MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN
HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN
DATA SUMUR
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler Program Sarjana Geofisika
Oleh
FADHILA NURAMALIA YERU
NIM: 12403002
PROGRAM STUDI GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN
HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN
DATA SUMUR
Oleh
Fadhila Nuramalia Yeru NIM: 12403002 Bandung, Juli 2008 Menyetujui Dosen Pembimbing, Wahyu Triyoso, Ph.D NIP: 131 801 350
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan studi diperguruan tinggi ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kurikuler program sarjana pada Program Studi Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung.
Penulis menyadari bahwa melaksanakan tugas akhir bukanlah hal yang mudah. Namun berkat bantuan dan arahan dari pembimbing, sahabat, dan semua pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis, hingga akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan. Untuk itu, izinkan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibunda, ayahanda dan adik-adik untuk semua kasih sayang selama ini.
2. Bapak Untoro, M.Si selaku dosen wali yang banyak memberi masukan berarti selama studi.
3. Bapak Wahyu Triyoso, Ph.D dosen pembimbing atas kesabaran dalam memberikan arahan dan bimbingan selama pengerjaan tugas akhir ini
4. Bapak Sonny Winardhi, Ph.D, Bapak Afnimar Ph.D, Bapak Dr. Awali Priyono, Bapak Sri Widiyantoro Ph.D, Bapak Dr. Hendra Grandis, Bapak Tedi Yudistira M.Si , Bapak Dr. Nanang T Puspito, Bapak Untoro, M.Si, Bapak Drs. Muhammad Ahmad, Bapak Dr. Gunawan Ibrahim terima kasih atas segala ilmu yang diajarkan, semoga dapat penulis amalkan dengan baik
5. Jajaran Tata Usaha, atas bantuannya dalam urusan administratif
6. Semua rekan yang mendukung dalam pengerjaan tugas akhir ini. Baik dalam dukungan moral dan teknis.
Mengingat tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, penulis mengharapkan
saran dan masukan pada tugas akhir. Dengan segala kerendahan hati, semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, Juni 2008
Abstrak
Model Kecepatan Menggunakan Horizon Velocity Analysis dan Penyelarasan dengan Data Sumur
Oleh
Fadhila Nuramalia Yeru 12403002
Pembimbing: Wahyu Triyoso, Ph.D.
Proses migrasi membutuhkan model kecepatan dengan akurasi tinggi sehingga reflektor dapat direposisi dengan tepat. Tapi sulit memperoleh model kecepatan dengan akurasi tinggi.
Fokus tugas akhir ini adalah perbaikan kualitas model kecepatan. Metode yang digunakan adalah Horizon Velocity Analysis (HVA) dan penyelarasan dengan data sumur. Metode HVA adalah analisis kecepatan dengan menggunakan petunjuk horizon pada
stack section sehingga terjaga konsistensi kecepatan dalam mendefinisikan secara lateral.
Sedangkan penyelarasan dengan data sumur adalah metoda penggunaan data sumur sebagai koreksi kecepatan hasil velocity analysis. Kualitas model kecepatan diketahui dari grafik keakuratan dan stack hasil migrasi.
Abstract
Velocity Model Using Horizon Velocity Analysis and Well Data
By:
Fadhila Nuramalia Yeru 12403002
Supervisor: Wahyu Triyoso, Ph.D
Migration process needs an accurate velocity model otherwise reflector can be replaced in the right position. But it is difficult to get accurate velocity model.
The focus of this thesis is improvement of quality velocity model. The method to improve velocity model are Horizon velocity Analysis (HVA) and matrix adjustment. HVA is velocity analysis that use stack section as guide horizon so we can pick velocity consistently lateral. In other hand, matrix adjustment is a method that uses well data as velocity correction. Accuracy graphic and stack from migration are used to estimate the quality velocity model.
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN………... i KATA PENGANTAR………... ii ABSTRAK………. iii ABSTRACT………... iv DAFTAR ISI……….. v
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI……….. vii
Bab I. Pendahuluan……… 1
I.1 Latar Belakang………... 1
I.2 Tujuan……… 2
I.3 Batasan Masalah ………... 2
I.4 Sistematika Pembahasan………2
Bab II. Teori Dasar……… 3
II.1 Kecepatan………. 3
II.1.1 Kecepatan Root Mean Square (RMS)………. 4
II.1.2 Kecepatan Interval……….. 4
II.2 Horizon Velocity Analysis (HVA)………... 5
II.3 Penyelarasan dengan data sumur………. 5
II.4 Migrasi………. 6
II.4.1 Migrasi Kirchhoff………... 7
Bab III. Pengolahan Data………... 8
III.1 Horizon Velocity Analysis (HVA)……… 9
III.2 Penyelarasan dengan data sumur... 9
III.3 Post Stack Time Migration………...9
III.4 Post Stack Depth Migration………. 10
Bab IV. Analisis………. 10
IV.1 Horizon Velocity Analysis (HVA)………. 10
IV.2 Penyelarasan dengan data sumur……… 11
IV.3 Post Stack Time Migration……….. 12
Bab V. Kesimpulan... 14 Bab VI. Saran... 14 DAFTAR PUSTAKA... 14
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
Gambar I.1 Pengaruh kecepatan untuk migrasi ... 2
Gambar II.1 Ilustrasi kecepatan medium ... 4
Gambar II.2 Selisih waktu tempuh sumur dan waktu tempuh data seismik... 6
I. PENDAHULUAN
Dalam problematika imaging kondisi bawah permukaan bumi, keakurasian reposisi secara lateral maupun vertikal dari data seismik menjadi sangat penting. Perkembangan metoda reposisi reflektor bawah permukaan yang semakin berkembang mampu membantu dalam melakukan reposisi reflektor dengan lebih baik. Dalam tugas akhir ini, optimasi reposisi reflektor dilakukan dengan memperbaiki kualitas model kecepatan yang akan menjadi masukan bagi migrasi domain waktu dan domain kedalaman.
I.1 Latar Belakang
Pada proses pengolahan data seismik, salah satu tahap dalam penggambaran bawah pemukaan adalah proses migrasi. Dari penelitian terdahulu, migrasi masih menghasilkan kesalahan reposisi kedalaman reflektor yang cukup signifikan. Kesalahan ini bertambah seiring dengan peningkatan variasi kecepatan pada arah lateral, kedalaman reflektor, dan dip reflektor (Black, 1994). Migrasi mampu mereposisi reflektor dengan baik apabila menggunakan model kecepatan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Tetapi
sampai saat ini, metoda estimasi kecepatan yang kita miliki masih memiliki keterbatasan untuk menghasilkan model kecepatan yang akurat.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pangkal permasalahan dari imaging bawah permukaan adalah kesulitan mendapatkan kondisi kecepatan bawah permukaan yang tepat. Metode estimasi nilai kecepatan kita mutlak harus dikonstrain dengan informasi dari sumur agar didapat model kecepatan yang relatif tepat untuk menggambarkan bawah permukaan karena kenyataan bawah permukaan hanya bisa diketahui dengan melakukan pengeboran. Ketidakpastian posisi bawah permukaan ini berdampak pada pengambilan keputusan pada eksplorasi atau pengembangan suatu lapangan. (Maula, 2005)
Gambar I.1
Pengaruh kecepatan untuk migrasi (Berkhout, 1984)
I.2 Tujuan
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk:
• Melakukan perbaikan kualitas model kecepatan
• Model-model kecepatan yang telah diperbaiki diaplikasikan dalam migrasi
I.3 Batasan Masalah
• Data yang digunakan adalah data sintetik Marmousi untuk kasus dua dimensi
• Masalah yang dibahas adalah peningkatan kualitas kecepatan model dengan metoda horizon
velocity analysis dan penyelarasan
dengan data sumur
• Metode migrasi yang digunakan adalah metode Kirchoff dalam Post
Stack Time Migration dan Post Stack Depth Migration
I.4 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dari tugas akhir ini terbagi menjadi beberapa bagian.
• Bab I Pendahuluan
Berisikan latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika pembahasan.
• Bab II Teori Dasar
Menjelaskan teori kecepatan seismik, metode untuk memperbaiki model kecepatan dan
prinsip Migrasi Kirchoff Time dan
Depth.
• Bab III Pengolahan Data
Menjelaskan proses pengolahan data seismik berfokus pada model kecepatan, keakuratan nilai kecepatan dan aplikasinya pada proses migrasi.
• Bab IV Hasil dan Analisis
Berisi tentang hasil pengolahan data dan analisis terhadap kualitas model kecepatan, keakuratan nilai kecepatan dan aplikasinya pada proses migrasi.
• Bab V Kesimpulan dan Saran, Berisi tentang kesimpulan tentang peningkatan kulitas model kecepatan untuk migrasi serta pengembangan lebih lanjut.
II. TEORI DASAR
Data seismik berupa rekaman waktu tempuh penjalaran gelombang seismik antara source dan receiver yang direfleksikan kembali kepermukaan oleh bidang reflektornya. Sinyal rekaman waktu tempuh beserta turunannya ini yang kemudian di proses lebih lanjut. Persamaan waktu tempuh gelombang seismik merupakan fungsi hiperbolik dipengaruhi offset.
Persamaan waktu tempuh pada bidang datar.
(II.1)
(II.2) Persamaan waktu tempuh pada reflektor
miring
(II.3) (Levin, 1971) Dimana :
θ : kemiringan semu reflektor t0 : waktu tempuh pada saat zero
offset
v : kecepatan gelombang pada medium
Pada kenyataannya penjalaran gelombang seismik dipengaruhi oleh karakter fisis dari medium yang dilewatinya.
II.1 Kecepatan
Kecepatan merupakan parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi kualitas stacking pada pengolahan data seismik. Kecepatan yang digunakan dalam pengolahan data seismik memiliki fungsi yang berbeda. Dalam melakukan migrasi domain waktu, kecepatan yang digunakan adalah
2 2 0 4 2 x z t v z t v + = = 2 2 2 2 0 2 cos x t t v θ = +
kecepatan Root Mean Square (RMS) yang diperoleh dari analisis kecepatan. Kecepatan yang digunakan dalam Post
Stack Depth Migration adalah kecepatan interval terhadap kedalaman. Kecepatan
ini merupakan konversi dari kecepatan
RMS yang diperoleh dari hasil analisis
kecepatan. Pada umumnya kecepatan migrasi diperoleh dari analisis kecepatan terhadap gather yang telah dilakukan koreksi dari noise dan dilakukan penajaman sinyal kurva hiperbolik reflektor. Kecepatan migrasi dapat menggambarkan kondisi struktural reflektor.
II.1.1 Kecepatan Root Mean Square (RMS)
Untuk medium berlapis dan memiliki offset pendek, persamaan hiperbolik dapat didekati dengan penyederhanaan persamaan dengan menggunakan kecepatan RMS. Kecepatan RMS
merupakan kalkulasi dari kecepatan
interval pada medium.
Gambar II.1 Ilustrasi kecepatan medium Dimana :
v = kecepatan dimedium
t = waktu tempuh gelombang pada medium
i = 1,2 .... indeks medium
(II.4)
II.1.2 Kecepatan Interval
Kecepatan interval merupakan kecepatan yang menjalar pada lapisan homogen yang terletak diantara dua bidang batas lapisan.
(II.5) Dimana:
Δz : interval medium/tebal medium Δt : waktu tempuh sepanjang Δz
Kecepatan NMO atau kecepatan
RMS yang diperoleh dari analisis
kecepatan dapat dikonversi menjadi kecepatan interval terhadap kedalaman dengan menggunakan persamaan DIX.
2 2 1 1 2 2 1 2 ... ... rms v t v t v t t ⎛ + + ⎞ = ⎜ + + ⎟ ⎝ ⎠ int
z
v
t
Δ
=
Δ
(II.6) Penerapan persamaan DIX mengubah kecepatan RMS menjadi kecepatan
interval dengan menggunakan beberapa
asumsi dalam pengaplikasian terhadap
wilayah yang masih menunjukan
ketidakakuratan. Persamaan DIX berdasarkan beberapa asumsi yang menunjukan penjalaran waktu tempuh gelombang dalam dua layer lapisan yang diindikasikan sebagai bagian dari waktu tempuh setiap masing-masing lapisan. Ketika terdapat lapisan yang tidak paralel sebagai akibat kemiringan struktur atau memiliki offset yang panjang, persamaan DIX akan memberikan skala error. Perubahan dt yang kecil akan menghasilkan kecepatan
interval yang besar serta mejadikan hasil
yang tidak stabil. Untuk menghindari kondisi seperti ini banyak dikembangkan teknik estimasi kecepatan interval. Untuk meningkatkan keakurasian estimasi kecepatan interval, waktu tempuh harus dikalkulasi dalam bentuk
CMP ray tracing yang dapat dijadikan
model kecepatan interval terhadap kedalaman dan dibandingkan dengan
waktu tempuh rekaman data dalam bentuk CMP gather.
II.2 Horizon Velocity Analysis (HVA)
Salah satu cara mengestimasi secara detil kecepatan dengan akurasi tepat untuk struktur dan stratigrafi adalah dengan menganalisa horizon. Estimasi seperti ini dinamakan Horizon Velocity Analysis (HVA). (Yilmaz,1987)
II.3 Penyelarasan dengan data sumur
Kenyataan bawah permukaan yang sebenarnya hanya bisa diketahui dengan melakukan pengeboran. Informasi dari data sumur adalah informasi utama yang bisa dipercaya. Tetapi informasi sumur ini hanya mewakili sebagian kecil dari keseluruhan wilayah yang ingin diketahui kondisi bawah permukaannya. Sementara itu, data seismik memiliki informasi yang luas tentang kondisi bawah permukaan, meskipun disertai dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Sehingga integrasi konversi dengan informasi yang bisa didapat dari sumur mutlak diperlukan untuk mendapatkan kondisi bawah permukaan yang rendah tingkat ketidakpastiannya.
1 2 2 2 1 int 1, 1 NMOn n NMO n n n n n v T v T v D T T − − − ⎡ − ⎤ = ⎢ − ⎥ ⎣ ⎦
Kontribusi data sumur pada proses konversi dapat berupa konstrain terhadap kecepatan konversinya. Dalam tugas akhir ini, informasi data sumur digunakan untuk menurunkan faktor skala terhadap kecepatan awal konversi, sehingga bisa didapat kecepatan konversi yang mampu mereposisi kedalaman reflektor yang fit dengan marker geologi.
Data sumur dan model kecepatan memiliki informasi kedalaman dan waktu tempuh. Dalam kedalaman yang sama, idealnya waktu tempuh sumur dan waktu tempuh pada data seismik memiliki nilai yang sama namun pada kenyataannya terdapat selisih diantara keduanya. Hal ini dibuktikan oleh kurva kedalaman-selisih waktu yang tidak berhimpit antara data sumur dan data seismik.
Gambar. II.2
Selisih waktu tempuh sumur dan waktu tempuh data seismik
Perbandingan antara waktu tempuh data sumur dan waktu tempuh pada data seismik dinamakan faktor skala. Dari beberapa sumur ini, dilakukan interpolasi antar sumur sehingga setiap data seismik yang tidak memiliki data sumur memiliki faktor skala. Kumpulan faktor-faktor skala dinamakan matrix
adjustment.
Pada tugas akhir ini, karena digunakan data sintetik maka data sumur yang digunakan bukan data sumur yang sebenarnya tapi data kecepatan interval kedalaman marmousi.
II.4 Migrasi
Migrasi adalah proses rekonstruksi penampang seismik sehingga event-event refleksi direposisi di lokasi yang tepat dan di waktu refleksi yang tepat juga. (Kearey and Brooks, 1991)
Proses migrasi digunakan untuk mengoreksi beberapa hal :
• hamburan difraksi gelombang yang berasal dari satu titik.
• pengaturan lokasi dan kemiringan
layer refleksi.
• memperbaiki resolusi dengan melakukan pemfokusan energi. Titik difraksi dapat direkonstruksi mendekati titik reflektor yang
sebenarnya. Efek difraksi disebabkan hamburan gelombang yang berbentuk hiperbolik akibat efek titik puncak. Efek hiperbolik ini digambarkan sebagai akibat dari waktu tempuh yang dihasilkan setiap hamburan penjalaran gelombang yang di gambarkan dalam kondisi zero offset.
Beberapa metode migrasi yang digunakan, dapat mempengaruhi perbedaan geometri reflektor. Hal ini dipengaruhi oleh :
• akurasi dan tipe model kecepatan yang digunakan.
• perubahan kecepatan secara
vertikal dapat dimasukan menjadi
parameter perhitungan.
• perubahan kecepatan secara lateral dapat dimasukan menjadi parameter perhitungan.
• koreksi terhadap kemiringan kalkulasi waktu tempuh.
II.4.1 Migrasi Kirchhoff
Prinsip perhitungan migrasi
Kirchhoff dilakukan dengan melakukan
perhitungan terhadap waktu tempuh gelombang seismik antara source dan
receiver dengan menggunakan ray tracing. Metoda migrasi Kirchhoff
merupakan proses pemfokusan citra
penampang seismik dengan penjumlahan event difraksi terhadap titik epik-nya sebagai pemfokusan energi difraksi dan sinyal yang terdistorsi. Prinsip Hyugens menjelaskan bahwa setiap titik pada muka gelombang merupakan sumber dari gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola (spherical). Setiap reflektor dianggap sebagai titik yang dapat menghasilkan fenomena difraksi sehingga dengan menjumlahkan event ini dapat menghasilkan suatu reposisi spatial.
Migrasi Kirchoff didefinisikan
sebagai metoda migrasi yang menggunakan prinsip penjumlahan efek difraksi dimana setiap reflektor dianggap sebagai suatu titik yang dapat menyebabkan difraksi. Migrasi Kirchoff ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor arah yang menggambarkan kebergantungan
sudut terhadap amplitudo yang diberikan oleh fungsi cosinus dari sudut antara arah perambatan dan sumbu vertikal. 2. Faktor spherical spreading, yang
sebanding (1/vr) untuk perambatan gelmbang 2D.
3. Faktor wavelet shaping yang di desain pada phase spektrum yang konstan sebesar 45 derajat dan spektrum amplitudo yang proporsional.
(Yilmaz,1987 )
III. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dalam tugas akhir ini menggunakan perangkat lunak
ProMAX versi 2003.1.12.1 dan Matlab 7.0.4. Data berupa model kecepatan
marmousi dan shot gather.
Gbr. III.1
Model Kecepatan Marmousi Parameter data Marmousi:
• Jumlah Geophone : 120 • Station Intervel : 25 m • Source Interval : 50 m • Near offset : 50 m • Frekuensi dominan : 25 Hz Skema alur pengolahan data sintetik di atas merupakan pemodelan ke depan dengan data awal shot gather dan dilakukan post stack depth migration
untuk mengembalikan kondisi stack ke keadaan sebenarnya dalam domain kedalaman.
Data shot gather dari shot gather
di-sorting menjadi menjadi CDP gather.
Untuk melakukan koreksi terhadap
offset, pada CDP gather dilakukan
proses normal move out (NMO) dan kemudian di-stacking.
Kecepatan yang digunakan dalam proses NMO merupakan kecepatan RMS yang diperoleh dari proses analisis kecepatan. Kecepatan yang digunakan dalam proses migrasi merupakan kecepatan RMS yang diperoleh dari proses juga.
Kualitas model secara detil dihitung pada tiap grid sehingga diperoleh grafik kecepatan. Grafik ini dihitung dengan persamaan: % 100 ) ( − / × − = mar ed an mar mar v v v abs v n (III.1) Ket:
n = nilai keakuratan tiap grid dalam satuan persen
vmar = kecepatan model marmousi
van/ed = kecepatan hasil kecepatan
analisis atau kecepatan
penyelarasan dengan data sumur
Model kecepatan Marmousi juga digunakan untuk masukan migrasi sebagai acuan. Hasil migrasi dengan dengan masukan model kecepatan
Marmousi dianggap hasil stack yang paling ideal. Pengolahan model kecepatan dengan HVA atau sumur
adjustment diharapkan memiliki hasil
yang mirip dengan stack ini.
III.1 Horizon Velocity
Analysis (HVA)
HVA adalah analisis kecepatan
dengan menggunakan guide horizon pada stack section sehingga terjaga konsistensi picking kecepatan dalam mendefinisikan secara lateral.
HVA dilakukan dalam interval waktu
dan interval kedalaman. Kecepatan RMS yang diperoleh dari velocity analysis dikonversi dalam interval waktu dan kedalaman. Dengan demikian diperleh dua model kecepatan dari metode HVA lalu masing-masing diaplikasikan untuk
post stack time migration dan post stack depth migration.
III.2 Penyelarasan dengan data sumur
Pada tahap adjustment sumur, dilakukan dua kali dan mendapatkan tiga model kecepatan. Petama, sumur diletakkan pada CDP awal, tengah, dan akhir (607, 707 dan 1207). Kedua, peletakan sumur difokuskan pada struktur kompleks yaitu CDP 607, 707 dan 807. Pada proses kedua adjustment sumur perlu dilakukan ekstrapolasi bagi
CDP yang diluar range 607-807, telah
dilakukan dua metode ekstrapolasi yaitu ekstrapolasi linear untuk model kedua dan ekstrapolasi near untuk model ketiga. Semua adjustment dilakukan pada kecepatan RMS. Untuk proses adjustment digunakan perangkat lunak
Matlab 7.0.4.
Dengan maksud ingin memperoleh model kecepatan lebih ideal lagi maka dilakukan adjustment sumur kemudian dilakukan HVA.
III.3 Post Stack Time Migration Migrasi setelah stacking (post stack
time migration) menggunakan masukan
data stack yang telah dilakukan koreksi
NMO. Sedangkan masukan kecepatan
untuk migrasi adalah sebagai berikut: 1. RMS hasil analisis kecepatan 2. RMS hasil HVA
3. RMS hasil penyelarasan menggunakan data sumur pada CDP awal-tengah dan akhir
4. RMS hasil penyelarasan menggunakan data sumur pada CDP struktur kompleks
5. Model kecepatan Marmousi
Baik HVA maupun penyelarasan menggunakan data sumur dilkukan dalam domain interval waktu maka harus diubah dalam domain RMS sebab dalam migrasi Kirchoff-Post Stack Time
Migration masukan kecepatan yang
dibutuhkan dalam domain RMS.
III.4 Post Stack Depth Migration
Sedangkan untuk proses post stack
depth migration. Tahapan yang
dilakukan sama. Perbedaan terletak pada masukan kecepatan. Masukan kecepatan yang digunakan adalah kecepatan interval terhadap kedalaman. Lima model kecepatan yang disebutkan diatas harus diubah dalam interval kedalaman.
Alur pengolahan data, model-model kecepatan dan hasil-hasil migrasi dapat dilihat dalam lampiran.
IV. ANALISIS
Untuk menganalisis kualitas model kecepatan dilihat pada grafik keakuratan
model kecepatan. Sedangkan untuk menganalisis hasil migrasi bisa dilihat pada hasil-hasil migrasi. Model-model kecepatan, grafik-grafik keakuratan model kecepatan dan stack-stack hasil migrasi dapat dilihat pada bagian lampiran.
IV.1 Horizon Velocity
Analysis (HVA)
Model kecepatan hasil analisis kecepatan dalam RMS (Lampiran Gambar 6a dan Gambar 6b) memiliki keakurasian yang berkurang pada kedalaman 2800 m/s dan struktur antiklin pada CDP 1100 akurasi sekitar 85 %. Hal ini terjadi karena semakin dalam makin sulit menemukan kecepatan yang tepat dalam RMS yang merupakan penjumlahan dari keepatan yang di atasnya. Akibatnya, kesalahan akan tebawa-bawa pada lapisan bawah.
Model kecepatan hasil analisis kecepatan dalam interval waktu (Lampiran Gambar 9a dan Gambar 9b) memiliki error dominan pada lapisan dalam sekitar 2500-3000 m dengan keakurasian sekitar 60%. HVA mampu menghilangkan kesalahan pada kedalaman 2000 m semula keakuratan 0% menjadi 80%.
Keakuratan model kecepatan interval kedalaman tidak berbeda jauh dengan keakuratan pada interval waktu.
Melakukan HVA dapat dibantu guide yaitu stack baik yang telah dimigrasi atau belum dimigrasi. Guide ini akan membantu ketika tidak memiliki error yang besar. Semakin buruk kualitas
guide melakukan HVA akan semakin
sulit. Sebaliknya, guide yang baik dapat membantu untuk mendapatkan model kecepatan yang lebih baik. Keunggulan dari HVA adalah memberikan detil nilai kecepatan pada daerah-daerah yang terlewat pada proses analisis kecepatan. Tapi tidak terlalu aplikatif untuk data yang memiliki dip yang curam.
IV.2 Penyelarasan dengan data sumur
Adjustment sumur dalam RMS pada CDP awal-tengah-akhir (Lampiran
Gambar 3a dan Gambar 3b) memperbaiki selisih kecepaan pada waktu 0-500 ms pada seluruh CDP semula akurasi kecepatan 72% menjadi 95-100%. Namun ada beberapa wilayah yang error-nya bertambah seperti wilayah CDP 850-1200 dengan waktu
tempuh 2000-2500 ms error bertambah akurasi semula 83% menjadi 72%.
Adjustment sumur dalam RMS pada CDP struktur kompleks dengan
(Lampiran Gambar 5a dan Gambar 5b) dianggap pengambilan sumur yang terbaik sebab akurasi meningkat. Tapi ada penurunan akurasi pada wilayah
CDP 0-400 dengan waktu tempuh
2800-3000 ms akurasi menurun menjadi 85% semula 92%. Wilayah sekitar CDP 1200 dengan waktu tempuh 2000 ms keakurasian semula 85% menjadi 75%.
Adjustment sumur dalam interval
waktu pada CDP awal-tengah-akhir (Lampiran Gambar 10a dan Gambar 10b) penurunan kaeakurasian pada CDP 1000-1200 waktu tempuih 2000 ms menjadi 20% semula 50%. Namun sebagian besar modelnya semakin membaik hingga 100%
Adjustment sumur dalam interval
waktu pada CDP struktur kompleks (Lampiran Gambar 11a dan Gambar 11b) Penurunan keakurasian terjadi pada
CDP 100-600 waktu tempuh 2800 ms
menjadi 20% semula 50%. CDP 1000-1200 waktu tempuih 2000 ms menjadi 20% semula 50%. Namun sebagian besar modelnya semakin membaik hingga 100% terutama pada struktur kompleks.
Adjustment sumur dalam interval
kedalaman pada CDP awal-tengah-akhir (Lampiran Gambar 15a dan Gambar 15b) menunjukan peningkatan keakuratan pada semua daerah.
Adjustment sumur dalam interval
kedalaman pada CDP struktur kompleks (Lampiran Gambar 15a dan Gambar 15b) terdapat wilayah yang membaik yaitu pada strukutur kompleks. sedangkan pada wilayah selain struktur kompleks kedalaman hingga 2000 m dan wilayah antiklin nilai error bertambah
Perlu diperhatikan pada grafik keakuratan, masing-masing domain yaitu
RMS, interval waktu dan interval
kedalaman di-plot dengan range yang berbeda beda. RMS di-plot dalam range 72-100%. Interval waktu di-plot dalam range 0-100% sedangkan interval kedalaman di-plot dalam range 0-100%.
Adjustment sumur memberi
kontribusi pada nilai kecepatan pada tiap
grid namun tidak memberikan kontribusi
yang signfikan pada struktur. Terbukti dari hasil migrasi terutama pada domain kedalaman adjustment sumur tidak banyak memperbaiki struktur. Bila terjadi penambahan error maka terjadi
over generalize kesalahan picking
kecepatan. Terutama jika jarak antar
sumur terlalu jauh. Hal ini menyebabkan adanya struktur yang terlewat atau kurang ter-cover. Pada tahap interpolasi atau ekstrapolasi kesalahan pada struktur yang terlewat dianggap memiliki error yang sama dengan wilayah yang dilalui sumur. Harus diperhatikan dalam sumur
adjustment diperlukan metoda
ekstrapolasi dan interpolasi untuk perhitungan penyelarasan dengan data sumur. Metoda ekstrapolasi atau interpolasi yang paling tepat adalah ekstrapolasi nearest neighbor.
IV.3 Post Stack Time Migration
Hasil post stack time migration apapun masukan model kecepatan
migrasinya akan menghasilkan hasil yang mirip. Ada perbedaan pada wilayah kompleks namun tidak signifikan dan tetap menimbulkan ambiguitas ketika menarik horizon.
IV. 4 Post Stack Depth Migration
Adanya variasi lateral kecepatan yang tinggi menyebabkan kurva hiperbolik yang menggambarkan waktu tempuh dari penjalaran gelombang memiliki bentuk yang berbeda-beda, sehingga titik epik dari kurva hiperbolik belum tentu sebagai titik reflektor yang
sebenarnya dalam domain kedalaman. Dalam migrasi domain waktu, kecepatan yang digunakan merupakan kecepatan
RMS dari medium, sehingga ketika
terjadi proses migrasi posisi yang dihasilkan masih bukan posisi yang sebenarnya dalam domain kedalaman. Dalam hal ini kecepatan yang berperan adalah kecepatan yang berperan adalah kecepatan interval terhadap kedalaman maka reposisi yang dihasilkan merupakan titik reflektor yang sebenarnya. (Kurniawan, 2007)
Stack hasil post stack depth
migration dengan masukan kecepatan
interval kedalaman yang diperoleh dari
convert model kecepatan RMS
(Lampiran Gambar 22) hasil analisa kecepatan, membuktikan bahwa model kecepatan harus di-edit untuk mendapatkan stack yang lebih baik. Pada kedalaman 2100 m horizon-horizon mulai tidak stabil karena mengalami
stretching, Horizon pada kedalaman 600
m horizon tidak tepat, struktur kompleks juga horizon-nya sangat tidak jelas.
Pada post stack depth migration dengan masukan kecepatan dengan metoda HVA (Lampiran Gambar 23) dianggap paling efektif mengoreksi
stack. Efek stretching terkoreksi dengan
baik namun pada struktur kompleks masih tidak jelas karena terjadi kesulitan mem-pick horizon pada struktur
kompleks.
Pada post stack depth migration dengan masukan kecepatan dengan metoda adjustment sumur pada CDP awal-tengah-akhir (Lampiran Gambar 24) tidak memperbaiki kualitas stack di seluruh wilayah. bahkan banyak event yang menghilang.
Pada post stack depth migration dengan masukan kecepatan dengan metoda adjustment sumur pada CDP struktur kompleks (Lampiran Gambar 25) juga tidak membawa perubahan signifikan, hanya mengurangi sedikit strech pada struktur kompleks dan tidak menghilangkan event yang ada.
Error kecepatan pada wilayah
kompleks tidak terlalu besar. Tapi hasil migrasi pada wilayah kompleks belum
terlalu memuaskan. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan koreksi-koreksi, mencari migrasi apertur yang sesuai dan mengaplikasikan metode migrasi lain selain Kirchoff untuk memperbaiki kualitas hasil migrasi.
V. KESIMPULAN
• Grafik keakuratan menunjukkan bahwa peningkatkan kualitas model kecepatan dapat dilakukan
horizon velocity analysis atau
menggunakan penyelarasan dengan data sumur. Dari hasil migrasi, penggunaan HVA disarankan untuk model tanpa
dip yang curam dan cenderung
tidak berundulasi sebab menurut persamaan Levin kecepatan yang dibutuhkan akan tergantung derajat kemiringan padahal sudut kemiringan yang sesungguhnya tidak akan diketahui besarnya.
Sedangkan penyelarasan menggunakan data sumur disarankan untuk model dengan
dip curam dengan jarak antar
sumur tidak terlalu jauh. Interpolasi menimbulkan masalah ketika antara dua sumur
terdapat struktur yang berundulasi atau diskontinu sehingga model kecepatan akan kehilangan struktur. Sumur seharusnya mewakili area yang cukup luas. Tapi dalam kasus data marmousi strukur terlalu kompleks sehingga sumur apa
pun tidak mewakili area dengan luas.
• Post Stack Depth Migratiion lebih menggambarkan model geologi daripada post stack time
migration yang sesungguhnya
karena berada dalam domain kedalaman. Namun mendapatkan model kecepatan untuk post stack
depth migration tidak mudah. Post Stack Depth Migration lebih
sensitif akan model kecepatan daripada Post Stack Time Migration. Hal ini disebabkan
oleh dalam depth migration terdapat proses fitting antara hasil stack dan model kecepatan secara iteratif sehingga variasi dalam model kecepatan akan menunjukkan pengaruh yang signifikan pada post stack depth migration.
VI. SARAN
• Jarak antar sumur adjustment tidak terlalu jauh untuk sumur
adjustment
• Menggunakan guide kecepatan model dan stack yang baik untuk
• Mencoba variasi dalam migrasi seperti Pre-Stack Time Migration atau Pre-Stack Depth Migration.
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Black, J.L., Brzowtowski, M.A., Systematic of Time-Migration Errors, Geophysics, 59(9):1419-1434, 1994
2. Maula, F., Konversi Domain
Waktu ke Domain Kedalaman Data Seismik 2D, Tugas Sarjana,
Program Studi Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 2005
3. Berkhout, A.J., Seismic
Migration, Elsevier, New York,
1984
4. Levin, F. K., Apparent Velocity from Dipping Interface Reflections, Geophysics, 36:510– 516, 1971
5. Yilmaz, O., Seismic Data
Processing, Society of
Geophycisists, Tulsa, 1987 6. Kearey. P.. dan Brooks, M., An
Introduction to Geophysical Exploration. Edisi 2, Blackwell
Science, 1991
7. Kurniawan, D., Studi Kualitas
Model Kecepatan untuk Melakukan Pre-Stack Depth Migration, Tugas Sarjana,
Program Studi Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 200