• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 622 M. Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan disambut dengan baik oleh penduduk kota tersebut. Dukungan ini tidak diperoleh secara tiba-tiba, tapi diawali dengan kesepakatan-kesepakatan mereka dengan Nabi ketika masih berada di Mekkah, kemudian tumbuh dengan perlahan-lahan. Namun, dukungan itu belum membuat posisi Nabi benar-benar mantap, karena penduduk Madinah terbagi ke dalam kelompok-kelompok sosial yang saling berbeda dalam cara pikir dan kepentingan (Pulungan, 1996: 87).

Madinah didiami oleh berbagai golongan suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda-beda. Masyarakat Madinah yang majemuk terdiri dari kaum muslimin (kaum Anshar dan Muhajirin), bangsa Yahudi (bani Quraizah, bani Nadhir, dan bani Qoinuqo‟, dan

bangsa Arab yang belum memeluk Islam (Abidin, 1975: 93). Kemajemukan ini bertambah kompleks setelah sebagian penduduknya memeluk agama Islam dan setelah Nabi Muhammad beserta pengikutnya dari Mekkah hijrah ke kota Madinah. Heterogenitas penduduk Madinah tidak hanya didasarkan atas perbedaan agama dan keyakinan tetapi juga dalam hal etnis, bangsa, asal daerah, kelas sosial serta adat kebiasaan. Hal ini yang menyebabkan tiap golongan memiliki corak pikir dan bertindak sesuai dengan filosofi hidup dan kepentingannya. Faktor-faktor ini pulalah yang tampaknya sering mengakibatkan mudahnya timbul konflik di antara mereka.

(2)

Tipe masyarakat demikian memerlukan penataan dan pengendalian sosial-politik secara bijak dengan membuat undang-undang dan peraturan yang dapat menciptakan rasa aman, damai atas dasar keserasian dan keadilan, serta dapat diterima seluruh golongan. Ideologi yang dibangun oleh Nabi adalah ideologi pemersatu dengan bahasa yang bisa diterima oleh berbagai pihak yaitu kemanusiaan.

Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan bukan saja sebagai kepala agama tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terdapat dua kekuasaan, yaitu kekuasaan spiritual dan kekuasan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala Negara (Yatim, 1998:25). Nabi membuat penataan dan pengendalian sosial yang mengatur hubungan antar golongan dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan agama yang melahirkan sebuah piagam yang disebut dengan Piagam Madinah (PM), dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Membangun masjid yang selain sebagai tempat ibadah juga digunakan sebagai tempat musyawarah.

2. Menciptakan persaudaraan yang nyata antara orang Islam Madinah dan Mekkah. Untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan, kelompok kaum mukminin dipersaudarakan atas dasar akidah yang intinya adalah kasih sayang dan kerjasama. Dengan cara itu, mereka semakin kokoh karena tidak ada lagi perbedaan antara pendatang (Muhajirin) dan pribumi (Anshar). Bahkan, ikatan mereka melebihi ikatan kekeluargaan. Dalam hal ini Alqur‟an QS. Al Hasyr: 9

(3)

sekalipun mereka membutuhkan apa yang mereka berikan itu”. Dan QS. Al Hujurat: 10 "Sesungguhnya orang-orang Mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."

3. Membuat perjanjian tertulis atau piagam yang ditujukan untuk seluruh penduduk Madinah (Pulungan, 1996:63-64).

PM ini merupakan sebuah naskah perjanjian yang sangat dikenal di dunia Islam sebab naskah ini merupakan sebuah perjanjian pertama dalam sejarah yang pernah ditulis oleh Nabi Muhammad SAW pada masa awal Islam di Madinah (Sukardja, 1995: 11). PM dalam bahasa Arab disebut

ح٘٣ذُٔا حل٤ذص

/ṣaḥīfah al-madinahl/ berasal dari nama sebuah kota yaitu Madinah di mana piagam ini dibuat

dan digunakan.

Pembuatan PM ini dilatarbelakangi karena adanya konflik eksternal yang cenderung tidak pernah selesai di antara suku-suku yang ada di Madinah pada masa itu (Ibn Hisyam, 2014: 34). Sebagai upaya untuk mendamaikan konflik yang ada di dalam masyarakat, maka diperlukan adanya sebuah peraturan yang tertulis yang mampu mengakomodasi semua kepentingan masyarakat yang berbeda (Madjid, 1992:48).

Secara umum dapat dikemukakan bahwa PM ini ditulis dalam bahasa Arab berisi tentang masalah politik, agama, sosial, ekonomi dan pertahanan, yang mana ketika itu sangat dibutuhkan bagi kelangsungan perdamaian bagi masyarakat yang berbeda kepentingan di Madinah (Hamidullah, 1968: 20).

(4)

Anshar. Orang-orang yang mengikuti mereka, menyusul mereka, dan beijuang bersama mereka, adalah suatu umat yang satu.

PM ini juga merupakan hal baru dalam sejarah perpolitikan di Jazirah Arab, dimana Nabi Muhammad SAW sebagai pimpinan negara Madinah menyebut kaumnya dengan sebutan keumatan (dulunya disebut dengan sebutan kesukuan) yang mencakup semua orang yang mau menganut agama yang baru (Islam) (Ash-shalabi, 2012:339). Seperti yang ada pada teks pasal 1 PM yang menyebutkan bahwa ummatun wahidatun yang berarti umat yang satu (pasal 1). Al Qur‟an juga mempertegas istilah umat yang satu dalam surat Al-Anbiyaa ayat 92 :



















/inna hazihi ummatukum ummatan wahidatan wa ana rabbukum fa buduni/ yang berarti “sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.”

Isu dan fenomena yang saat ini sedang menimpa dunia Islam secara keseluruhan, yaitu tentang terorisme tampaknya belum menemui tanda-tanda akan adanya pergeseran atau kemungkinan perubahan persepsi di kalangan dunia internasional. Mulai lunturnya nilai-nilai universal, moral dan humanisme (persamaan, toleransi, tolong menolong, pluralisme) dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, terutama dalam ruang lingkup hablun min an-naas. Peneliti berharap nilai-nilai yang hampir luntur itu dibangkitkan kembali melalui penelaahan sejarah Islam, salah satunya adalah penelahaan Piagam Madinah yang sarat-akan nilai-nilai itu.

(5)

kelompok yang berkonflik tetapi juga mengandung konteks sosial yang sangat penting untuk diungkap, terutama dalam pendekatan telaah wacana linguistik. Upaya pengkajian lebih mendalam tentang konteks sosial ini diharapkan mampu menjelaskan apa dan bagaimana peristiwa yang teijadi ketika itu. Lebih dari pada itu, konteks sosial yang ada di dalam teks PM ini juga berkaitan dengan unsur sistem nilai yang dianut masing-masing kelompok yang menjadi sasaran dari PM tersebut.

Dalam perspektif Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), bahasa dipandang sebagai sebuah sistem arti dan sistem bentuk yang diekspresikan untuk menjelaskan apa yang terkandung dalam sebuah teks. LSF memandang bahwa bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu untuk memaparkan nilai pengalaman (fungsi idealis), mempertukarkan pengalaman (fungsi antar persona), dan merangkai pengalaman (fungsi tekstual) yang ada di dalam teks (Santoso, 2008: 12). Secara teknis, LSF merupakan sebuah kerangka kerja analisis wacana yang melihat adanya hubungan antara satu dengan lainnya dengan menempatkan bahasa sebagai sistem semiotik, fungsional dan kontekstual yang dalam hal ini teks PM mempunyai kaitan penting dengan kehidupan umat Islam saat ini karena berkaitan dengan peristiwa sejarah besar yaitu hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Yasrib (yang sekarang Madinah). Disamping teks PM tersebut mengandung nilai-nilai tatanan kehidupan bermasyarakat yang penuh toleransi antar etnik (Muhajirin dan Anshor), teks ini juga memiliki aturan perundang- undangan dalam bermasyarakat, politik perdamaian, HAM, dan kepemimpinan negara yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat Islam untuk mengungkap realisasi fungsi experiensial dan konteks sosial yaitu konteks situasi, budaya, dan idologi pada

(6)

teks PM tersebut.

Eksperiensial bahasa menggambarkan pengalaman manusia. Manusia dengan inderanya menyaksikan realitas yang terjadi di dalam alam, masyarakat yang disebut juga dengan sebagai sosial semesta, dan dirinya sendiri. Pengalaman tentang alam dan sosial semesta, yang berupa realitas dan bukan pengalaman linguistik, perlu diwujudkan dalam pengalaman linguistik agar dapat dipahami atau dipertukarkan dengan pengalaman orang lain. Mekanisme yang digunakan secara konvensional agar realitas dalam alam dan sosial semesta itu wujud sebagai pengalaman linguistik adalah merealisasikan pengalaman dalam satu unit pengalaman. Satu unit pengalaman disebut dengan klausa yang terdiri atas tiga unsur atau konfigurasi, yaitu (l) Proses, yakni kegiatan, peristiwa, atau kejadian; (2) Pertisipan, yakni orang atau benda terlibat atau terbabit dalam proses itu dan; (3) Sirkumstan, yakni lingkungan (environtment) terjadinya proses yang melibatkan partisipan itu (Saragih, 2011: 87)

Kesatuan tiga unsur itu dalam satu unit pengalaman disebut klausa dan secara teknis realisasi penggambaran pengalaman itu dalam semiotik bahasa disebut dengan transitivitas (transitivity).

Untuk memudahkan pemahaman PM dalam perspektif LSF, berikut ini akan dijelaskan secara singkat pasal 1 PM yang menyebutkan:

طاُ٘ا ٕٝد ٖٓ جذداٝ حٓأ ْٜٗأ

/annahum ummatun wāḥidatun min dūni an-nāsi/ yang artinya „sesungguhnya mereka satu umat lain dari (komunitas) manusia lain‟.

Realisasi eksperiensial pada klausa

طاُ٘ا ٕٝد ٖٓ جذداٝ حٓأ ْٜٗأ

/annahum

(7)

umat yang satu‟ yaitu :

PASAL 1

طاُ٘ا

ٕٝد

ٖٓ

جذداٝ

حٓأ

ْٛ

ٕأ

an-nāsi Dūni min wāḥidatun ummatun hum anna

manusia Lain dari Satu Umat mereka sesungguh nya *Sesungguhnya mereka adalah satu umat dari (komunitas) manusia lain‟

Atribut/Relasional nilai bentuk

Konteks situasi terdiri atas medan (field) yaitu apa yang dibicarakan, pelibat (tenor) yaitu siapa yang membicarakan suatu bahasan, dan cara (mode)

yaitu bagaimana pembicaraan itu dilakukan (Saragih : 2008). Konteks budaya

mengontrol medan, pelibat, sarana dan tujuan. Produk pemakaian bahasa yang didasarkan pada budaya diistilahkan sebagai genre. (Saragih, 2011: 206). Sementara itu, konteks idiologi (Sinar: 2010) merupakan pemahaman atau kepercayaan, nilai yang dianut atau dipakai bersama oleh masyarakat. Kress (1993) mengatakan idiologi dapat tercipta dengan adanya pengaruh kekuasaan terhadap sejarah politik, sistem masyarakat, nilai, sastra dan budaya sehingga meyakini suatu “konsep”.

Bila dilihat dari konteks sosial, teks di atas terdiri dari konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi. Konteks situasi dari ayat di atas terdiri dari (1) field atau medan wacana yakni perbedaan yang terdapat dalam ungkapan di atas (2) tenor atau pelibat wacana yakni mereka umat dan manusia lain (3) mode atau sarana yang terdapat dari ungkapan di atas adalah keinginan untuk penyatuan perbedaan. Dilihat dari konteks budaya pasal 1 PM tersebut, sasaran (goal) adalah

(8)

Sedangkan konteks ideologi yang terdapat dari ungkapan di atas adalah agama (dien).

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas, tentu saja penelitian PM ini sangat menarik untuk dilakukan dalam perspektif LSF, terutama untuk mengungkapkan konteks sosial dalam teks tersebut. Dalam kaitan ini, penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan PM dengan pendekatan analisis LSF. Dalam kajian teks PM ini, peneliti akan membatasi kajian pada analisis konteks situasi, budaya, ideologi dan realisasi fungsi eksperiensial pada 47 pasal PM.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus utama penelitian ini adalah;

(1) Bagaimana realisasi eksperiensial bahasa dalam teks PM?

(2) Bagaimana konteks sosial (konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi) dalam teks PM?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

(1) Mendiskripsikan realisasi fungsi eksperiensial dalam teks PM.

(2) Mendeskripsikan konteks sosial (konteks situasi, konteks budaya dan konteks ideologi) dalam teks PM.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum mengandung dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

(9)

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini merupakan upaya pengkajian PM dengan pendekatan LSF guna memperkaya kajian yang berkaitan tentang LSF;

2. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan teori baru dengan pendekatan LSF dengan berupaya menganalisis teks Arab yang berbeda dengan dengan teks lainnya.

3. Menambah referensi ilmiah dalam pengembangan bahasa 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperkaya pengetahuan peneliti dan pembaca dalam bidang kajian analisis teks Arab yang dikaitkan dengan pendekatan LSF.

2. Penelitian ini juga sebagai kajian awal bagi peneliti dalam bidang kajian analisis teks Arab dan diharapkan untuk diteliti lebih mendalam pada penelitian lanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari mengucapkan terima kasih atas partisipasi jemaat baik dalam bentuk doa, pemikiran, tenaga, dan dana yang disalurkan melalui Kelker Sadana,

• Aerasi & agitasi merupakan hal yg penting dlm memproduksi sel-sel khamir dan bakteri. • u/ pertumbuhan secara aerobik, suplai oksigen merupakan faktor terpenting

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Ukuran yang telah ditetapkan untuk purse seine bertali kerut dengan alat bantu penangkapan ikan (rumpon atau cahaya) dan ikan target tongkol atau cakalang memiliki panjang

Penelitian mengenai faktor-faktor kondisi yang mendukung kontinuitas aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Lampung telah dilakukan pada Bulan Agustus 2009.

7) Terlaksananya Tes mutasi PNS yang masuk ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah 7) 250 orang 8) Terlaksananya Pemberkasan Pensiun PNS 8) 6 kegiatan 9) Terlaksanannya koordinasi

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: kecernaan bahan kering dan bahan organik relatif sama antara rumput kumpai segar dengan rumput

BENER MERIAH ACEH 772 10111605 SMP NEGERI TERPADU SEUMAYOEN NUSANTARA KAB. BENER