• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA Oleh: Mauled Moelyono 2"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Menggenjot UMKM dan Pasar Domestik Sebagai Tantangan di MEA 20151 Oleh: Mauled Moelyono2

Pengantar

Isu tentang penguatan sektor UMKM dan pasar domestik akhir-akhir ini kembali marak diperbincangkan setelah para menteri ekonomi dari negara-negara ASEAN bertemu di Brunei Darussalam pada bulan Agustus 2013 dalam rangka mematangkan rencana pemberlakuan pasar tunggal ASEAN.

Pemberlakuan pasar tunggal ASEAN direncanakan pada 1 Januari 2015 mendatang, dengan maksud untuk: 1) mewujudkan ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal, 2) menjadikan ASEAN sebagai kawasan berdaya saing tinggi, 3) menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan pembangunan ekonomi yang lebih merata merata, dan 4) menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi dengan perekonomian dunia. Adapun tujuannya adalah untuk menciptakan ASEAN sebagai sebuah kawasan yang bebas akan arus barang, jasa, faktor produksi, investasi, modal, dan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN, serta untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia, melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.

Saat ini, sekitar 96% perusahaan atau entitas bisnis di ASEAN berstatus UMKM. Sumbangan dunia UMKM ke Produk Domestik Bruto (PDB) kawasan mencapai 53%. Dari total ekspor ASEAN, 31% di antaranya berasal dari UMKM.

Upaya Indonesia menyongsong pemberlakuan pasar tunggal ASEAN dirasa penting karena waktu pelaksanaannya sudah dekat, apalagi Indonesia dinilai oleh banyak kalangan belum cukup siap. Bahkan muncul berbagai pandangan skeptik dan kekhawatiran yang berlebihan atas dampak pemberlakuan Pasar Tunggal ASEAN 2015, karena dapat menekan dan memporakporandakan pasar dan perekonomian domestik Indonesia.

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Ditinjau dari berbagai parameter daya saing, Indonesia tidak satu pun memiliki keunggulan yang signifikan dibanding negara-negara pesaing. Bahkan, untuk beberapa parameter, posisi Indonesia tertinggal jauh di belakang negara-nagara ASEAN lainnya. Satu-satunya keunggulan yang dimiliki Indonesia hanya dari segi pengusaan bahan baku berbasis sumber daya alam, baik mineral maupun agro. Namun, dengan pemberlakuan pasar tunggal ASEAN , dapat dipastikan Indonesia akan semakin kehilangan nilai tambah dari sumber daya alam yang dimiliki.

(2)

Berdasarkan kajian kementerian perindustrian, terdapat empat faktor yang membuat daya saing Indonesia di bawah rata-rata negara pesaing di kawasan ASEAN. Keempat faktor itu adalah 1) kinerja logistik, 2) tarif pajak, 3) suku bunga bank, dan 4) produktivitas tenaga kerja.

Dari segi kinerja logistik, berdasarkan kajian Bank Dunia Tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-59 dari 155 negara yang disurvei. Di tingkat ASEAN, kinerja logistik Indonesia masih lebih rendah dibanding Singapura (nomor 1 dunia), Malaysia (29), Thailand (38), Filipina (52), dan Vietnam (53). Kinerja logistik ini didasarkan pada beberapa penilaian, seperti: penilaian kinerja bea cukai, infrastruktur, pelayaran internasional, kualitas logistik, kecepatan pelacakan barang, serta waktu kerja. Dalam hal ini infrastruktur merupakan kendala terbesar, karena mendapat penilaian terburuk di antara komponen penilaian lainnya untuk Indonesia. Biaya logistik di Indonesia saat ini masih sekitar 16% dari total biaya produksi. Padahal, biaya logistik yang normal hanya sekitar 9-10% dari total biaya produksi.

Selain lemah dari segi kinerja logistik, kebijakan fiskal di Indonesia juga masih memberatkan pelaku ekonomi, termasuk UMKM, dalam negeri. Dalam lingkup kawasan ASEAN, pengenaan pajak penghasilan badan (PPh Badan) di Indonesia masih lebih tinggi dibanding Singapura, Kamboja, dan Brunei Darussalam. Persoalan lainnya yang juga dapat menjadi batu sandungan bagi Indonesia adalah tingkat suku bunga perbankan di Indonesia masih merupakan suku bunga tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN setelah Myanmar dan Vietnam. Dengan tingkat suku bunga 5,75%, posisi Indonesia jauh di bawah Singapura yang mematok suku bunga bank hanya 0,03%, Kamboja (1,19%), Thailand (2,75%), Malaysia (3%), Filipina (3,50%), Laos (5%), dan Brunei Darussalam (5,5%). Selain daripada itu, persoalan produktivitas tenaga kerja Indonesia juga menjadi sorotan, karena dari 23 negara di Asia, Indonesia hanya menempati peringkat ke-15.

Kini, Pasar Tunggal ASEAN sudah menjadi komitmen bersama warga bangsa di Kawasan ASEAN yang harus dijaga dan diwujudkan. Pemberlakuannya tinggal menunggu waktu dan kita harus siap menghadapinya. Oleh karena itu, berbagai kelemahan tersebut hendaknya menjadi pemicu agar bangsa ini lebih menyadari akan ketertinggalannya dan bersemangat bangkit menghadapi pemberlakuan pasar tunggal ASEAN 2015 dengan kepercayaan diri yang lebih tinggi dan kesiapan bertindak yang lebih baik.

Namun perlu dipedomani bersama bahwa pemberlakuan pasar tunggal ASEAN tidak boleh mengorbankan kepentingan nasional, apalagi menyengsarakan kehidupan warga bangsa ini.

(3)

Memperkuat Peran Sektor UMKM dan Pasar Domestik

Upaya mengamankan kepentingan nasional dari pemberlakuan pasar tunggal ASEAN perlu ditempuh dengan cara-cara yang arif tetapi harus berpihak. Dalam hal ini, berpihak kepada upaya penyelamatan dan penguatan peran UMKM dalam perekonomian, terutama pada sektor-sektor usaha yang strategis dan merupakan inti dari usaha ekonomi rakyat.

Mengapa harus berpihak pada penguatan peran UMKM? Pada sektor UMKM yang mana, di mana dan berapa jumlahnya yang harus dikembangkan? Langkah kongkrit yang harus dilaksanakan terkait dengan pertanyaan-pertanyaan di atas adalah perlunya melakukan pemetaan ulang terhadap keekonomian usaha ekonomi rakyat (UMKM). Hal ini penting karena UMKM memiliki sebaran dan permasalahan yang amat beragam. Pada tataran implementatif, harus jelas sektor UMKM yang mana yang menjadi sasaran pengembangan. Tidak hanya itu, dalam menentukan kelompok sasaran yang diprioritaskan pengembangannya harus selektif, harus jelas bagaimana strateginya, dan apakah strategi itu dalam implementasinya telah diatur dan dipayungi oleh kebijakan yang menjadi acuan bagi setiap pelaku UMKM.

Hasil pemetaan terhadap kondisi keekonomian UMKM di Indonesia saat ini, BPS menunjukkan bahwa dari 51,27 juta pelaku ekonomi yang ada, sekitar 98,90% terkonsentrasi pada sektor usaha mikro, 1,01% pada sektor usaha kecil, 0,08% pada sektor usaha menengah dan sekitar 0,01% terkonsentrasi pada sektor usaha besar. Dari segi penyerapan tenaga kerja, sekitar 89,30% terserap pada sektor usaha mikro, 4,30% pada sektor usaha kecil, 3,50% pada usaha menengah, dan sekitar 3,00% terserap pada sektor usaha besar. Sedangkan dari segi kontribusinya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), memperlihatkan tren yang berbeda, di sektor usaha mikro menyumbang sekitar 32,10%, sektor usaha kecil menyumbang sekitar 10,10%, sektor usaha menengah sekitar 13,40% dan sisanya sekitar 44,40% disumbang oleh sektor usaha besar.

Dari hasil pemetaan tersebut, diyakini bahwa UMKM masih merupakan sendi utama perekonomian Indonesia. Secara kuantitatif UMKM masih mendominasi lapangan ekonomi di negeri ini, baik dilihat dari segi jumlah satuan unit usaha maupun dari segi jumlah serapan tanaga kerja. Sedangkan kontribusinya dalam pembentukan PDB, ternyata sektor usaha besar masih merupakan sektor yang paling besar kontribusinya dalam pembentukan PDB, menyusul sektor usaha mikro, kecil dan sektor usaha menengah. Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas (PDB per tenaga kerja dan PDB per sektor usaha) sektor UMKM masih rendah.

(4)

Permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM juga sangat bervariasi. Sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan 15 lembaga penelitian dari universitas di berbagai provinsi di Indonesia (2005) dapat ditunjukkan sebagai berikut: 1) sebagian besar pelaku UMKM belum memiliki ijin usaha (TDI/TDP dan SIUP) dan NPWP, 2) kemampuan pengelolaan keuangan pada kelompok UMKM masih lemah, 3) sumber utama permodalan UMKM masih sangat bergantung pada sumber-sumber permodalan di luar perbankan (modal pribadi, teman, saudara dan keluarga), karena kredit yang diminta ke bank jumlahnya tidak mencukupi, 4) mayoritasUMKM masih melakukan proses produksi secara manual, 5) daerah pemasaran utama UMKM sebagian besar adalah pasar lokal dan hanya sebagian kecil yang berorientasi ke pasar ekspor, 6) keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dan permodalan, 7) keterbatasan akses pasar, 8) keterbatasan penguasaan teknologi dan informasi, dan 9) keterbatasan organisasi dan pengelolaannya .

Dari hasil pemetaan terhadap keekonomian UMKM tersebut jika dikaitkan dengan upaya pengembangannya, maka keberadaan UMKM hendaknya tidak lagi dilihat sebagai usaha ekonomi tradisional yang tidak produktif, melainkan harus diperlakukan sebagai ekonomi jejaring yang mampu menghubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan kemandirian UMKM ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi yang mendorong terbentuknya suatu jejaring pasar domestik diantara sentra dan pelaku UMKM.

Dalam ekonomi jejaring, UMKM dapat menerapkan sistem open consumer society cooperatives, yang memposisikan konsumen sekaligus sebagai pemilik dari berbagai usaha dan layanan yang dinikmatinya, sehingga terjadi suatu siklus kinerja usaha yang paling efisien karena pembeli adalah juga pemilik sebagaimana diiklankan di banyak negara yang menganut sistem welfare state dengan motto “belanja kebutuhan sehari-hari di toko milik sendiri. Ekonomi jejaring ini pada akhirnya harus memperkuat kepemilikan modal sosial dan modal intelektualnya melalui perluasan dan penguatan jejaring telekomunikasi, jejaring pembiayaan, jejaring usaha dan perdagangan, jejaring advokasi usaha, jejaring saling belajar bersama, serta jejaring sumberdaya lainnya seperti hasil riset dan teknologi, berbagai inovasi baru, informasi pasar, kebijakan dan intelejen usaha (bussiness intelegence), yang adil dan merata bagi setiap warganegara, agar tidak terjadi diskriminasi diantara pelaku UMKM, sehingga jejaring tersebut dapat merepresentasikan sebuah perekonomian yang menghimpun para pelaku ekonomi, seperti produsen, konsumen, services provider, cargo dan sebagainya dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis, sehingga UMKM diusahakan untuk siap bersaing dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga-lembaga bisnis internasional.

(5)

Dari sisi industri, upaya memperkuat peran sektor UMKM diarahkan pada sektor-sektor industri unggulan yang diharapkan menjadi penyelamat ekonomi Indonesia di era pasar tunggal ASEAN yang meliputi sembilan komoditas industri nasional yang saat ini daya saingnya relatif lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN. Kesembilan komoditas tersebut mencakup produk-produk berbasis agro (CPO, kakao, dan karet), ikan dan produk olahannya, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, mesin dan peralatannya, serta logam dasar, besi dan baja. Upaya-upaya ini memerlukan dukungan pembiayaan dan percepatan kebijakan pendanaan yang kondusif.

Upaya-upaya tersebut jika disertai dengan penyiapan SDM yang berdaya saing dan berdaya juang tinggi maka akan menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi pula. Sebaliknya, jika daya saing keduanya rendah maka kekuatan pasar domestik akan terus melemah dan pasar domestik akan dibanjiri oleh produk-produk impor.

Upaya penguatan pasar domestik sangat mendesak untuk dilakukan mengingat 40% pasar ASEAN ada di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, pasar domestik Indonesia akan sangat menjanjikan bagi negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, pemerintah, pengusaha, dan segenap pemangku kepentingan harus berkomitmen untuk lebih awal menguasai pasar domestik dengan lebih agresif dan progessif, harus bersatu padu dalam menghadapi pemberlakuan pasar tunggal ASEAN, dan harus optimistis bahwa pemberlakuan pasar tunggal ASEAN adalah sebuah peluang emas, bukan ancaman yang perlu ditakuti. Seluruh pelaku UMKM harus bisa melakukan koneksi dengan sesamanya dan dengan kelompok pelaku usaha lainnya di tempat lain .

Rekomendasi

Berdasarkan pemetaan terhadap keekonomian UMKM sebagaimana diuraikan di atas dan dikaitkan dengan upaya pengembangannya maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, bahwa upaya penguatan peran sektor UMKM dan pasar domestik harusnya menjadi komitmen nasional, mengikat secara konstitusional bagi setiap penyelenggara negara, mengikat secara moral bagi seluruh warga negara untuk mendukungnya, dan karena itu ikhtiar ini hendaknya menjadi spirit nasionalisme dan semangat perjuangan bangsa yang senantiasa harus dikobarkan, sehingga dipandang perlu membentuk suatu komite pengembangan UMKM yang dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia, beranggotakan kementrian terkait, termasuk Bank Indonesia, agar penyusunan kebijakan pengembangan UMKM lebih terarah dan terkoordinasi, baik di tingkat pusat maupun daerah;

(6)

Kedua, perlunya dilakukan pengembangan dan penguatan modal sosial bagi pelaku UMKM melalui perluasan jaringan usaha, pembelajaran organisasi, dan praktik-praktik transaksi bisnis yang sehat dan kooperatif;

Ketiga, perlunya dilakukan pengembangan dan peningkatan mutu modal manusia pada kelompok pelaku UMKM. Dalam hal ini, pemerintah berperan aktif melalui pemberian insentif dan fasilitasi kerjasama antara kelompok pelaku UMKM dengan kelompok usaha besar, universitas dan lembaga riset untuk peningkatan produksi dan pengembangannya melalui penelitian dan pengembangan (Research and Development);

Keempat, khusus untuk kelompok UMKM yang merupakan start up, perlu mendapat perhatian dan bimbingan dari pemerintah agar tetap eksis dalam menghadapi keadaan ekonomi saat ini, antara lain dengan menghadirkan peran lembaga keuangan yang dapat memberikan pendanaan dengan tetap mengacu pada mekanisme pasar, karena kelompok UMKM ini relatif sulit mendapatkan kredit dari perbankan;

Kelima, bahwa untuk mengamankan kepentingan nasional akibat dari pemberlakuan pasar tunggal ASEAN, perlu menjaga dan melindungi pasar domestik agar tetap menjadi dominan dalam perekonomian .

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa jenis industri kreatif yang saat ini berpotensi baik untuk dikembangkan dan mampu mengusung

Skripsi yang berjudul : Pengaruh Aktivitas Pencairan Suasana (Ice Breaking) Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas III Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan

Abstrak. Sektor pertanian dan perladangan masih merupakan sokongan ekonomi utama di Jembrana. Komoditi yang berpotensi termasuk kelapa, kopi, ulas, kakao, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dan pada level berapa asap cair kusambi mampu memberikan hasil yang terbaik terhadap kandungan nutrisi

Perjumpaan dan dialog antarumat beragama dalam konteks etika kepedulian mengandaikan inisiatif warga negara untuk keluar dari kenyamanan dan kepentingan dirinya supaya bisa

Hal ini dikarenakan prosedur bermain peran sejak awal hinga akhir seperti; motivasi kelompok, memilih pemeran, me- nyiapkan tahap-tahap peran, peme- ranan, diskusi dan evaluasi,

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dengan pengambilan sampel berdasarkan sampling jenuh (Notoatmodjo,.. 2002) yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan di

Dapat dikatakan bahwa untuk menjamin hasil optimal yang diharapkan dari kegiatan aparatur pemerintahan dalam mengemban tugas pembangunan, diperlukan pengawasan