SMA NEGERI 3 BOYOLALI
(Literal Directive Speech Act in Exposition Text Learning in Class X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali)
Oleh/by
Siti Maesaroh SMA Negeri 3 Boyolali
Jalan Perintis Kemerdekaan, Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali Telepon 081548533920
Posel: [email protected] *) Diterima: 5 Juli 2017, Disetujui: 30 Agustus 2017
ABSTRAK
Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi antarmanusia, termasuk di dalamnya komunikasi antara guru dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam setiap komunikasi di kelas, guru dan siswa saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Setiap proses komunikasi memunculkan tindak tutur dalam satu situasi tutur. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran teks eksposisi di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. Strategi yang penulis pilih adalah langsung literal agar mempermudah pemahaman terhadap mitra tutur. Objek penelitian ini adalah tindak tutur guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah seorang guru yang mengajar bahasa Indonesia di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. Pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, perekaman, dan pencatatan. Hasil penelitian membuktikan bahwa bentuk tindak tutur direktif langsung literal yang dilakukan guru dalam pembelajaran teks eksposisi di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali berfungsi untuk menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur direktif langsung literal yang dominan dilakukan guru dalam pembelajaran adalah menyuruh.
Kata Kunci: tindak tutur, direktif langsung literal, pembelajaran teks eksposisi.
ABSTRACT
Language is a means of social interaction or communication among people, including the communication among teachers and students in the teaching and learning activities in the classroom. In every classroom communication, the teacher and student convey information to each other that can be thoughts, ideas, intentions, feelings, or emotions directly. Every communication process brings up acts of speech in a speech situation. This is what lies behind the author to do this study. The purpose of this study is to describe the forms of directive speech acts of the teacher in learning text exposition in Class X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. The strategy choosen by the author is literal direct to facilitate understanding towards the interlocutor. The object of this study is the speech acts of teachers and students in the learning process. The subject of this study is a teacher who teaches Indonesian in Class X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. The data are collected using observation, recording and noting methods. The result of the research proves that the form of literal direct directive speech act done by teacher in exposition text lesson in Class X IPS-3 SMA
Negeri 3 Boyolali serves to ask, to beg, to demand, to advise, and to challenge. The literal direct directive speech act that is dominant done by the teacher in learning is to order.
Keywords: speech act, literal direct directive, expository text learning. PENDAHULUAN
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Berbicara merupakan salah satu keterampilan produktif karena dapat memberikan informasi kepada pihak lain, baik lisan maupun tulisan. Pembelajaran di kelas merupakan salah satu kegiatan berbicara yang berbentuk dialog. Pada pembelajaran tersebut terjadi interaksi antara guru dan siswa. Saat pembelajaran terjadilah peristiwa tutur yang melibatkan peran aktif guru dan siswa dalam berinteraksi. Agar pembelajaran berhasil, seorang guru akan melakukan aktivitas yang menuntut tanggapan dari siswanya. Tindak tutur yang dilakukan oleh seorang guru akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.
Salah satu tolok ukur keefektifan komunikasi dalam pembelajaran di kelas adalah adanya tindak tutur yang dilakukan oleh guru dan siswa. Salah satu indikator keefektifan komunikasi dalam pembelajaran adalah terjadinya komunikasi multiarah, yaitu komunikasi yang melibatkan partisipasi guru dan siswa serta siswa dengan siswa lain. Jika dalam pembelajaran hanya sedikit ditemukan penggunaan tindak tutur oleh siswa, hal tersebut menunjukkan bahwa siswa bertindak pasif. Pembelajaran yang demikian, biasanya didominasi oleh guru. Begitu juga sebaliknya, jika dalam pembelajaran ditemukan berbagai variasi tindak tutur yang dilakukan oleh siswa dan guru, membuktikan bahwa guru dan para siswa bertindak aktif.
Pelaksanaan tindak tutur dalam pembelajaran di kelas dipengaruhi juga
oleh jenis kurikulum. Pada KTSP, guru masih perlu menyampaikan materi yang harus dikuasai siswa. Berbeda dengan K-13, siswa diharapkan bisa menemukan sendiri materi tanpa menunggu dari guru, sehingga peran guru hanya sebagai fasilitator saja. Namun, dalam pembelajaran tetap harus ada interaksi antara guru dan siswa dengan menggunakan tindak tutur tersebut.
Dalam penelitian di SMA Negeri 3 Boyolali, pada awalnya peneliti menemukan adanya kecenderungan komunikasi satu arah dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas X IPS-3. Saat guru menjelaskan materi, siswa banyak yang hanya mendengarkan penjelasan guru dan hanya sesekali menjawab pertanyaan serta melaksanakan apa yang diperintahkan guru dalam pembelajaran. Sebenarnya kalau dilihat dari jenis tindak tutur yang digunakan, guru sudah menggunakan tindak tutur yang variatif. Namun, peristiwa tutur dalam pembelajaran bahasa Indonesia tersebut didominasi oleh tindak tutur yang menuntut siswa melakukan apa yang disampaikan guru. Peristiwa tersebut disebut tindak tutur direktif.
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah tersebut, penelitian ini membahas permasalahan tentang jenis tindak tutur direktif langsung literal guru dalam pembelajaran Teks Eksposisi di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. Sesuai dengan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran teks eksposisi di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali.
Tindak tutur atau pertuturan adalah seluruh komponen bahasa dan nonbahasa yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut peserta di dalam percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat tersebut. Istilah tindak tutur dicetuskan oleh Austin (1962) melalui teorinya tentang tiga tingkat pertuturan, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Searle (1969) membagi pertuturan ilokusi menjadi lima kategori yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
Austin (dalam Chaer dan Agustina, 2004:35) menjelaskan bahwa tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutur ilokusi, dan (3) tindak tutur perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Contoh: “Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya.” Tindak tutur lokusi disebut juga tindak bahasa preposisi karena hanya berkaitan dengan makna. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifi kasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Contoh: “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat. Tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai yang dibawakan oleh preposisinya. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya)
”Mungkin ibu menderita penyakit jantu ng koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.
Berdasarkan maksud penutur (ilokusi). Tindak tutur dikelompokkan menjadi lima (Searle dalam Gunarwan, 1994:48). Tindak tutur tersebut adalah a) Tindak tutur representatif yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Misalnya, menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan. b) Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya, menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. c) Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu. Misalnya, memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan mengeluh. d) Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan dalam ujarannya. Misalnya, berjanji, bersumpah, dan mengancam. e) Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal yang baru. Misalnya, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberi maaf.
Menurut Wijana (1996:4), tindak tutur dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang secara langsung untuk memberitahukan sesuatu, menanyakan sesuatu, menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan.
Sedangkan tinaak tutur tidak langsung adalah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanafaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya.
Apabila tindak tutur langsung dan tidak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal, maka akan tercipta tindak tutur berikut: 1) Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. 2) Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. 3) Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. 4) Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.
Tindak tutur direktif menurut Searle (dalam Gunarwan, 1994:48) adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur agar petutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Maksud dilakukannya tindak tutur direktif adalah agar petutur melakukan suatu tindakan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Leech (1993:164) bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dirancang untuk mendorong mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Kasper (1994:26) mendefi nisikan tindak tutur direktif sebagai tindakan yang dilakukan sebagai alat agar lawan tutur melakukan suatu tindakan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan agar penutur melakukan sesuatu tindakan sebagaimana yang diujarkan oleh penutur.
Bach dan Harnish (dalam Syahrul, 2008:34) membagi tindak tutur direktif atas enam jenis, yaitu: 1) Kelompok permintaan, meliputi meminta, memohon, mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan. 2) Kelompok pertanyaan, meliputi bertanya, berinkuiri, dan menginterogasi. 3) Kelompok persyaratan, meliputi memerintah, mengomando, menuntut, mendikte, dan mensyaratkan, 4) Kelompok larangan, meliputi melarang dan membatasi, 5) Kelompok pengizinan, meliputi memberi izin, membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi. 6) Kelompok nasihat, meliputi menasihati,
memperingatkan, mengusulkan, membimbing, menyarankan, dan mendorong.
Tindak tutur direktif termasuk tindak tutur yang mempunyai jenis beragam. Keberagaman jenis tindak tutur tersebut tidak lepas dari efek yang ditimbulkan antara penutur dengan petutur untuk melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilihat dengan menuturkan pernyataan yang sopan sampai pada pernyataan kurang sopan.
Berdasarkan beberapa pendapat pakar kebahasaan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang digunakan penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif mencakup beberapa jenis, yakni meminta, melarang, memerintah, menyetujui, dan menasihati. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian teori jenis tindak tutur direktif yang digunakan Searle yang menjelaskan jenis tindak tutur direktif menjadi lima, yaitu menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan apa adanya tanpa ada rekayasa untuk menimbulkan gejala atau aspek tertentu. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan status objek penelitian pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini menginformasikan keadaan apa adanya tanpa rekayasa.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudaryanto (1992:62) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa tafsiran bahasa yang bisa yang dikatakan sifatnya seperti potret yaitu paparan seperti apa adanya. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Nazir (1988:63) yang menyebutkan bahwa tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Dengan demikian, kegiatan penelitian deskriptif tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga mencakup analisis interpretasi data.
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan siswa Kelas X IPS-3 sejumlah 36 siswa. Objek penelitiannya adalah dialog atau percakapan antara guru bahasa Indonesia dengan siswa Kelas X IPS-3 dalam pembelajaran teks eksposisi.
Data dalam penelitian ini adalah semua tindak tutur direktif yang dilakukan oleh guru bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan siswa dalam kelas, tepatnya di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali. Data penelitian berupa (1) Hasil pengamatan tindak tutur direktif guru bahasa Indonesia SMA Negeri Boyolali dalam pembelajaran, (2) Hasil pengamatan berupa respons siswa terhadap tindak tutur direktif guru bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Boyolali dalam pembelajaran. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah seorang guru yang mengajar bahasa Indonesia di Kelas X IPS-3 yang bernama Sri Hastuti, S.Pd. dan seluruh siswa kelas X IPS-3 yang berjumlah 36 siswa.
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti karena penelitilah yang menentukan sumber data dan merekamnya, sedangkan instrumen pendukungnya adalah blangko isian berupa format untuk mencatat data tindak tutur direktif guru, mengidentifi kasi, dan mengklasifi kasi semua tindak tutur direktif guru. Selain itu, juga digunakan alat perekam dan alat tulis untuk mendukung kelancaran proses penelitian yang dilakukan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) perekaman, (2) observasi, dan (3) pencatatan. Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek dalam suatu periode tertentu. Teknik observasi ini dilakukan dalam beberapa tahap.
Tahap pertama, menentukan SMA Negeri Boyolali sebagai latar penelitian. Latar penelitian dirumuskan berdasarkan tindak tutur guru ketika proses pembelajaran berlangsung. Tahap kedua, peneliti mengamati dengan teknik nonpartisipatif terhadap peserta tutur dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia, peneliti tidak terlibat langsung dalam proses interaksi. Peneliti hanya duduk di bagian belakang kelas mengamati interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali.
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah disediakan. Adapun hal yang diamati meliputi segala peristiwa, gejala, topik, waktu, respons siswa dan guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Peneliti berada di bagian belakang kelas untuk melakukan pengamatan terhadap tindak tutur siswa dan guru dalam pembelajaran. Selain melakukan pengamatan, peneliti juga melakukan perekaman tuturan guru dan siswa Kelas X IPS-3 SMA Negeri 3 Boyolali yang terjadi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia dengan alat perekam. Setelah dilakukan perekaman, hasil perekaman diklasifi kasikan dan diberi kode berdasarkan waktu perekaman, pokok bahasan, kelas, waktu, nama subjek, lalu ditranskripkan.
Pencatatan lapangan dimaksudkan untuk mencatat gejala atau peristiwa yang tidak dapat dijaring melalui observasi dan perekaman. Pencatatan lapangan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan observasi dan perekaman. Catatan lapangan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu catatan lapangan deskriptif dan catatan lapangan refl ektif (Bogdan dan Biklen, 1982:84-87). Catatan lapangan deskriptif
diperoleh peneliti dengan melakukan pencatatan tentang subjek penelitian dan situasi tutur. Catatan lapangan refl ektif diperoleh peneliti denagn cara melakukan pemikiran kembali atas maksud tuturan, memprediksi tuturan, dan hal-hal penting yang muncul. Dengan kata lain, catatan lapangan ini berfungsi untuk merekam data yang sebelumnya tidak terpikirkan, tetapi muncul ketika pengumpulan data berlangsung.
Observasi, perekaman, dan pencatatan lapangan ini menghasilkan data kesantunan tindak tutur direktif guru dalam interaksi belajar-mengajar di SMA Negeri 3 Boyolali dan berbagai hal yang terkait dengan tindak tutur (data nonverbal). Data mengenai tindak tutur beserta catatan nonverbal tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan transkripsi data. Instrumen utama bertugas untuk menyaring dan menilai data, serta menyimpulkan dan merumuskan hasil temuan (Bogdan dan Biklen, 1982).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah diadakan penghitungan, peneliti menyimpulkan bahwa jumlah tindak tutur direktif langsung literal yang teridentifi kasi dari peristiwa tutur guru bahasa Indonesia yang mengajar di Kelas X IPS-3 di SMA Negeri 3 Boyolali sebanyak 31 tindak tutur. Klasifi kasi bentuk tindak tutur sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan Searle yang terbagi menjadi lima jenis tindak tutur. Salah satunya adalah tindak tutur direktif, yakni tindak tutur yang digunakan penutur untuk meminta petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur itu. Tindak tutur direktif tersebut meliputi menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
Berdasarkan analisis data tindak tutur direktif guru diperoleh data tentang bentuk tindak tutur direktif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali, yaitu tindak tutur direktif langsung literal agar mempermudah pemahaman terhadap mitra tutur. Tindak tutur direktif langsung literal tersebut berfungsi menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur menyuruh adalah bentuk tindak tutur direktif yang paling banyak dilakukan guru dalam pembelajaran, yakni sebanyak 31 tindak tutur. Tindak tutur memohon ditemukan sebanyak 11 tindak tutur. Tindak tutur menuntut sebanyak 8 tuturan, tindak tutur menyuruh ditemukan 7 tuturan, dan terdapat 5 tindak tutur menantang.
Jenis tindak tutur direktif yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri Boyolali meliputi 1) menyuruh, 2) memohon, 3) menuntut, 4) menyarankan, dan 5) menantang. Berikut ini uraian jenis tutur direktif yang dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali.
a. Tindak tutur direktif dalam bentuk menyuruh
Bentuk tindak tutur direktif yang paling sering muncul adalah tindak tutur direktif menyuruh. Bentuk menyuruh ini digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur itu. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk menyuruh siswa agar aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menyuruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali dapat dilihat pada contoh pernyataan berikut.
(1) Guru : Anak-anak, pembelajaran kali ini kita awali dengan mendengarkan pidato. Dengarkan pidato yang akan ibu sampaikan dan cermati isi pidatonya agar kalian bisa menjawab pertanyaan pada halaman 5!
Siswa : Ya Bu.
Guru : Risal, persiapkan perhatianmu pada pidato ini , kok malah ngrumpi. Kamu nanti tidak akan bisa memahami isi pidatonya kalau asyik bicara sendiri!
Risal : Ya Bu, maaf Bu.
(2) Guru : Eksposisi dikembangkan berdasarkan gagasan pokok yang dinyatakan dalam tesis atau pernyataan pendapat. Untuk menguatkan pendapat tersebut digunakanlah argumen-argumen. Nah, saatnya sekarang kalian tentukan gagasan pokok dan gagasan penjelas dari teks “Pembangunan dan Kerusakan Lingkungan”.
Siswa : Gagasan pokok dan gagasan penjelas setiap paragraf Bu? Guru : Ya karena setiap paragraf
terbangun dari gagasan pokok dan gagasan penjelas. Siswa : Ya Bu (siswa menentukan
gagasan pokok dan gagasan penjelas)
Tindak tutur (1) merupakan tindak tutur menyuruh yang dilakukan oleh guru kepada siswa yang sedang sibuk bicara sendiri saat guru menyuruh siswa mendengarkan pidato, mencermati pidato, dan mempersiapkan perhatian.
Dalam konteks tersebut guru menyuruh Risal untuk menghentikan aktivitasnya. Penanda tindak tutur menyuruh pada tindak tutur (1) ini adalah bentuk perintah: dengarkan pidato, cermati isi pidatonya, dan persiapkan perhatianmu!
Adapun tindak tutur (2) dilakukan guru terhadap siswa untuk menyuruh siswa menentukan gagasan pokok dan gagasan penjelas teks seksposisi. Penanda tindak tutur menyuruh pada tindak tutur (2) tersebut adalah bentuk perintah: Nah, saatnya sekarang kalian tentukan gagasan pokok dan gagasan penjelas dari teks “Pembangunan dan Kerusakan Lingkungan!”
b. Tindak tutur direktif dalam bentuk memohon
Bentuk tindak tutur direktif memohon digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindk tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk meminta siswa agar berpastisipasi aktif dalam pembelajaran, termasuk dalam mengerjakan tugas. Tindak tutur direktif bentuk memohon cukup sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk memohon dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali dapat dilihat pada contoh pernyataan berikut.
(3) Guru : Anak-anak, kalian telah
memahami struktur teks eksposisi. Sekarang ibu mohon kalian sampaikan perbedaan dari ketiga bagian struktur teks eksposisi. Coba Thalita.
Talita : Bagian tesis berupa pendapat umum yang disampaikan
penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam teks, bagian argumentasi merupakan unsur penjelas untuk mendukung tesis yang disampaikan, dan bagian penegasan ulang merupakan bagaian yang bertujuan menegaskan pendapat awal serta menambah rekomendasi terhadap permasalahan yang diangkat.
Guru : Betul sekali jawabanmu
Talita. Bagaimana siswa yang lain, sudah paham juga kan perbedaan struktur dalam teks eksposisi?
Siswa : Sudah paham Bu.
(4) Guru : Dalam membenahi kesalahan bahasa teks laporan kalian harus menguasai kaidah bahasa Indonesia baku. Maka Ibu minta pada kalian untuk mempelajari dulu kaidah bahasa Indonesia baku dalam buku EYD.
Siswa : Ya Bu (membaca buku EYD atau mencari dari internet)
Tindak tutur (3) di atas adalah tindak tutur memohon. Tindak tutur tersebut dilakukan guru kepada Talita agar menyampaikan perbedaan ketiga bagian struktur teks eksposisi. Penanda tindak tutur memohon pada tindak tutur (3) tersebut adalah ibu mohon, sedangkan tindak tutur (4) merupakan tindak tutur yang dilakukan guru kepada siswa untuk mempelajari kaidah bahasa Indonesia baku dalam EYD. Penanda tindak tutur memohon pada tindak tutur (4) tersebut adalah ibu minta.
c. Tindak tutur direktif dalam bentuk menuntut
Tindak tutur direktif menuntut cukup sering dilakukan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali. Bentuk tindak tutur direktif menuntut digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk direktif ini untuk menuntut siswa agar aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menuntut dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali dapat dilihat pada contoh pernyataan berikut.
(5) Guru : Anak-anak, kegiatan pertama pada pembelajaran ini adalah menginterpretasi makna dalam teks eksposisi. Agar berhasil dalam kegiatan ini, kalian harus mamahami indikatornya terlebih dahulu.
Siswa : Siap Bu (memahami
indikator pada buku paket)
(6) Guru : Iqbal, teks eksposisimu
kok seperti ini. Dilihat dari strukturnya teks ini belum lengkap. Ibu tidak mau teks eksposisi yang strukturnya tidak lengkap.
Iqbal : Ya Bu, akan saya perbaiki dulu.
Tindak tutur (5) dan (6) adalah tindak tutur menuntut yang dilakukan oleh guru kepada siswa yang sedang mengikuti pembelajaran di kelas. Tindak tutur (5) dilakukan guru untuk menuntut siswa memahami indikator sebelum menginterpretasi makna dalam teks eksposisi. Penanda tindak tutur menuntut
pada tindak tutur (5) adalah bentuk kalian harus mamahami indikatornya terlebih dahulu. Tindak tutur menuntut juga terdapat pada tindak tutur (6). Pada tindak tutur tersebut guru tidak mau menerima teks eksposisi dari Iqbal yang belum lengkap. Guru menuntut kepada Iqbal agar memperbaiki teks eksposisinya yang belum lengkap. Penanda tindak tutur menuntut pada tindak tutur tersebut adalah Ibu tidak mau teks eksposisi yang strukturnya tidak lengkap.
d. Tindak tutur direktif dalam bentuk menyarankan
Bentuk tindak tutur direktif menyarankan digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan penutur dalam tindak tuturnya. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk tindak tutur direktif menyarankan agar siswa aktif dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif menyarankan ini cukup sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menyarankan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali dapat dilihat pada contoh pernyataan berikut.
(7) Guru : Alangkah baiknya kalau
anak-anak menyusun teks eksposisi disertai gambar dari objek yang diamati agar lebih menarik dan mempermudah pemahaman terhadap teks yang kamu tulis.
Siswa : Ya Bu insya Allah
(8) Guru : Ketika merevisi teks eksposisi, sebaiknya kalian menguasai tentang struktur dan isi serta kebahasaan teks eksposisi karena revisi teks
eksposisi dilihat dari struktur, isi, dan kebahasaannya. Siswa : (merevisi teks laporan pada
buku paket halaman 21)
Tindak tutur (7) dan (8) pada pernyataan di atas, merupakan tindak tutur menyarankan. Tindak tutur tersebut dilakukan oleh guru kepada siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Tindak tutur (7) dilakukan guru kepada siswa untuk menyarankan siswa menyertakan gambar dari objek yang diamati dalam menyusun teks eksposisi. Penanda tindak tutur menyarankan pada tindak tutur (7) adalah Alangkah baiknya kalau anak-anak menyusun teks eksposisi disertai gambar dari objek yang diamati. Tindak tutur (8) merupakan tindak tutur menyarankan yang dilakukan guru kepada siswa agar menguasai struktur dan isi serta kebahasaan dalam merevisi teks eksposisi. Penanda tindak tutur pada tindak tutur (8) adalah sebaiknya kalian menguasai tentang struktur dan isi serta kebahasaan teks eksposisi karena revisi teks eksposisi dilihat dari struktur, isi, dan kebahasaannya.
e. Tindak tutur direktif dalam bentuk menantang
Bentuk tindak tutur direktif menantang digunakan penutur untuk menyuruh petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Dalam pembelajaran di kelas, guru menggunakan bentuk tindak tutur direktif menantang untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran. Tindak tutur direktif menantang ini merupakan bentuk tindak tutur yang paling sedikit dilakukan guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali. Tindak tutur direktif guru yang berbentuk menantang dalam pembelajaran bahasa Indonesia Di
SMA Negeri 3 Boyolali dapat dilihat pada contoh pernyataan berikut.
(9) Guru : Ibnu, apa yang kamu lakukan, diskusi atau ngrumpi? Gimana kalau tugasmu tidak selesai? Siswa : Ya Bu, maaf saya akan diskusi
dengan sungguh-sungguh. (10) Guru : Anak-anak, kata terencana
termasuk jenis kata apa? Zila : Jenis kata benda Bu.
Guru : Yang benar, berani
membuktikannya?
Zila : Karena mendapatkan awalan ter-, Bu.
Guru : Kamu keliru Zil, kata
terencana memiliki kata dasar rencana dan mendapatkan tambahan awalan ter-, berarti kata sifat bukan kata benda.
Siswa : Ya Bu, maaf saya baru
memahami
Tindak tutur (9) dan (10) pada pernyataan di atas merupakan tindak tutur menantang. Tindak tutur menantang tersebut dilakukan guru kepada siswa di kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tindak tutur (9) dilakukan oleh guru kepada siswa untuk menantang siswa (Ibnu) yang tidak melaksanakan diskusi dengan baik , tetapi malah ngrumpi bersama temannya, sedangkan teman yang lainnya sibuk berdiskusi dengan kelompoknya. Penanda bentuk menantang pada tindak tutur (9) adalah Gimana kalau tugasmu tidak selesai? Tindak tutur (10) merupakan contoh tindak tutur menantang pula. Pada tindak tutur tersebut, guru menantang Zila untuk membuktikan kebenaran dari pendapat Zila tentang jenis kata terencana. Penaanda bentuk menantang pada tindak tutur (10) adalah Yang benar, berani membuktikannya?
Pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali, guru sering melakukan tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif yang dilakukan oleh guru yakni menyuruh, menuntut, memohon, menyarankan, dan menantang. Dari kelima tindak tutur direktif tersebut, yang paling sering dilakukan guru kepada siswa adalah tindak tutur direktif menyuruh. Guru melakukan tindak tutur menyuruh agar dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa lebih memahami materi dan lebih aktif mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan penelitian, bentuk tindak tutur direktif yang ditemukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah (1) menyuruh, (2) memohon, (3) menuntut, (4) menyarankan, dan (5) menantang. Berikut ini pembahasan hasil penelitian terhadap tindak tutur direktif guru pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali yang dilakukan berdasarkan hasil temuan penelitian.
Jenis tindak tutur yang paling sering dilakukan oleh guru kepada siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Boyolali adalah tindak tutur menyuruh. Hal tersebut bisa dibuktikan bahwa dalam pembelajaran guru memegang peranan penting yang berhubungan dengan peristiwa tutur. Guru menyuruh siswa melakukan hal yang disebutkan dalam tuturan agar siswa lebih mudah memahami materi dan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas.
Tindak tutur memohon merupakan jenis tindak tutur direktif yang dilakukan oleh guru agar siswa melakukan tindakan yang diperintahkan oleh guru. Tindak tutur direktif memohon dilakukan dengan kata-kata harapan, di antaranya mohon, minta, dan berharap. Tindak tutur memohon dilakukan oleh guru kepada siswa yang
sedang belajar agar mau mengerjakan tugas yang telah disepakati sebelumnya.
Tindak tutur direktif menuntut dalam pembelajaran bahasa Indonesia digunakan penutur untuk meminta petutur melakukan hal yang disebutkan dalam tindak tutur yang dilakukan penutur. Tindak tutur menuntut dilakukan oleh guru kepada siswa agar aktif dalam pembelajaran.
Tindak tutur direktif menyarankan dilakukan guru ketika memberi saran kepada siswa, baik yang berkaitan dengan materi pelajaran maupun di luar mata pelajaran. Tindak tutur menyarankan dilakukan guru ketika siswa mengerjakan tugas dan guru menyarankan hal-hal yang dapat memudahkan siswa mengerjakan tugas.
Tindak tutur direktif menantang dilakukan guru agar siswa melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperintahkan guru. Tindak tutur direktif menantang ini dilakukan untuk memacu siswa agar lebih giat dalam mengerjakan tugas dan lebih fokus dalam mengikuti pelajaran. Di samping itu, tindak tutur menantang ini juga dilakukan guru ketika menegur siswa yang tidak memperhatikan proses pembelajaran.
Tindak tutur direktif dilakukan oleh guru pada pembelajaran teks eksposisi di SMA Negeri 3 Boyolali ini supaya siswa atau petuturnya melakukan sesuatu sebagaimana yang dituturkan dalam tindak tuturnya. Hal ini terjadi sebagaimana yang dikemukakan Searle (dalam Gunarwan, 1994 : 48) bahwa tindak tutur direktif dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Tindak tutur direktif yang dominan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran teks eksposisi di SMA Negeri 3 Boyolali adalah tindak tutur direktif menyuruh. Hal
ini membuktikan bahwa guru menguasai kelas selama proses pembelajaran berlangsung.
SIMPULAN
Setelah dilakukan analisis dan pembahasan terhadap tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran teks eksposisi di SMA Negeri 3 Boyolali, dapat disimpulkan bahwa jenis tindak tutur direktif yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran teks eksposisi di SMA Negeri 3 Boyolali adalah direktif langsung literal agar mempermudah pemahaman terhadap mitra tutur. Adapun fungsi tindak tutur direktif langsung tersebut adalah menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur direktif langsung literal menyuruh sebanyak 31 tuturan, tindak tutur memohon 11 tuturan, tindak tutur menuntut 8 tuturan, tindak tutur menyuruh 7 tuturan, dan tindaak tutur menantang sebanyak 5 tuturan. Dari kelima bentuk tindak tutur direktif tersebut, tindak tutur direktif yang dominan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran teks eksposisi di SMA Negeri 3 Boyolali adalah tindak tutur direktif langsung literal yang berfungsi menyuruh.
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, R.C. dan S.K. Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Toronto: Allyn and Bacon Inc.
Chaer dan Agustin. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarwan, Asim. 1994 . Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Jakarta:
Lembaga Bahasa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Kasper, G. 1994. Politeness: The Encyclopedia of Language and Linguistics. Pergamon Press: Oxford. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsisp-Prinsip
Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta: UI.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik Bagian Pertama ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakaarta: Gajah Mada University.
Syahrul, R. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa Menyibak Fenomena Bahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.