• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : PELALAWAN DESLIANA SIDABUTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER Sektor : PELALAWAN DESLIANA SIDABUTAR"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER

Sektor : PELALAWAN

DESLIANA SIDABUTAR

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

Desliana Sidabutar.E24050075. Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di

PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan. Dibawah bimbingan Ir. E.

G. Togu Manurung, MS, Ph.D.

Hutan Tanaman Industri dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. HTI direncanakan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia. Hal ini terjadi karena potensi kayu yang berasal dari hutan alam produksi semakin menurun dari tahun ke tahun (Manurung 1999). Hutan tanaman industri saat ini berkembang karena dapat menyediakan bahan baku kayu untuk industri kehutanan Indonesia. Pembangunan HTI memerlukan biaya yang cukup besar dan berjangka waktu lama. Biaya-biaya ini dibutuhkan untuk pembangunan HTI mulai dari biaya perencanaan hingga biaya pemanenan kayu. Umumnya penelitian tersebut menggunakan data sekunder. Penelitian ini mempelajari salah satu aspek biaya pengusahaan HTI khususnya pembiayaan melalui pengukuran dan wawancara secara langsung setiap kegiatan di lapangan (data primer).

Penelitian ini dilakukan di HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan Propinsi Riau dari tanggal 27 April – 27 Mei 2009. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah Acacia crassicarpa. Data primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, serta jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum dan indikator ekonomi yang diperoleh dengan cara mengutip arsip perusahaan atau literatur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pengusahaan HTI berdasarkan harga konstan tahun 2000 untuk kegiatan teknis (pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan dan pemanenan kayu) sebesar Rp 14.745.990 atau sebesar Rp105.328,50 /m3 (USD 12,51/m3). Biaya kegiatan penunjang berdasarkan harga konstan tahun 2000 (perencanaan, pembangunan sarana dan prasarana, administrasi dan umum, diklat dan litbang, kewajiban kepada negara, kewajiban kepada lingkungan sosial serta penilaian HTI) sebesar Rp 3.201.554 per hektar atau Rp 25.012,68 (USD 2.97) per m3. Biaya total pengusahaan HTI sebesar Rp 17.940.990/ha atau Rp 127.850 (USD 15,18) per m3. Harga jual kayu Acacia crassicarpa sebesar Rp 204.000 per m3 atau USD 24,22 per m3 (harga konstan tahun 2000). Keuntungan kotor PT RAPP sektor Pelalawan sebesar Rp 76.150 atau USD 9,04 per m3.

(3)

BIAYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT RIAU ANDALAN PULP AND PAPER

Sektor : PELALAWAN

OLEH

DESLIANA SIDABUTAR

E24050075

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada

Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT.Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Pelalawan

Nama : Desliana Sidabutar NRP : E24050075

Departemen : Hasil Hutan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ir.E,G.Togu Manurung, MS., Ph.D. NIP : 19621107 19870 31 001

Me ng et ahu i :

Deka n Fak u lt a s Ke hut a na n Inst it ut Pert ania n Bo go r

Dr.Ir. Hendra ya nt o , M.Agr NIP : 19611126 19860 1 1001

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT.Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Pelalawan” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Desliana Sidabutar NRP E24050075

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tomok (Samosir)-Sumatra Utara pada tanggal 14 November 1986 dari ayah Arbin Sidabutar dan Ibu Nurmaulina Manik.

Tahun 1993-1999 penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 174604 Tomok-Samosir. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh pada tahun 1999-2002 di SLTP Negeri I Simanindo dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum di SMU Swasta RK. Budi Mulia Pematang Siantar pada tahun 2002-2005.

Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Selanjutnya masuk Fakultas Kehutanan departemen Hasil Hutan pada tahun 2006.

Selama pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2007. Praktek tersebut dilaksanakan di Hutan Mangrove-Indramayu dan Gunung Cermai-Kuningan. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Pada tanggal 24 Februari -24 April 2009, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Pangkalan Kerinci, Riau. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan (Himasiltan).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun sebuah skripsi dengan judul “ Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan” dibimbing oleh Ir. E.G.Togu Manurung, MS,Ph.D.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Biaya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Pelalawan”. Tujuan skripsi ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya aktual pembangunan Hutan Tanaman Industri yang didasarkan pada prestasi kerja aktual di lapangan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. E.G. Togu Manurung, MS, Ph.D atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis.

2. Bapak Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis.

3. Bapak Dr.Supriyanto, Bapak Ir.Nandi Kosmaryandi, M.Sc, dan Ibu Dra. Sri Rahaju, M.Si selaku dosen penguji penulis pada ujian komprehensif, atas nasehat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

4. Manajemen PT. RAPP yang telah memberikan izin kepada penulis sehingga dapat melaksanakan penelitian di PT. RAPP.

5. Manajer Estate Pelalawan, Bapak Noor Fuad dan seluruh karyawan sektor Pelalawan atas bantuan kepada penulis selama di lapangan.

6. Ayahanda dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga penulis yang telah memberikan nasehat, waktu, doa, semangat, dorongan,dan kasih sayang kepada penulis.

7. Bang Nando, Erwin, Putri, Mince, dan Olive buat dukungan nya

8. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

9. Bapak Robby, selaku pembimbing penulis selama di lapangan.

10. Pak Stefanus, Pak Halim, Pak Hasan, Pak Turnip,Pak Sapril, Ka Martiningsih, Pak Sembiring, Pak Asur, Pak Asep, Ka Rizki, Ka Yanti, Ka Ami, Ka Febi dan semua karyawan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(8)

11. Bang Darwin dan Ka Riris buat bantuan dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama di lapangan.

12. Teman satu bimbingan penulis : Margareth dan Nila

13. Teman-teman THH angkatan 42: Vera, Novi, Ani, Roro, Iie, Evelin, Nia, Amel, Ratu, Opik, Alex, Stefi, Rita, Rentry, basecamp’ers, dan teman mahasiswa THH 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

14. Ka Darius, Ka ruddy,ka Yuli, KaYongki, Ka Shinta, Shooter Bogor, HIKERS, dan semua GKKD crew.

15. Saudara PA penulis : Ka Sherly, Stevy, Citra dan Eka buat semua dukungan dan kasih sayang serta kenangan indah selama bersama.

16. Sahabat-sahabatku : Dita,Vera, Ida, Margareth, Vera, Novi, Febri, Niken, Leni, Data, Buyung dan Sondang.

17. Ka Azis, Ka Sherly, Ka ida, Ka Agustinus, Ka Agus bali,Ka Tities, Ka Eles, Ka Tera, Ka Prawira.

18. Adik-adik pelayananku : Gladis, Amer, Fani, Rona, Rifal, Nathanael, Dumas, Santoni, Zeny, Nova, Seri, Pipit, Sandro, Maju, Melisa, dan semua adik-adik Youth of Nation Ministry yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

19. Teman-teman se-kostku: Ida, sondang,Mei, Ruth,Thea, Sella, Arni, Metha, Nia, Desri, Swinda, Debora, fani, Amer, dan Gladis.

20. Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB.

21. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan pelaksanaan penelitian ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2009 Desliana Teresha S

(9)

DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP...i KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Hutan Tanaman Industri ... 6

2.2 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Jenis Data ... 16

3.3 Cara Pengumpulan Data ... 16

3.4 Metode Pengamatan Waktu Kerja ... 16

3.5 Cara Perhitungan Biaya ... 18

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

4.1 Sejarah Perusahaan ... 21

4.2 Luas, Letak Geografis,dan Administrasi ... 25

4.3 Keadaan Lapangan ... 26

4.4 Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat ... 27

4.5 Pendapatan Domestik Bruto ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1 Kegiatan Pengusahaan ... 30

(10)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Proyeksi Konsumsi Kayu Bulat untuk Kayu Olahan (m3)

dengan Menggunakan Data Departemen Kehutanan ... 1

2. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan ... 2

3. Perkembangan HTI dari tajun 1995/96-2007...3

4. Rekapitulasi Data Perkembangan Data Hutan Tanaman Industri Tahun 2008 ... 4

5. Tata Waktu Kegiatan Pengusahaan HTI ... 12

6. Perhitungan Biaya Kegiatan Pengusahaan HTI ... 20

7. Luas dan Letak secara Geografis dan Administrasi Pemerintah ... 24

8. Jumlah Penduduk, Agama, Mata Pencaharian, dan Fasilitas Umum di Sekitar Areal sektor Pelalawan ... 27

9. Pendapatan Domestik Bruto Provinsi Riau …………...……...… 28

10. Prestasi Kerja Kegiatan Pengadaan Bibit secara Seedling ... 34

11. Prestasi KerjaKegiatan Pengadaan Bibit secara Cutting ………....…. 35

12. Prestasi Kerja Kegiatan Penanaman ... 37

13. Tabel Prestasi Kerja Kegiatan Pemeliharaan Tanaman ... 39

14. Prestasi Kerja Kegiatan Pemanenan Kayu ... 44

15. Prestasi Kerja Kegiatan Pengusahaan HTI di PT.RAPP ... 45

16. Biaya Pengusahaan HTI PT. RAPP Sektor Pelalawan berdasarkan Jenis Biaya (Harga Tahun 2009) ... 46

17. Biaya Pengusahaan HTI PT.RAPP Sektor Pelalawan berdasarkan Jenis Kegiatan (Harga Tahun 2009) ... 46

18. Biaya Tetap dan Biaya tidak Tetap Pengusahaan HTI PT.RAPP …... 47

19. Biaya Total Kegiatan Pengusahaan HTI (Harga Konstan 2000) ….... 50

20. Perbandingan Biaya Pengusahaan HTI PT. RAPP dan HTI-HTI Lain serta Dephut (Harga Konstan Tahun 2000) ... 51

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Olahan

1997/1998-2000 ... 2

2. Perkembangan HTI dari tajun 1995/96-2007...3

3. Kondisi Bibit yang akan Dipindahkan ke Rooting Area ……... 32

4. Proses Penyaradan pada Manual Ongkak ... 42

5. Proses Barging pada Canal ... 43

6. Proses Hauling pada Sektor Pelalawan ... 44

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peralatan Lapangan Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan ... 58

2. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan ... 63

3. Perhitungan Biaya Material Lapangan Kegiatan Pengadaan Bibit, Penanaman, Perlindungan, dan Pemanenan ... 66

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pulp dan kertas merupakan industri yang berkembang pesat saat ini. Hal ini didukung dengan permintaan akan kertas yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan permintaan akan kayu untuk bahan baku pembuatan kertas meningkat. Perkembangan industri tersebut akan menuntut tersedianya bahan baku yang mencukupi dan daya dukung lingkungan sekitarnya. Konsumsi kayu bulat untuk industri pulp juga mengalami peningkatan, sehingga dibutuhkan kayu bulat untuk pembuatan pulp dan kertas dalam jumlah yang besar. Proyeksi konsumsi kayu bulat untuk kayu olahan berdasarkan trend yang dihitung dengan menggunakan data Departemen Kehutanan disajikan pada Tabel 1. Selain industri pulp dan kertas, industri kehutanan yang lain juga membutuhkan bahan baku kayu. Perkembangan kayu bulat dan kayu olahan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Tabel 1. Proyeksi konsumsi kayu bulat untuk kayu olahan (m3) dengan menggunakan data Departemen Kehutanan

Sumber: Departemen Kehutanan 2007

Kondisi yang umum terjadi di Indonesia adalah kapasitas industri kurang mampu diimbangi ketersediaan bahan baku dan daya dukung lingkungan. Kelangkaan bahan baku telah mengancam perkembangan industri khususnya yang menggunakan bahan baku kayu. Kapasitas produksi yang besar dan industri pengolahan kayu yang beraneka ragam tidak seimbang dengan daya dukung hutan alam Indonesia. Beberapa faktor dominan yang menyebabkan tidak seimbangnya

Th Plywood Sawn Timber Block Board Veneer Chip Wood Pulp Total 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 7.734.002 6.893.828 6.144.925 5.477.379 4.882.350 4.351.962 3.879.192 3.457.781 3.082.149 2.747.323 1.537.224 2.995.198 5.496.467 9.219.968 14.344.641 21.049.426 29.513.260 39.915.085 52.433.838 67.248.459 230.658 280.878 345.307 423.943 516.787 623.838 745.098 880.564 1.030.239 1.194.121 577.800 572.399 567.809 563.862 560.430 557.420 554.757 552.386 550.260 548.344 258.145 287.617 322.573 363.014 408.939 460.349 517.243 579.622 647.486 720.833 14.600.572 16.878.465 19.380.602 22.106.981 25.057.604 28.232.469 31.631.578 35.254.930 39.102.525 43.174.363 24.938.400 27.908.385 32.257.683 38.155.147 45.770.751 55.275.464 66.841.129 80.640.368 96.846.497 115.633.444

(14)

antara pasokan dan permintaan kayu antara lain adalah menurunnya potensi produksi hutan alam yang diakibatkan oleh menyusutnya hutan perawan (virgin forest) dan meningkatnya luas areal bekas tebang (Prahasto, 2001).

Tabel 2. Perkembangan produksi kayu bulat dan olahan 1997/1998-2007

Sumber : Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008

Gambar 1. Perkembangan produksi kayu bulat dan olahan 1997/1998-2000 Sumber: Ditjen Bina Produksi Kehutanan 2008

(15)

Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap kayu dari hutan alam adalah dengan pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Hutan tanaman industri dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Perkembangan pembangunan HTI disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3. Pembangunan HTI dari tahun 1989/1990-2007

Sumber : Ekskutif data strategis Dephut tahun 2008

Gambar 2. Pembangunan hutan tanaman industri tahun 1995/96-2007 Sumber : Ekskutif data strategis Dephut tahun 2008

HTI direncanakan mampu menggantikan peran utama hutan alam dalam menyediakan kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia. Hal ini terjadi karena potensi kayu yang berasal dari hutan alam produksi semakin menurun dari tahun ke tahun (Manurung 1999). Hutan tanaman industri saat ini berkembang karena dapat menyediakan bahan baku kayu untuk industri kehutanan

(16)

Indonesia. Rekapitulasi Data perkembangan Hutan Tanaman Industri tahun 2008 disajikan pada Tabel 4.

Pembangunan HTI diperlukan untuk menyediakan bahan baku kayu untuk industri serta untuk mengatasi persoalan kehutanan yang bermuara pada terciptanya kelestarian ekosistem lingkungan yang berkelanjutan pada peran sosial ekonomi sumber daya hutan (Octofivtin 2004). Kegiatan pemenuhan kebutuhan kayu bahan baku industri juga dikaitkan dengan kegiatan rehabilitasi kawasan hutan yang tidak produktif dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk spesifikasi industri kehutanan antara lain jenis-jenis yang adaptif terhadap lingkungan hutan alam tropis dengan karakteristik daur pendek (Iskandar et al., 2003).

Tabel 4. Rekapitulasi data perkembangan tanaman HTI tahun 2008 NO KELOMPOK

USAHA

Luas Areal Jumlah Rencana Real Real Kum Real Kum Kerja (Ha) (Unit) 2008 2008 s/d 2007 s/d 2008

1 BUMN Tahap SK Definitif 298.307 6 5.311 - 155.814 155.814 Tahap SK Sementara 346.380 9 - - 136.741 136.741 Tahap Pencadangan - - - - 8.134 - TOTAL 644.687 15 5.311 - 300.689 292.555 2 PATUNGAN Tahap SK Definitif 2.732.655 68 106.903 72.295 1.389.362 1.461.657 Tahap SK Sementara 180.100 19 - - 81.403 81.403 Tahap Pencadangan - - - - 40.061 - TOTAL 2.912.755 87 106.903 72.295 1.510.826 1.543.060 3 SWASTA MURNI Tahap SK Definitif 4.414.038 486.276 233.168 1.800.232 2.045.357 Tahap SK Sementara 34.880 423 - 23.914 11.956 Tahap Pencadangan 1.787.635 - - 369.625 409.686 TOTAL 6.236.553 486.699 233.168 2.193.771 2.466.999 TOTAL (1+2+3) 9.793.995 598.913 305.463 4.005.285 4.310.748 Sumber : Departemen Kehutanan 2009

(17)

Pembangunan HTI memerlukan biaya yang cukup besar dan berjangka waktu lama. Biaya-biaya ini dibutuhkan untuk pembangunan HTI mulai dari biaya perencanaan hingga biaya pemanenan kayu. Perencanaan dan perhitungan biaya yang tepat diperlukan mengingat pembiayaan ini dilaksanakan terhadap seluruh komponen kegiatan pembangunan dan pengelolaannya.

Penelitian ini mempelajari aspek pembiayaan HTI melalui pengukuran dan wawancara langsung setiap kegiatan pengusahaan HTI di PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Penelitian ini dilakukan di sektor Pelalawan dan mempunyai jenis tanah gambut (Peatland).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya aktual pembangunan HTI yang didasarkan pada prestasi kerja aktual di lapangan.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran informasi bagi pengusaha HTI mengenai biaya-biaya aktual yang dikeluarkannya pada setiap tahap dan total biaya pembangunan HTI. Bagi mahasiswa penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai persoalan dan pembangunan HTI khususnya yang menyangkut pembiayaan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan dan Pengelolaa Hutan Tanaman Industri (HTI)

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan eksport. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 jo Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Hutan tanaman ini diperuntukkan guna memenuhi keperluan masyarakat, pembangunan, industri, dan ekspor. Dalam hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya. Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dalam hutan tanaman meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan dan pemasaran. Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif.

Dalam praktiknya di lapangan, pembangunan HTI bertujuan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan pedalaman yang berorientasi pada azas produktivitas, profitabilitas dan keseimbangan hasil. Secara lebih luas, pembangunan HTI bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri perkayuan, peningkatan devisa negara, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi negara/pedesaan, penyediaan kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha serta pelestarian manfaat sumberdaya hutan. Karena areal HTI berhubungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan, kegiatan pengusahaan HTI turut berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari masyarakat.

Departemen Kehutanan (2004) menyebutkan bahwa untuk dapat mengusahakan hutan tanaman industri diperlukan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan.

(19)

Berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.4/Menhut-II/2009, tentang Penyelesaian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Sementara dijelaskan bahwa, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Swasta, dan koperasi untuk mengusahakan hutan tanaman industri dalam jangka waktu tertentu.

2.1.1 Kegiatan Pengusahaan HTI

Kegiatan pengusahaan HTI terdiri dari kegiatan pembangunan dan kegiatan pengelolaan. Kegiatan pembangunan merupakan semua kegiatan dari mulai perencanaan sampai dengan terbentuknya hutan tanaman industri dalam satu atau dua unit kegiatan kelestarian produksi. Kegiatan pengelolaan merupakan kegiatan mulai dari kegiatan penebangan pertama sampai dengan seterusnya secara berulang. Sasaran dari kegiatan pembangunan adalah terciptanya tegakan hutan tanaman industri dengan kondisi mendekati tegakan normal. Kondisi ini perlu dicapai karena disamping untuk mewujudkan kelestarian hasil, juga memungkinkan untuk pemanfaatan semua faktor penentu pertumbuhan yang tersedia sehingga dicapai tingkat produktivitas dan profitabilitas yang tinggi. Sedangkan sasaran dari kegiatan pengelolaan adalah diperolehnya hasil lestari yang berkualitas tinggi. Menurut IPB (1988) dalam Octofivtin (2004), untuk mencapai sasaran dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan dengan tahapan sebagai berikut :

(20)

2.1.1.1 Penyusunan Rencana

Rencana yang disusun meliputi Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) dan Rencana Karya Tahunan (RKT). RKPH merupakan rencana yang memuat seluruh kegiatan yang menunjang pembangunan dan pengelolaan HTI. Rencana ini merupakan penjabaran dari kegiatan pembangunan HTI yang mempunyai kejelasan : lokasi, jumlah tenaga kerja dan kualitasnya, jumlah sarana dan prasarana yang dibutuhkan, jumlah biaya yang dibutuhkan, dan sistem pelaksanaan (tata waktu). RKPH disusun paling lambat sebelum kegiatan pembangunan dilaksanakan. RKT merupakan penjabaran secara mendetail kegiatan-kegiatan (termasuk pembiayaannya) yang hendak dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. RKT disusun paling lambat satu tahun sebelum kegiatan tahunan yang bersangkutan dilaksanakan.

2.1.1.2 Tata Batas

Kegiatan tata batas dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh kepastian administratif, kewenangan maupun hukum, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan areal tidak akan terjadi kesimpangsiuran peruntukkan lahan. Kegiatan tata batas meliputi tata batas areal HTI dengan areal bukan HTI (tata batas luar) dan tata batas peruntukan areal di dalam areal HTI (tata batas dalam areal).

Tata batas luar dilaksanakan paling lambat lima tahun sesudah RKPH pertama dilaksanakan. Pelaksanaan tata batas ini meliputi pekerjaan pembuatan trace/rintis batas, pemancangan pal batas, pengukuran dan pemetaan batas serta pengukuhan administrasi/hukum dari batas tersebut.

2.1.1.3 Penataan Hutan

Kegiatan penataan hutan bertujuan untuk menata areal ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien. Kegiatan penataan hutan terdiri dari kegiatan penataan batas dan kegiatan pembagian hutan. Kegiatan penataan batas merupakan kegiatan yang menyangkut penentuan garis batas dan pemancangan pal batas terhadap areal hutan yang hendak ditata. Sedangkan kegiatan pembagian hutan merupakan kegiatan yang

(21)

menyangkut pemisahan areal ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil yaitu bagian hutan, petak, dan anak petak. Hasil dari kegiatan penataan batas dan pembagian hutan perlu diproyeksikan diatas peta. Pelaksanaan dari kegiatan penataan hutan akan diselesaikan dalam lima tahun pertama sesudah kegiatan pembangunan dijalankan.

2.1.1.4 Pembukaan Wilayah Hutan

Kegiatan pembukaan hutan yang dimaksud disini adalah pembuatan prasarana lalu lintas dengan tujuan agar semua areal HTI dapat dijangkau secara mudah. Pembukaan wilayah dilaksanakan melalui pemanfaatan atau pendayagunaan terhadap jalan-jalan yang sudah ada (dengan melakukan perbaikan dan peningkatan mutu) dan pembuatan jalan-jalan baru.

Pembangunan jalan/alur hutan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tingkat keperluannya. Pada akhir daur pertama semua jalan, baik jalan utama maupun penunjang harus sudah selesai dibangun.

2.1.1.5 Penanaman

Kegiatan penanaman merupakan kegiatan yang paling penting dalam tahap pembangunan hutan. Penentuan luas tanaman dan lokasi penanaman pada setiap tahunnya perlu dilakukan dengan cermat sehingga pada akhir daur pertama dapat terwujud suatu tegakan dengan struktur kelas umur mendekati normal. Dengan memperhatikan prinsip kelestarian maka luas penebangan diusahakan sama dengan luas penanaman. Luas tebangan atau luas tanaman pada setiap tahunnya besarnya sama dengan luas areal tanaman total dibagi daur.

Pada tahap pembangunan (daur pertama) belum ada kegiatan penebangan tanaman pokok, yang ada hanya kegiatan penanaman dan pemeliharaan/penjarangan. Selisih waktu penyelesaian dengan akhir daur dapat dipergunakan untuk melakukan pemugaran tanaman atau melakukan pengaturan struktur tegakan.

Kegiatan penanaman merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali dari pengadaan benih, pengadaan bibit/persemaian, penyiapan lahan, dan penanaman bibit di lapangan. Pengadaan benih dilaksanakan paling lambat satu tahun

(22)

sebelum kegiatan penanaman dilaksanakan. Selain dengan pembangunan tegakan benih maka pemenuhan kebutuhan benih dapat dilaksanakan melalui pembelian dari tempat lain. Benih yang dibeli dapat langsung ditanam atau harus melalui persemaian terlebih dahulu. Hal ini tergantung dari sifat benih yang akan ditanam. Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk membuat keadaan lapangan yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga memudahkan penanaman dan pertumbuhan bibit yang ditanam. Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara manual atau dengan cara mekanis.

Penanaman bibit dilaksanakan pada awal sampai pertengahan musim penghujan. Karena terbatasnya waktu penanaman dalam setiap tahunnya maka kegiatan-kegiatan yang mendukungnya perlu diarahkan agar penanaman dapat dilaksanakan tepat pada waktunya.

2.1.1.6 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan tanaman muda dan pemeliharaan tegakan. Pemeliharaan tanaman muda dilakukan mulai bibit selesai ditanam di lapangan sampai tanaman mencapai kondisi tegakan yaitu keadaan dimana pohon-pohonnya telah saling mempengaruhi satu sama lain, baik tajuk maupun perakarannya (umur 3–5 tahun). Pemeliharaan tegakan dilakukan setelah tegakan terbentuk sampai tegakan siap ditebang.

Pekerjaan pemeliharaan tanaman muda dapat berupa penyulaman, penyiangan, pendangiran dan pembebasan gulma serta tanaman pengganggu lainnya. Kegiatan pemeliharaan tanaman muda juga dapat berupa pemupukan tanaman.

Pekerjaan pemeliharaan tegakan dapat berupa pembebasan tanaman pengganggu, pemangkasan cabang dan pemeliharaan. Pembebasan tanaman pengganggu dilakukan pada jalur tanaman pokok sehingga tanaman pokok mendapat kesempatan tumbuh secara baik. Pemangkasan cabang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas batang melalui peningkatan ukuran panjang batang bebas cabang. Sedangkan kegiatan penjarangan dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan ruang tumbuh yang optimal sehingga pertumbuhan pohon-pohon tertinggal dapat berlangsung secara maksimal.

(23)

2.1.1.7 Perlindungan Hutan

Kegiatan perlindungan hutan mempunyai tujuan untuk melindungi hutan dari gangguan hama dan penyakit serta gangguan lain baik hewan maupun manusia. Kegiatan perlindungan dapat bersifat pencegahan (preventif) ataupun pemberantasan (represif). Usaha yang dapat dilakukan dalam penerapan silvikultur yang tepat:

1. Penyuluhan

2. Pembuatan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan 3. Pengadaan sarana penanggulangan hama dan penyakit

4. Pembentukan organisasi pengamanan

2.1.1.8 Pemanenan Hutan

Kegiatan pemanenan hutan secara tebang habis baru dapat dilaksanakan pada akhir daur pertama. Pemanenan dilakukan pada tegakan yang telah mencapai umur yang sama dengan daur.

Komponen dari kegiatan pemanenan hutan adalah pengadaan sarana dan prasarana pada saat eksploitasi dimulai antara lain adalah jalan angkutan, jalan sarad, base camp, tempat pengumpulan kayu (TPn), tempat penimbunan kayu (TPK) dan peralatan eksploitasi seperti chain saw, traktor sarad, dan truk angkutan kayu.

1. Timber Cruising adalah pekerjaan untuk mengetahui potensi (volume) tegakan yang akan dipanen dengan dilakukan sensus potensi dari areal yang akan ditebang. Hasil dari kegiatan timber cruising ini dipergunakan untuk mengatur pelaksanaan penebangan secara berdaya guna dan berhasil guna, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi pemanenan hasil hutan (besarnya realisasi hasil yang dipungut dibandingkan dengan volume tegakan).

2. Penebangan pohon adalah pekerjaan mulai dari penetapan arah rebah sampai pohon selesai dirobohkan. Dalam menentukan arah rebah perlu diperhatikan keadaan lapangan dan posisi pohon. Penebangan harus dilakukan secara hati-hati mengingat kualitas kayu yang dihasilkan sangat tergantung dari kegiatan ini.

(24)

3. Pembagian batang adalah pekerjaan memotong pohon yang telah direbahkan menjadi bagian-bagian batang yang lebih kecil, dengan memperhatikan syarat seperti ukuran yang diminta pasar, kebijakan penjualan kayu, kemudahan penyaradan dan pengangkutan, adanya industri yang mengerjakan kayu serta pesanan-pesanan

4. Penyaradan adalah pekerjaan membawa kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan (TPn). Penyaradan dapat dilakukan dengan tenaga hewan/manusia dan atau secara mekanis, yaitu dengan menggunakan sistem kabel dan atau dengan traktor/skidder.

5. Pengangkutan kayu dilakukan setelah penyaradan atau angkutan antara. Angkutan antara adalah pemindahan kayu dari TPn ke TPK dan dimulai saat kayu dimuat ditempat pengumpulan, atau dikumpulkan di sungai untuk dibawa ke lokasi penimbunan atau pabrik pengolahan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan truk atau dengan mempergunakan alat angkut di air seperti tongkang/kapal atau perahu motor. Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI

Kegiatan HTI Tahun ke-

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 dst Perencanaan RKPH RKT Tata Batas Penataan Hutan PWH Penanaman Pemeliharaan Tanaman Muda Tegakan Perlindungan Pemanenan

(25)

2.2 Tinjauan Pembiayaan Pengusahaan HTI

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Pedoman Pelaporan Keuangan Pengusahaan Hutan tahun 1995, dan hasil-hasil penelitian di lapangan, secara umum biaya pembangunan HTI terdiri dari :

1. Biaya perencanaan 2. Biaya penanaman

3. Biaya pemeliharaan dan pembinaan hutan

4. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan 5. Biaya pemungutan hasil hutan

6. Biaya pemenuhan kewajiban kepada negara

7. Biaya pemenuhan kewajiban kepada lingkungan dan sosial 8. Biaya pembangunan sarana dan prasarana

9. Biaya administrasi dan umum 10. Biaya pendidikan dan latihan

11. Biaya penelitian dan pengembangan 12. Biaya penilaian HTI

Menurut Yanwardi (2007), biaya operasional adalah biaya-biaya yang langsung dikeluarkan untuk menghasilkan suatu barang/produksi. Produksi dapat berbentuk penanaman, bibit, dan kayu. Biaya operasional dapat dibagi menjadi: 1. Biaya penanaman (plantation cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan

untuk penanaman bibit tanaman hingga tanaman tersebut bisa dipanen. Biaya penanaman terbagi atas dua bagian yakni biaya-biaya persiapan lahan tanam dan penanaman bibit itu sendiri (initial expenses) dan biaya pemeliharaan (maintenance expenses).

2. Biaya pembibitan (nursery cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan bibit-bibit yang akan ditanam.

3. Biaya pemanenan (Harvesting cost) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memanen kayu, mengeluarkan kayu dari areal pemanenan, hingga mengantarkan kayu ke areal pabrik.

(26)

Menurut Lipsey (1995), biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut Lipsey mengelompokkan biaya menjadi 2, yaitu:

1. Biaya Variabel, yaitu biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang nilainya bertambah besar dengan meningkatnya output dan berkurang dengan menurunnya output. Biaya ini disebut juga sebagai biaya langsung atau biaya yang dapat dihindari (avoidable cost). Contoh: biaya material, upah langsung, dan lain-lain

2. Biaya Tetap, yaitu biaya yang tidak akan berubah meskipun output berubah, biaya ini akan sama besarnya kendati output satu unit maupun satu juta unit. Biaya ini disebut juga sebagai biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable cost). Contoh: biaya asuransi, bunga modal, penyusutan, dan lain-lain.

Menurut Nugroho (2002), biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah persatuan unitnya jika volume produksi persatuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi.

Komponen biaya tetap adalah :

1. Depresiasi atau penyusutan bertujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan perhitungan biaya. Depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan besarnya penurunan nilai pasar barang modal tetap. Berkaitan dengan penilaian nilai asset untuk memperhitungkan pajak kekayaan perusahaan. Selain itu depresiasi merupakan metode untuk memperhitungkan alokasi biaya atas barang modal tetap yang digunakan selama waktu pakainya secara sistematis. 2. Bunga Modal. Harga uang secara umum disebut bunga. Bunga modal

diperlukan sebagai kompensasi atas uang yang diinvestasikan. Pertimbangannya adalah apabila uang tersebut tidak diinvestasikan melainkan disimpan dalam Bank, maka uang tersebut akan mendapat bunga Bank.

Biaya variabel adalah biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan apabila tidak berproduksi. Biaya ini disebut juga biaya pengoperasian.

(27)

Contohnya adalah: biaya borongan, bahan baku, biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya pengangkutan dan sebagainya (Nugroho, 2002).

Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu alat berkurang adalah:

1. Adanya bagian-bagian yang rusak atau aus karena lamanya waktu pemakaian sehingga alat tersebut tidak bisa bekerja dengan kemampuan seperti sebelumnya. Yang dimaksud dengan alat disini adalah bagian utama yang tidak ekonomis lagi bila diganti.

2. Adanya peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama bila dibandingkan pada mesin yang masih baru. Peningkatan biaya ini misalnya karena penambahan biaya pemeliharaan dan penambahan tenaga. Penambahan biaya operasi ini menunjukkan merosotnya nilai alat tersebut.

3. Karena perkembangan teknologi selalu muncul alat yang lebih praktis dan lebih efisien sehingga alat yang lama nilainya akan merosot. Alat-alat yang lama walaupun masih cukup baik untuk dioperasikan tidak ekonomis lagi kalau dipergunakan secara terus-menerus sehingga orang akan lebih cenderung berfikir untuk mengganti alat yang baru, yang lebih praktis, dan lebih efisien. 4. Adanya pengembangan perusahaan, dengan adanya pengembangan perusahaan

maka alat yang digunakan harus diganti dan disesuaikan dengan pengembangannya, sehingga alat-alat yang lama akan menurun nilainya (Pramudya, 1992).

Biaya penyusutan merupakan fungsi dari waktu, maka masa pemakaian alat harus diketahui. Umur suatu alat dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu : umur ekonomis dan umur pelayanan. Umur ekonomis (economic life) adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti. Pada akhirnya nilai ekonomis alat tersebut mungkin masih dapt digunakan tetapi sudah tidak ekonomis lagi. Alat disebut tidak ekonomis antara lain karena menurunnya efisiensi yakni semakin tinggi biaya pemeliharaan. Umur pelayanan adalah umur suatu alat dari awal pembelian dalam kondisi 100% baru sampai alat tersebut mati (tidak bisa dipakai lagi) dan menjadi barang yang harus dibuang. Pada akhir pelayanan alat tersebut sudah tidak mempunyai nilai lagi (Pramudya, 1992).

(28)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Riau Andalan Pulp and Paper sektor Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Lokasi HTI berada pada lahan gambut (Peatland). Adapun waktu penelitian di lapangan dilaksanakan selama satu bulan, mulai tanggal 27 April sampai dengan 27 Mei 2009.

3.2 Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis, jumlah, harga alat, prestasi kerja dari tenaga kerja, serta jumlah material yang diperlukan dalam kegiatan pengusahaan HTI di lapangan. Data sekunder meliputi biaya-biaya kegiatan penunjang HTI, realisasi tebangan, kondisi umum dan indikator ekonomi.

3.3 Cara Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dan wawancara secara langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dengan cara mengutip arsip perusahaan dan literatur yang terkait dengan penelitian.

3.4 Metode Pengamatan Waktu Kerja

3.4.1 Waktu Kerja

Waktu kerja merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Waktu kerja terbagi atas waktu produktif dan waktu non produktif (Nugroho, 2002).

Waktu Produktif merupakan bagian dari waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi output dalam pekerjaan utama maupun pekerjaan pendukung. Waktu produktif terdiri atas :

1. Waktu tetap yaitu bagian dari waktu produktif yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Secara matematis

dirumuskan

  n 1 i Fi F W W

(29)

Keterangan:

WF = Waktu tetap (menit)

WFi = Elemen waktu tetap ke-i (menit)

2. Waktu variabel yaitu bagian dari waktu produktif yang dipengaruhi oleh volume pekerjaan utama. Secara matematis dirumuskan :

Keterangan:

WV = Waktu tetap (menit)

WVi = Elemen waktu variabel ke-i (menit)

3. Waktu total yaitu waktu yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh pekerjaan atau merupakan penjumlahan waktu tetap dan waktu variabel.

WT = WF + WV

Waktu non produktif merupakan bagian dari waktu kerja yang tidak digunakan untuk memproduksi output seperti pemeliharaan rutin, perbaikan kerusakan, pemogokan karyawan dan penghentian pekerjaan karena cuaca buruk.

3.4.2 Pengamatan Waktu Kerja

Sanjoto (1957) dalam Winurdin (1997) mengemukakan bahwa pengamatan waktu kerja mengenal metode pengukuran sebagai berikut :

1. Metode null stop, yaitu metode yang memerlukan 2 buah stop watch yang di pasang pada papan pencatat waktu atau sampul buku pengukur waktu yang mempunyai lipatan kuat, sehingga dapat dihidupkan atau dimatikan dengan tangan kiri dan pekerja tidak mengetahui adanya alat tersebut. Waktu kerja sesungguhnya dari setiap elemen dibaca seketika pada stop watch yang setiap awal elemen kerja dikembalikan pada angka nol.

2. Metode berturut, yaitu metode yang menggunakan 1 buah stop watch dari awal hingga akhir pekerjaan. Waktu kerja sesungguhnya dihitung dengan cara mengurangi dua waktu yang berturutan.

  n 1 i Vi V W W

(30)

3. Metode kombinasi null stop dan berturut, yaitu metode yang menggunakan lebih dari 1 buah stop watch. Waktu kerja sesungguhnya dari setiap elemen dihitung dengan kedua metode diatas, dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan yang mencolok.

3.4 Cara Perhitungan Biaya

Perhitungan biaya didasarkan terhadap prestasi kerja masing-masing kegiatan. Biaya-biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume produksi per satuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan, walaupun tidak berproduksi. Biaya ini disebut juga sebagai biaya pemilikan aset, karena aset tersebut dibeli maka biaya ini akan terus dikeluarkan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan bila tidak berproduksi. Mengingat karakteristik yang demikian, maka biaya ini disebut pula sebagai biaya pengoperasian (Nugroho, 2002).

3.4.1 Penentuan Biaya Penyusutan per Tahun

P = N R M di mana : P = Penyusutan (Rp/tahun) M = Harga beli aset (Rp) N = Masa pakai (tahun) R = Nilai sisa (Rp)

3.4.2 Penentuan Biaya Bunga Modal dan Asuransi per Tahun

BM = [ (MR2N)(N1)+ R] x 0,0i di mana :

(31)

M = Harga beli aset (Rp) N = Masa pakai (tahun) R = Nilai sisa (Rp)

0,0i = Suku bunga atau asuransi (%)

3.4.3 Penentuan Biaya Operasi

Termasuk dalam biaya operasi adalah bahan bakar dan pelumas, pemeliharaan dan perbaikan, alat-alat pelengkap, material lapangan, serta upah kerja langsung.

3.4.4 Penentuan Biaya Total

Perhitungan biaya total akan disajikan dalam bentuk tabel pembiayaan kegiatan pengusahaan HTI berdasarkan prestasi kerja masing-masing kegiatan yang dibebankan pada setiap hektar luas areal kerja (Rp/ha). Perhitungan biaya kegiatan pengusahaan HTI dapat dilihat pada Tabel 6.

(32)

Tabel 6. Perhitungan biaya kegiatan pengusahaan HTI

Kegiatan HTI Unit Biaya

Tetap Biaya Variabel Biaya Total Perencanaan Pengadaan bibit Penanaman Pemeliharaan tanaman Perlindungan hutan Pemanenan kayu

Kewajiban kepada negara

Kewajiban kepada lingkungan sosial Pembangunan sarana dan prasarana Administrasi dan umum

Pendidikan dan latihan

Penelitian dan pengembangan Penilaian HTI Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha Rp/ha ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. ….. Jumlah Rp/ha ….. ….. …..

(33)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Perusahaan

PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri bubur kayu (pulp) dan kertas dengan kapasitas 2 juta ton pulp per tahun. Luas areal kompleks pabrik sebesar 1.750 Ha, terletak di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.

Saham terbesar PT. RAPP dimiliki oleh APRIL (Asia Pacific Resources International Holdings Limited) yaitu sebesar 50%, PT. Tanoto Dana Perkasa sebesar 30% dan PT. Raja Garuda Mas Pulp and Paper sebesar 20%. PT. RAPP adalah salah satu produsen serat kayu (fiber), bubur kayu dan kertas terbesar di Indonesia yang memiliki konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebar hampir di seluruh kabupaten di Riau dan sebuah pabrik pulp dan kertas yang berlokasi di Pangkalan Kerinci. PT. RAPP mulai beroperasi dan produksi secara komersil pada awal tahun 1995 dengan konsesi HTI yang dikelola berdasarkan prinsip kelestarian (sustainable principles). Dalam operasionalnya, PT. RAPP memiliki 4 unit usaha atau Business Units yaitu Riaufiber, Riaupulp, Riaupaper dan Riaupower.

Visi APRIL adalah “To be one of the Largest, Best Managed, and Most Profitable and Sustainable Pulp and Paper Company in the world which is the Preferred Supplier to our Customers and the Preferred Company for our Employees” atau dalam bahasa Indonesia Visi APRIL adalah “Menjadi salah satu perusahaan Pulp dan Kertas terbesar dengan manajemen terbaik dan paling menguntungkan serta lestari di dunia sekaligus menjadi supplier pilihan pelanggan dan perusahaan pilihan karyawan”.

Riaufiber adalah salah satu unit usaha PT. RAPP yang bergerak dibidang pembangunan HTI sebagai penyedia bahan baku (supplier) untuk pembuatan pulp dan kertas. Visi Riaufiber adalah “to be one of the World’s Best Plantation Fiber Producers, Sustaining our customers with a Fiber of Choice in terms of High Quality, Contribution to Society, and also implement environtmental standard” atau dalam Bahasa Indonesia Visi Riaufiber adalah “Menjadi penghasil serat kayu tanaman terbaik di dunia, dan menyediakan serat berkualitas tinggi kepada para

(34)

pelanggan dengan memperhatikan kontribusi kepada masyarakat luas serta pelaksanaan standar-standar lingkungan”.

Dalam mengelola areal konsesinya Riaufiber mendapatkan ijin dari pemerintah berupa Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Indusri, yaitu:

1. Kepmenhut No. 661/Kpts-II/1992 tanggal 30 Juni 1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (SEMENTARA) kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper seluas 300.000 Ha.

2. Kepmenhut No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper seluas 300.000 Ha dengan jangka waktu 35 tahun ditambah satu daur tanaman pokok (8 tahun).

3. Kepmenhut No. 281/Kpts-II/1993 tanggal 27 Mei 1993 tentang Penangguhan Keputusan Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper.

4. Surat Menhut No. 1547/Menhut-IV/1996 tanggal 5 November 1996 perihal Kebutuhan Areal HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Propinsi Riau. Izin prinsip penambahan areal seluas 121.000 Ha.

5. Kepmenhut No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan No. 281/Kpts-II/1993 tanggal 27 Mei 1993 tentang Penangguhan Keputusan Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper dan Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper, sepanjang menyangkut Luas Areal 159.500 Ha. 6. Izin prinsip Menhut No.256/Menhut-VI/2001 tanggal 22 Februari 2001 seluas

49.500 Ha.

7. Kepmenhut No. 256/Kpts-II/2004 tanggal 22 Februari 2001 tentang Perubahan Kepmenhut No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 Jo. Kepmenhut No. 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993. Luas areal menjadi 235.140 Ha.

(35)

Riaufiber membagi areal kerja secara geografis yang tersebar dalam 4 Kabupaten di Propinsi Riau menjadi 8 Areal Kerja atau Unit Manajemen Hutan (UMH) atau disebut dengan istilah Sektor, yaitu Baserah, Cerenti, Langgam, Logas, Mandau, Pelalawan, Teso dan Ukui. Kabupaten tersebut adalah Kuantan Singingi (Kuansing), Pelalawan, Kampar dan Siak. Sektor Logas dibagi menjadi dua areal yaitu Utara dan Selatan, sedangkan Teso dipecah menjadi Teso Timur dan Teso Barat. Luas, letak secara geografis dan administrasi pemerintahan disajikan pada tabel 7.

Berdasarkan keputusan IUPHHK pada HTI, SK.356/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, PT. RAPP memiliki luas areal hutan tanaman sebesar 235.140 Ha. Dimana luas areal ini terbagi menjadi dua yaitu untuk lahan kering (dry land) seluas 151.500 Ha dan daerah rawa (peat land) seluas 83.640 Ha. Sektor Pelalawan merupakan salah satu sektor yang mempunyai jenis tanah gambut (peatland) dan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

(36)

Tabel 7. Luasan dan letak secara geografis dan admisitrasi pemerintahan

No. Lokasi Luas

(Ha) Posisi Geografis Kabupaten

Kelompok Hutan 1. Baserah 29.645 0014’00” - 0025’00” LS 101037’00” - 101054’00” BT Kuansing Pelalawan Sei. Teso – Sei. Nilo 2. Cerenti 40.260 0029’00” - 0043’00” LS 101035’00” - 101054’00” BT

Kuansing Sei. Kukok

3. Langgam 13.100 0006’00” - 0012’00” LS 101028’00” - 101040’00” BT Kampar Pelalawan Sei. Teso – Sei. Nilo 4. Logas Selatan 28.120 0014’00” - 0033’00” LS 101013’00” - 101023’00” BT Kuansing Btg. Lipai – Siabu 5. Logas Utara 14.615 0003’00” - 0014’00” LS 101010’00” - 101019’00” BT Kuansing Kampar Btg. Lipai – Siabu 6. Mandau 23.000 0048’00” - 0058’00” LS 101038’00” - 101058’00” BT

Siak Sei. Mandau

7. Pelalawan 75.640 0012’33” - 0039’55” LU 101056’51” - 101026’15” BT Pelalawan Sei. Pelalawan 8. Teso Barat 20.000 0007’00” - 0016’00” LS 101014’00” - 101025’00” BT Kuansing Kampar Tjg. Pauh – Kotobaru 9. Teso Timur 13.250 0001’00” - 0010’00” LS 101018’00” - 101033’00” BT Kampar Tjg. Pauh – Kotobaru 10. Ukui 19.300 0003’00” - 0015’00” LS 101004’00” - 101051’00” BT Pelalawan Sei. Teso – Sei. Nilo Total 276.930

(37)

4.2 Luas, Letak Geografis, Administrasi dan Batas Wilayah Sektor Pelalawan.

Luas Areal sektor Pelalawan adalah 75.640 ha. Sektor Pelalawan secara geografis terletak pada 0°12’15” – 0°40’00” LU dan 101°57’10” – 102°26’46” BT.

Secara administrasi pemerintahan areal HTI PT RAPP Sektor Pelalawan terletak di dua kabupaten, yaitu : Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. Tersebar ke dalam tiga kecamatan, yaitu : Kecamatan Pelalawan, Kecamatan Teluk Meranti dan Kecamatan Dayun. Desa-desa yang berada di sekitar areal HTI PT RAPP Sektor Pelalawan sebanyak 11 desa, yaitu : Desa Dayun, Desa Sering, Desa Pelalawan, Desa Kuala Tolam, Desa Rangsang, Desa Sungai Ara, Desa Pangkalan Terap, Desa Kuala Panduk, Desa Petodaan, Desa Teluk Binjai dan Kelurahan Teluk Meranti.

Batas Areal HTI PT. RAPP Sektor Pelalawan adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Suaka Margasatwa Danau Tasik Besar

 Sebelah Selatan : Areal Hutan Tanaman Rakyat PT Selaras Abadi Utama

 Sebelah Barat : CV. Tuh Negri dan KUD Bahtera Mandiri (Hutan Tanaman Rakyat dan Kebun Sawit Rakyat)

 Sebelah Timur : CV. Alam Lestari (Hutan Tanaman Rakyat)

Ketiga areal hutan tanaman rakyat yang berbatasan dengan HTI PT. RAPP Sektor Pelalawan tersebut di atas adalah hutan tanaman rakyat yang bekerjasama dengan PT. RAPP, artinya pola pengelolaannya sama dengan UM PT. RAPP.

(38)

4.3 Keadaan Lapangan Berdasarkan RKT- UPHHKHTI Tahun 2009 PT. RAPP Sektor Pelalawan

4.3.1 Vegetasi

Tanaman utama yang ada di sektor Pelalawan adalah Acacia crassicarpa. Jenis tanaman lain yang juga dikembangkan adalah Melaleuca sp.

4.3.2 Topografi

Areal Hutan Tanaman industri PT. RAPP berada pada ketinggian 20-160 mdpl. Berdasarkan survey lapangan dan foto udara, seluruh areal sektor Pelalawan tersebut dapat dikategorikan ke dalam kelas kelerengan datar (0-8%) atau semua areal landai (100%).

4.3.3 Tanah

Jenis tanah di areal HTI PT. RAPP sektor pelalawan adalah tanah Organosol hemik dan Organosol fibrik (52.845 Ha) dan Organosol Saprik dan Organosol hemik (22.795 Ha). Struktur tanah termasuk ke dalam jenis gambut (100%).

4.3.4 Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmit – Ferguson atau AF/CF (Koppen) areal HTI PT.RAPP sektor Pelalawan termasuk tipe iklim A (sangat basah). Curah hujan rata-rata tahunan 2.407 mm/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan Desember dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari.

4.3.5. Hidrologi

Areal HTI PT. RAPP sektor Pelalawan termasuk dalam daerah aliran sungai Sei selempaya Kanan, Sei Segati, dan Sei Nilo. Adapun aliran DAS/sub DAS adalah DAS Selampayan kanan dan sub DAS selampayan Kiri.

(39)

4.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat di areal RKT-UPHHK HTI disajikan pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian, dan fasilitas umum di sekitar areal sektor Pelalawan

Sumber : RKT- UPHHKHTI tahun 2009 PT. RAPP

No URAIAN Satuan Jumlah

1 Jumlah Penduduk a. Total 1. Laki-laki 2. Perempuan b. Anak-anak 17 tahun: 1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Angkatan Kerja > 17 tahun: 1. Laki-laki

2. Perempuan

d. Angkatan tidak Produktif>55 tahun: 1. Laki-laki 2. Perempuan Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang 193.785 Tidak terdata Tidak terdata 68.312 Tidak terdata Tidak terdata 105.123 Tidak terdata Tidak terdata 20.350 Tidak terdata Tidak terdata 2 Agama dan Aliran Kepercayaan:

1. Islam 2. Katolik/Protestan 3. Lain-lain % % % 94 5 1 3 Fasilitas Pendidikan 1. SD 2. SLTP 3. SLTA Unit Unit Unit 176 40 10 4 Tempat ibadah: 1. Masjid/Musholla/Langgar 2. Gereja 3. Dll Unit Unit Unit 649 25 1 5 Mata Pencaharian 1. Bertani 2. Berdagang 3. Lain-lain % % % 67,22 4,38 28,4

(40)

4.5 Pendapatan Domestik Bruto

Pendapatan regional bertujuan untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan stuktur perekonomian pada suatu periode di suatu daerah tertentu. Dengan cenderung membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia yang membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan termasuk Riau. Besarnya pendapatan domestik bruto propinsi Riau disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pendapatan domestik regional bruto propinsi Riau

Sektor (Sumber)

2005 2006

Rupiah (juta) % Rupiah (juta) % Pertanian

Pertambangan Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan

Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan/Komunikasi Bank/Keu/Perum Jasa 1.463.153 2.082.761 20.429.357 70.276 792.341 2.491.227 1.129.091 1.335.626 587.668 4,8 6,9 67,3 0,2 2,6 8,2 3,7 4,4 1,9 1.542.364 2.139.157 21.796.886 172.609 880.577 2.577.086 1.266.014 1.444.028 622.282 4,7 6,6 67,2 0,5 2,7 7,9 3,9 4,4 1,9 Total 30.381.500 32.441.003,0 100

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Propinsi-Propinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, Badan Pusat Statistik, Republik Indonesia

Sektor yang memberi kontribusi paling besar dalam pendapatan domestik bruto berdasarkan Tabel 8 adalah sektor industri pengolahan (67,19%), kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran (7,94%), kemudian sektor pertambangan (6,59%), sektor pertanian (4,75 %), sektor bank/keuangan/perum (4,45%), sektor angkutan/komunikasi (3,9%), sektor bangunan (2,71 %), sektor jasa (1,92%), serta listrik dan air bersih (0,53%).

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2007), Pendapatan Domestik Bruto (PDB) propinsi Riau atas dasar harga berlaku tanpa migas pada tahun 2006 adalah

(41)

Rp 94 815,60 miliar dan pada tahun 2007 adalah Rp 117 034,98 miliar. Demikian pula angka PDRB atas dasar harga konstan 2000 tanpa migas tahun 2007 mencapai sebesar Rp 36417,63 miliar yang lebih tinggi dari tahun 2006 yakni sebesar Rp 39 420,76 miliar.

Pendapatan Domestik Bruto Propinsi Riau atas dasar harga konstan tahun 2000 berdasarkan lapangan usaha termasuk minyak dan gas pada tahun 2007 pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan adalah Rp 14.785,91 miliar, pertambangan dan penggalian Rp 45.125,69 miliar, industri pengolahan Rp 9.246 miliar, sektor listrik, air bersih, dan gas Rp 185.050,79 juta, bangunan Rp 2.674,93 miliar, perdagangan, hotel, dan restoran Rp 6.840,26 miliar, pengangkutan dan komunikasi Rp 2.331,64 miliar, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Rp 1.011,84 miliar, dan sektor jasa-jasa Rp 4.010,95 miliar. Total pendapatan PDB Riau tahun 2007 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah Rp 86.213,25 miliar. PDB Riau tahun 2007 mengalami peningkatan dari tahun 2006 karena pada tahun 2006 PDB Riau adalah Rp 83.370,86 miliar.

(42)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kegiatan Pengusahaan

Kegiatan pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) sektor Pelalawan terdiri atas pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, perlindungan hutan dan pemanenan kayu.

5.1.1 Pengadaan bibit

Pelalawan Central Nursery (PCN) mengembangkan jenis tanaman Acacia crassicarpa sebagai tanaman utama dan Melaleuca sp sebagai tanaman untuk border trees tepi canal di lahan gambut agar tidak terjadi erosi tanah dan untuk keperluan bina desa hutan secara temporer. Bibit dihasilkan dengan dua cara yaitu secara vegetatif (cutting) dan generatif (seedling). Benih untuk seedling diperoleh dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT. RAPP, sedangkan bibit untuk cutting diperoleh dari tanaman induk unggulan (Mother plant) yang sudah terjamin kualitas genetik, fisik dan fisiologisnya. Luas Pelalawan Central Nursery adalah 10 Ha. Areal yang digunakan untuk persemaian adalah sekitar 8 Ha.

5.1.1.1 Penanaman melalui biji (seedling)

Benih yang akan dijadikan bibit untuk pembibitan dengan cara generatif diperoleh dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT. RAPP. Target bibit yang akan dihasilkan selama tahun 2009 adalah 45.600.000 batang bibit yang diperoleh dengan pembibitan secara seedling maupun secara cutting. Target bibit yang dihasilkan secara cutting selama tahun 2009 adalah 22.800.000 batang bibit. Jumlah bibit yang sudah diproduksi dari bulan Januari-Maret 2009 adalah sebanyak 5.819.520 batang bibit.

Kegiatan pembibitan terdiri atas sterilisasi media yang dilakukan di production house dan media yang dipakai adalah cocopeat. Penanaman dan pemeliharaan benih yang bertujuan agar benih berkecambah dilakukan di germination area sekitar 28 hari. Pada saat bibit berumur 8-14 hari setelah penyemaian dilakukan penyulaman (blanking) sehingga dapat diketahui persentase hidup bibit. Bibit yang sudah berumur 28 hari akan ditransfer ke

(43)

growing area (areal terbuka). Kegiatan pemupukan, penjarangan, dan penyisipan bibit yang mati dilakukan untuk mendukung pertumbuhan bibit. Kegiatan penjarangan (spacing) terdiri atas beberapa bagian yakni : 1) penjarangan 25% yakni 25% dari jumlah bibit (72 batang/tray) dan dilakukan ketika bibit mempunyai tinggi 3-5 cm, 2) penjarangan 50% (48 batang/tray) dan dilakukan ketika bibit mempunyai tinggi 5-8 cm, 3) penjarangan 66% (32 batang/tray) dan dilakukan ketika tanaman mempunyai tinggi diatas 8 cm , 4) penjarangan 75% (24 batang/tray). Penjarangan dilakukan agar bibit dapat berkembang dengan baik dan memastikan bibit mendapat pasokan makanan, air dan nutrisi yang mendukung pertumbuhan sehingga pertumbuhan bibit dapat dikontrol dan persentase hidup bibit yang diinginkan dapat tercapai.

Pemberian pupuk di growing area dilakukan dengan sistem manual dan sistem mekanis. Sistem manual merupakan pemupukan dengan cara menggunakan gembor, dimana tanaman disiram dengan pupuk secara langsung dengan menggunakan gembor. Sistem mekanis merupakan pemupukan dengan menggunakan boom injection (injektor). Injektor dapat dapat diatur sesuai dengan konsentrasi pupuk yang diinginkan. Penyiraman tanaman dilakukan berdasarkan kebutuhan tanaman terhadapa air, sehingga curah hujan juga sangat mempengaruhi penyiraman tanaman. Proses culling dan cencus dilakukan untuk mengambil tanaman yang mati, kerdil, atau yang terserang penyakit dan dikeluarkan dari dalam tray untuk dibakar. Kegiatan yang paling akhir dilakukan sebelum bibit dikirim ke areal penanaman adalah penyeleksian bibit. Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan bibit yang memenuhi persyaratan (standar) dan yang tidak memenuhi standar. Adapun standar yang harus dipenuhi agar tanaman lulus seleksi adalah; tinggi >14 cm, jumlah daun minimal 3 helai (2 sehat), diameter batang lebih besar dari 2 cm dan kekompakan akar 75-85%. Setelah tahap penyeleksian, bibit yang sudah memenuhi standar dikirim ke areal penanaman.

(44)

5.1.1.2 Pengadaan bibit secara cutting

Target bibit yang akan dihasilkan secara cutting tahun 2009 adalah 22.800.000 batang bibit tanaman Acacia crassicarpa. Jumlah bibit yang telah dihasilkan dari Januari –Maret 2009 adalah 11.484.576 batang bibit. Kondisi bibit yang diproses dengan cara cutting disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kondisi bibit yang akan dipindahkan ke rooting area

Pembibitan dengan cara cutting merupakan kegiatan pembibitan dengan menggunakan cara vegetative (cloning). Tanaman induk (mother plant) merupakan jenis tanaman unggulan dan merupakan rekomendasi dari pihak R&D sehingga diharapkan bibit yang akan dihasilkan akan mempunyai sifat genetik tanaman induk. Mother plant merupakan tanaman induk yang akan menghasilkan tunas, dimana tunas tersebut akan dijadikan bibit cutting. Adapun kegiatan pembibitan secara cutting adalah kegiatan di production house meliputi sterilisasi media, pemasukan tunas ke dalam tube, dan pemupukan dimana pupuk langsung dicampur dengan media. Kemudian bibit akan dipindahkan ke rooting area dengan tujuan agar tanaman dapat berakar dan dapat berkembang dengan baik.

Kegiatan yang dilakukan selama di rooting area adalah membuang tunas yang gagal atau mati, penyiraman tanaman, dan pengambilan dan pemberantasan gulma (weeding). Setelah dari rooting area bibit akan dipindah ke growing area. Kegiatan yang dilakukan di growing area untuk cutting hampir sama dengan

(45)

kegiatan yang di growing area untuk seedling, yakni kegiatan penjarangan (spacing), pemupukan, penyiraman bibit berdasarkan kebutuhan, sensus dan culling, dan seleksi tanaman yang memenuhi standar yang ditetapkan. Bibit-bibit yang telah memenuhi persyaratan dikirim ke areal penanaman. Prestasi kerja untuk pengadaan bibit secara seedling dan cutting dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Prestasi kerja total untuk pengadaan bibit selama setahun untuk pembibitan dengan seedling adalah 50.292,00 HOK/tahun. Prestasi kerja untuk pembibitan dengan cutting adalah 47.895,12 HOK/ tahun. Total prestasi kerja untuk pengadaan bibit di Pelalawan Nursery Center adalah 98.187,12 HOK/tahun. Selain sektor Pelalawan, Pelalawan Nursery Center juga akan menjual bibit ke sektor Langgam, Mandau, Tasik dan Ukui. Sektor-sektor tersebut mempunyai jenis tanah yang sama dengan Pelalawan yakni jenis tanah gambut.

(46)

Tabel 10. Prestasi kerja pengadaan bibit secara Seedling

Kegiatan HTI Prestasi Kerja (HOK/tahun)

Seedling 50292,00

Persiapan tube dan tray

2.496,00

Pengumpulan tube dan tray dari areal terbuka 1.248,00

Bongkar - muat tube dan tray ke pencucian tray 1.248,00

Production : 106 kg seeds/bulan : 5 beds/hari 7.176,00

Pencucian trays 936,00

Pengayakan media 1.248,00

Pencampuran media, pengaturan tray, operator mesin,

penutupan, dipping 2.808,00

Penaburan manual 2 624,00

Pemindahan ke germination area 1.560,00

Germination House : 106 kg seeds/bulan : 5 beds/hari 8.892,00

Penyulaman 3.120,00

Konsolidasi I 780,00

Penaburan manual 1.248,00

Konsolidasi II dan P&D (Pest and disease) 1.560,00

Hygiene dan penyiraman A&F 2.184,00

Open Area 2.6736,00

Pemindahan ke areal terbuka 1.872,00

Penjarangan 66 % (umur 5 minggu) dan Penilaian kualitas 2.808,00 Penjarangan 75 % (umur 7 minggu) dan Pemisahan (culling) 2.808,00 Seleksi tanaman, pemisahan tanaman mati dan yang kerdil 5.832,00

Pengepakan dalam box 2.184,00

Pemindahan tanaman kualitas 3, rata-rata 2 beds / hari 1.248,00 Penyemprotan bahan kimia untuk penyakit dan pestisida 1.872,00

Pemupukan 1.872,00

Operator boom 1.248,00

Penyiraman manual untuk tanaman yang di letakkan di tanah 1.248,00 Penyehatan untuk tanaman yang di letakkan di tanah 1.872,00

Sterilisasi cabang 1.872,00

Gambar

Tabel  1.    Proyeksi  konsumsi  kayu  bulat  untuk  kayu  olahan  (m 3 )  dengan      menggunakan data Departemen Kehutanan
Tabel 3.  Pembangunan HTI dari tahun 1989/1990-2007
Tabel 4.  Rekapitulasi data perkembangan tanaman HTI tahun 2008
Tabel 5.  Tata waktu kegiatan pengusahaan HTI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek pertama mengungkapkan bahwa sumber bumi yang paling dibutuhkan adalah air, sebab air sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari para perempuan Samin, sehingga mereka sangat

Guru yang sudah melakukan pendafataran dengan mengisi data diri agar bisa melakukan Login dengan menginput Username dan Password yang telah

Tabel 8 menunjukkan hasil analisis statistik des- kriptif atas content analysis laporan tahunan untuk item kinerja komunitas sosial, yang menggambarkan tentang hubungan perusahaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prosedur pengembangan model perangkat pembelajaran berbasis proyek mengadopsi dan memodifikasi model R & D (Borg &

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok... Gunakan ventilasi lokal

Menimbang : bahwa untuk memenuhi maksud pada Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Peserta didik bersama – sama dengan guru menganalisis komponen persamaan linear dan pertidaksamaan linear satu variable serta cara menemukan nilai suatu variable