• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

4.1. Perbandingan PINDAD dan Rata-rata Industri

Hasil survei secara keseluruhan dapat terlihat pada Tabel 4.1. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan pada bagian-bagian berikut di bab ini. Sekilas kita bisa melihat bahwa nilai-nilai yang dicapai PINDAD hampir sama dengan nilai dari rata-rata industri.

Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik PT PINDAD dan Rata-Rata Industri

Bagian Karakteristik yang Diteliti PINDAD Rata-rata

Industri Kaitan strategi

perusahaan dengan pengembangan produk baru

ƒ Tipe produk baru yang dikembangkan i. Derivative

ii. Breakthrough

ƒ Arahan pengembangan produk baru i. Top Level Management

ii. Pihak Luar

ƒ Tujuan pengembangan produk baru i. Memperpanjang siklus hidup produk ƒ Persentase dana yang dialokasikan

3.00/5.00 3.00/5.00 4.00/5.00 3.00/5.00 Ada 5 – 9% 3.19/5.00 3.14/5.00 3.74/5.00 3.23/5.00 Ada (19%) 5 – 9% Proses pengembangan produk baru

ƒ Adanya prosedur formal

ƒ Pelaksanaan proses pengembangan produk baru

ƒ Pelaksana pengembangan produk baru i. Bagian R&D

ii. Bagian Marketing iii. Bagian Produksi

ƒ Jumlah produk baru yang berhasil diluncurkan Ada Concurrent 3.25/5.00 2.25/5.00 1.50/5.00 5–9 produk Ada (61.18%) Concurrent & Serial (44.3%) 3.63/5.00 3.53/5.00 3.07/5.00 0 – 4 produk Hubungan organisasi dengan pengembangan produk baru

ƒ Adanya unit pengembangan produk baru i. Ada

ii. Tidak Ada

Ada (Dirangkap) Ada / 90.4% Tdk Ada / 9.6% Evaluasi performance produk baru

ƒ Keberhasilan produk baru yang dikembangkan i. Manfaat Internal

ii. Manfaat Eksternal

4.00/5.00 3.20/5.00

3.68/5.00 3.69/5.00

(2)

4.2. Profil Responden

Survei ini selain dilakukan pada PT PINDAD, juga disebarkan kepada beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia. Setelah disebarkan, ada 85 kuesioner yang kembali (selanjutnya mereka disebut sebagai responden). Responden yang terkumpul memiliki variasi yang cukup beragam, sehingga dianggap dapat mewakili keadaan industri manufaktur di Indonesia.

Pada Gambar 4.1, kita bisa melihat bahwa berdasarkan komposisi modal, 65% responden adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), 30% adalah Penanaman Modal Asing (PMA), dan 5% sisanya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PINDAD dalam hal ini termasuk dalam kategori BUMN.

Bentuk Kepem ilikan Perusahaan

Sebagian kempemilikan luar negeri 30% Kepemilikan dalam negeri 65% BUMN / BUMD 5%

Gambar 4.1 Bentuk Kepemilikan Perusahaan

Biro Pusat Statistik (BPS) melakukan klasifikasi jenis industri berdasarkan dari jumlah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Klasifikasinya adalah sebagai berikut:

ƒ Besar : ≥ 100 orang karyawan ƒ Medium : 20 – 99 karyawan ƒ Kecil : 5 – 19 karyawan ƒ Mikro : 1 – 4 karyawan

(3)

Berdasarkan survei, diperoleh data yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Jumlah Karyawan Tetap

Jumlah Karyawan Tetap %

1 – 19 40.48 % 20 – 99 13.10 % 100 – 250 14.29 % 251 – 500 9.52 % 501 – 999 10.71 % > 1000 11.90 %

Bila dibandingkan dengan klasifikasi yang dilakukan oleh BPS, lebih dari 45% dari responden memiliki karyawan lebih dari 100 orang atau termasuk dalam klasifikasi Industri Besar. Apabila dibandingkan dengan jawaban dari responden ketika ditanya “Apa klasifikasi perusahaan menurut mereka?”, terdapat perbedaan persepsi yang cukup mencolok, dimana komposisinya adalah, 43% menganggap perusahaan mereka termasuk dalam kategori mikro atau kecil, 36% masuk kedalam kategori menengah dan hanya 21% yang menganggap mereka adalah kategori menengah. Perbandingannya bisa lebih terlihat pada Gambar 4.2.

Hal yang sama juga terjadi pada PINDAD. Bila dilihat dari jumlah karyawan yang dimiliki (>1000) maka berdasarkan kategori dari dari BPS, PINDAD termasuk kedalam kategori perusahaan besar. Tetapi ketika ditanya pendapat mereka sendiri, mereka menganggap PINDAD masih termasuk kedalam kategori perusahaan menengah.

Ini memperlihatkan bahwa pada kenyataan di lapangan masih terdapat perbedaan persepsi tentang klasifikasi industri itu sendiri.

(4)

Kelom pok Perusahaan (m enurut responden) Perusahaan besar 21% Perusahaan menengah 36% Perusahaan kecil 43%

Gambar 4.2 Kelompok Perusahaan menurut Responden

Industri manufaktur yang diteliti pada survei ini terdiri atas berbagai subsektor dan tidak mengacu hanya pada satu jenis industri saja, seperti terlihat pada Gambar 4.3. Jenis industri manufaktur yang tercakup dalam studi ini terdiri dari 22% industri makanan/minuman, 16% industri tekstil, 9% industri yang bergerak dalam bidang handicraft, 7% industri otomotif, 5% industri elektronik, dan lebih 38% bergerak dalam industri dengan kategori lain-lain yaitu: farmasi, engineering, fiber glass, sepatu, furniture, packaging, telekomunikasi, dan teknologi informasi.

Jenis Industri Perusahaan

Farmasi 2% Tekstil 16% Makanan/ minuman 23% Elektronik 6% Otomotif 7% Handicraft 9% Lain-lain 37%

(5)

PINDAD, dalam survei menyebutkan bahwa mereka adalah industri manufaktur, yang bisa kita kategorikan sebagai industri lain-lain, yang cukup sesuai apabila kita melihat bahwa produk yang dihasilkan, sebagian besar adalah kebutuhan militer.

Kemudian kita akan melihat bagaimana komposisi pendapatan, asset yang dimiliki oleh perusahaan. Seperti terlihat pada Tabel 4.3 dan 4.4 berikut.

Tabel 4.3 Pendapatan Perusahaan Pendapatan Perusahaan % < Rp 200 juta 32.47 % Rp 200 – 600 juta 5.19 % Rp 600 juta – 1 milyar 10.39 % Rp 1 – 10 milyar 12.99 % Rp 10 – 100 milyar 14.29 % > Rp 100 milyar 24.68 %

Tabel 4.4 Asset Perusahaan Asset Perusahaan % < Rp 100 juta 32.89 % Rp 100 juta – 1 milyar 13.16 % Rp 1 – 10 milyar 7.89 % Rp 10 – 100 milyar 17.11 % Rp 100 milyar – 1 triliun 15.79 % > Rp 1 triliun 13.16 %

Dari sisi pendapatan (tahun 2005), terlihat bahwa responden terbesar berasal dari kelompok yang memiliki pendapatan <Rp 200 juta, kemudian diikuti kelompok dengan pendapatan >Rp 100 milyar. PINDAD, berdasarkan kuesioner yang didapat, termasuk kedalam kelompok yang terakhir (>Rp 100 milyar).

Ketika kita melihat klasifikasi asset yang dimiliki perusahaan, hal yang hampir sama kembali terlihat dimana kontributor terbesar berasal dari kelompok yang memiliki asset <Rp 100 juta (32,89%), tetapi kontributor kedua terbesar bukan dari kelompok yang memiliki asset terbesar (>Rp 1 triliiun), melainkan kelompok dengan asset antara Rp10-100 milyar (17,11%). PINDAD pada

(6)

kategori ini termasuk kedalam kelompok yang memiliki asset kedua terbesar (Rp 100 milyar-Rp 1 triliun).

4.3. Area Lingkup Bisnis Perusahaan

4.3.1. Sales

Dengan menggunakan data dari survei juga bisa terlihat area cakupan bisnis dari perusahaan-perusahaan yang menjadi responden. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.4, sebanyak 54% perusahaan melakukan penjualan di dalam negeri, dan sisanya adalah ekspor ke berbagai negara yang didominasi oleh negara-negara asia (18%). Pada bagian ini, PINDAD melakukan penjualan selain di Indonesia, juga di Asia.

Area Lingkup SALES Perusahaan

Lainnya 8% Indonesia 54% Asia (selain Indonesia) 18% Eropa 12% Amerika Serikat 8%

Gambar 4.4 Area Lingkup SALES yang Dilakukan oleh Perusahaan

Gambar ini memperlihatkan bahwa sebenarnya produk manufaktur kita masih diterima dipasar internasional. Terbukti bahwa 46% penjualan yang dilakukan ditujukan ke pasar luar negeri. Apabila hal ini terus ditingkatkan, bukan tidak mungkin nilai ini akan berubah dimana penjualan ke luar negeri nilainya lebih besar daripada ke dalam negeri.

Dengan beralihnya pasar ke pasar global, komposisi penjualan yang seperti ini cukup memberikan harapan kepada kita. Komposisi ini bisa menjadi modal bagi industri Indonesia untuk lebih meningkatkan lagi ekspor mereka.

(7)

4.3.2. Research and Development (R&D)

Pada kategori Research and Development (R&D), terlihat bahwa sebagian besar dari proses R&D dilakukan di Indonesia (72%). 15% perusahaan melakukan proses R&D di Asia (selain Indonesia), 9% di Eropa, 3% di Amerika Serikat dan 1% sisanya adalah yang memilih lain-lain. Dari data yang diperoleh, PINDAD melakukan proses R&D di Indonesia.

Area Lingkup R&D Perusahaan

Amerika Serikat 3% Eropa 9% Asia (selain Indonesia) 15% Indonesia 72% Lainnya 1%

Gambar 4.5 Area Lingkup R&D yang Dilakukan oleh Perusahaan

Proses R&D ini sangat penting untuk dilakukan di Indonesia karena biasanya melibatkan proses transfer teknologi, sehingga dengan sendirinya dapat meningkatkan kemampuan sumber daya di Indonesia. Dengan semakin tingginya kemampuan SDM di Indonesia, maka kemungkinan besar akan menarik minat lebih banyak investor asing untuk melakukan proses R&D-nya di Indonesia.

Manfaat lain yang bisa diperoleh dari proses R&D ini adalah meningkatnya value added dari produk yang dihasilkan. Dengan tingginya value added, maka kontribusi pendapatan untuk negara pun akan semakin tinggi, sehingga Indonesia tidak lagi dikenal sebagai negara pengekspor bahan baku, tetapi juga produk jadi.

4.3.3. Manufacturing

Sebagai perusahaan manufaktur, maka pada Gambar 4.6, kita bisa melihat bahwa hampir semua perusahaan yang menjadi responden melakukan proses manufakturnya di Indonesia (82%). Hanya sebagian kecil (18%) yang melakukan

(8)

proses manufaktur di luar negeri. PINDAD juga termasuk kedalam perusahaan yang melakukan proses manufakturnya di dalam negeri.

Area Lingkup Manufacturing Perusahaan

Lainnya 1% Indonesia 82% Asia (selain Indonesia) 9% Eropa 5% Amerika Serikat 3%

Gambar 4.6 Area Lingkup MANUFACTURING yang Dilakukan oleh Perusahaan

Besarnya minat perusahaan untuk melakukan proses manufaktur di Indonesia bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya adalah untuk mendekati pasar yang sebagaimana kita ketahui bersama, dengan penduduk yang diatas 200 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat menarik bagi perusahaan-perusahaan asing.

Faktor lain yang menjadi pendorong adalah tenaga kerja. Walaupun sekarang Indonesia bukan lagi merupakan penyedia tenaga kerja yang paling murah, tetapi masih dianggap cukup murah, sehingga perusahaan akan dapat menghasilkan barang dengan biaya rendah dan mampu bersaing di pasar internasional. Tetapi beberapa tahun belakangan, mulai ada kecenderungan dari perusahan asing yang ingin mencari pekerja yang murah, mereka akan melakukannya di Vietnam atau China karena kualitas pekerja mereka yang lebih baik dan birokrasi yang lebih mudah daripada di Indonesia. Apabila hal ini terus terjadi maka investor asing akan makin segan untuk melakukan proses manufakturnya di Indonesia, dan hanya menjadikan Indonesia sebagai sasaran penjualan saja, yang berarti tidak ada pemasukan tambahan bagi Negara.

(9)

4.4. Strategi Perusahaan Dalam Pengembangan Produk Baru

Strategi adalah suatu rencana di masa depan sehubungan dengan aksi atau kegiatan yang ingin dilakukan. Kadang bisa dikonotasikan sebagai cara untuk menghadapi kompetisi. Kata strategi sendiri berasal dari bahasa Yunani “strategos” yang berarti “seni para jenderal”.

4.4.1. Pengertian Strategi Perusahaan

Dalam dunia bisnis dikenal 3 macam strategi, sesuai dengan tingkatannya. 3 Macam strategi itu adalah:

ƒ Corporate Strategy, adalah aturan-aturan tentang bisnis apa yang akan dilakukan suatu perusahaan dan bagaimana pembagian sumber daya akan dilakukan

ƒ Business Strategy, adalah penjabaran dari cara suatu perusahaan dalam menghadapi kompetisi didalam industri

ƒ Functional Strategy, adalah berbagai keputusan yang dilakukan diberbagai departemen dalam perusahaan, seperti marketing, operation, finance, research and development, human resources, dan lain-lain yang akan menunjang business strategy

4.4.2. Proses Perumusan Strategi Perusahaan

Strategi perusahaan disusun sebagai cara untuk mengahadapi atau melakukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang ada dalam lingkungan perusahaan. Lingkungan itu bisa berupa lingkungan dalam (internal) maupun luar (external).

Pada gambar berikut terlihat bahwa pada proses perumusan strategi bisnis, perusahaan perlu memperhatikan 3 hal yang saling berhubungan (Paul Trott, 2004):

• Pandangan jangka panjang dari organisasi dan manajemen senior yang

berpengaruh pada pembentukan strategi perusahaan

• Kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh perusahaan, antara lain sumber

daya manusia dan finansial, untuk mendukung strategi yang akan dibuat

• Analisis lingkungan usaha dimana perusahaan akan berkompetisi. Analisa

yang perlu dilakukan antara lain dalam hal perkembangan teknologi, strategi dari kompetitor, perubahan pasar, dan lain-lain.

(10)

Gambar 4.7 The Key Elements in The Process of Formulating Business Strategy (Paul Trott, 2002)

Strategi perusahaan dalam hubungannya dengan lingkungan luar, biasanya dilakukan untuk mempertahankan keadaan perusahaan dari berbagai faktor luar yang akan mempengaruhinya. Hal ini bisa dilihat melalui gambar berikut.

Industry Competition Suppliers Buyers Potential Entrants Firm Producing Substitute Products

Gambar 4.8 Forces Driving Industry Competition (Michael Porter, 2004)

Gambar diatas biasa dikenal sebagai Porter’s Five Forces yang menunjukkan kekuatan-kekuatan apa saja yang bisa mempengaruhi perusahaan.

(11)

Faktor-faktor tersebut adalah:

Industry Competition, adalah persaingan antar perusahaan didalam lingkup industri yang sejenis

Potential Entrants, adalah kemungkinan masuknya perusahaan baru kedalam industri tersebut, dan menjadi pesaing baru

Suppliers, adalah para pemasok yang dapat mempengaruhi kelangsungan pasokan bahan baku bagi industri tersebut

Buyers, adalah para konsumen yang akan membeli produk yang disediakan oleh industri tersebut

Firm Producing Substitute Products, adalah industri lain yang dapat menghasilkan barang substitusi untuk menggantikan produk yang dihasilkan oleh industri tersebut

Semua kekuatan tersebut akan sangat mempengaruhi perusahaan dalam berkompetisi. Oleh karena itu, dalam membuat suatu strategi yang baik, perusahaan disamping memperhitungkan masalah dalam industri, mereka juga harus memperhitungkan 4 kekuatan lain yang kemungkin akan mempengaruhi kondisi perusahaan.

Dengan berdasarkan kepada faktor-faktor tersebut diatas, baik internal maupun eksternal diharapkan perusahaan akan dapat membuat suatu strategi yang kompetitif dan sangat bermanfaat bagi perusahaan.

4.4.3. Tujuan Strategi Perusahaan

Keuntungan (profit) dan pertumbuhan (growth) merupakan dua indikator utama bagi perusahaan yang berkembang. Untuk dapat terus “hidup” dalam dunia bisnis, peran manajemen perusahaan dalam menentukan strategi bisnisnya menjadi sangat penting, karena strategi inilah yang akan menuntun perusahaan mencapai tujuannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Dan untuk bisa mewujudkan hal tersebut perusahaan memerlukan strategi. Secara umum perusahaan akan mempunyai 3 tujuan yang ingin dicapai atau yang dipergunakan sebagai arahan strateginya (Potter 1980). Tujuan-tujuan tersebut adalah:

1. Overall Cost Leadership 2. Differentiation

(12)

3. Focus

Untuk lebih jelasnya dapat terlihat pada gambar berikut.

Gambar 4.9 The Generic Strategies (Michael Porter, 2004)

Overall cost leadership merupakan strategi perusahaan yang bertujuan menciptakan produk dengan biaya yang lebih rendah daripada kompetitor. Pada strategi ini, riset ditujukan untuk menghasilkan produk dengan biaya produksi lebih rendah dari kompetitor. Kelebihan dari penggunaan strategi ini adalah mencari margin keuntungan yang lebih besar.

Differentiation merupakan strategi perusahaan yang bertujuan menciptakan produk yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kompetitor maupun yang ada di pasar. Pada strategi ini, riset ditujukan untuk menciptakan produk yang belum ada di pasar. Keuntungannya terutama adalah dengan menjual produk yang belum ada di pasar, mereka dapat menjual dengan harga yang tinggi sebelum kompetitor mulai menjual produk yang sama.

Focus merupakan strategi perusahaan dimana mereka hanya melakukan spesialisasi pada jenis produk tertentu. Riset biasanya dlakukan untuk mengembangkan produk yang sudah ada menjadi lebih baik dan bukan untuk membuat produk yang benar-benar baru. Keuntungan dari penggunaan strategi ini biasanya adalah kualitas yang lebih baik daripada perusahaan yang tidak melakukan spesialisasi.

(13)

Pemilihan strategi yang digunakan akan sangat tergantung pada strategi jangka panjang perusahaan. Pada gambar berikut terlihat berbagai tujuan yang umumnya akan diambil oleh perusahaan dalam berkompetisi.

Gambar 4.10 The Wheel of Competitive Strategy (Michael Porter, 2004)

Selanjutnya kita akan melihat kaitannya dengan hasil survei yang sudah dilakukan.

4.4.4. Dasar Pengembangan Produk Baru

Dalam melakukan pengembangan produk, perusahaan menganggap bahwa arahan top level manajemen dan usulan dari pihak luar merupakan dasar yang dianggap sama-sama penting, walaupun secara top-down masih lebih mendominasi. Hal ini terlihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.5 Dasar Pengembangan Produk Baru (Rata-rata Industri) Dasar Pengembangan Produk Baru Nilai Arahan top level manajemen (top – down) 3.74 / 5.00

(14)

Tabel 4.6 Dasar Pengembangan Produk Baru (PINDAD) Dasar Pengembangan Produk Baru Nilai Arahan top level manajemen (top – down) 4.00 / 5.00

Usulan dari pihak luar 3.00 / 5.00

Analisis Hasil Penelitian

Bila kita membandingkan angka-angka yang ada pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6, kita melihat bahwa apa yang dilakukan oleh PINDAD hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh industri dimana nilai terbesar adalah arahan dari top level manajemen (Industri 3,74 dan PINDAD 4). Kemudian nilai yang diperoleh untuk usulan dari luar adalah (Industri 3,23 dan PINDAD 3).

Sesuai dengan yang terlihat pada Gambar 4.7, arahan dari top level manajemen merupakan salah satu elemen penting dalam pembuatan strategi perusahaan, karena dengan demikian, produk yang dihasilkan akan sesuai dengan strategi perusahaan yang sudah ditetapkan. Selain itu, dengan adanya arahan dari top level manajemen tersebut, pengembangan produk baru yang membutuhkan dana yang tidak sedikit akan lebih terjamin dalam hal finansial.

Walaupun demikian, seperti terlihat pada Gambar 4.7, top level manajemen hanya merupakan satu elemen. Masih ada 2 elemen lagi yang juga perlu diperhatikan, yaitu kemampuan perusahaan dan faktor luar. Ada kalanya usulan dari dalam perusahaan akan lebih baik karena mereka lebih memahami apa yang bisa dilakukan, dan produk apa yang diinginkan oleh pasar.

Pihak luar (dalam hal ini konsultan, konsumen, dll) biasanya memberikan masukan mengenai produk apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh pasar. Komunikasi yang baik antara perusahan dengan pihak luar akan membuat informasi yang didapat mengenai kebutuhan konsumen adalah informasi yang terbaru. Dengan demikian, produk yang dikembangkan akan sesuai dengan keinginan konsumen atau bahkan menjadi yang pertama di pasar (first to the market). Sebaiknya perusahaan dapat sesegera mungkin memenuhi keinginan konsumen untuk menunjukkan bahwa perusahaan memperhatikan kenginan mereka.

Dengan menggabungkan antara kebijakan internal dengan kebutuhan eksternal, maka seharusnya industri manufaktur di Indonesia dapat menciptakan

(15)

produk baru yang sesuai dengan kemampuan perusahaan dan keinginan pasar, atau bahkan dapat menciptakan pasar yang baru.

4.4.5. Tujuan Pengembangan Produk Baru

Tujuan dari Pengembangan Produk Baru yang didapatkan berdasarkan survei adalah seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7 Tujuan Pengembangan Produk Baru (Rata-rata Industri) Tujuan pengembangan produk baru %

Memenuhi permintaan konsumen 19%

Meningkatkan kualitas 16%

Menciptakan pasar baru 15%

Melakukan diversifikasi produk 13% Aplikasi dari teknologi baru 10%

Mengurangi biaya produksi 10%

Mengikuti tren di dalam industri 9% Memperpanjang siklus hidup produk 7%

Lain-lain 1%

Tabel 4.8 Tujuan Pengembangan Produk Baru (PINDAD) Tujuan pengembangan produk baru

Memenuhi permintaan konsumen Menciptakan pasar baru

Melakukan diversifikasi produk Memperpanjang siklus hidup produk

Pada Tabel 4.7, terlihat alasan terbanyak dari perusahaan dalam membuat produk baru adalah memenuhi permintaan konsumen (19%), meningkatkan kualitas (16%), dan menciptakan pasar baru (15%). Sedangkan alasan terendah adalah memperpanjang siklus hidup produk (7%) dan mengikuti trend dalam industri (9%). Adapun alasan lain yang dikemukakan oleh responden adalah melakukan diversifikasi produk (13%), aplikasi dari teknologi baru (10%), dan mengurangi biaya produksi (10%).

(16)

Analisis Hasil Survei

PINDAD dalam menentukan tujuan pengembangan produk baru terlihat hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh rata-rata industri, dimana salah satunya adalah menyebutkan “memenuhi permintaan konsumen” sebagai tujuan pengembangan produk baru. Tujuan ini dipilih oleh 19% dari responden. Pilihan ini menunjukkan adanya perhatian kepada apa yang dibutuhkan oleh konsumen.

PINDAD sebagai industri yang menghasilkan produk yang cukup spesifik, yaitu perlengkapan militer, sudah pasti sangat tergantung kepada konsumen yang juga spesifik. Dengan rendahnya kompetisi untuk industri sejenis di Indonesia, maka pengaruh dari buyers menjadi penting.

“Menciptakan pasar baru”, adalah tujuan pengembangan produk baru yang juga dipilih oleh PINDAD. Hal ini memperlihatkan bahwa disamping masih bergantung kepada pembeli yang lama, PIDAD juga mulai berpikir untuk mencari pasar lain yang lebih potensial. Bila kita melihat jenis barang yang dihasilkan oleh PINDAD, terlihat bahwa sekarang mereka tidak hanya memproduksi perlengkapan militer, tetapi juga produk-produk komersial. Bisa jadi ini menunjukkan bahwa PINDAD di masa depan tidak lagi hanya bergantung kepada pasar militernya.

Sejalan dengan tujuan menciptakan pasar yang baru, “melakukan diversifikasi produk” menjadi tujuan yang juga dipilih oleh PINDAD dalam mengembangkan produk-produk barunya. Disamping ingin menciptakan pasar baru, PINDAD juga bisa memenuhi keinginan dari konsumen yang mungkin membutuhkan spesifikasi produk yang berbeda.

Pilihan terakhir PINDAD adalah “memperpanjang siklus hidup produk”. Dengan memiliki konsumen yang spesifik dan terbatas, dengan sendirinya PINDAD harus terus melakukan pengembangan pada produk-produknya agar selalu bisa dipergunakan dan tidak cepat ditinggalkan.

4.4.6. Alokasi Dana R&D

Perusahaan (yang diwakili oleh top level manajemen) harus memutuskan berapakah alokasi dana pengembangan produk baru yang dirasa paling tepat. Dalam melakukan pengembangan produk baru, hasil yang didapatkan dari

(17)

pengembangan tersebut tidaklah dapat diketahui dengan pasti, atau kemungkinan gagal dan berhasil sama besar. Apabila gagal, maka investasi yang dikeluarkan untuk kegiatan R&D tidaklah dapat dikembalikan, namun apabila berhasil maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang mungkin nilainya berkali lipat dari dana yang dikeluarkan.

Strategi pembiayaan kegiatan R&D antara lain:

ƒ Membiayai sebanyak mungkin proyek pengembangan produk baru, dengan harapan semakin banyak pula keberhasilan dan keuntungan yang diraih oleh proyek tersebut

ƒ Menentukan dana R&D sebagai fungsi terhadap penjualan

ƒ Mengalokasikan dana R&D sesuai dengan yang dilakukan oleh kompetitor atau industri yang sejenis

ƒ Menentukan berapa banyak produk baru yang berhasil yang harus dicapai dan memperkirakan berapa besar investasi yang diperlukan

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sekitar 2/3 industri manufaktur di Indonesia mengalokasikan dana kurang dari 9% dari total penjualan tahunan untuk kegiatan R&D. Sisanya terdiri dari 10-14% (20%), 15-19% (7%), dan ≥20% (6%).

Tabel 4.9 Alokasi Dana R&D di Perusahaan Rata-rata Alokasi Dana R&D %

0 – 4 % 31.76 %

5 – 9 % 35.29 %

10 – 14 % 20.00 %

15 – 19 % 7.06 %

≥ 20 % 5.88 %

Analisis Hasil Penelitian

Alokasi dana yang dilakukan oleh PINDAD adalah 5 - 9% dari total penjualan. Angka ini sama rata-rata industri dimana 35,29% responden mengalokasikan dana sebesar 5 - 9%.

Bila kita perhatikan, alokasi dana R&D yang dilakukan oleh responden adalah dibawah 10% (lebih dari 65%). Hal ini menunjukkan bahwa R&D masih

(18)

belum dianggap sebagai elemen penting dari peningkatan penjualan. Hanya 5,88% responden yang menganggap hal ini penting dengan mengalokasikan > 20%.

Rendahnya alokasi dana yang dilakukan oleh perusahaan bisa jadi merupakan penyebab rendahnya jumlah produk baru yang dihasilkan di Indonesia.

4.5. Strategi Produksi

Dalam sebuah perusahaan industri manufaktur, peranan suatu produk sangat penting karena produklah yang mereka tawarkan kepada konsumen. Sedangkan jasa hanya merupakan pelengkap untuk lebih menarik konsumen. Faktor inilah yang menyebabkan sangat penting bagi mereka untuk memperhatikan strategi dalam menghasilkan suatu produk yang bisa diterima konsumen.

4.5.1. Siklus Hidup Produk

Salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi produksi adalah yang dikenal sebagai Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle), seperti terlihat pada gambar berikut.

(19)

Dari gambar diatas terlihat terlihat bahwa, suatu produk mempunyai siklus hidup tertentu, dan perusahaan harus tahu kapan harus melakukan perubahan atau membuat produk baru sehingga siklus tersebut dapat diperpanjang.

Siklus hidup produk terdiri dari 4 tahap, yaitu:

ƒ Introduction, pada tahap ini perusahaan baru memperkenalkan produknya pada masyarakat sehingga jumlah penjualan yang terjadi pada awalnya masih rendah, dan baru kemudian akan semakin meningkat

ƒ Growth, pada tahap ini produk tersebut sudah mulai dikenal dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sehingga jumlah penjualan pun meningkat dengan sangat cepat

ƒ Maturity, pada tahap ini penjualan produk tersebut tidak mengalami peningkatan yang berarti

ƒ Decline, pada tahap ini penjualan produk tersebut mulai mengalami penurunan karena sudah mulai ditinggalkan masyarakat

Sesuai dengan siklus yang terlihat pada gambar, bisa diambil kesimpulan bahwa pada tahap decline, perusahaan sebaiknya sudah mempunyai produk pengganti atau mengadakan perubahan-perubahan terhadap produk yang dihasilkan, sehingga usia produk tersebut bisa diperpanjang, dan tidak berakhir sampai disitu.

Proses inilah yang dikenal dengan Pengembangan Produk Baru (New Product Development). Biasanya dilakukan pada tahap growth atau maturity. Hal ini dilakukan agar pada saat siklus hidup produk tersebut sudah mengalami penurunan, sudah ada produk baru yang siap untuk menggantikan.

4.5.2. Pengembangan Produk Baru

Pengembangan suatu produk membutuhkan alokasi sumber daya serta strategi perusahaan sesuai dengan karakter dari produk tersebut terhadap perusahaan, serta dampak terhadap pasar dari produk yang akan dikembangkan tersebut. Gambar 4.12 berikut menunjukkan bagaimana hubungan antara karakter dari produk yang akan dikembangkan terhadap sifat perubahan teknologi dari produk tersebut serta dampaknya terhadap pasar, yang didasarkan pada kerangka kerja Aggregate Project Planning (APP).

(20)

Gambar 4.12 Kerangka Kerja Aggregate Project Planning

(Burgelman, 2004)

Berdasarkan kerangka kerja tersebut terlihat bahwa ada 4 tahap pengembangan produk baru yang biasa dilakukan perusahaan. Tergantung pada sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan. Tahap-tahap tersebut adalah:

Product/Brand Support, dimana perusahaan hanya melakukan pengembangan dasar dari produk yang sudah ada untuk mengganti produk yang sudah beredar

Derivative, tahap ini bertujuan meningkatkan penjualan pada konsumer yang sudah ada dengan melakukan penyempurnaan dari produk sebelumnya

Platform, tahap ini terutama ingin mencari konsumen baru, seperti dari generasi yang berbeda

Breakthrough, dengan melakukan perubahan yang lebih radikal, perusahaan ingin menciptakan pasar yang benar-benar baru bagi produknya

Kerangka kerja APP ini, dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menghubungkan antara strategi perusahaan yang digunakan, dengan mekanisme pengalokasian sumber daya perusahaan dalam proyek pengembangan produk.

4.5.3. Tipe Produk Baru yang Dikembangkan

Kottler dan Kane (2006) mengkategorikan produk baru yang dikembangkan oleh perusahaan menjadi enam macam:

(21)

ƒ Produk yang benar-benar baru – Produk baru yang menciptakan pasar yang benar-benar baru

ƒ Lini produk baru – Produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki pasar yang ada untuk pertama kali

ƒ Tambahan pada lini produk yang ada – Produk baru yang menambah lini produk yang ada (ukuran kemasan, rasa, dll)

ƒ Perbaikan dan revisi dari produk yang ada – Produk baru yang memiliki performance lebih baik atau nilai lebih baik serta mengganti produk yang ada saat ini

ƒ Pengurangan biaya – Produk baru yang mempunyai performance mirip tetapi dengan biaya yang lebih rendah

Dari keenam tipe tersebut, kurang dari 10% dari seluruh produk baru yang benar-benar inovatif dan benar-benar baru di pasar. Produk jenis ini memerlukan investasi biaya yang sangat tinggi, disertai resiko yang tinggi, karena merupakan hal baru bagi perusahaan maupun bagi pasar. Untuk dapat menghasilkan produk tipe ini, perusahaan biasanya harus melakukan percobaan berkali-kali sebelum menemukan produk yang inovatif. Pasar yang menjadi tujuan produk baru inipun belum dapat diperkirakan bagaimana reaksinya terhadap adanya produk tipe ini. Oleh karena itu, sebagian besar produk baru yang dikembangkan oleh perusahaan merupakan perbaikan dari produk yang ada saat ini.

Perbaikan atau pengembangan yang dapat dilakukan pada suatu produk bersifat multidimensional karena dapat dilakukan dari berbagai sisi, seperti terlihat pada gambar dibawah.

Le ve l o f Se rv ic e Pri c e Brand Name

(22)

4.5.4. Tipe Produk Baru (Hasil Survei)

Berdasarkan survei yang diberikan, diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 4.10 Tipe Produk Baru yang Dikembangkan (Rata-rata Industri)

Tipe Produk Baru Nilai

Produk yang dikembangkan sangat baru dibandingkan produk sebelumnya

3.51/5.00 Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan proses yang sangat

berbeda dari proses yang ada sebelumnya

3.18/5.00 Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan mesin yang sangat

berbeda dari mesin yang ada sebelumnya 2.66/5.00 Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan keterampilan baru 3.49/5.00 Produk yang dikembangkan sebelumnya tidak ada di pasar 3.25/5.00 Produk yang dikembangkan adalah produk turunan/derivatif 3.43/5.00 Produk yang dikembangkan adalah produk

breakthrough/radikal

2.67/5.00

Tabel 4.11 Tipe Produk Baru yang Dikembangkan (PINDAD)

Tipe Produk Baru Nilai

Produk yang dikembangkan sangat baru dibandingkan produk

sebelumnya 4.00/5.00

Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan proses yang sangat

berbeda dari proses yang ada sebelumnya 3.00/5.00 Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan mesin yang sangat

berbeda dari mesin yang ada sebelumnya 3.00/5.00 Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan keterampilan baru 4.00/5.00 Produk yang dikembangkan sebelumnya tidak ada di pasar 3.00/5.00 Produk yang dikembangkan adalah produk turunan/derivatif 2.00/5.00 Produk yang dikembangkan adalah produk

breakthrough/radikal

(23)

Setelah dilakukan perhitungan lebih lanjut, data yang didapat dari industri manufaktur di Indonesia menunjukkan bahwa tipe produk baru yang dikembangkan lebih mengarah kepada produk derivative. Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12 Kecenderungan Pengembangan Tipe Produk Baru (Rata-rata Industri)

Variabel Nilai

Tipe Produk Baru Cenderung derivatif (α = 0.506) Produk turunan / derivatif 3.19 / 5.00 Produk breakthrough/radikal 3.14 / 5.00

Tabel 4.13 Kecenderungan Pengembangan Tipe Produk Baru (PINDAD)

Variabel Nilai

Tipe Produk Baru

Produk turunan / derivatif 3.00 / 5.00 Produk breakthrough/radikal 3.00 / 5.00

Hasil tipe produk baru yang cenderung derivative dengan Cronbach Alpha sebesar 0.506 diteliti dari karakteristik berikut:

ƒ Produk yang dikembangkan sangat baru dibandingkan produk sebelumnya ƒ Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan proses yang sangat berbeda dari

proses yang ada sebelumnya

ƒ Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan mesin yang sangat berbeda dari mesin yang ada sebelumnya

ƒ Untuk membuat produk tersebut, dibutuhkan keterampilan baru ƒ Produk yang dikembangkan sebelumnya tidak ada di pasar

Analisis Hasil Penelitian

Bila kita bandingkan angka yang didapat dari rata-rata industri dengan PINDAD, terlihat bahwa pengembangan produk baru yang dilakukan di PINDAD hampir sama dengan nilai dari rata-rata industri. Pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13,

(24)

terlihat bahwa walaupun ada kecenderungan untuk menghasilkan produk derivative, tetapi produk yang benar-benar baru juga menjadi perhatian, dengan skala nilai yang lebih kecil. Untuk PINDAD, nilai yang dimiliki sama, artinya PINDAD memproduksi kedua jenis produk tersebut bersama-sama, tidak ada konsentrasi terhadap produk tertentu.

Berkaitan dengan rendahnya dana R&D seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak mengherankan apabila tipe produk baru yang dihasilkan oleh industri manufaktur di Indonesia mengarah ke produk derivative, dimana produk yang dikembangkan merupakan modifikasi/perbaikan dari produk yang ada saat ini, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini mendukung penemuan sebelumnya bahwa tujuan pengembangan produk baru terbesar yang dilakukan oleh industri ini adalah untuk memenuhi permintaan konsumen.

Produk derivative mempunyai ciri siklus hidup yang lebih pendek dan margin yang rendah yang bertujuan untuk bertahan dalam pasar yang kompetitif dan jenuh. Hal ini berbeda dengan produk breakthrough/radikal yang mampu menciptakan pasar baru dengan margin tinggi, namun membutuhkan sumber daya yang jauh lebih besar.

Tipe produk derivative yang umumnya banyak dikembangkan oleh industri manufaktur di Indonesia mengakibatkan produk ini tidak menghasilkan kenaikan profit yang signifikan karena margin-nya yang rendah. Walaupun mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda, namun produk derivative ini relatif sama dengan produk kompetitor. Konsumen yang sensitif terhadap perbandingan antara harga dan keuntungan (cost and benefit) akan dengan teliti membandingkan antara harga yang harus dibayarkan dengan keuntungan yang didapat. Siklus hidup yang relatif pendek menyebabkan perusahaan harus mampu untuk meluncurkan produk baru dalam waktu yang cukup singkat pula.

Oleh karena itu, untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan profit perusahaan, industri manufaktur di Indonesia sebaiknya mulai mengarahkan pengembangan produk barunya ke arah produk yang radikal. Dengan meluncurkan produk tipe ini, bahkan perusahaan akan mampu menciptakan pasar yang baru, karena belum adanya pasar bagi produk tersebut.

(25)

4.5.5. Jumlah Produk Baru Yang Diluncurkan

Produk baru yang dikembangkan oleh sebuah perusahaan dan berhasil diluncurkan sangat tergantung dari beberapa faktor seperti tipe produk baru tersebut, tingkat kesulitan pembuatan produk, besar investasi yang dilakukan, waktu yang dibutuhkan, dan lainnya. Misalnya saja jumlah produk baru yang diluncurkan oleh perusahaan otomotif kemungkinan tidak akan sebanyak produk baru yang diluncurkan oleh perusahaan di bidang makanan/minuman.

Data yang dikumpulkan dari responden menunjukkan bahwa industri manufaktur di Indonesia ditandai dengan rendahnya jumlah produk baru yang berhasil diluncurkan ke pasar. Sebanyak 53% dari total responden meluncurkan kurang dari 4 produk setiap tahunnya (Tabel 4.14).

Tabel 4.14 Jumlah Produk Baru yang Diluncurkan Jumlah Produk yang Diluncurkan %

0 – 4 52.56 %

5 – 9 21.79 %

10 – 14 10.26 %

15 – 19 3.85 %

≥ 20 11.54 %

Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil survei, PINDAD mengatakan bahwa jumlah produk baru yang mereka keluarkan pertahun adalah 5 - 9 produk. Angka ini diatas rata-rata industri yang hanya 0 - 4 produk pertahun. Jumlah produk baru yang cukup banyak ini menunjukkan bahwa pengembangan produk baru yang dilakukan di PINDAD sudah cukup baik, dengan berada diatas rata-rata industri. Disamping itu, alokasi dana yang cukup besar, juga menjadi salah satu faktor pendukung pengembangan produk baru yang dilakukan di PINDAD.

Rendahnya jumlah produk baru yang berhasil diluncurkan pada rata-rata industri mengindikasikan bahwa industri manufaktur di Indonesia tidak aktif dalam usaha pengembangan produk baru atau proses inovasi. Kondisi ini perlu diwaspadai mengingat pengembangan produk baru merupakan faktor kunci sukses untuk dapat berkompetisi di dunia bisnis saat ini. Dengan rendahnya jumlah

(26)

produk yang diluncurkan, dikhawatirkan bahwa suatu saat nanti industri ini tidak akan mampu bertahan melawan gempuran produk baru yang muncul dari luar negeri, seperti Cina, Malaysia dan Vietnam.

Bagaimanapun juga, sedikitnya jumlah produk baru tersebut berhubungan dengan alokasi dana R&D yang cukup kecil. Hal ini mengakibatkan bagian pengembangan produk baru hanya mampu melakukan penelitian dan pengembangan dalam jumlah yang sangat terbatas, sehingga produk yang berhasilpun tidak banyak.

4.6. Proses Pengembangan Produk Baru

Dalam menghasilkan sebuah produk baru, perusahaan dapat melakukannya melalui dua cara, yaitu akuisisi atau pengembangan produk baru. Akuisisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membeli perusahaan lain, membeli patent, ataupun membeli franchise. Sedangkan dalam mengembangkan produk baru, perusahaan dapat melakukannya di dalam perusahaan, ataupun bekerja sama dengan perusahaan lain untuk bersama-sama menghasilkan produk baru.

Proses pengembangan produk baru meliputi beberapa tahapan berikut:

Gambar 4.14 Proses Pengambilan Keputusan Pengembangan Produk Baru (Kottler & Kane, 2006)

(27)

Tahapan tersebut biasanya berlaku untuk setiap produk baru yang dikembangkan. Namun banyak perusahan yang mempunyai berbagai macam proyek pengembangan produk baru yang diproses bersamaan melalui tahapan tersebut, yang memungkinkan perusahaan bergerak aktif dalam menghasilkan produk baru.

4.6.1 Peranan R&D, Marketing, dan Produksi dalam Pengembangan Produk Baru

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, proses pengembangan produk baru yang dilakukan oleh perusahaan harus didukung dengan sumber daya yang ada. Kebijakan perusahaan dalam menentukan arah inovasi sangat terkait erat dengan alokasi sumber daya yang diberikan untuk kegiatan ini.

Pada penelitian ini, terdapat tiga bagian yang peranannya diteliti, yaitu marketing, R&D, dan produksi:

Tabel 4.15 Peranan Bagian dalam Pengembangan Produk Baru (Rata-rata Industri)

Bagian Cronbach’s α Rata-rata

R&D 0.802 3.63/5.00

Marketing 0.775 3.53/5.00

Produksi 0.874 3.07/5.00

Tabel 4.16 Peranan Bagian dalam Pengembangan Produk Baru (PINDAD)

Bagian Rata-rata

R&D 3.25/5.00 Marketing 2.25/5.00

Produksi 1.50/5.00

Peranan dari masing-masing bagian tersebut diukur dari proses pengembangan produk baru berikut:

ƒ Inisiatif pengajuan ide produk baru

ƒ Pengaruh terbesar dalam menentukan produk baru

ƒ Tanggung jawab terbesar dalam mengembangkan produk baru

(28)

Berdasarkan survei, diperoleh bahwa keadaan yang terjadi di PINDAD seperti yang terlihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Variabel Peranan Bagian dalam Pengembangan Produk Baru (PINDAD)

Peranan Bagian Nilai

Staff R&D berinisiatif untuk mengajukan ide produk baru 2 Staff Marketing berinisiatif untuk mengajukan ide produk baru 2 Staff Produksi berinisiatif untuk mengajukan ide produk baru 1 Bagian R&D memiliki pengaruh terbesar dalam menentukan produk

baru

3 Bagian Marketing memiliki pengaruh terbesar dalam menentukan

produk baru

3 Bagian Produksi memiliki pengaruh terbesar dalam menentukan produk

baru

1 Bagian R&D memiliki tanggung jawab terbesar dalam

mengembangkan produk baru 4

Bagian Marketing memiliki tanggung jawab terbesar dalam

mengembangkan produk baru 2

Bagian Produksi memiliki tanggung jawab terbesar dalam

mengembangkan produk baru 2

Bagian R&D memberikan kontribusi terbesar sejak awal hingga selesainya pengembangan produk

4 Bagian Marketing memberikan kontribusi terbesar sejak awal hingga

selesainya pengembangan produk

2 Bagian Produksi memberikan kontribusi terbesar sejak awal hingga

selesainya pengembangan produk

2

Analisis Hasil Penelitian

Dari keseluruh bagian yang diukur (marketing, R&D, dan produksi) dalam proses pengembangan produk baru, bagian marketing dan R&D di industri manufaktur memegang peranan yang besar. Responden menyatakan bahwa R&D mempunyai peranan terbesar dalam proses ini, disusul dengan marketing dan produksi.

Dari hasil yang terlihat di PINDAD, terlihat bahwa peranan dari bagian R&D terlihat jauh lebih tinggi daripada bagian marketing dan produksi. Bisa dilihat dari peranannya yang besar dalam penentuan produk baru, tanggung jawab pengembangan, dan bahkan kontribusi terbesar dari awal sampai akhir.

(29)

Bagian marketing hanya mempunyai peranan yang sama dengan R&D pada tahap memberikan usulan produk baru. Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan tentang pasar yang dimiliki oleh bagian marketing. Dimana tujuan pengembangan produk baru yang terutama berdasarkan survei adalah untuk memenuhi keinginan pasar, sehingga sangat penting bagi perusahaan untuk mengembangkan produk yang diinginkan oleh pasar.

Kontribusi bagian produksi di PINDAD terlihat sangat kecil di semua tahap. Hal ini bisa diartikan bahwa peranan yang dimiliki hanya sekedar untuk memproduksi apa yang sudah dikembangkan oleh bagian-bagian lain, dalam hal ini adalah bagian R&D.

Bila dibandingkan dengan rata-rata industri yang ada (Tabel 4.15), peranan bagian marketing dan produksi di PINDAD jauh dibawah rata-rata industri (Tabel 4.16). Walaupun mempunyai peranan yang berbeda, proses pengembangan produk baru akan lebih baik apabila industri manufaktur di Indonesia mampu untuk mengintegrasikan seluruh bagian untuk bersama-sama memiliki peran yang dapat mempercepat terciptanya produk baru. Dengan kerja sama setiap bagian, maka solusi dalam pengembangan produk baru akan lebih cepat ditemukan, sehingga proses yang dibutuhkan akan memakan waktu yang lebih singkat.

4.6.2 Proses Pengembangan Produk Baru

Penanganan pengembangan produk baru dalam industri manufaktur dalam perusahaan harus selaras dengan tujuan jangka pendek maupun jangka panjangnya. Pengembangan produk haruslah menjadi bagian integral dari strategi bisnis untuk dapat mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang diinginkan. Inovasi sebagai bagian penting dalam strategi bisnis merupakan sebab mengapa perusahaan sebaiknya mempunyai aturan prosedur yang jelas mengenai pelaksanaan pengembangan produk baru. Hal ini untuk memastikan bahwa proses ini berjalan dengan semestinya, sehingga evaluasi dan perbaikan dapat dengan mudah dilakukan.

Namun demikian, hanya 61% perusahaan yang memiliki prosedur formal untuk pengembangan produk baru (Tabel 4.18), sedangkan sisanya melakukan

(30)

proses pengembangan produk baru tanpa adanya prosedur formal, ataupun tidak melakukan pengembangan produk baru sama sekali.

Tabel 4.18 Prosedur Formal Pengembangan Produk Baru

Karakteristik Nilai

Adanya prosedur formal untuk pengembangan produk baru

61.18 % 38.82 %

Ya Tidak

Analisis Hasil Penelitian

Adanya prosedur formal dalam pengembangan produk baru menjadi penting untuk mengetahui apakah tahapan-tahapan yang ada telah dilaksanakan dengan baik. Selain itu hal ini penting untuk tujuan evaluasi proses, dimana perusahaan dapat mengetahui peranan dan waktu yang dibutuhkan dari bagian terkait untuk menyelesaikan tugasnya, serta menganalisa hasil dari pengembangan produk baru tersebut. Seperti halnya rata-rata industri, di PINDAD juga terdapat prosedur formal dalam pengembangan produk baru.

Dari data diatas, terlihat bahwa lebih dari 60% responden menyadari pentingnya prosedur formal dalam pengembangan produk baru. Dengan adanya prosedur formal, pengembangan produk baru yang dilakukan akan dapat lebih terarah, efektif dan efisien.

Dalam melakukan pengembangan produk baru, 44% menyatakan bahwa pengembangan produk baru dilakukan dengan mengkombinasikan concurrent (beberapa kegiatan dilakukan dalam waktu bersamaan) dan serial (setiap kegiatan dilakukan setelah proses yang lain selesai dilakukan) (Tabel 4.19).

Tabel 4.19 Proses Pengembangan Produk Baru

Karakteristik Nilai

Pelaksanaan proses

pengembangan produk baru

44.32 % 25.00 % 17.05 % 4.55 % 3.41 %

Kombinasi concurrent & serial Serial

Concurrent

Lebih sering concurrent Lebih sering serial

(31)

Secara umum dapat diketahui bahwa proses pengembangan produk baru di industri manufaktur di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk bersifat serial. Dengan sifat tersebut, tidaklah mengherankan apabila proses pengembangan produk baru berlangsung lambat dan memakan waktu lebih lama, karena usulan atau ide produk baru tidak dapat langsung diwujudkan apabila masih ada kegiatan lama yang belum terselesaikan. Setiap permasalahan yang timbul pada proses pengembangan produk baru akan dikembalikan ke bagian yang bertanggung jawab pada proses sebelumnya. Akibatnya, solusi dari masalah tersebut kemungkinan akan diselesaikan dalam waktu yang lebih lama, sehingga saat produk tersebut diluncurkan ke pasar, perusahaan akan kehilangan momentum yang tepat dan kompetitor mungkin telah mengambil keuntungan dengan menjadi yang pertama di pasar.

Di PINDAD, pengembangan produk baru menggunakan proses concurrent (beberapa kegiatan dilakukan dalam waktu bersamaan). Pemilihan proses ini memungkinkan jumlah produk baru yang dihasilkan akan lebih banyak dan lebih cepat. Dibandingkan dengan proses serial, proses ini lebih efektif dalam pengembangan produk baru, tetapi juga membutuhkan dana lebih besar dan jumlah tim yang lebih banyak.

4.6.3 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Produk Baru

Studi ini juga melihat bagaimana industri manufaktur secara umum melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan produk baru. Responden ditanya bagaimana mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan berikut:

• R&D

• Survei / riset pasar • Identifikasi ide produk • Pemilihan konsep produk • Tes konsep produk • Pembuatan prototype • Tes pasar

• Produksi

(32)

Dari seluruh kegiatan ini, hampir 70% responden menyatakan telah melakukan kegiatan pengembangan produk baru di dalam negeri, sedangkan 16% di luar negeri dan 4% dilakukan oleh eksternal (jasa konsultan). Hal ini berarti bahwa 89% industri manufaktur di Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan produk baru, dan hanya 11 % yang tidak melakukan (lihat Gambar 4.15 dan Tabel 4.20).

Tabel 4.20 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Produk Baru Melakukan Tidak Melakukan Dalam Negeri Luar Negeri External / Outsourcing 10.91 % 69.15 % 15.36 % 4.22 % 0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% R&D Riset Pasar Identifikasi ide Pemilihan konsep Tes konsep Prototype Tes pasar Produksi Peluncuran

Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Produk Baru

Tidak Melakukan Melakukan - Dalam Negeri Melakukan - Luar Negeri Melakukan - External

Gambar 4.15 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Produk Baru

Analisis Hasil Penelitian

Hasil ini cukup menggembirakan. Besarnya prosentase perusahaan yang melakukan kegiatan pengembangan produk baru, berarti adanya perhatian dari industri manufaktur di Indonesia bahwa kegiatan pengembangan produk baru merupakan hal yang penting bagi kelangsungan bisnis perusahaan. Dengan demikian, industri ini masih memiliki peluang untuk dapat bertahan dalam kompetisi pasar yang semakin ketat dan adanya globalisasi ekonomi.

(33)

PINDAD untuk kategori ini melakukan semua proses tersebut secara internal di dalam negeri, kecuali tes pasar yang tidak mereka lakukan. Hal ini tidak aneh bila mengingat konsumen PINDAD yang terbatas sehingga mereka mungkin beranggapan bahwa tes pasar tidak diperlukan. Walaupun demikian, sebaiknya PINDAD tetap melakukan tes pasar, terutama untuk produk komersial mereka, atau bila ingin melakukan penetrasi ke pasar luar negeri.

4.7 Organisasi Pengembangan Produk Baru

Dalam melaksanakan pengembangan produk baru, perusahaan membagi tanggung jawab organisasi dengan cara yang berbeda. Beberapa perusahaan memberikan tanggung jawab tersebut kepada manajer bagian (departemen) tertentu, yang mana biasanya mereka sudah cukup disibukkan dengan tugas intinya dan kurang memberikan perhatian pada pengembangan produk baru. Perusahaan lain membentuk unit khusus yang menangani masalah ini (departemen pengembangan produk baru). Sisanya membentuk tim khusus yang terdiri dari manajemen fungsi silang yang diberi tanggung jawab untuk pengembangan produk baru. Tim ini akan dibebaskan dari tugasnya, diberikan alokasi dana dan waktu untuk menyelesaikan tanggung jawab barunya.

Studi yang dilakukan memperlihatkan bahwa sebanyak 90% perusahaan mempunyai unit pengembangan produk baru dan hanya sekitar 10% yang tidak memiliki unit tersebut (Tabel 4.21). Dari responden yang memiliki unit pengembangan produk baru, pada umumnya mereka tidak memiliki unit khusus untuk menangani hal ini. 74% dari total seluruh perusahaan yang mempunyai unit pengembangan produk baru menyatakan bahwa pelaksanan kegiatan pengembangan produk baru dirangkap oleh bagian lain yang terdiri dari: marketing (31%), R&D (32%), dan produksi (27%) (lihat Gambar 4.16).

Tabel 4.21 Posisi Unit Pengembangan Produk Baru

Posisi Unit Pengembangan Produk Baru %

Tidak mempunyai unit pengembangan produk baru 9.64 %

Mempunyai unit pengembangan produk baru Dengan rincian:

• Unit terpisah / otonom • Tim ad-hoc

• Dirangkap oleh bagian lain

90.36 % 13.33 % 13.33 % 73.33 %

(34)

Proporsi Bagian yang Merangkap sebagai Unit Pengem bangan Produk Baru

Marketing 31% Produksi 27% R&D 32% Keuangan 5% Lainnya 5%

Gambar 4.16 Pelaksana Pengembangan Produk Baru

Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nampaknya industri manufaktur di Indonesia belum dapat mengupayakan adanya unit terpisah yang khusus menangani pengembangan produk baru. Hal ini menyebabkan pelaksanan pengembangan produk baru “hanya” sededar menjadi tugas tambahan dari tugas inti yang telah diberikan oleh perusahaan. Akibatnya, proses ini berlangsung tidak maksimal dan memakan waktu yang cukup lama. PINDAD sendiri membebankan tugas pengembangan produk baru pada bagian R&D.

Strategi yang dilakukan di PINDAD dengan menugaskan R&D dalam pengembangan produk baru menyebabkan bagian tersebut memerlukan personil dalam jumlah yang besar, PINDAD mempunyai 45 orang staf R&D. Disamping itu, untuk lebih meningkatkan konerjanya, bagian itu juga berisi tidak hanya staf dengan kemampuan R&D, tetapi juga produksi, engineering dan mutu. Sebetulnya akan lebih baik apabila unit ini dipisah menjadi unit yang khusus menangani pengembangan produk baru sehingga akan lebih fokus dalam melakukan pekerjaannya.

4.8 Kinerja Produk Baru

Kinerja (performance) produk baru yang dikembangkan oleh perusahaan diukur berdasarkan performance internal maupun eksternal. Secara internal, performance diukur dari manfaat pengembangan produk baru bagi faktor-faktor

(35)

yang ada di dalam perusahaan seperti terhadap penjualan, keuntungan, sumber daya manusia, dan lainnya; sedangkan secara eksternal, performance diukur dengan membandingkan kesuksesan produk di pasar dibandingkan dengan produk kompetitor.

Pada Tabel 4.22 dan Tabel 4.23, dari keseluruhan variabel yang ditanyakan, umumnya perusahaan berpendapat bahwa produk baru yang dihasilkan membawa keuntungan (kesuksesan) baik dari sisi internal maupun eksternal dengan nilai yang sama. Dengan demikian, industri manufaktur di Indonesia menyetujui bahwa pengembangan produk baru memberikan manfaat di kedua sisi, dimana secara internal, produk baru tersebut meningkatkan sumber daya yang ada; sedangkan secara eksternal, membuat perusahaan dapat bersaing dengan para kompetitornya.

Tabel 4.22 Kinerja Produk Baru (Rata-rata Industri) Kinerja Produk Baru Cronbach’s α Rata-rata

Internal 0.798 3.69/5.00

Eksternal 0.882 3.68/5.00

Tabel 4.23 Kinerja Produk Baru (PINDAD) Kinerja Produk Baru Rata-rata

Internal 4.00/5.00 Eksternal 3.20/5.00

Analisis Hasil Penelitian

Secara internal, pengembangan produk baru akan dianggap berhasil bila memenuhi beberapa kriteria seperti yang terlihat pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25. Rata-rata industri menunjukkan bahwa secara internal nilai yang dicapai adalah 3,69/5,00 atau bisa diartikan bahwa pengembangan produk baru dirasakan cukup bermanfaat bagi perusahaan. Sedangkan di PINDAD, pengembangan produk baru mempunyai nilai diatas rata-rata industri, yaitu 4,00/5,00, yang berarti manfaat yang dirasakan di PINDAD lebih besar daripada manfaat yang dirasakan oleh rata-rata industri.

(36)

Tabel 4.24 Performance Internal (Rata-rata Industri)

Karakteristik Nilai

Produk baru yang dikembangkan selalu diproduksi dan dipasarkan 3.72 / 5.00 Siklus hidup produk cukup lama sebelum digantikan dengan

produk baru 3.53 / 5.00

Produk baru yang dihasilkan memberikan kontribusi kenaikan

profit yang signifikan bagi perusahaan 3.90 / 5.00 Produk baru yang diluncurkan selalu sukses di pasar 3.14 / 5.00 Prosentase penjualan produk baru yang diluncurkan meningkat

dari tahun ke tahun 3.64 / 5.00

Pengalaman sebelumnya meningkatkan kemampuan SDM dalam

mengembangkan produk baru berikutnya 4.15 / 5.00

Tabel 4.25 Performance Internal (PINDAD)

Karakteristik Nilai

Produk baru yang dikembangkan selalu diproduksi dan dipasarkan 4.00 / 5.00 Siklus hidup produk cukup lama sebelum digantikan dengan

produk baru 4.00 / 5.00

Produk baru yang dihasilkan memberikan kontribusi kenaikan

profit yang signifikan bagi perusahaan 4.00 / 5.00 Produk baru yang diluncurkan selalu sukses di pasar 4.00 / 5.00 Prosentase penjualan produk baru yang diluncurkan meningkat

dari tahun ke tahun 4.00 / 5.00

Pengalaman sebelumnya meningkatkan kemampuan SDM dalam

mengembangkan produk baru berikutnya 4.00 / 5.00

Pada Tabel 4.26 dan Tabel 4.27, bisa dilihat bahwa rata-rata industri beranggapan bahwa produknya lebih baik daripada produk yang dihasilkan oleh kompetitor. Nilai rata-rata industri yang diperoleh untuk kategori ini adalah 3,68/5,00. Untuk PINDAD sendiri, terlihat bahwa hampir disemua kriteria, nilai yang diberikan cukup tinggi. Walaupun demikian, rata-rata yang diperoleh masih dibawah rata-rata industri, yaitu 3,20/5,00.

Ada satu kriteria yang tidak diberi nilai yaitu product time to market, hal ini bisa berarti bahwa kriteria ini tidak menjadi bagian dari penilaian kinerja internal mereka, atau tidak penting. Karena produk dan pasar mereka yang spesifik, bisa juga menyebabkan kriteria ini menjadi tidak penting, karena kapanpun mereka memasarkan produk mereka, konsumer pasti akan tertarik. Tetapi perlu menjadi perhatian bagi PINDAD bahwa kriteria ini mungkin menjadi penting apabila mereka bermaksud untuk mengembangkan pasar mereka ke

(37)

produk-produk komersial, yang relatif memiliki tingkat persaingan yang lebih tinggi dibandingkan produk-produk militer.

Tabel 4.26 Performance Eksternal (Rata-rata Industri)

Karakteritik Nilai

Product features (performance) 4.01 / 5.00 Product conformance (quality) 4.15 / 5.00 Product unit cost 3.35 / 5.00 Product time to market 3.41 / 5.00

Total sales 3.59 / 5.00

Market share 3.60 / 5.00

Sales growth 3.65 / 5.00

Profit margin 3.56 / 5.00

Return on Investment (ROI) 3.63 / 5.00 Customer Satisfaction 3.92 / 5.00

Tabel 4.27 Performance Eksternal (PINDAD)

Karakteritik Nilai

Product features (performance) 4.00 / 5.00 Product conformance (quality) 4.00 / 5.00 Product unit cost 4.00 / 5.00 Product time to market

Total sales 4.00 / 5.00

Market share 3.00 / 5.00

Sales growth 3.00 / 5.00

Profit margin 3.00 / 5.00

Return on Investment (ROI) 3.00 / 5.00 Customer Satisfaction 4.00 / 5.00

Gambar

Tabel 4.1  Perbandingan Karakteristik PT PINDAD dan Rata-Rata Industri
Gambar 4.1 Bentuk Kepemilikan Perusahaan
Gambar 4.2  Kelompok Perusahaan menurut Responden
Tabel 4.3  Pendapatan Perusahaan  Pendapatan Perusahaan  %  &lt; Rp 200 juta  32.47 %  Rp 200 – 600 juta  5.19 %  Rp 600 juta – 1 milyar  10.39 %  Rp 1 – 10 milyar  12.99 %  Rp 10 – 100 milyar  14.29 %  &gt; Rp 100 milyar  24.68 %
+7

Referensi

Dokumen terkait

ekspektasi inflasi diperkirakan juga memberikan tekanan yang dipicu oleh kenaikan gaji PNS dan UMR Berdasarkan determinan inflasi, inflasi inti di zona Padang pada bulan Februari

Kesulitan lain yang dapat timbul adalah jika mereka sudah dapat mensintesis unsur baru maka unsur ini umurnya tidak berlangsung lama artinya si atom akan

Pada iklan produk segmentasi dewasa yang tayang di televisi edisi Desember 2012, anak-anak beradegan sebagai peran tambahan atau figuran dengan prosentase

Kegiatan penelitian ini berjudul “Gondang Uning-Uningan grup Bhinneka Musik pada Upacara Adat Pernikahan Batak Toba” dalam penyajian upacara adat pernikahan Batak di Gedung

siswa baru yang diterima ke calon siswa baru, yang didalamnya terdapat nomor untuk pendaftaran ulang. • Calon siswa baru kemudian melakukan proses pendaftaran

bahwa berdasarkan Anggaran Rumah Tangga Institut Teknologi Bandung Pasal 13, Senat Akademik menetapkan tata cara pengusulan, pembukaan dan penutupan program studi,

Sistem pendukung keputusan (SPK) atau Decision Support Systems (DSS) adalah sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data yang

Untuk itu perlu dibentuk suatu Badan khusus atau Yayasan yang dikoordinasi oleh pihak Pemerintah. Badan khusus tersebut disebut UPT (Unit Pelaksana