• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAN EVALUASI MUTU FISIK SABUN DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottoni)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULASI DAN EVALUASI MUTU FISIK SABUN DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottoni)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555 Korespondensi :

Staf Pengajar Fakultas Farmasi IIK Bhakti Wiyata Kediri. Email: rahayu_apt@yahoo.co.id

FORMULASI DAN EVALUASI MUTU FISIK SABUN DARI EKSTRAK

RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottoni)

FORMULATION AND PHYSICAL EVALUATION SOAP MADE OF

EXTRACT RED SEAWEED (Euchema cottoni)

Sri Rahayu D.P

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel :

Latar belakang: Sekarang ini semakin banyak orang tertarik menggunakan sabun herbal karena sifat bioaktif senyawa yang terkandung di dalamnya. Sabun herbal sebagai sabun alami dibuat dengan menggunakan bahan dasar minyak kelapa, NaOH dan ekstrak rumput laut merah.Tujuan: Mengetahui formulasi dan evaluasi fisik sabun ekstrak rumput laut merah. Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental one-shot case study. Rumput laut merah diekstraksi dengan metode maserasi. Ekstrak yang didapat dilakukan uji skrinning fitokimia. Selanjutnya ekstrak rumput laut merah diformulasi berdasarkan formula baku yang didapatkan dari pustaka dengan konsentrasi 5% dan 10%. Selanjutnya sediaan yang telah dibuat dilakukan uji evaluasi mutu fisik yang meliputi uji organoleptis, uji pH, dan uji tinggi busa. Data dianalisa dengan uji T tidak berpasangan. Hasil: Uji fitokimia didapatkan ekstrak rumput laut merah mengandung saponin dan tannin.berdasarkan hasil uji T didapatkan data nilai p>0,05 sehingga kedua hasil menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Simpulan dan saran: Tidak terdapat perbedaan antara formula sabun dengan konsentrasi ekstrak 5% dan 10%. Perlu adanya uji antibakteri dan kekerasan. Diterima 14 Februari 2015 Disetujui 2 Maret 2015 Dipublikasikan 16 Juni 2015 Kata Kunci :

Ekstrak rumput laut merah, evaluasi mutu fisik, sabun

Keywords :

Red seawed extract, physical evaluation, soap

Abstract

Background: Today a lot of people interested using herbal soap because of the

nature bioactive compounds contained therein. Herbal soap as natural soaps made using coconut oil base, NaOH and seaweed extract merah. Objectives: knowing formulation and physical evaluation soap red seaweed extract.

Methods: This study is an experimental One-Shot case Study. Red seaweed

extracted by maceration method. Extracts obtained test screening of phytochemicals. Furthermore seaweed extract raw red formulated based on a formula obtained from the literature with a concentration of 5% and 10%. Furthermore, preparations have been made to test the physical quality evaluation covering organoleptic test, test the pH, and high test foam. Data were analyzed by unpaired t test. Results: Based on test results obtained phytochemical red seaweed extract contains saponins and tannin. Based on test results obtained value data T p> 0.05 so that both the results showed no significant difference. Conclusions and suggestions: There is no difference between soap formula with extract concentrations of 5% and 10%. Need future research about antibacterial test and texture.

(2)

PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang penting. Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis budidaya di bidang kelautan yang memiliki peluang untuk dikembangkan di wilayah perairan Indonesia1. Rumput laut atau alga dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu rumput laut hijau, rumput laut hijau biru, rumput laut coklat, dan rumput laut merah2. Rumput laut ini memiliki senyawa natrium alginat yang bermanfaat sebagai obat antibakteri, anti tumor, penurunan darah tinggi dan mengatasi gangguan kelenjar3.

Alginat adalah hidrokoloid yang dihasilkan dari rumput laut merah. Hidrokoloid yang terkandung dalam rumput laut ini merupakan alasan utama untuk menjadikannya sebagai bahan baku industri kosmetik karena merupakan bahan alami sehingga aman untuk digunakan. Krim kulit dan krim kecantikan yang mengandung alginate memiliki sifat yang baik secara dermatologi yaitu tidak menimbulkan efek samping4.

Berkembangnya penggunaan obat tradisional, industry farmasi mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional yang pada umumnya berbentuk sediaan modern berupa ekstrak bahan alam. Obat tradisional agar lebih mudah diterima dan digunakan oleh masyarakat maka dibuat bentuk sediaan yang beragam untuk tujuan dan penggunaan yang bermacam-macam, mulai yang sederhana hingga yang membutuhkan teknologi yang tinggi5. Salah satu bentuk sediaan kosmetik yang diminati oleh masyarakat sebagai sediaan antibakteri untuk kulit adalah sabun mandi. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras, sedangkan sabun yang

dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak. Setelah proses pembuatan sediaan sabun selesai dilakukan uji evaluasi terhadap sabun. Uji evaluasi tersebut meliputi uji organoleptis sabun, uji derajat keasaman (pH) dan uji tinggi busa6.

Rumput laut (Sargassum sp) dapat memberikan aktivitas antibakteri. Ekstrak etil asetat Sargassum sp merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri P. aeruginosa dan M. luteus, sedangkan ekstrak methanol Sargassum sp merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri S.epidermidis7.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan eksperimental one shot case study dimana tidak terdapat variable control dan sampel dipilih secara random. Rumput laut merah

(Euchema cottoni) diekstraksi dengan

maserasi dengan menggunakan methanol. Identifikasi fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kental methanol. Selanjutnya ekstrak kental yang didapat diformulasi menjadi sediaan sabun dengan konsentrasi ekstrak yang berbeda, yaitu 5% dan 10%. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi meliputi: NaOH, asam stearate, gliserin, minyak kelapa, aquadest, dan etanol.

Sediaan sabun yang telah jadi dengan konsentrasi bahan aktif 5% dan 10% masing-masing dievaluasi mutu fisik. Evaluasi tersebut meliputi organoleptis, uji keasaman (pH), dan uji tinggi busa. Hasil evaluasi dari kedua sediaan di analisi dengan menggunakan software analisa uji T tidak berpasangan. HASIL PENELITIAN

Dari 100 gram serbuk rumput laut merah didapatkan bobot ekstrak 2,74 gram. Ekstrak yang telah didapatkan dilakukan uji fitokimia dan menunjukkan positif mengandung saponin dan tannin. Ekstrak yang didapat diformulasi untuk menjadi

(3)

sabun dengan konsentrasi ekstrak rumput laut yang berbeda, yaitu 5% (formula I) dan 10% (formula II). Berikut adalah hasil pemeriksaan organoleptis sediaan sabun ekstrak rumput laut yang telah dibuat.

Tabel 1. Pemeriksaan organoleptik sediaan sabun ekstrak rumput laut merah

Pemeriksaan Hasil Formulasi I Formulasi II Bentuk Warna Bau Oval Hijau bening Segar Oval Hijau bening Segar Sediaan yang telah dibuat dilakukan uji pH dan tinggi busa. Hasil pemeriksaan uji pH sabun ekstrak rumput laut merah disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan uji pH sabun ekstrak rumput laut merah

Jenis Hasil Formula I 1 2 3 Rata-rata 6,8 7,1 6,5 6,8 Formula II 1 2 3 Rata-rata 7,2 6,9 7,0 7,03 Hasil uji pH dilakukan analisa data dengan uji T tidak berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%. Uji normalitas menunjukkan nilai p>0,05% yang menunjukkan data normal. Analisa dilanjutkan dengan Levene’s test dimana p>0,05 yang menunjukka bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pH pada formula 1 dan 2.

Hasil pemeriksaan uji tinggi busa disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pemeriksaan uji tinggi busa

Jenis Hasil Formula I 1 2 3 Rata-rata 8,5 8,0 7,5 8,0 Formula II 1 2 3 Rata-rata 8,0 7,5 7,0 7,5 Hasil dari pengujian tinggi busa sabun ekstrak rumput laut merah menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai tinggi busa pada penambahan konsentrasi ekstrak rumput laut merah yang berbeda digunakan dalam formulasi sabun tersebut.

Hasil uji tinggi pH dilakukan analisa data dengan uji T tidak berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%. Uji normalitas menunjukkan nilai p>0,05% yang menunjukkan data terdistribusi normal. Analisa dilanjutkan dengan Levene’s test dan mendapatkan hasil p>0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tinggi busa pada formula 1 dan 2.

PEMBAHASAN

Formulasi sabun ini menggunakan ekstrak rumput laut merah sebagai bahan aktif sabun yang mempunyai peranan penting yaitu sebagai antibakteri8. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan pembentuk sabun karena minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun dan bisa digunakan sebagai pengawet karena memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik9. Gliserin digunakan sebagai humektan karena humektan penting digunakan untuk mencegah pengeringan sediaan. Humektan dapat juga berfungsi sebagai pelican pada sediaan10. Asam stearat

(4)

digunakan sebagai pengeras sabun dan penstabil busa, asam stearat dipilih karena aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air11. NaOH berfungsi sebagai penetralisir asam. Aquadest ditambahkan sebagai pelarut karena lebih aman, bersifat inert, lebih murah serta mudah didapatkan12. Bahan pewangi berfungsi untuk memperbaiki bau dari sabun ekstrak rumput laut merah agar menghasilkan bau yang segar. Parfum termasuk bahan pendukung yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen.

Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui nilai pH sabun tersebut, maka dipilih basis sabun yang mempunyai pH mendekati pH kestabilan zat berkhasiat dan pH normal kulit yaitu antara 4,5-7. Dari hasil yang diperoleh, sabun ekstrak rumput laut merah pada formulasi I didapatkan hasil rata-rata sebesar 6,8 dan pada formulasi II didapatkan hasil rata-rata sebesar 7,03 yang berarti memenuhi syarat normal pH kulit. Selanjutnya hasil pengujian pH dengan dua konsentrasi ekstrak yang berbeda dianalisa dengan menggunakan uji T test yang menunjukkan nilai sig 0,637 hasil diatas menunjukkan nilai p>0,05 maka uji normalitas menunjukkan data normal. Hasil data pada Levene’s Test menunjukkan nilai p >0,05 yaitu 0,317 maka data diatas dinyatakan homogen. Pada kolom Sig (2-tailed) data nilai p>0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pH pada formulasi 1 dan 2 dengan adaya penambahan konsentrasi ekstrak.

Pengujian tinggi busa dilakukan untuk

mengetahui kemampuannya untuk

membersihkan dan melimpahkan wangi sabun pada kulit 13. Dari hasil yang diperoleh sabun ekstrak rumput laut merah pada formulasi I didapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 8,0

dan pada formulasi II didapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 7,5. Tinggi busa yang dihasilkan dari sediaan sabun menunjukkan bahwa terdapat kandungan saponin di dalam ekstrak rumput laut merah. Pengukuran tinggi busa merupakan salah satu cara untuk pengendalian mutu produk sabun agar sediaan memiliki kemampuan yang sesuai dalam menghasilkan busa13. Tidak ada persyaratan tinggi busa minimum atau maksimum untuk suatu sediaan sabun, karena tinggi busa tidak

menunjukkan kemampuan dalam

membersihkan. Hal ini lebih terkait pada persepsi psikologis dan estetika yang disukai oleh konsumen14. Selanjutnya hasil pengujian tinggi busa dengan dua konsentrasi ekstrak yang berbeda dianalisa dengan menggunakan uji T test yang menunjukkan nilai sig menunjukkan nilai p>0,05 maka uji normalitas menunjukkan data normal. Hasil uji homogenitas data pada Levene’s Test menunjukkan nilai p>0,05 maka data diatas dinyatakan homogen. Pada kolom Sig (2-tailed) data nilai p>0,05 yaitu 0,288 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pH pada formulasi I dan II dengan adaya penambahan konsentrasi ekstrak.

SIMPULAN

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil uji mutu fisik sabun dari rumput laut merah yang meliputi uji pH dan uji tinggi busa pada formula sabun ekstrak rumput laut merah dengan konsentrasi 5% dan 10%.

SARAN

Peneliti berharap untuk selanjutnya dapat dilakukan penelitian tentang mutu fisik sabun yang lain seperti uji kekerasan, uji kadar air dan uji aktivitas terhadap antibakteri serta penelitian lebih lanjut tentang perbandingan ekstrak yang dapat dipakai dalam sediaan farmasi.

(5)

REFERENSI

1. Soenardjo, N. 2011. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Jaring Lepas Dasar Model Cidaun. Buletin Oseonografi Marina 1. 2. Anggadiredja J.T., A. Zatnika, H.

Purwoto, dan S. Istini. Rumput Laut

(Pembudidayaan, Pengolahan, dan

Pemasaran Komoditas Perikanan

Potensial). Penebar Swadaya. Jakarta. 3. Pringgenies, D., N.L. Ekasari dan

Gunawan. 2011. Potensi Beberapa Ekstrak Rumput Laut sebagai Antibakteri. Upaya Sebagai Bahan Antibakteri Makanan. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Pemanfaatan Rumput Laut dan Bahan Hayati Laut dalam Bidang Pangan dan Energi di Semarang. 29 Januari 2011.

4. Kordi dan M. Ghufran. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-Obatan. Andi Offset. Yogyakarta.

5. Wasito, H. 2011. Obat Tradisional

Kekayaan Indonesia. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

6. Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

7. Hambali E., A. Suryani dan M. Rivai. 2012. Proses Pengembangan Teknologi Surfaktan MES dari Metil Ester Minyak Sawit untuk Aplikasi EOR dan IOR. Makalah pada Konferensi Nasional Inovasi dan Technopreneurship Bogor. SBRC-IPB.

8. Kordi, M. dan H. Ghufran. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut dan Tambak. Andi Offset. Yogyakarta.

9. Anief. 2004. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 10. Sulaiman, T.N.S dan R. Kuswahyuning.

2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan

Semipadat. Laboratorium Teknologi

Farmasi Bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.

11. Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan Edisi 1. Andi Offset. Yogyakarta.

12. Tranggono, R.I. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

13. Hambali E., A. Suryani dan M. Rivai 2012. Teknologi Surfaktan dan Aplikasinya. IPB Press. Bogor.

14. Vairappan, C. S. 2003. Potent Antibacterial Activity of Halogenated Metabolites from Malaysian Red Algae, Laurencia majuscula (Rhodomelaceae, Ceramiales). Journal Biomolecular Engineering 20.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan bahwa teori determinasi teknologi dan konsep komunikasi instrumental terbukti mampu menjelaskan pengaruh antara intensitas penggunaan

[r]

Dalam tulisan ini akan dibahas hubungan antara konvergen hampir dimana-mana dengan konvergen dalam ruang Lebesgue pada fungsi terukur, disamping itu juga akan

Oleh yang demikian, semua pihak perlu bekerjasama bagi melaksanakan penerapan kemahiran insaniah ini dalam kalangan pelajar bertepatan dengan harapan masyarakat agar EPTA

Berdasarkan penyajian dan analisis data dalam bab IV dapat disimpulkan bahwa terdapat dua alasan besar dibalik inkonsistensi Polandia terhadap krisis pengungsi di

Aktivitas siswa dalam penerapan model pembelajaran cooperative tipe index card match dalam proses pembelajaran IPA mengalami peningkatan pada setiap kali pertemuan siklus

Analisis data tentang ketercapaian KKM dilakukan dengan membandingkan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM pada skor dasar dan persentase jumlah siswa yang mencapai

Kurva TGA Sekam Padi yang telah dicuci menggunakan HCl dan pemanasan (sampel 2) dengan laju pemanasan 1 ◦ C/menit diolah dengan menggunakan persmaan 8 untuk mendapatkan