commit to user
EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN
DI KOTA SURAKARTA
Tugas Akhir
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan
Disusun Oleh:
ANNISA FAUZIA BAYATI
NIM. F3408093
PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ABSTRAK
EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN
DI KOTA SURAKARTA
Annisa Fauzia Bayati NIM. F3408093
Restaurant Tax is all services which is provided by restaurant with taxes payment. One of Restaurant Tax object’s is a cadger (PKL). Cadger define as a seller which use cart as a media for selling.
The purpose of research is to find a factor which trig inconsistant cadger and the effect of Restaurant Tax admission in surakarta.
The method which used in this context is descriptive that is to find the fact with right interpretation. Descriptive method is more applicated appropriate to the situation and condition in surakarta which the sampling data technique include an observation, interview, documentation, and literature study.
The final conclution in this research is inconsistant cadger population being one of Restaurant Tax acceptant factors which from the trigger to the Restaurant Tax by Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Surakarta to cadger need to be improved. Controling and managing cadger need to be disscused well by the Surakarta City Government.
commit to user
commit to user
commit to user
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
·
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain maka anda telah berbuat baik terhadap diri
sendiri (Benyamin Franklin).
·
Selalu ada kesulitan dalam kesempatan dan selalu ada kesempatan disetiap kesulitan (J.
Sidlow Baxter).
·
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tetapi berusahalah untuk menjadi
manusia yang berguna (Einstein).
·
Berusahalah jangan sampai terlengah walau sedetik saja karena atas kelengahan kita tidak
akan bisa mengembalikan keadaan seperti semula (Penulis).
·
Di dunia ini tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah kurang kerja keras
(Penulis).
Tugas Akhir ini dipersembahkan kapada:
· Allah SWT
· Papi dan Mami tercinta
· Adik-adikku tersayang
· Sahabat-sahabatku
· Pembimbing, dosen, dan staff pengajar
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah yang selalu penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dalam rangka
memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya pada Fakultas
Ekonomi Program Studi Perpajakan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adapun
judul yang penulis ambil dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah “EVALUASI
DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI
PENERIMAAN PAJAK RESTORAN DI KOTA SURAKARTA”
Tugas Akhir ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si., Ak., BKP. selaku Ketua Program
Studi Diploma Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sri Suranta, S.E., M.Si., Ak., BKP. selaku Ketua Program Studi
Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Bapak Ahmad Ridwan, S.E., Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan
commit to user
vii
5. Seluruh pihak DPPKA Surakarta dan UPTD I, II, III DPPKA Surakarta
yang telah membantu penulis dalam menyediakan data, memberikan ilmu
serta pengalaman yang sangat bernilai.
6. Papi, Mami, adikku Yoyok dan Laila yang selalu mendoakan, memberi
kasih sayang dan perhatian yang tak pernah habis sampai kapanpun.
7. Hanung Cimon yang selama ini selalu memberi doa, nasehat dan semangat,
menghibur dikala duka, dan mengingatkan dikala bahagia.
8. Sahabat-sahabat terbaikku Chika, Karla, Harlez dan Anies yang telah
menemani hari-hariku, memberikan pengalaman baru dan kenangan indah
selama tiga tahun ini, “7 Juni 2013, don’t forget it bebh”.
9. ORTAX 08 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu “Thanks for
everything”.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Gambaran Umum Perusahaan ... 1
B.Latar Belakang ... 17
C.Perumusan Masalah ... 21
D.Tujuan Penelitian ... 22
E. Manfaat Penelitian ... 22
F. Metode Penelitian ... 23
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Landasan Teori ... 27
commit to user
ix
BAB III TEMUAN
A. Kelebihan ... 51
B.Kelemahan ... 52
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran dan Rekomendasi ... 55
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
x
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
I. 1 Jumlah PKL di Kota Surakarta Tahun 2010 ... 19
II. 1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi ... 32
II. 2 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah I
DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari ... 42
II. 3 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II
DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Jebres ... 42
II. 4 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II
DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Pasar Kliwon ... 43
II. 5 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah III
DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Laweyan dan Serengan ... 43
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
I. 1 Bagan Organisasi DPPKA Kota Surakarta ... 15
II. 1 Grafik Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) Kota Surakarta ... 44
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
1. Sejarah dan Perkembangan DPPKA Surakarta
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, sampai dengan tahun 1946 di
Surakarta terjadi konflik sehubungan dengan adanya pertentangan pendapat
antara pro dan kontra Daerah Istimewa. Hal ini dapat diredam untuk
sementara waktu oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Surat Penetapan
Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 Nomor 16/ S-D yang menetapkan Daerah
Surakarta untuk sementara sebagai daerah karesidenan dan dibentuk baru
dengan nama Kota Surakarta.
Peraturan yang telah ada tersebut kemudian disempurnakan dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan
Kota Surakarta menjadi Haminte Kota Surakarta. Kota Surakarta pada waktu
itu terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di
wilayah Karanganyar belum diserahkan. Pelaksanaan penyerahaan 9
kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu baru terlaksana pada tanggal 9
September 1950. Pelaksana teknis pemerintah Haminte Kota Surakarta
terdiri atas jawatan. Jawatan tersebut antara lain jawatan Sekretariat Umum,
Keuangan, Pekerjaan Umum, Sosial, Kesehatan, Perusahaan P. D.& K,
Pamong Praja, dan jawatan Perekonomian Penerimaan Pendapatan Daerah
commit to user
keputusan DPRDS Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang
Perubahan Struktur Pemerintahan, maka Jawatan Umum diganti menjadi
Dinas Pemerintahan Umum yang terbagi dalam urusan-urusan dan setiap
urusan-urusan tersebut terbagi lagi dalam bagian-bagian. Dengan adanya
perubahan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan pajak sebagai
pendapatan daerah yang sebelumnya ditangani oleh Jawatan Keuangan kini
ditangani lebih khusus oleh Urusan Pajak.
Berdasar Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Surakarta
tanggal 23 Februari 1970 No. 259/ X. 10/ Kp. 70 tentang Struktur Organisasi
Kotamadya Surakarta termasuk Dinas Kepentingan Umum diganti menjadi
bagian dan bagian itu membawahi urusan-urusan sehingga dalam Dinas
Pemerintahan Umum, Urusan Pajak diganti menjadi Bagian Pajak.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta
tanggal 30 Juni 1972 No. 162/ Kep/ Kdh. IV/ Kp. 72 tentang Penghapusan
Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan
pembentukan Dinas Baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan
Daerah yang kemudian sering disingkat DIPENDA.
Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang
berkedudukan langsung dan bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat
itu Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum,
Seksi Pajak Daerah, Seksi Pajak Pusat/ Propinsi yang diserahkan kepada
Daerah dan Seksi Doleansi/ P3 serta Retribusi dan Leges. Masing-masing
commit to user
di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan
Daerah.
Tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah waktu itu adalah sebagai
pelaksana Walikota dibidang perencanaan, penyelenggaraan, dan kegiatan
dibidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan
daerah. Berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1957 tentang
Pajak Daerah, terdapat 13 macam Pajak Daerah di Kota Surakarta yang
wewenang pemungutan dan pengelolaannya ada pada DIPENDA. Tetapi saat
itu baru 4 macam Pajak Daerah yang dijalankan dan telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah, yaitu dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Pajak Pertunjukan yang diatur dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 1992;
b. Pajak Reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah No.11 Tahun 1971;
c. Pajak Anjing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 54 Tahun 1953;
d. Pajak Penjualan Minuman Keras yang diatur dalam Peraturan Daerah No.
12 Tahun 1971.
Disamping itu DIPENDA juga bertugas mengelola Pajak Negara yang
diserahkan kepada daerah, yaitu sebagai berikut:
a. Pajak Potong Burung yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun
1959;
b. Pajak Pembangunan I yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun
1960;
c. Pajak Bangsa Asing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun
commit to user
d. Pajak Radio yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1957.
Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD
7/12/41-101 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II makin
memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah disesuaikan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang
Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah
lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan
berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah yaitu
pendataan, pemetaan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur
tersebut dikenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini
diterapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 6
Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan
Daerah Tingkat II.
Dengan berjalannya waktu penataan pemerintahaan Kota Surakarta
kembali mengalami perbaikan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang
matang Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dirubah menjadi Peraturan
Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan baru ini nama Dinas Pendapatan
Daerah (DIPENDA) berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan
commit to user
Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam
melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan
di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau DPPKA
dibagi kedalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh seorang Kepala
Dinas. Masing-masing bagian dipimpin oleh Kepala Bagian atau biasa
disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah
pimpinan dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset.
2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi DPPKA
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah unsur
pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan,
dan aset daerah yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta.
DPPKA Surakarta mempunyai tugas pokok seperti yang tercantum
dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 Pasal 34 ayat (2) yaitu
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan
commit to user
Fungsi DPPKA antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas;
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan;
c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib
retribusi;
d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan angsuran pajak dan retribusi;
e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta
pendapatan lain;
f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan pendapatan
lain;
g. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan akuntansi;
h. Pengelolaan aset barang daerah;
i. Penyiapan penyusunan, perubahan, dan perhitungan anggaran pendapatan
dan belanja daerah;
j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah;
k. Penyelenggaraan sosialisasi;
l. Pembinaan jabatan fungsional;
m.Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
3. Struktur Organisasi DPPKA Surakarta
Struktur organisasi yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah
dalam pengawasan manajemen agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat
commit to user
diperlukan sesuai dengan bagian masing-masing. Adapun tujuan disusunnya
struktur organisasi adalah sebagai berikut:
a. mempermudah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan;
b. mempermudah pimpinan dalam mengawasi pekerjaan bawahan;
c. mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan;
d. menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan sehingga
mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.
Adapun susunan organisasi DPPKA Surakarta menurut Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a. Kepala;
b. Sekretariat, membawahi:
1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan;
2) Subbagian Keuangan;
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi:
1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan;
2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.
d. Bidang Penetapan, membawahi:
1) Seksi Perhitungan;
2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.
e. Bidang Penagihan, membawahi:
1) Seksi Penagihan dan Keberatan;
commit to user f. Bidang Anggaran, membawahi:
1) Seksi Anggaran I;
2) Seksi Anggaran II.
g. Bidang Perbendaharaan, membawahi:
1) Seksi Perbendaharaan I;
2) Seksi Perbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi, membawahi:
1) Seksi Akuntansi I;
2) Seksi Akuntansi II.
i. Bidang Asset, membawahi:
1) Seksi Perencanaan Aset;
2) Seksi Pengelolaan Aset.
j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD);
k. Kelompok Jabatan Fungsional.
Dalam struktur organisasi yang baru ini Sekretariat dipimpin oleh
seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh
seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Subbagian masing-masing
dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk bidang
commit to user
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang
bersangkutan.
4. Deskripsi Tugas Jabatan Struktural
a. Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas yang cukup berat yaitu melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang pendapatan daerah. Uraian tugas seorang
Kepala adalah sebagai berikut:
1) Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan dinas sesuai
dengan Program Pembangunan Daerah;
2) Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas agar tercipta
pemerataan tugas;
3) Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan
pelaksanaan tugas.
b. Sekretariat
Sekretariat yang posisinya dibawahi langsung oleh Kepala Dinas
mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, perijinan,
kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sekretariat juga bertugas untuk
melaksanakan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan
Dinas, mengadakan monitoring dan pengendalian serta evaluasi, dan
pelaporan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala
commit to user
Sekretariat membawahi subbagian-subbagian sebagai berikut:
1) Sub bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan
Sub bagian ini mempunyai tugas untuk mengumpulkan, mengolah, dan
menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan
program kerja tahunan Dinas. Selain itu juga bertugas sebagai
pelaksana/melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan
evaluasi dan serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis
dan program kerja tahunan Dinas.
2) Sub bagian Keuangan
Subbagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
administrasi keuangan.
3) Sub bagian Umum dan Kepegawaian
Subbagian umum dan kepegawaian mempunyai tugas yang cukup
banyak yaitu melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan,
penggandaan, administrasi perijinan, perjalanan dinas, rumah tangga,
pengelolaan barang inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas
dan perlengkapannya, hubungan masyarakat, sistem jaringan
dokumentasi, informasi hukum, dan administrasi kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi
Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi mempunyai tugas yang
penting yaitu menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan dibidang
pendaftaran dan pendataan serta dokumentasi dan pengolahan data sesuai
commit to user
Pendaftaran, Pandataan, dan Dokumentasi membawahi seksi-seksi sebagai
berikut:
1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Seksi ini mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran, pendataan dan
pemeriksaan di lapangan terhadap Wajib Pajak Daerah (WPD) dan
Wajib Pajak Retribusi Daerah (WRD).
2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data
Tugas dari Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data adalah
menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data Wajib
Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah.
d. Bidang Penetapan
Bidang Penetapan bertugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan
dibidang penghitungan, penerbitan Surat Penetapan Pajak dan Retribusi
serta penghitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Bidang Penetapan membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Perhitungan
Seksi Perhitungan mempunyai tugas melaksanakan penghitungan dan
penetapan besarnya pajak dan retribusi.
2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan
Seksi Penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menetapkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR), dan
commit to user e. Bidang Penagihan
Bidang Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan
bimbingan dibidang penagihan dan keberatan serta pengelolaan
penerimaan sumber pendapatan lain sesuai dengan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Bidang Penagihan membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Penagihan dan Keberatan
Tugas yang dipikul adalah melaksanakan penagihan tunggakan pajak
daerah, retribusi daerah dan sumber pendapatan lainnya serta melayani
permohonan keberatan dan penyelesaiannya.
2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain
Seksi ini bertugas mengumpulkan data sumber-sumber penerimaan lain
diluar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.
f. Bidang Anggaran
Bidang Anggaran ini bertugas untuk membuat rencana anggaran
penerimaan pajak, retribusi, dan rencana pembelanjaan keperluan instansi
serta mengatur pengeluaran-pengeluaran dana yang telah dianggarkan atau
direncanakan.
Bidang Anggaran terdiri dari dua seksi yang merupakan satu kesatuan tim
kerja, yaitu sebagai berikut:
1) Seksi Anggaran I;
commit to user g. Bidang Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan memegang peranan sebagai pemegang dana dalam
instansi, bidang perbendaharaan dibantu oleh dua kelompok seksi, yaitu:
1) Seksi Perbendaharaan I;
2) Seksi Perbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi
Bidang Akuntansi mempunyai tugas sebagai pencatat segala bentuk
kegiatan pendanaan, yang kemudian dibuat laporan sebagai pertanggung
jawaban kepada Kepala Dinas.
Bidang Akuntansi membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Akuntansi I;
2) Seksi Akuntansi II.
i. Bidang Aset
Bidang Aset bertugas untuk mencatat dan mengelola semua aset yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta.
Bidang Aset membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Perencanaan Aset Seksi ini mempunyai tugas merencanakan dan
mengembangkan semua aset yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota
Surakarta sehingga dapat berguna bagi masyarakat dan pemerintah.
2) Seksi Pengelolaan Aset
Seksi ini bertugas sebagai pelaksana rencana yang telah dibuat oleh
Seksi Perencanaan Aset dan juga sebagai pengelola aset-aset tersebut.
commit to user j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
UPTD bertugas untuk memungut dan mengelola Pajak Retribusi Daerah
Kota Surakarta.
k. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok ini mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala
commit to user 5. Tata Kerja DPPKA
Dalam melaksanakan tugasnya DPPKA Kotamadya II Surakarta
mendapatkan pembinaan teknis fungsional dan DPPKA Tingkat I Jawa
Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas menerapkan prinsip -
prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi baik dalam
lingkungan DPPKA sesuai dengan bidang tugasnya. Kepala Sekretariat,
Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis
Dinas harus menerapkan prinsip - prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Kepala
Sekretariat, para Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung
jawab memberikan bimbingan/pembinaan kepada bawahannya serta
melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya menurut herarkis jabatan
masing-masing. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan,
dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas.
Para Kepala Seksi pada DPPKA bertanggung jawab kepada Kepala
Bagian Sekretariat/ Kepala Bagian yang membidanginya. Kepala Dinas,
Kepala Sekretariat, dan Kepala Seksi di lingkungan DPPKA Kotamadya Dati
II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah
Tingkat II Surakarta. Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Unit
Penyuluhan di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta
diangkat dan diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
commit to user 6. Visi dan Misi DPPKA
a. Visi DPPKA
Visi DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang
optimal untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya
Daerah Tingkat II Surakarta.
b. Misi DPPKA
Misi DPPKA adalah sebagai berikut:
1) Menggali sumber pajak dan retribusi tiada henti;
2) Meningkatkan pendapatan daerah tiada kenal menyerah;
3) Mengutamakan kualitas pelayanan ketertiban.
B. LATAR BELAKANG
Pembangunan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan
terhadap wajib pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari
pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional (Zain, 2003: 43).
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik materiil maupun spiritual (Waluyo dan Ilyas, 2003: 4). Salah satu usaha
yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
adalah melalui pengelolaan penerimaan baik daerah maupun pusat yang
commit to user
negara, maka sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah. Menurut Safrudin, istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atas
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan artinya kebebasan yang terbatas, itu
adalah kebebasan yang harus dipertanggung jawabkan (kepada Pemerintah
Pusat) atau Pemerintah yang lebih tinggi, jadi bukan kebebasan tanpa batas.
Otonomi daerah itu mencakup 3 pengertian, yaitu hak untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri, wewenang untuk mengatur daerah sendiri,
dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri (Adisubrata, 2003: 2).
Dalam melaksanakan otonomi daerah saat ini, setiap kepala daerah
harus bisa menggali sumber-sumber penerimaan daerah untuk peningkatan
pendapatan asli daerah. Berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) merupakan instansi pemerintahan
yang berwenang mengelola penerimaan daerah Kota Surakarta. Salah satu
penerimaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah pajak
restoran.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002,
restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan
catering. Pengusaha restoran adalah orang atau badan yang
menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk
commit to user
restoran adalah semua pelayanan yang disediakan restoran dengan
pembayaran dipungut pajak.
Membuka resto dan Rumah Makan adalah usaha yang diminati
masyarakat tingkat menengah atas untuk saat ini, karena tidak perlu
mengeluarkan modal yang besar mereka bisa mendapatkan omzet yang
mencapai angka fantastis setiap bulan atau tahunnya. Resto di wilayah Kota
Surakarta mampu menyediakan berbagai macam menu makanan dan
minuman. Bagi kalangan masyarakat kecil guna mengurangi tingkat
pengangguran, sebagian warga memutuskan untuk membuka lapangan kerja
sendiri atau berwirausaha, salah satunya dengan cara menjadi Pedagang Kaki
Lima (PKL). Berikut jumlah PKL secara global yang dibedakan menjadi 4
kelompok berdasarkan Kecamatan di wilayah Kota Surakarta:
Tabel I. 1
Jumlah PKL di Kota Surakarta Tahun 2010
Sumber: UPTD I, II, III DPPKA Kota Surakarta Tahun 2010
Para pengusaha restoran bersaing untuk menarik minat pembeli,
memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Jumlah Restoran di wilayah
Kota Surakarta bisa meningkat apabila para pengusaha restoran mampu
bersaing, akan tetapi apabila kalah dalam bersaing dapat menyebabkan
jumlah restoran menurun. Berdasarkan Pendapatan Asli Daerah yang dikelola
commit to user
816 WP, tahun 2009 terdapat 822 WP, tahun 2010 terdapat 838 WP, dan
sampai dengan Maret 2011 terdapat 745 WP.
Tingkat pengangguran di Negara Indonesia memang masih tinggi,
tetapi jumlah pengangguran dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami
penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, Tingkat Pegangguran
Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2010 tercatat mencapai 7,41% atau
sebesar 8,59 juta. TPT tercatat mengalami penurunan dibandingkan Agustus
2009 sebesar 7,87% dan Februari 2009 sebesar 8,14%. Kepala Badan Pusat
Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan keadaan ketenagakerjaan di
Indonesia pada semester pertama tahun ini menunjukkan sedikit perbaikan
digambarkan dengan adanya peningkatan kelompok penduduk yang bekerja
serta penurunan tingkat pengangguran. “Jumlah angkatan kerja di Indonesia
pada Februari 2010 mencapai 116 juta orang atau bertambah 2,17 juta orang
dibandingkan angkatan kerja Agustus 2009 sebesar 113,83 juta orang”
(Munjin: 2010).
Segi positif dari hal ini, Pedagang Kaki Lima mampu meningkatkan
kesejahteraan hidup keluarga tanpa memerlukan jenjang pendidikan yang
tinggi dan meningkatkan Pendapatan Daerah. Pedagang Kaki Lima
diidentikkan dengan penjual yang menggunakan gerobak sebagai media
untuk berjualan. Seiring dengan perkembangannya, karakteristik PKL adalah
semua pelayanan penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh
pembeli di tempat pelayanan. Saat ini PKL menarik untuk diperbincangkan
commit to user
berbagai macam kebijakan membatasi kegiatan mereka. Namun, tidak sedikit
PKL yang gulung tikar akibat kalah bersaing antar pedagang sehingga mereka
tidak mempunyai penghasilan yang cukup dan modal untuk berjualan.
Instansi pemerintahan harus lebih ketat untuk mengawasi dan giat untuk
memungut pajak PKL, karena saat ini paguyuban PKL mulai acuh dengan
kewajibannya membayar pajak. Hal ini bisa menyebabkan realisasi
penerimaan pajaknya tidak bisa mencapai target.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai realisasi pendapatan pajak restoran yang berasal dari
PKL. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “EVALUASI DAMPAK
POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN
PAJAK RESTORAN DI KOTA SURAKARTA”.
C. PERUMUSAN MASALAH
Dari gambaran umum yang telah diuraikan di atas, maka untuk
memudahkan penulisan Tugas Akhir ini, penulis mencoba merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pencapaian target berdasarkan realisasi pajak restoran,
khususnya PKL yang telah diperoleh DPPKA Kota Surakarta?
2. Faktor apa saja yang memicu ketidakkonsistenan populasi PKL dan apa
dampaknya terhadap penerimaan pajak restoran?
3. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pemungutan pajak restoran
commit to user
4. Bagaimana upaya dari pihak UPTD DPPKA Surakarta dalam melakukan
pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL untuk
mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta?
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan gambaran umum dan rumusan masalah diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pencapaian target berdasarkan realisasi pajak restoran,
khususnya PKL yang telah diperoleh DPPKA Kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui faktor yang memicu ketidakkonsistenan populasi PKL
dan mengetahui dampaknya terhadap penerimaan pajak restoran.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak
restoran khususnya yang berasal dari PKL.
4. Untuk mengetahui upaya dari pihak UPTD DPPKA Surakarta dalam
melakukan pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL
untuk mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta.
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penulis
Dapat memberikan manfaat dalam menerapkan ilmu pengetahuan teoritis
ke dalam kondisi nyata dan mendapatkan informasi, gambaran dan
pengalaman praktis dalam perpajakan mengenai Pajak Restoran yang
commit to user 2. Bagi Pembaca
Dapat bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan dapat
digunakan sebagai sumber informasi dan referensi serta dapat dijadikan
pertimbangan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi DPPKA Surakarta
Untuk menambah kepustakaan dan memberikan masukan kepada DPPKA
Surakarta khususnya mengenai pajak restoran yang berasal dari PKL.
F. METODE PENELITIAN
Berdasarkan judul yang penulis tentukan maka evaluasi berasal dari
Bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan
menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan
(Wakhinuddin, 2009).
1. Desain Penelitian
Dalam TA ini menggunakan desain penelitian berupa desain
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan
fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
commit to user 2. Objek Penelitian
Objek penelitian berlokasi di Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) dan Unit Pelaksana Teknis Dinas
(UPTD) Surakarta yang menjadi tempat pembayaran dan pemungutan
Pajak Restoran di Kota Surakarta.
3. Sumber Informasi Data
Apabila seorang penulis telah menetapkan suatu objek penelitian,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan tentang sumber informasi
data mana yang akan dipergunakan untuk pengumpulan datanya. Dalam
penelitian ini sumber informasi data dimaksud sebagai subyek darimana
data diperoleh. Penelitian ini mengambil data yang dibutuhkan melalui
beberapa tahap antara lain:
a. Data Primer yaitu sumber-sumber dasar, yang merupakan bukti atau
saksi utama dari kejadian yang lalu (Nazir, 1988: 58). Dalam
pengamatan ini penulis mengumpulkan data primer yang berupa
informasi dari pihak terkait dan data-data yang berhubungan dengan
pajak restoran khususnya yang berasal dari Pedagang Kaki Lima.
b. Data sekunder yaitu data tentang adanya suatu peristiwa, ataupun
catatan-catatan yang “jaraknya” telah jauh dari sumber orisinil (Nazir,
1988: 59). Data ini digunakan sebagai pendukung atau sebagai
commit to user 4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan beberapa metode
penelitian, sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan prosedur yang sistematis dan standar dalam
pengumpulan data. Observasi melibatkan proses pengamatan dan
ingatan (Sumarni, 2006: 92). Dalam penelitian ini penulis mengadakan
pengamatan langsung dan pencatatan dengan sistematik mengenai
hal-hal yang diselidiki.
b. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Wawancara merupakan komunikasi atau pembicaraan dua arah yang
dilakukan oleh pewawancara dan responden untuk menggali informasi
yang relevan dengan tujuan penelitian (Sumarni, 2006: 85). Penulis
meminta pendapat orang lain yang digunakan sebagai sumber informasi
dan melakukan wawancara dengan narasumber atau responden yang
berkompeten dibidangnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data, laporan, dan
tulisan dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota
commit to user d. Studi Kepustakaan
Menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya secara tekun
merupakan kerja kepustakaan yang sangat diperlukan dalam
mengerjakan penelitian (Nazir, 1988: 111). Studi Kepustakaan
dilakukan penulis dengan cara mengumpulkan data dan membaca
commit to user BAB II
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI
1. Pajak
a. Pengertian Pajak
Pengertian pajak secara awam merupakan iuran dalam bentuk uang
(bukan barang) yang dipungut oleh pemerintah (negara) dengan suatu
peraturan tertentu (tarif tertentu) dan selanjutnya digunakan untuk
pembiayaan kepentingan-kepentingan umum (Sri dan Suryo, 2003: 3).
Devinisi pajak menurut Adriani adalah iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
(Zain, 2003: 10).
Pajak menurut Soemahamidjaja dari desertasinya yang berjudul
“Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
commit to user
Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro,
1990: 5).
Unsur-unsur pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan
(2008: 1) adalah:
1) Iuran rakyat kepada kas negara
Pemungutan pajak dilakukan oleh negara. Iuran tersebut berupa uang
(bukan barang).
2) Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa imbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
b. Peran Pajak dalam Pembangunan
Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara
Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk
membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak
commit to user
pemerintah memerlukan dana unutk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak
(Suandy, 2003: 2).
Penerimaan dari sektor pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa
penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil yang besar dalam
penerimaan negara. Jadi kalau ada pertanyaan “Mengapa kita harus
membayar pajak?” maka jawaban yang bisa diungkapkan adalah kita
membayar pajak agar tersedia sarana atau fasilitas umum yang dapat
digunakan bersama atau kita membayar pajak karena kita sudah terlebih
dahulu menikmati sarana umum (Ilyas dan Burton, 2010: 10).
c. Fungsi Pajak
Ada 2 fungsi pajak, yaitu (Suandy, 2008):
1) Fungsi Budgetair: merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi Regulerend: sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
d. Asas Pemungutan Pajak
Menurut buku The Wealth of Nation yang ditulis oleh Adam Smith,
asas pemungutan pajak dikenal dengan The Four Maxims, yaitu
(Prakoso, 2003):
a) Equity, kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan Wajib
commit to user
b) Certainly, dijalankan secara tegas, jelas, dan pasti.
c) Convience, tidak menekan Wajib Pajak, membayar pajak dengan
senang dan rela.
d) Economy, biaya pemungutan tidak lebih besar dari jumlah
penerimaan pajak.
e. Sistem Pemungutan Pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya
Perpajakan (2008: 7):
1. Official Assesment System: sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) Wajib pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assesment System: sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak
terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
commit to user
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System: sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
f. Tarif Pajak
Menurut Waluyo dalam bukunya Perpajakan Indonesia (2010: 18) ada
empat macam tarif, yaitu:
1. Tarif Pajak Proporsional/ Sebanding adalah tarif pajak berupa
persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar
pengenaan pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena
Pajak.
2. Tarif Pajak Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi
lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenannya semakin
besar.
Contoh: pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun
commit to user Tabel II. 1
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp50.000.000,-
Di atas Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- Di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp500.000.000,- Di atas Rp500.000.000,-
5% 15% 25% 30%
Memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dibagi menjadi
beberapa tarif, sebagai berikut:
a) Tarif Progresif-Progresif: kenaikan persentase pajaknya semakin
besar;
b) Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentase pajaknya tetap;
c) Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentase pajaknya semakin
kecil.
3. Tarif Pajak Degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin
menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak
menjadi semakin besar.
4. Tarif Pajak Tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama
besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan
pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang adalah tetap.
commit to user
g. Pembagian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas dalam bukunya
Perpajakan Indonesia (2003: 13) dibagi menjadi 3:
1. Menurut golongan:
a) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsug Wajib
Pajak yang bersangkutan.
b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain.
2. Menurut sifat:
a) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut lembaga pemungutannya:
a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
h. Pengertian Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
commit to user
kabupaten/ kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing (Resmi, 2007: 9).
Kriteria Pajak Daerah secara spesifik diuraikan oleh K. J. Davey (1988)
“Financing Regional Government” yang terdiri dari (Prakoso, 2003: 2):
1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan dari daerah.
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat tetapi
penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
3. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh Pemerintah Daerah.
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat
tetapi pungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah.
Jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri:
1) Pajak Propinsi, terdiri dari:
a) Pajak Kendaraan Bermotor;
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d) Pajak Air Permukaan;
e) Pajak Rokok.
2) Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari:
a) Pajak Hotel;
b) Pajak Restoran;
commit to user d) Pajak Reklame;
e) Pajak Penerangan Jalan;
f)Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g) Pajak Parkir;
h) Pajak Air Tanah;
i) Pajak Sarang Burung Walet;
j)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Pajak Restoran
a. Obyek dan Subyek Pajak Restoran
Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan atas penjualan makanan
dan atau minuman yang disediakan di restoran dengan pembayaran.
Adapun yang termasuk obyek pajak restoran yaitu, Rumah Makan,
Cafe, Bar, Pub, Karaoke, Diskotik, Warung Makan, Kaki Lima/ Tenda,
dan dan lain-lain usaha sejenis yang ditetapkan dengan Keputusan
Walikota. Dikecualikan dari obyek pajak adalah pelayanan usaha jasa
boga atau katering dan pelayanan yang disediakan oleh restoran atau
rumah makan yang peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang
ditetapkan Walikota. Subyek pajak restoran adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan
dan atau minuman di restoran. Wajib Pajak Restoran adalah pengusaha
restoran, dimana pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan
commit to user
atau atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya (Peraturan
Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002).
b. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Restoran
Berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun
2002, dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan subyek pajak kepada restoran atas pelayanan yang diberikan.
Tarif pajak restoran ditetapkan dalam dua kategori, yaitu:
1) Kategori A adalah restoran atau rumah makan yang memiliki
fasilitas minimal berupa konstruksi bangunan permanen dan atau
semi permanen dikenakan pajak sebesar 10%.
2) Kategori B adalah rumah makan yang maksimal memiliki fasilitas
konstruksi bangunan berupa tenda atau knock down dikenakan pajak
sebesar 5%.
Besarnya pajak yang terutang dapat dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
subyek pajak kepada restoran atas pelayanan yang diberikan. Saat
terutangnya pajak adalah pada saat pelayanan atas penjualan makanan
dan atau minuman di restoran.
c. Tata Cara Pemungutan Pajak Restoran (Peraturan Daerah Daerah Kota
Surakarta No. 10 tahun 2002)
Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah dan pemungutan
pajak tidak dapat diborongkan. Yang dimaksud dengan pemungutan
commit to user
pajak terutang, kegiatan pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan
pajak.
a) Pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut berdasarkan
penetapan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
b) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan
menggunakan SPTPD, SKPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT.
c) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan
menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan.
d) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di atas, dapat
diterbitkan STPD, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan
Keberatan dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan
penyetoran pajak.
e) Tata Cara Penerbitan, Pengisian dan Penyampaian Surat Ketetapan
diatur dengan Keputusan Walikota, kecuali Banding Pajak.
d. Prosedur Pembayaran Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun
2002, pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD,
SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Apabila pembayaran pajak
dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus
disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 X 24 jam atau dalam
waktu yang ditentukan oleh Walikota. Pembayaran pajak baik yang
commit to user
ditunjuk harus dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pembayaran
pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas paling lambat 10 (sepuluh)
hari setelah berakhirnya masa pajak. Walikota atau Pejabat dapat
memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak
terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan
yang ditentukan, misalnya Wajib Pajak mengalami keadaan di luar
kekuasaannya (kehilangan dan/ atau musibah lainnya).
3. Pajak Restoran Jenis Warungan (PKL)
Pedagang Kaki Lima diidentikkan dengan penjual yang
menggunakan gerobak sebagai media untuk berjualan. Seiring dengan
perkembangannya, karakteristik PKL adalah semua pelayanan penjualan
makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli di tempat
pelayanan.
a) Prosedur Pendaftaran dan Pendataan PKL:
1) Petugas mendatangi wajib pajak. Petugas menyerahkan blangko
pendataan, yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk
diisi oleh wajib pajak. SPTPD Wajib Pajak Restoran berisi identitas
pengusaha, data usaha, dan catatan kesanggupan.
2) Wajib Pajak mengisi SPTPD tersebut sesuai dengan data objek
pajaknya. Setelah diisi, SPTPD diserahkan kepada petugas.
3) Petugas menyerahkan ke Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan
commit to user
4) Setelah disetujui oleh DPPKA, data diolah oleh Sub Dinas
Penetapan untuk menetapkan objek pajak berdasarkan jumlah omset
setiap bulan dikalikan dengan tarif menurut ketentuan Peraturan
Daerah yang berlaku.
b) Prosedur Penentuan Basarnya Pajak yang Terutang
1) Sub Dinas Penetapan menentukan besarnya pajak terutang yang
ditetapkan berdasarkan SPTPD yang telah diterbitkan sebelumnya.
Jumlah pajak yang terutang dihitung berdasarkan jumlah omset yang
diterima setiap bulan dikalikan dengan besarnya tarif menurut
ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku.
2) Sub Dinas Penetapan/ Perhitungan kemudian menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) rangkap lima atas perhitungan
tersebut. Lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk
Subdinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi sebagai arsip
tetap, lembar ketiga untuk Subdinas Penetapan sebagai arsip tetap,
lembar keempat untuk Subdinas Pembukuan dan lembar kelima
untuk bendahara penerimaan DPPKA.
c) Prosedur Pembayaran Pajak restoran (Warungan) Dengan Surat Setoran
DPD II 20:
1) Petugas pemungut mendatangi wajib pajak restoran (warungan).
2) Petugas pemungut menyerahkan DPD II 20 kecil kepada wajib pajak
commit to user
lembar pertama untuk wajib pajak dan lembar kedua untuk arsip
tetap UPTD.
3) Wajib pajak membayar jumlah pajak yang terutang berdasarkan
DPD II 20 kecil tersebut. Petugas pemungut kemudian merekap
DPD II 20 kecil lembar kedua ke dalam Laporan Harian. Setelah itu
petugas pemungut mengisi DPD II 20 besar berdasar DPD II 20
kecil. DPD II 20 besar dibuat rangkap lima, lembar pertama
berwarna putih untuk wajib pajak, lembar kedua berwarna merah
untuk Kas Daerah, lembar ketiga berwarna hijau untuk Sub Dinas
Penetapan, lembar keempat berwarna kuning untuk Sub Dinas
Pembukuan, dan lembar kelima berwarna biru untuk UPTD (DPD II
20 besar lembar pertama diserahkan kepada wajib pajak setelah di
kas register/ pada bulan berikutnya).
4) DPD II 20 besar diserahkan ke Bendahara Pembantu Penerima
(BPP) di UPTD.
5) Petugas pemungut menyerahkan uang dan DPD II 20 besar kepada
Bendahara Khusus Pembantu (BKP) di DPPKA Surakarta.
6) DPD II 20 divalidasi dengan cara online oleh UPTD. Dengan cara
ini, jumlah pajak terutang atau jumlah uang yang dihimpun oleh
UPTD secara otomatis sudah masuk ke Kas Daerah.
d) Prosedur Pembayaran dan Penyetoran Pajak restoran (Warungan)
Dengan Karcis:
commit to user 2) Porporasi ke bagian porporasi.
3) Petugas UPTD memungut pajak menggunakan karcis dan Wajib
Pajak (warungan) diberi bukti pembayaran berupa karcis tersebut.
4) Petugas merekap pungutan pajak dalam satu hari tersebut kemudian
mengecek kesesuaian antara uang dengan karcis yang dikeluarkan.
5) Uang diserahkan ke Bendahara Pembantu Penerima (BPP) di
UPTD.
6) Bukti setoran yang diterima oleh petugas dilaporkan ke Bendahara
Khusus Pembantu (BKP) di DPPKA Surakarta.
7) Bukti setoran divalidasi dengan cara online oleh UPTD. Dengan cara
ini, jumlah pajak terutang atau jumlah uang yang dihimpun oleh
UPTD secara otomatis sudah masuk ke Kas Daerah.
B. PEMBAHASAN MASALAH
1. Pencapaian Target Berdasarkan Realisasi Pajak Restoran, Khususnya
PKL yang Telah Diperoleh DPPKA Kota Surakarta
Pihak DPPKA Kota Surakarta setiap tahunnya menerima laporan
realisasi penerimaan Pajak Restoran, khususnya PKL dari masing-masing
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kota Surakarta. UPTD I
bertanggungjawab atas Kecamatan Banjarsari, UPTD II bertanggungjawab
atas Kecamatan Jebres dan Pasar Kliwon, UPTD III bertanggungjawab
atas Kecamatan Laweyan dan Serengan. Dalam proses realisasinya, target
commit to user
tercapai. Apabila realisasi dapat melebihi target maka tahun berikutnya
Pemerintah Daerah dapat meningkatkan lagi target yang ingin dicapai
berdasarkan analisis kondisi dan kemampuan. Sebaliknya, apabila realisasi
kurang dari target yang ditetapkan maka dapat menjadi koreksi Pemerintah
daerah tentang langkah-langkah yang harus ditempuh guna mencapai
target yang telah ditentukan.
Tabel II. 2
Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan)
UPTD Wilayah I DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari (dalam Rupiah)
Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)
2009 49.307.330 47.163.000 (2.144.330)
2010 54.716.997 50.202.000 (4.514.997)
2011 49.824.000 11.358.000 (38.466.000)
Sumber: UPTD I DPPKA Kota Surakarta
Tabel II. 3
Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Jebres
(dalam Rupiah)
Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)
2009 44.089.759 40.563.000 (3.526.759)
2010 39.486.493 44.729.000 5.242.507
2011 43.288.500 11.360.000 (31.928.500)
commit to user Tabel II. 4
Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan)
UPTD Wilayah II DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Pasar Kliwon (dalam Rupiah)
Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)
2009 37.228.015 41.315.500 4.087.485
2010 42.243.214 50.307.500 8.064.286
2011 49.486.024 13.052.000 (36.434.024)
Sumber: UPTD II DPPKA Kota Surakarta
Tabel II. 5
Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah III DPPKA Kota Surakarta
Kecamatan Laweyan dan Serengan (dalam Rupiah)
Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)
2009 70.771.638 80.968.800 10.197.162
2010 100.408.511 67.466.000 (32.942.511)
2011 90.247.886 20.607.500 (69.640.386)
Sumber: UPTD III DPPKA Kota Surakarta
Berdasarkan Tabel II. 2 di atas, wilayah Kecamatan Banjarsari
pada tahun 2009 dan 2010 penerimaan pajak restoran yang berasal dari
PKL tidak bisa mencapai target. Realisasi penerimaan pada tahun 2011
(per Maret) baru sebesar Rp11.358.000,-. Tabel II. 3 adalah penerimaan
pajak restoran di wilayah Kecamatan Jebres pada tahun 2009 realisasi
penerimaan pajaknya tidak mencapai target, pada tahun 2010 realisasi
penerimaannya dapat melebihi target sebesar Rp5.242.507,- dan pada
commit to user
Kecamatan Pasar Kliwon ditunjukkan oleh Tabel II. 4, pada tahun 2009
dan 2010 Kecamatan Pasar Kliwon realisasi penerimaan pajaknya dapat
melebihi target yang telah direncanakan. Tahun 2009 surplus
Rp4.087.485,- , tahun 2010 meningkat menjadi Rp8.064.286,- dan tahun
2011 (per Maret) realisasinya baru sebesar Rp13.052.000,-. Tabel II. 5
adalah penerimaan pajak restoran (warungan) di Kecamatan Laweyan dan
Serengan, pada tahun 2009 realisasinya melebihi target sebesar Rp.
10.197.162,-. Pada tahun 2010 mengalami penurunan karena target tidak
tercapai dan tahun 2011 (per Maret) realisasinya baru sebesar
Rp20.607.500,-.
Gambar II. 1
Grafik Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) Kota Surakarta
Grafik di atas menunjukkan rata-rata penerimaan pajak restoran
yang berasal dari PKL pada tahun 2009, 2010, dan 2011 (per Maret).
commit to user
wilayah Jebres sebesar Rp32.217.333,- sedangkan wilayah Pasar Kliwon
sebesar Rp34.891.667,-. Penerimaan pajak restoran (warungan) yang
tertinggi yaitu Rp56.347.433,- adalah Wilayah Laweyan dan Serengan.
2. Faktor yang Memicu Ketidakkonsistenan Populasi PKL dan
Dampaknya Terhadap Penerimaan Pajak Restoran
Berikut adalah tabel populasi PKL di Kota Surakarta tahun 2009
sampai dengan bulan Maret 2011.
Gambar II. 2
commit to user Tabel II. 6
Populasi PKL di Kota Surakarta
Wilayah 2009 2010 2011
Banjarsari 192 180 185
Jebres 169 136 158
Pasar Kliwon 152 164 161
Laweyan dan Serengan 291 296 278
Sumber: UPTD I, II, III DPPKA Kota Surakarta
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan wawancara dengan
pegawai UPTD DPPKA Kota Surakarta, faktor-faktor yang menyebabkan
ketidakkonsistenan populasi PKL yaitu:
a) Krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadi faktor terus
meningkatnya jumlah PKL. Peningkatan itu sebagai dampak negatif
dari Pemerintah daerah yang tidak mampu menyediakan lapangan
pekerjaan guna menampung tenaga kerja yang jumlahnya sangat
banyak. Krisis berkepanjangan yang berdampak pada banyaknya angka
pemutusan hubungan kerja pada industri khususnya di Surakarta,
membuat usaha PKL jadi pilihan memungkinkan untuk bertahan hidup.
Keharusan untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga, usaha
yang mudah dilakukan dan dijalankan, tidak membutuhkan modal
besar, tidak membutuhkan keterampilan dan keahlian khusus, tidak
terikat pada jam kerja atau waktu, dan keinginan berwirausaha tanpa
campur tangan pihak lain adalah alasan masyarakat membuka usaha
commit to user
b) Pedagang Kaki Lima dalam kehidupannya memunculkan berbagai
permasalahan bagi ketertiban Kota Surakarta. Aktivitasnya sering
dianggap menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat
serta sering dipojokkan sebagai penyebab timbulnya berbagai
permasalahan seperti mengganggu pergerakan pejalan kaki atau
menyebabkan kemacetan lalu lintas. Penanganan PKL cenderung
bersifat represif melalui penggusuran, sementara penataan atau relokasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta dirasakan oleh
PKL terlalu tergesa-gesa serta tidak memperhatikan aspek strategis bagi
PKL. Potensi dagang di wilayah yang baru sangat tidak menguntungkan
bagi para PKL, mereka merasa tempat yang disediakan kurang tepat
bahkan tidak sesuai dengan keadaan yang diharapkan oleh PKL sendiri.
Selain itu, jenis usaha PKL yang tidak diterima di pasar,
ketidakmampuan PKL bersaing dalam menyajikan makanan dan
minuman, harga yang kompetitif, dan menarik minat pembeli
menyebabkan banyak PKL yang gulung tikar.
Pajak yang hanya dipungut dengan menggunakan karcis atau DPD
II 20 sebesar Rp1.000,- sampai dengan Rp10.000,- per hari, PKL mampu
memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak restoran yang tidak
sedikit bagi Kota Surakarta. Ketidakkonsistenan populasi PKL menjadi
salah satu faktor penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL pada
wilayah dan tahun tertentu meningkat atau menurun karena tidak bisa
commit to user
3. Kendala yang Dihadapi Dalam Pemungutan Pajak Restoran
Khususnya yang Berasal Dari PKL
Berdasarkan hasil interview/ wawancara dengan pegawai UPTD
DPPKA Kota Surakarta yang bertugas memungut pajak restoran
khususnya yang berasal dari PKL, kendala yang dihadapi pada saat
pemungutan yaitu:
a) Cuaca
Pada saat hujan, pedagang kaki lima kebanyakan tidak mau dipungut
pajak. Alasan mereka adalah terganggunya omset penjualan,
penghasilan yang didapatkan hanya sedikit karena sepi oleh pembeli.
b) Kelangsungan usaha
Persaingan antar pedagang yang menyelenggarakan usaha sejenis
menyebabkan tidak stabilnya kelangsungan usaha PKL. Dibutuhkan
inovasi, kreatifitas, dan harga kompetitif untuk menarik minat pembeli.
Tidak sedikit PKL yang tiba-tiba menutup usahanya karena bangkrut.
Bagi pedagang kaki lima yang sukses, mereka akan mengembangkan
usahanya dengan membuka Rumah Makan.
c) Penataan
Penataan atau pengaturan cenderung mengabaikan karakter
masing-masing bidang usaha PKL sendiri, yaitu menempatkan PKL pada posisi
yang tidak strategis dan menyebabkan dagangan mereka tidak laku.
Akhirnya mereka kembali ke tempat asal, mencari tempat lain atau
commit to user d) Tindakan kecurangan yang dilakukan PKL
Beberapa pedagang kaki lima berusaha menghindari petugas pada saat
pemungutan pajak sehingga mereka berhasil lolos dan tidak perlu
membayar pajak.
e) Masing-masing individu kurang sadar pajak
PKL dipungut retribusi dan pajak restoran. Seringkali mereka hanya
membayar retribusi dan mengabaikan pajak. Kebanyakan PKL
beranggapan bahwa membayar pajak hanya akan mengurangi
penghasilan mereka setiap harinya. Hal ini disebabkan karena kurang
informasi dan pemahaman sehingga PKL acuh saat dipungut pajak.
4. Upaya Dari Pihak UPTD DPPKA Surakarta Dalam Melakukan
Pemungutan Pajak Restoran Khususnya yang Berasal Dari PKL
Untuk Mencapai Target Pendapatan Daerah Kota Surakarta
Berdasarkan hasil interview/ wawancara dengan pegawai UPTD
DPPKA Kota Surakarta yang bertugas memungut pajak restoran
khususnya yang berasal dari PKL, upaya yang telah dilakukan dalam
pemungutan untuk mencapai target Pendapatan Daerah yaitu:
a) Petugas UPTD memungut pajak harian atau mingguan tergantung
kesepakatan dengan PKL. Hal ini diharapkan agar PKL tetap bersedia