• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan yang Terpuruk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perempuan yang Terpuruk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Seri Laporan No. 144

Perempuan yang

Terpuruk

Kehamilan Tidak Dikehendaki

di Kalangan Pengungsi

Susi Eja Yuarsi

Kerjasama

Ford Foundation

dengan

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2005

(4)

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) YUARSI, Susi Eja

Perempuan yang terpuruk: kehamilan tidak dikehendaki di kalangan pengungsi / Susi Eja Yuarsi. - Yogyakarta: Kerjasama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, 2005

xvii, 89 hlm.: illus.: 21 cm. – (Seri laporan no. 144) Bibliografi: hlm. 87-89

ISBN 979-3969-04-0

1. Perempuan terpuruk 2. Perempuan di pengungsian 3. Kehamilan tidak dikehendaki

I. Judul II. Seri 305.4

Penyunting Bahasa: Sugihastuti Pracetak: Sri Suharti, Janafianto Desain Sampul: Cengkir Gading Dicetak Oleh: Untung Bersama Grafika

Cetakan Pertama, Februari 2005

© 2005 pada Pusat Studi Kependudukan dan Kebikajan Universitas Gadjah Mada

Bulaksumur G-7 Yogyakarta Email: publication@cpps.or.id Homepage: http://www.cpps.or.id

(5)

Intisari

Perempuan pengungsi menghadapi berbagai permasalahan ketika mereka tinggal di pengungsian. Kehamilan tidak dikehendaki merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh perempuan pengungsi. Fasilitas kesehatan dan KB di tempat tujuan yang secara umum lebih baik dibandingkan dengan fasilitas di daerah asal tidak mampu diakses karena berbagai sebab. Sebab-sebab itu di antaranya adalah masalah keterbatasan finansial dan kesibukan mereka menata hidup di pengungsian serta mempersiapkan rencana kehidupan jika tidak lagi tinggal di pengungsian. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kehamilan tidak dikehendaki di kalangan pengungsi perempuan menikah. Selain itu, relasi gender yang menempatkan perempuan sebagai pihak pasif dan cenderung menuruti kemauan pasangan dalam berhubungan seks menjadi salah satu munculnya permasalahan tersebut.

Remaja perempuan yang belum menikah tidak terlepas dari permasalahan kehamilan tidak dikehendaki. Intensitas pergaulan remaja laki-laki dan perempuan selama tinggal di pengungsian menjadi salah satu pemicu munculnya kasus kehamilan tidak dikehendaki. Tinggal di pengungsian cukup

(6)

lama secara tidak langsung juga mengakibatkan melonggarnya norma yang dianut. Kondisi tersebut mempengaruhi pola pergaulan dan permisivitas di kalangan remaja dan secara tidak langsung berpengaruh pada munculnya kasus kehamilan tidak dikehendaki.

Kehamilan tidak dikehendaki pada umumnya mendatangkan kegelisahan dan kecemasan pada yang mengalaminya. Bagi perempuan menikah, gambaran sulitnya melahirkan dan membesarkan anak di pengungsian menjadi penyebab munculnya kecemasan tersebut. Di kalangan perempuan yang belum menikah, kecemasan diperparah oleh kekhawatiran bahwa mereka akan ditinggalkan dan tidak dinikahi oleh pasangannya.

Dalam menghadapi kehamilan tidak dikehendaki, perempuan merupakan pihak yang paling aktif dalam mencari penyelesaiannya. Hal itu disebabkan peran gender telah menempatkan perempuan ke posisi sulit dan seolah-olah paling bertanggung jawab dalam pemeliharaan kehamilan dan pengasuhan anak. Oleh karena itu, sebagian perempuan berupaya untuk menggugurkan kandungannya agar terhindar dari kesulitan dalam jangka panjang. Berbagai cara dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, di antaranya dengan minum obat-obatan, dengan mengkonsumsi ramu-ramuan tradisional, atau dengan pijat tradisional.

Peran pasangan (suami atau pacar) dalam mengupayakan pengguguran kandungan hampir tidak ada. Bahkan, di kalangan perempuan menikah, sebagian besar tidak menginformasikannya kepada suami. Mereka beranggapan bahwa menginformasikan hal itu kepada suami tidak

(7)

bermanfaat karena yang akan diterima hanyalah kemarahan atau larangan untuk melakukannya. Tanggapan semacam itu bagi perempuan yang mengalami kehamilan tidak dikehendaki dianggap bukan jalan keluar yang meringankan, namun justru memberatkan mengingat perempuanlah yang mengalami kesulitan jika harus meneruskan kehamilannya. Upaya untuk mengurangi kasus kehamilan tidak dikehendaki sejauh ini dilakukan melalui pendekatan agaman. Hal ini terutama dilakukan untuk mengeliminasi kasus kehamilan tidak dikehendaki di kalangan perempuan yang belum menikah. Upaya tersebut perlu diperkuat dengan sosialisasi masalah kesehatan reproduksi di kalangan remaja secara lebih intens. Pemahaman yang lebih baik mengenai masalah seks dan kesehatan reproduksi dimaksudkan agar menghindarkan remaja dari perilaku yang berisiko, khususnya risiko mengalami kehamilan tidak dikehendaki. Berbeda dengan kasus kehamilan tidak dikehendaki di kalangan remaja, di kalangan perempuan menikah munculnya kasus tersebut antara lain disebabkan tidak adanya pelayanan KB di tempat pengungsian. Pemberian layanan KB secara jemput bola bermanfaat bagi perempuan pengungsi untuk menghindarkan diri dari kehamilan tidak dikehendaki.

(8)
(9)

Abstract

Women have to face many problems when they live in IDP (Internally Displaced Persons) camps. One of the problems is unwanted pregnancy. Usually, health and family planning facilities in place of destination (IDP camps) are better than the facilities which are available in the area of origin. The problem is women cannot access the facilities because of many reasons, such as lack of money and because of lack of time since women are very busy in preparing their life when they are not allowed to stay in IDP camps anymore. This condition causes some women to experience unwanted pregnancy. Another reason why some women have to face unwanted pregnancy is because gender relations among the IDPs force women to be passive and do not have capability in rejecting men when they want to have sex.

Female adolescents are not free from the possibility of experiencing unwanted pregnancy. Intensive interaction between female and male adolescents during their stay in IDP camps is a factor contributing to the emergence of unwanted pregnancy cases. Living in the IDP camp during a long period of time also cause permissiveness among the IDPs. Such condition causes change in the interaction pattern among the adolescents and contribute to the emergence of unwanted pregnancy cases indirectly.

(10)

In general, women who experience unwanted pregnancy are sad and worried. Among married women, the difficulty in delivering, nurturing and taking care of their babies in IDP camps are the reasons women feel uncomfortable with their pregnancy. Unmarried women have more burden than married women because besides the fact that they have to worry about their pregnancy, they also feel worried that their boyfriends will not marry them.

Women are much more active than men in finding solutions for their pregnancy. Gender roles which place women as the most responsible actor in taking care of pregnancies and babies cause women to feel that they have to find the solution for “their own problem”. To avoid difficulty in the future, some women try to carry out abortion. There were at least three kinds of methods in carrying out abortion, which are 1) using modern medicine, 2) using traditional herbals, and 3) using traditional massage.

Husbands or boyfriends almost never help women in finding the solution for terminating the pregnancy. Moreover, married women do not inform their husband when they carry out abortion. They feel that giving information or asking permission from the husband about the plan to abort their baby is useless because women will not receive support from them. Women are afraid that husbands or boyfriends will get angry or will prohibit women to carry out the abortion. Such reaction will cause women to receive greater burden.

Efforts in eliminating unwanted pregnancy cases were done by using a religious approach. This is especially done to avoid adolescents in engaging in premarital sex. Disseminating information about reproductive health among the adolescents need to be done intensively to avoid adolescents to be involved in high risk behavior, especially the risk of

(11)

experiencing unwanted pregnancy. Among married women, one factor affecting the emergence of unwanted pregnancy is lack accessibility in obtaining contraceptive methods. Distributing contraceptive methods to married women in IDP camps will be very useful for the women in avoiding the problem of unwanted pregnancy.

(12)
(13)

Daftar Isi

Kata Pengantar Penerbit Kata Pengantar Penulis Intisari

Abstract Daftar Isi

Daftar Tabel dan Bagan Bab 1 Pendahuluan

A. Perempuan, Konflik, dan Kesehatan Reproduksi B. Permasalahan

C. Kerangka Pemikiran

1. Kehamilan Tidak Dikehendaki dan Sex Roles 2. Perempuan dan Stigma: Kehamilan Tidak

Dikehendaki di Kalangan Perempuan Menikah dan Tidak Menikah

D. Metode Penelitian

(14)

A. Provinsi Maluku Utara dan Konflik

B. Kota Manado dan Kota Bitung: Dua Kota Tujuan Para Pengungsi

C. Pengungsi di Kota Manado dan Kota Bitung D. Akses terhadap Fasilitas Kesehatan dan KB E. Pengungsi dan Kehidupan Sosial

F. Pengungsi dan Seksualitas

Bab 3 Upaya Pemberdayaan: Peran Pemerintah dan Nonpemerintah

A. Program Pemberian Bantuan Kebutuhan Umum 1. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Makanan dan

Sandang

2. Bantuan bagi Pendidikan Anak 3. Pengungsi dan Kesempatan Bekerja

4. Bantuan untuk Progran Pemulangan dan Relokasi

B. Bantuan Terkait dengan Masalah Kesehatan dan KB Bab 4 Perempuan Pengungsi: Kehamilan Tidak Dikehendaki dan Upaya Penyelesaian

A. Perempuan Pengungsi dan Kehamilan

B. Akar Permasalahan Kehamilan Tidak Dikehendaki 1. Rendahnya Kemampuan dalam Mengakses Alat

Kontrasepsi 2. Relasi Gender

C. Remaja dan Kehamilan Tidak Dikehendaki D. Respons terhadap Kehamilan tidak Dikehendaki

1. Penggunaan Obat-obatan

(15)

3. Pijat sebagai Upaya Pengguguran

E. Upaya Mengatasi Kehamilan Tidak Dikehendaki dan Peran Laki-laki

Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Daftar Pustaka

(16)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

This raises questions about how (and to what extent) these various demands and concerns can be addressed. In trying to answer these questions, it is important to understand what

Transboundary Haze Pollution Act yang mengatakan bahwa parties (dalam hal ini negara anggota ASEAN yang meratifikasi AATHP) memiliki kewajiban dalam semangat solidaritas

Mahkamah beranggapan tim seleksi yang dibentuk oleh masing-masing lembaga negara pengusung calon Hakim Konstitusi lebih dapat menghindarkan dominasi subjektivitas Panel Ahli

Nalliah, “Super (a, d) -edge antimagic total labelings of friendship and generalized friendship graphs,” North -Holland, 2015. Hidayat, “Cycle -Super Antimagicness of

Dalam menu rumpun ilmu akan disediakan berbagai informasi mengenai jurnal atau seminar yang tersedia.. Pengguna dapat mendownload poster atau template yang

Berkaitan dengan proses analisis data dan berdasarkan diskripsi data tersebut diatas maka bagian ini akan penulis uraikan hasil observasi dan wawancara dari

Peserta didik dinyatakan telah menyelesaikan Pendidikan Progam Magister : 1. Lulus semua mata kuliah yang disyaratkan (