak zaman Mao, tepatnya dalam sebuah kerangka yang terencana pada tahun 1957.17 Terdapat beberapa kebijakan dalam skema ini: (1) mendelegasikan hampir semua perusahan BUMN ke pemerintah daerah sehingga pembagian output industri oleh perusahaan subordinasi kepada pemerintah pusat menyusut dari 40% menjadi 14% dari total nasional; (2) perencanaan pusat dapat diubah oleh pemerintah daerah sesuai persetujuan pemerintah pusat; dan (3) skema bagi hasil yang tetap selama lima tahun dan pemerintah daerah memperoleh kewenangan atas pajak. Gelombang kedua desentralisasi dimulai pula di tahun 1970 ketika pemerintah daerah memperoleh

12

L. Moberg, „The Political Economy of Special Economic Zones,‟ Research Gate (daring), 1 June 2014, <http://www.researchgate.net/profile/Lotta_Moberg/publication/ 258727430_Moberg_ The_Political _ Economy_of_Special_Economic_Zones/links/0c960528e12c3d437d000000.pdf>, diakses pada 5 April 2015.

13

T. Farole & G. Akinci (eds.), Special Economic Zones: Progress, Emerging Challenges, and Future

Directions, The World Bank, Washington, D.C., 2011, p. 217.

14 Jing-dong Yuan & L. Eden, „Export Processing Zones in Asia: A Comparative Study,‟ Asian Survey, vol. 32, no. 11, November 1992, pp. 1026-1045.

15 Farole & Akinci, p. 222. 16

Chenggang Xu, „The Fundamental Institutions of China‟s Reforms and Development,‟ Journal of

Economic Literature, vol. 49, no. 4, 2011, pp. 1076–1151.

17 Chenggang Xu, „Chinese Reform and Chinese Regional Decentralization,‟ Policy Dialogue (daring), 29 November 2006, <http://policydialogue.org/files/events/Xu_Chinese_Reform_and_Chinese_ Regional_ Decentralization.pdf>, diakses pada 4 Oktober 2015.

(6)

6

otoritas lebih besar atas investasi dan pendapatan daerah. Sejak saat itu investasi di daerah berkembang luas, namun kendala terhadap pembuatan anggaran di daerah yang masih kurang serius membuat pemerintah pusat kembali melakukan resentralisasi di pertengahan tahun 1970-an.

Desentralisasi pasca reformasi ekonomi kembali muncul di tahun 1980-an yang membuat beberapa perubahan mendasar.18 Dari perspektif administrasi, masa pasca reformasi melihat penguatan signifikan dari peran pemerintah daerah dalam pengelolaan ekonomi lokal, seperti wewenang terhadap regulasi investasi dan alokasi sumber daya yang masuk. Mulai dari tahun 1979, banyak provinsi diizinkan untuk mendirikan perusahaan perdagangan luar negeri mereka sendiri. Sejak saat itu, daerah-daerah mulai membuka diri dengan kebijakan yang diterapkan di Guangdong dan Fujian pada tahun 1978, pembentukan empat SEZ pada tahun 1980, dan deklarasi 14 kota pesisir sebagai kota pantai terbuka pada tahun 1984. Daerah-daerah tersebut tidak hanya menikmati tarif dan pajak yang lebih rendah serta mendapat bagian pendapatan yang lebih tinggi, tetapi yang lebih penting mereka juga menikmati lingkungan kelembagaan, kebijakan khusus dan memperoleh kewenangan yang lebih atas pembangunan ekonomi lokal dan pembentukan zona ekonomi khusus dan zona pengembangan ekonomi.

Dari perspektif fiskal terjadi perubahan sistem bagi hasil antartingkatan pemerintah: dari pendapatan yang terpusat dan terpadu di bawah sistem yang terencana menjadi sebuah kebijakan otonom atas pendapatan dan belanja antara pemerintah pusat dan provinsi. Setelah itu, pengaturan fiskal pusat-provinsi mengalami beberapa perubahan selanjutnya seperti sistem pembagian proporsional di tahun 1982 dan kontrak fiskal pada tahun 1988. Semua perubahan itu karena kegagalan pemerintah pusat untuk mengubah insentif bagi pemerintah daerah dalam upaya untuk membendung penurunan fiskal pemerintah pusat. Sejak saat itu saham lokal dari anggaran pendapatan meningkat dari 54% pada tahun 1978 menjadi 61% pada tahun 1988 dan selanjutnya meningkat menjadi 78% pada tahun 1993 dari pendapatan total pemerintah. Situasi ini mendorong pusat untuk menetapkan sistem bagi hasil pajak di tahun 1994.19 Secara umum, pemerintah daerah di Cina tidak hanya mulai menikmati otonomi yang lebih dalam manajemen ekonomi lokal seperti pengembangan usaha lokal, tetapi juga mulai memikul tanggung jawab utama terkait penyediaan layanan dan fasilitas publik.

18 J. Yifu Lin, Decentralization and Local Governance in China’s Economic Transition, The Chinese University of Hong Kong, <http://www.usc.cuhk.edu.hk/PaperCollection/Details.aspx?id=4267>, diakses pada 3 Oktober 2015.

19

(7)

7

Tampak jelas dari uraian di atas bahwa desentralisasi membantu perkembangan SEZ di Cina.20

Masha Bontje melakukan penelitian tentang perbedaan kondisi hidup di kota yang sudah berstatus SEZ untuk jangka waktu lama dan yang baru. Shenzhen menjadi role

model untuk kota terbaru dengan status SEZ, yaitu Kashgar.21 Masha melihat bahwa status SEZ memberikan pengaruh tersendiri terhadap penduduk setempat. Kondisi hidup dari penduduk banyak mengalami peningkatan sejak penetapan SEZ. Namun, perkembangan ekonomi juga meningkatkan migrasi ke kota dan migran masih memiliki kesulitan untuk hidup dengan layak. Analisis Bontje menyoroti tidak saja meningkatnya kesempatan kerja, infrastruktur yang diperluas, dan berkurangnya diskriminasi terhadap perempuan, namun juga meningkatnya harga perumahan dan peningkatan migrasi suku Han ke Kashgar. Penduduk Uyghur memiliki kesulitan untuk mendapatkan keuntungan dari situasi baru Kashgar sehingga sering terlibat dalam ketegangan etnis dengan orang-orang Han. Selain itu, penduduk Uyghur mendapatkan diskriminasi di pasar tenaga kerja. Sebagian besar perusahaan yang berinvestasi di Kashgar berasal dari Cina timur sehingga mereka lebih memilih pekerja yang berasal dari suku Han. Reaksi pemerintah pada kerusuhan sosial yang muncul adalah penekanan dan penindasan oleh polisi yang juga berdampak negatif terhadap kondisi hidup penduduk setempat.22 Meski demikian, secara keseluruhan Bontje menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan kondisi hidup penduduk, jumlah investasi, dan juga pertumbuhan ekonomi lokal pasca berjalannya status SEZ di Kashgar.

SEZ juga memiliki kaitan dengan salah satu konsep dalam pembangunan daerah atau kawasan, yaitu klasterisari. Michael Porter mengatakan bahwa pembentukan SEZ di Cina berkenaan dengan klaster industri, yaitu sebagai alat untuk menyelidiki keunggulan kompetitif dalam ekonomi global kontemporer. Porter melihat lokasi yang tepat dari kegiatan ekonomi sebagai faktor utama.23 Dihadapkan dengan lokasi yang memproduksi secara lokal dan menjual secara global, perusahaan berkonsentrasi dalam kelompok industri dan membentuk jaringan kerja sama dan kompetisi. Pembangunan ekonomi harus memenuhi tiga syarat, yaitu faktor produksi, permintaan, dan sektor terkait strategi ekonomi. Konsep Porter telah dilakukan oleh Cina yang melakukan klasterisasi terhadap wilayah tertentu dalam pembangunan wilayah untuk mendukung

20 Falkenheim, p. 146. 21 Bontje, p. 40. 22 Bontje, p. 42. 23

(8)

8

peningkatan dan pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan posisi Kashgar, penulis menilai perlu investasi besar dalam pembentukan klasterisasi tersebut karena kota ini masih mempunyai sarana infrastruktur yang minim terkait dengan faktor produksi.

Pembangunan daerah/kawasan di Cina secara langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi Cina yang telah menjadi perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Sekalipun secara nasional ekonomi Cina telah mengalami kemajuan yang pesat, namun ketimpangan begitu jelas terjadi antara wilayah barat dan timur. Menurut Michael Dunford dan Weidong Liu, sejak tahun 1990-an pembangunan Cina mulai terkoordinasi untuk mengatasi masalah kesenjangan tersebut.24 Koordinasi tersebut dituangkan dalam rencana pembangunan lima tahunan dari pemerintah Cina untuk secara bertahap dapat mengurangi kesenjangan pembangunan. Banyak penelitian telah menemukan faktor-faktor penentu kesenjangan regional di Cina. Jian Chen, Fleisher dan Belton menemukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan pendapatan antara daerah pesisir dan pedalaman. Perbedaan pendapatan daerah di Cina bergantung pada investasi berupa infrastruktur fisik, pertumbuhan lapangan kerja, investasi asing, dan aksesibilitas ke daerah pesisir.25 Dunford dan Liu berpendapat bahwa kesenjangan daerah tergantung pada produktivitas dan tarif kerja yang berdasarkan wilayah tertentu yang dapat diterima dalam tingkat mobilisasi sumber daya manusianya. Intensitas faktor-faktor ketidaksetaraan ini dapat ditentukan oleh peraturan daerah, dinamika produktivitas, dan struktur pasar tenaga kerja dengan sistem sosial.26

Setelah tahun 1999 perkembangan dan pembangunan di wilayah barat Cina mulai digencarkan. Going West Strategy kemudian mulai diimplementasikan pada tahun 2001 dengan beberapa tujuan. Jamila Ptackova dalam disertasinya menunjukkan bahwa di antara tujuan tersebut adalah ekspansi infrastruktur, industrialisasi dan urbanisasi, keamanan wilayah, lingkungan dan sumber daya alam, dan stabilitas politik.27 Modernisasi wilayah barat setelah tahun 2001 dianggap sebagai salah satu strategi yang tepat dilakukan oleh Cina. Namun, seperti yang terjadi di Tibet yang merupakan tempat

24 M. Dunford & Weidong Liu, The Geographical Transformation of China, Routledge, New York, 2015, p. 30.

25 Jian Chen, B. Fleisher & M. Belton, „Regional income inequality and economic growth in China,‟

Journal of Comparative Economics, vol. 22, no. 2, 1996, pp. 141-164.

26 M. Dunford & Li Li, „Chinese Spatial Inequalities And Spatial Policies,‟ Geography Compass, vol. 4, no. 8, August 2010, pp. 1039-1054.

27

J. Ptackova, The Great Opening of the West development strategy and its impact on the life and

livelihood of Tibetan pastoralists: Sedentarisation of Tibetan pastoralists in Zeku County as a result of implementation of socioeconomic and environmental development projects in Qinghai Province, P.R. China,

Universität zu Berlin, 2013, <http://edoc.hu-berlin.de/dissertationen/ptackova-jarmila-2013-06-19/PDF/ ptackova.pdf>, diakses pada 3 September 2015.

(9)

9

penelitian Ptackova, modernisasi tersebut perlu proses dan yang terberat adalah asimilasi penduduk lokal dengan penduduk urban yang mulai bermigrasi ke wilayah tersebut. Selain itu, peran biksu di Tibet mulai mengalami pergeseran dan tercampur dengan penduduk pendatang. Walau strategi ini dikatakan berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat Tibet,28 namun terkait dengan situasi politik, strategi ini juga ternyata meningkatkan kontrol pusat terhadap daerah. Dalam praktiknya banyak aspek kontroversial muncul mengenai strategi “pergi ke barat” ini, misalnya selama pelaksanaan pembangunan ekonomi dan sosial, penguatan kepentingan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sebaliknya.29

Penetapan Kashgar sebagai SEZ berkaitan dengan kawasan Asia Tengah yang merupakan tetangga terdekat dari Xinjiang. Menurut Robert Sutter, Cina mempunyai kepentingan khusus di kawasan tersebut. Pertama, terkait dengan keamanan perbatasan, di mana Xinjiang masih rawan akan terjadinya konflik etnis, isu separatisme, dan terorisme. Kedua, energy security Cina, yaitu untuk kemudahan akses terhadap cadangan minyak dan gas di kawasan tersebut. Ketiga, Cina ingin berperan aktif dalam membina lingkungan yang stabil dan produktif sepanjang wilayah perbatasan, sekaligus meningkatkan keunggulan regional melalui diplomasi bilateral dan multilateral kawasan.30 Sutter menulis bahwa selain didukung oleh kebijakan domestik, kepentingan ekonomi Cina di kawasan Asia Tengah juga didukung oleh politik luar negeri di kawasan tersebut. Selain hubungan bilateral yang baik, munculnya organisasi kawasan

Shanghai Cooperation Organization (SCO) di tahun 2001 juga menjadi strategi yang

baik dalam melancarkan pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan.

Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa pembentukan SEZ di Kashgar dapat dikatakan sebagai sebuah anomali. Memang terdapat analisis yang menjelaskan bahwa perubahan strategi Cina terhadap pembangunan wilayah barat menjadi salah satu faktor pendukung mengapa Cina membentuk SEZ di Kashgar. Meski demikian, penulis tetap berupaya untuk menunjukkan argumen yang kuat dari penetapan Kashgar sebagai SEZ yang juga berimplikasi pada beberapa kebijakan Cina di kawasan Asia Tengah.

28 Ptackova, p. 170. 29 Ptackova, p. 160.

30 R.G. Sutter, Chinese Foreign Relations: Power and Policy since the Cold War, Rowman & Littlefield, Plymouth, 2007, pp. 245-247.

(10)

10

D. Kerangka Teori

Special Economic Zones

SEZ adalah istilah umum yang mencakup varian terbaru dari zona komersial secara tradisional. Wei Ge berpendapat bahwa SEZ dapat dicirikan sebagai daerah geografis dalam wilayah sebuah negara di mana kegiatan ekonomi jenis tertentu dipromosikan oleh seperangkat instrumen kebijakan yang khusus. Keberadaan SEZ di sebuah negara mencerminkan fakta bahwa pemerintah melakukan kebijakan ekonomi yang mendukung pasar dengan sedemikian rupa sehingga membedakan cara kegiatan ekonomi pada wilayah geografis tertentu dalam negara tersebut.31

Menurut Bank Dunia, konsep dasar dari SEZ mencakup beberapa karakteristik khusus. SEZ adalah daerah yang secara geografis dibatasi, dilindungi dengan aturan tertentu; memiliki manajemen atau administrasi tunggal; menawarkan manfaat berdasarkan lokasi fisik dalam zona tersebut; dan memiliki manfaat bebas bea beserta prosedur yang efisien.32 Agar penerapan SEZ dapat berhasil, terdapat beberapa prasyarat kunci, yaitu keuntungan lokasi, ekonomi makro negara, dukungan terhadap investasi industri, pembiayaan investasi, keterampilan tenaga kerja, manajemen dan jasa, kebijakan pemerintah, hukum dan peraturan, serta stabilitas dan konsistensi pemerintah.33 Dari beberapa prasayarat ini, hanya beberapa poin saja yang cocok dengan kondisi Kashgar. Misalnya, dari poin pertama, posisi Kashgar harus didukung pula dengan ketersediaan infrastruktur. Walau letak geografis Kashgar berdekatan dengan beberapa negara Asia Tengah, namun penting bagi pemerintah untuk menanamkan lebih banyak investasi. Poin keterampilan tenaga kerja kurang dapat ditemukan di Kashgar mengingat sebelum penetapan status SEZ wilayah ini masih dianggap miskin atau kurang berkembang. Poin lain terkait kebijakan pemerintah, hukum dan peraturan sudah mulai didukung oleh terdapatnya sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah Xinjiang Uyghur Autonomous Region (XUAR).

SEZ biasanya diterapkan pada negara yang menjalankan ekonomi liberal. Pemberlakuan SEZ memberi dua jenis manfaat utama, yaitu manfaat ekonomi secara

31 Wei Ge, „Special Economic Zones and the Opening of the Chinese Economy: Some Lessons for Economic Liberalization,‟ World Development, vol. 27, no. 7, 1999, p. 1268.

32 P. Pakdeenurit, N. Suthikarnnarunai & W. Rattanawong, „Special Economic Zone: Facts, Roles, and Opportunities of Investment,‟ Proceedings of the International Multiconference of Engineers and Computer

Scientists 2014 (daring), vol. 2, 12-14 March 2014, Hong Kong, <http://www.iaeng.org/publication/ IMECS2014/IMECS2014_pp1047-1051.pdf>, diakses pada 2 April 2015.

33 Ng Mee Kam & Tang Wing-Shing, The Role of Planning in the Development of Shenzhen, China:

Rhetoric and Realities (daring), 2004, <http://shenzhen.mit.edu/~11.306/wiki/images/archive/ 20080108222452!NgTang_2004.pdf>, diakses pada 3 September 2015.

(11)

11

langsung dan tidak langsung. Beberapa manfaat langsung di antaranya investasi asing, penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan pemerintah, dan pertumbuhan ekspor. Manfaat tidak langsung antara lain berupa peningkatan keterampilan sumber daya manusia, reformasi ekonomi yang semakin luas, transfer teknologi, diversifikasi ekspor, dan meningkatnya efisiensi perdagangan perusahaan domestik. Untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya, SEZ di Kashgar harus memenuhi sejumlah fungsi spesifik seperti diargumenkan oleh Xu Dixin:

1. Mempromosikan kompetisi perdagangan antarwilayah dan mempromosikan sebuah perdagangan tertentu sebagai usaha untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dalam mengembangkan perekonomian negara, mempercepat produksi, dan meningkatkan kualitas manajemen.

2. Menyerap devisa dan menyaring bagian dari modal asing, teknologi, dan peralatan lainnya. Pemerintah Cina dapat menyerap devisa yang mucul dari aktivas-aktivitas di perbatasan Kashgar dengan negara-negara Asia Tengah.

3. Membuat unit reformasi struktural ekonomi dan sebagai sarana untuk mempelajari pengaturan produksi sesuai dengan permintaan pasar. Penggunaan pengaturan sistem permintaan pasar dinilai berhasil untuk mengembangkan wilayah di pesisir timur, sehingga pemerintah Cina berusaha menerapkan hal yang sama di Kashgar.

4. Menyerap tenaga kerja. Ini merupakan faktor kuat lainnya yang diupayakan oleh pemerintah dalam penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari proses industri dan investasi asing maupun lokal.34

Dalam konteks pembentukan SEZ di Kashgar nampaknya Cina memiliki kepentingan terkait penyerapan kapital dari kedekatan hubungan dengan negara-negara Asia Tengah. Secara historis, kawasan Asia Tengah sejak abad ke-19 dianggap sebagai

Great Game negara-negara imperialis seperti Eropa, Uni Soviet dan Amerika Serikat. The New Great Game kembali muncul setelah keruntuhan Uni Soviet di tahun 1990-an;

banyak aktor baru berlomba untuk mencapai kontrol kuat dan mengisi kekosongan di kawasan ini. Cara yang digunakan oleh beberapa negara tersebut tidak lagi dengan penguasaan wilayah secara fisik, melainkan perebutan pengaruh dengan terus berupaya menjalin kerja sama. Kawasan Asia Tengah yang berbatasan dengan Kashgar memiliki keunggulan dan potensi geostrategis. Asia Tengah, yang terdiri dari Kazakhstan, Tajikistan, Turkmenistan, Kyrgyzstan, dan Uzbekistan, kaya akan energi seperti batu

34

(12)

12

bara, gas, minyak dan air. Oleh karena itu, Asia Tengah memiliki potensi ekonomi yang dianggap cepat menjadi pusat ekonomi dunia.35

Dengan jumlah penduduk 92 juta orang dan sumber daya energi yang melimpah, Asia Tengah merupakan tujuan yang menarik untuk investasi dan perdagangan. Wilayah ini juga sebagai penguhubung antara Eropa dan Asia; lokasinya strategis di persimpangan Asia, Eropa, Teluk Persia, Timur Tengah, dan Asia Timur.36 Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa negara yang dianggap paling cepat berkembang di dunia termasuk Cina, Rusia, Pakistan, dan India yang tidak hanya berinvestasi di wilayah ini tetapi bersaing untuk menjadi pemeran utama. Banyak dari negara-negara tersebut melakukan kerja sama yang intensif dengan kawasan Asia Tengah di berbagai sektor seperti keamanan regional dan ekonomi. Cina berambisi untuk menangkap peluang dengan terus melakukan kebijakan pendukung seperti pembentukan forum multilateral

Shanghai Cooperation Organization (SCO) di tahun 2001 dan inisiasi the New Silk Road pada tahun 2013.37 Terdapat dugaan bahwa penerapan SEZ di Kashgar akan menjadikan kota itu sebagai hub di kawasan barat yang akan menjadi sebuah langkah penting untuk melancarkan pembangunan New Silk Road (lihat Gambar 2) yang diprakarsai oleh Presiden Xi Jinping. Ide merevitalisasi Jalan Sutra pertama kali diumumkan Xi pada tanggal 7 September 2013 selama rangkaian kunjungan ia ke negara-negara di Asia Tengah. Xi mengusulkan bahwa negara-negara Eurasia dapat menerapkan model kerja sama baru dan bersama-sama membentuk New Silk Road, yang didukung oleh potensi besar terkait populasi di wilayah ini.38

35 Z. Akbar, „Central Asia: The New Great Game,‟ The Washington Review (daring), October 2012, <http://www.thewashingtonreview.org/articles/central-asia-the-new-great-game.html>, diakses pada 14 Oktober 2015.

36 OECD, Competitiveness Outlook, Competitiveness and Private Sector Development: Central Asia

2011, World Economic Forum, OECD Publishing, 2011, p. 13.

37 N.F. Adiguna, „Politik Luar Negeri RRC Terhadap Kawasan Asia Tengah Pasca Pembentukan SCO‟,

Google Drive (daring), 2013, <https://drive.google.com/file/d/0B346JCe8paWIQ3hOWGlxTHEydXM/ view?usp=sharing>, diakses pada 5 Oktober 2015.

38 M. Boulogne, „Xi Jinping‟s Grand Tour of Central Asia: Asserting China‟s Growing Economic Clout,‟

Central Asia Economic Paper (daring), 2013 <http://037eabf.netsolhost.com/wordpress/wp-content/uploads/ 2013/10/Economic-Papers-9-October-2013.pdf>, diakses pada 18 September 2015.

(13)

13

Gambar 2. Peta jalur The New Silk Road Economic Belt39

Meski lokasinya cukup strategis, tetapi letak Kashgar sangat jauh dari pantai. Stabilitas politik dan kurangnya infrastruktur membuat SEZ Kashgar dipertanyakan. Dilihat dari segi ekonomi, ini semua membuat biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Cina akan jauh lebih besar. Terlepas dari itu, upaya peningkatan produktivitas kawasan melalui SEZ di Kashgar menjadi sebuah upaya pemerintah Cina dalam mewujudkan pembangunan di kawasan barat dan tengah Cina.

Going West Strategy

Going West Strategy merupakan salah satu arah kebijakan pemerintah Cina dalam

melakukan perluasan pembangunan ekonomi di wilayah barat. Presiden Jiang Zemin (memerintah 1993-2002) melihat bahwa mempromosikan pembangunan ekonomi negara secara merata adalah hal yang sangat penting sehingga pada awal Maret 1999 ia meluncurkan kebijakan untuk mempercepat pembangunan di wilayah tengah dan barat

39 Map of The Silk Road Economic Belt and The Maritime Silk Road, <

http://www.theasanforum.org/wp-content/uploads/2014/12/SF_Zhang_001.jpg>, diakses pada 20 September 2015. New Silk Road atau

Economic Belt Silk Road yang diinisiasi Cina berfokus pada menyatukan Cina, Asia Tengah, Rusia, dan

Eropa (Baltik). Cina juga berusaha menghubungkan Teluk Persia dan Laut Mediterania melalui Asia Tengah dan Samudera Hindia. Bersamaan dengan itu dimunculkan pula ide the 21st Century Maritime Silk Road yang

dirancang untuk alur perjalanan laut dari pantai Cina ke Eropa melalui Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia serta dari pantai Cina melalui Laut Cina Selatan ke Pasifik Selatan dalam satu rute. Lihat „Chronology of China‟s Belt and Road Initiative,‟ Xinhua (daring), 28 March 2015, <http://news.xinhuanet.com/english/ 2015-03/28/c_134105435.htm>, diakses pada 10 September 2015.

(14)

14

Cina. Jiang mengusulkan strategi “pergi ke barat” pada Kongres Rakyat Nasional ke-9, Maret 1999.40 Pada Rapat Komite Pusat PKC pada tanggal 9 Juni 1999, ia menyatakan:

Kondisi untuk mempercepat pengembangan wilayah tengah dan barat telah ada dan cukup besar. Sudah saatnya . . . Dalam mempercepat pengembangan wilayah pesisir timur, kita telah kehilangan kesempatan untuk mempercepat pengembangan wilayah tengah dan barat. Mulai sekarang, ini harus menjadi tugas strategis utama bagi Partai dan negara, dan harus ditempatkan dalam posisi yang lebih nyata.41

Pemerintahan Cina sejak saat itu mulai melakukan modernisasi besar-besaran terhadap wilayah tengah dan barat. Dengan luas wilayah 5,4 juta m2 dan penduduk lebih dari 280 juta jiwa (23% dari total nasional), bagian barat Cina mencakup sepertiga wilayah total negara dan terdiri dari enam provinsi (Gansu, Guizhou, Qinghai, Shaanxi, Sichuan, Yunnan), lima daerah otonom (Guangxi, Mongolia, Ningxia, Tibet, Xinjiang), serta satu kotamadya (Chongqing). Dibandingkan dengan sisi timur Cina, mayoritas wilayah ini tertinggal dalam hal pembangunan. Gross Domestic product (GDP) per kapita wilayah tengah dan barat menyumbang hanya setengah dari tingkat rata-rata nasional. Namun, wilayah ini memiliki lahan, sumber daya alam yang melimpah, dan pemandangan indah yang membentang luas.42

Pada berbagai kesempatan selama tahun 1999, target utama masa depan strategi pembangunan yang ditekankan oleh Presiden Jiang dan Perdana Menteri Zhu Rongji adalah peningkatan situasi sosial ekonomi, stabilitas politik, manfaat industri dan konservasi lingkungan. Semua ini diperlukan untuk semakin mengurangi perbedaan pembangunan antarberbagai daerah di seluruh Cina. Tujuan utama dan ide-ide yang ditetapkan dalam strategi ini ditujukan untuk mencapai keadaan ekonomi yang lebih berkembang, kemajuan sosial, kehidupan yang lebih layak dan persatuan. Secara spesifik agenda utama dalam Great Opening of the West Development Strategy tertuang dalam rencana pembangunan lima tahunan, yaitu perluasan infrastruktur; industrialisasi dan urbanisasi; keamanan wilayah, lingkungan, dan sumber daya alam; serta stabilitas politik.43

40 Hongyi Li, „China‟s Western Development Program: Its Rationale, Implementation, and Prospects,‟

Modern China (daring), 2002, <http://www.case.edu/affil/tibet/tibetanNomads/documents/ ChinasWesternDevelopmentProgram_000.pdf>, diakses 4 September 2015.

41 Lai, p. 436. Pernyataan Jiang dialihbahasakan oleh penulis. 42 Lai, p. 436.

43

(15)

15

Pembangunan sosial ekonomi serta kesatuan dan kesejahteraan seluruh penduduk harus dicapai. Hasil pembangunan bagi kaum minoritas yang terkonsentrasi di wilayah barat dan daerah perbatasan perlu dikembangkan untuk menjaga stabilitas politik dan sosial. Oleh karena itu, promosi akan persatuan dan pengamanan keamanan perbatasan nasional merupakan hal yang penting.44 Daerah-daerah di Cina timur juga harus berperan dalam perkembangan di barat dengan melakukan kerja sama yang saling menguntungkan dan melengkapi. Hasil produksi harus dikembangkan melalui pergeseran industri, transfer teknologi, dan kerja sama yang diperkuat.45 Strategi pengembangan ini memang tepat dikatakan sebagai pengembangan yang besar karena dilakukan dalam skala besar. Pemerintah Cina terus melakukan investasi besar-besaran ke wilayah barat dan tengah.

Perluasan infrastruktur hingga stabilitas ekonomi adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan penetapan SEZ di Kashgar. dengan perluasan infrastruktur yang dilakukan dengan investasi besar-besaran oleh pemerintah Cina sejak tahun 2010.46 Selain itu, upaya industrialisasi dengan melakukan klasterisasi serta migrasi yang dilakukan oleh etnis Han juga semakin menunjukan target dari SEZ, sebagaimana upaya untuk mengamankan wilayah dari berbagai ancaman. Jarak yang jauh dari Beijing menjadikan wilayah ini rawan akan lepasnya kontrol dari pemerintah pusat. Sumber daya alam yang kaya, khususnya gas di kawasan Xinjiang, juga menjadi fokus lain pada saat Cina membutuhkan banyak energi sebagai efek industrialisasi. Tujuan terakhir terkait stabilitas politik menjadi hal yang menarik, khususnya dengan tingginya angka kerusuhan dan serangan bom di wilayah tersebut yang membuat stabilitas politik di Xinjiang menjadi sangat rentan.

E. Argumen utama

Terdapat dua alasan utama dari penetapan SEZ di Kashgar oleh pemerintah Cina, yaitu sebagai upaya menyerap ekonomi di perbatasan dengan kawasan Asia Tengah dan untuk pemerataan pembangunan di kawasan barat Cina, khususnya di Provinsi Xinjiang. Sementara itu, tantangan terbesar bagi pemerintah Cina dalam penetapan Kashgar sebagai SEZ adalah keamanan dan stabilitas politik di provinsi Xinjiang yang rawan akan separatisme dan ketegangan etnis. Di samping itu, munculnya aktor baru di kawasan, yaitu Rusia, Uni Eropa, India, dan Pakistan juga perlu diperhatikan mengingat

44 Ptackova, p. 25. 45 Ptackova, p. 26. 46

(16)

16

negara-negara ini secara intensif terus melakukan kerja sama perdagangan dan energi dengan negara-negara kawasan Asia Tengah.

F. Sistematika penulisan

Tesis ini akan terdiri atas lima bab. Setelah Bab Pertama ini, di Bab Kedua penulis akan menguraikan perkembangan SEZ di Cina, strategi “Going West” dan kondisi umum Kashgar. Pada Bab Ketiga, penulis akan menganalisis alasan ekonomi dan politik dari pemerintah Cina menetapkan Kashgar sebagai SEZ. Sementara itu, hambatan dan tantangan penetapan SEZ di Kashgar akan dianalisis di Bab Keempat. Tesis ini akan ditutup dengan Bab Kelima yang berisikan kesimpulan dan inferens dari hasil penelitian.

Gambar

Gambar 1. Posisi kota Kashgar 8
Gambar 2. Peta jalur The New Silk Road Economic Belt 39

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan tersebut di atas, permasalahan ini layak untuk dilakukan penelitian dengan mengambil judul “Mengukur Pengaruh

Mahasiswa semester III menganggap bahwa seorang PRO harus memiliki kemampuan sebagai komunikator sesuai dengan pengala- man mereka selama menjadi mahasiswa dan pemahaman awal

Literatur yang dapat menjadi acuan dalam menentukan kriteria desain yang ada. Literatur yang digunakan adalah literatur komik, referensi budaya Sumatera Barat dan tentang

Selain itu perusahaan dengan set kesempatan investasi tinggi juga akan membagi dividen lebih rendah dari pada perusahaan dengan set kesempatan investasi rendah karena

Berdasar kan gambaran klinis, batuk merupakan gejala klinis paling banyak ditemukan yaitu 94.4% diikuti napas cuping hidung 93,1%, dan ronki 92,4%, kemudian demam dengan

Tabel IV.8 Tabel silang hubungan pengetahuan ibu hamil tentang kenaikan berat badan selama hamil dengan sikap ibu dalam pemenuhan gizi seimbang di Kelurahan

Bahan alami seperti pati termoplastik sebagai bahan pembuat plastik biodegradabel mempunyai beberapa kelemahan antara lain sifat mekanik yang rendah, tidak tahan terhadap